Anda di halaman 1dari 2

Hukum Agraria HKUM.

4211

Tugas 3

SOAL :
Bagi sebagian besar rakyat Indonesia, tanah merupakan sumber hidup satu-satunya.
Mengingat pentingnya tanah di dalam kehidupan manusia, maka setiap orang berusaha
memiliki dan memanfaatkan tanah itu semaksimal mungkin guna kelangsungan hidupnya.
Untuk memiliki tanah dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti mewaris, hibah, tukar
menukar, maupun dengan cara jual-beli.
Menurut analisis saudara, bagaimana cara jual beli tanah menurut hukum adat, hukum
perdata barat dan UUPA ?
Jawab

 Jual beli tanah berdasarkan hukum adat


Jual beli tanah masih menggunakan cara lisan dan/atau dengan akta dibawah tangan
dalam jual beli tanah tersebut yaitu:
a. Faktor Masyarakat dan Budaya yang masih tunduk pada hukum adat
b. Tidak memerlukan waktu yang lama (Cepat) dan biaya murah
c. Dianggap miliknya dan cara pembuktianya cukup dengan
diperlihatkan:
- register dati
- SK pengangkatannya selaku kepala dati
- SKW (Surat Keterangan Hak Waris)
- Surat Kuasa Menjual dari ahli waris dan saksi-saksi
d. Dianggap sudah diketahui oleh masyarakat siapa pemiliknya.Berdasarkan hasil
wawancara dengan responden, dapat diketahui mengenai cara masyarakat
melakukan jual beli.

Bahwa jual beli secara lisan atas dasar saling percaya dilakukan oleh masyarakat
karena mereka pada umumnya adalah masyarakat yang masih memegang teguh
kepercayaan dan didasarkan atas dasar kekeluargaan diantara sesama warga
masyarakat Begitu pula dengan jual beli menggunakan surat jual beli/ atau pelepasan
hak dibawah tangan. Hal ini membuktikan bahwa kekerabatan yang terdapat dalam
kelompok masyarakat tertentu masih cukup kuat dan melatarbelakangi rasa saling
percaya oleh karena prosesnya cepat dan tidak memerlukan waktu yang lama.

 Jual Beli tanah berdasarkan Hukum Perdata Barat

KUH Perdata melihat jual beli hanya dari sisi perikatan semata, yaitu dalam bentuk
kewajiban dalam lapangan kekayaan dari masing-masing pihak secara timbal balik satu
terhadap lainnya, dan karena itu pula maka jual beli dimasukkan dalam buku ketiga tentang
Perikatan.
Menurut hukum barat yang pengaturannya terdapat dalam KUH Perdata, jual beli tanah
didasarkan pada Pasal 1457 KUH Perdata dijelaskan bahwa: “Jual beli adalah suatu
persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu
kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.
Dengan terjadinya jual beli itu, hak milik atas benda yang bersangkutan belum beralih
kepada pembelinya, kendatipun misalnya harganya sudah dibayar dan kalau jual beli
tersebut mengenai tanah, tanahnya sudah diserahkan kedalam kekuasaan. Disamping itu
jual beli adalah suatu perjanjian dengan perjanjian itu pihak yang satu mengikatkan dirinya
untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak lain untuk membayar harga yang
telah diperjanjikan. 
Dari pengertian jual beli sebagaimana disebut dalam KUH Perdata dapat diambil beberapa
unsur dalam suatu perjanjian jual beli tanah, yaitu: 
1.Adanya pihak-pihak sedikitnya 2 (dua) orang,
2.Adanya persetujuan pihak-pihak,
3.Penyerahan hak milik atas suatu barang, 
4.Pembayaran harga yang diperjanjikan

 Jual beli tanah berdasarkan UU Pokok Agraria

Pengertian jual beli hak atas tanah setelah berlakunya UUPA merupakan perbuatan hukum
pemindahan hak untuk selama-lamanya yang bersifat tunai dan selanjutnya diatur dalam
peraturan pelaksanaan dari UUPA yaitu PP No. 24 Tahun 1997, yang menentukan bahwa
jual beli hak atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan
PPAT, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 37 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997. Dalam
penjelasan Pasal 24 ayat (1) huruf f PP No. 24 Tahun 1997 tersebut menyatakan bahwa
setiap transaksi jual beli hak atas tanah sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini untuk
melakukan pendaftaran bisa tanpa suatu akta PPAT tetapi hanya dengan bukti tertulis yang
dibuat oleh Kepala Desa/Kepala Adat.
Menurut kekuatan pembuktian lahir dimana sebuah akta autentik ditandatangani oleh
pejabat yang berwenang, maka beban pembuktian diserahkan kepada yang mempersoalkan
keautentikannya. Adapun untuk akta di bawah tangan, maka secara lahir akta sangat berkait
dengan tanda tangan. Jika tanda tangan diakui, akta di bawah tangan memiliki kekuatan
pembuktian yang sempurna.

Dengan dibuatnya akta jual beli oleh PPAT, maka pada saat itu terjadi pemindahan
hak dari pemegang hak atas tanah, yaitu dari penjual kepada pembeli. Namun pemindahan
hak tersebut hanya diketahui oleh kedua belah pihak. Agar pihak ketiga mengetahuinya,
maka jual beli harus didaftarkan ke Kantor Pertanahan setempat, karena pendaftaran hak
mempunyai sifat terbuka.
Maka upaya yang dapat dilakukan oleh pihak yang melakukan transaksi jual beli hak
atas tanah menurut hukum adat yang kurang memenuhi syarat terang, agar dapat dilakukan
pendaftaran tanah adalah dengan melakukan pengulangan transaksi jual beli di hadapan
PPAT untuk mendapatkan akta jual beli yang merupakan salah satu syarat pendaftaran
tanah atau meminta putusan pengadilan yang menyatakan bahwa jual beli hak atas tanah
tersebut pernah terjadi dan sah menurut hukum.
Sumber:
Buku Materi Pokok Hukum Agraria Universitas Terbuka

Anda mungkin juga menyukai