Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENGERTIAN ADMINISTRASI NEGARA DAN


HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

CP MATA KULIAH :
A. CP Sikap
(1) Mahasiswa mampu bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu
menunjukkan sikap religius;
(2) Mahasiswa mampu menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas
berdasarkan agama, moral, dan etika;
(3) Mahasiswa mampu berkontribusi dalam peningkatan mutu kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan kemajuan peradaban berdasarkan
Pancasila;
(4) Mahasiswa mampu berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air,
memiliki nasionalisme serta rasa tanggungjawab pada negara dan bangsa;
(5) Mahasiswa mampu menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, agama, dan
kepercayaan, serta pendapat atau temuan orisinal orang lain;
(6) Mahasiswa mampu bekerjasama dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian
terhadap masyarakat dan lingkungan;
(7) Mahasiswa mampu mentaati hukum dan disiplin dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara;
(8) Mahasiswa mampu menginternalisasi nilai, norma, dan etika akademik;
(9) Mahasiswa mampu menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang
keahliannya secara mandiri;
(10) Mahasiswa mampu menginternalisasi semangat kemandirian, kejuangan, dan
kewirausahaan;
(11) Mahasiswa mampu menunjukkan perilaku berdasarkan nilai moral luhur, bersikap
empatik dan menghargai adanya perbedaan baik suku, agama, ras, tingkat usia,
jenis kelamin, dan status sosial-ekonomi-budaya;
(12) Mahasiswa mempunyai ketulusan, komitmen dan kesungguhan hati untuk
mengembangkan sikap, nilai, dan kemampuan akademik;
(13) Mahasiswa memiliki kepribadian dan interaksi sosial yang berempatik dan
humanis;

1
B. CP Pengetahuan:
(1) Mahasiswa menguasai asas, teori dan konsep hukum publik maupun hukum privat
secara komprehensif, utuh, dan sistematik.
(2) Mahasiswa menguasai teknologi informasi dan komunikasi terbaru dan terkini
untuk menunjang kemampuan serta kemahiran hukum yang dimiliki.
(3) Mahasiswa menguasai emampuan menyelesaikan masalah hukum menurut prinsip-
prinsip hukum yang berkeadilan.
(4) Mahasiswa menguasai kemampuan berpikir logis dan kritis dalam proses
interpretasi berbagai kajian ilmu hukum.

C. CP Keterampilan Umum
(1) Mahasiswa mampu menerapkan ilmu hukum melalui pemantauan dan analisis
terhadap masalah hukum publik dan hukum privat yang terjadi dan berkembang
dalam kehidupan masyarakat;
(2) Mahasiswa mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu, dan terukur;
(3) Mahasiswa mampu berpikir logis dan kritis dalam proses interpretasi berbagai
kajian ilmu hukum;
(4) Mahasiswa mampu mengambil keputusan secara tepat dalam konteks penyelesaian
masalah di bidang keahliannya, berdasarkan hasil analisis dan data;
(5) Mahasiswa mampu memelihara dan mengembangkan jaringan kerja dengan
pembimbing, kolega, sejawat baik di dalam maupun di luar lembaganya;
(6) Mahasiswa mampu menunjukkan etos kerja yang tinggi, memiliki rasa percaya diri,
dan menjunjung tinggi profesionalisme;
(7) Mahasiswa memiliki tanggung jawab moral dan integritas terhadap bidang yang
ditekuninya;
(8) Mahasiswa mampu mendokumentasikan, menyimpan, mengamankan, dan
menemukan kembali data untuk menjamin kesahihan dan mencegah plagiasi.
Sub-CPMK Bahan Kajian (Materi
(Kemampuan akhir yang Pembelajaran)
direncanakan)
Mampu menjelaskan tentang Pengantar; pengetian HAN,
pengertian dan peristilahan serta dapat tujuan dan ruang lingkup HAN,
mengklasifikasikan kedudukan Hukum hubungan Hukum Tata Negara (HTN)
Administrasi Negara (HAN) dalam lapangan dengan HAN, sumber-sumber HAN
hukum [C2,A4, P4]

2
PENDAHULUAN
Tujuan umum diberikannya materi pengertian hukum administrasi negara dalam
bab 1 ini agar mahasiswa mempunyai pemahaman dan kemampuan untuk memberikan
definisi atau pengertian tentang hukum administrasi negara. Dalam bab ini, mahasiswa
akan diajak untuk memahami pengertian hukum administrasi negara. Hal tersebut dimulai
dari pemahaman tentang makna hukum, kemudian makna mengenai administrasi negara,
hingga makna pengertian hukum administrasi negara itu.
Selain itu, yang juga hendak diberikan kepada mahasiswa pada modul ini adalah
pemahaman tentang luas cakupan hukum administrasi negara serta persinggungan dengan
ilmu hukum lainnya. Pada modul ini, juga diungkap mengenai sumber-sumber hukum
administrasi negara yang menyangkut perundangan, kebiasaan, yurisprudensi, serta doktrin
atau pendapat pakar. Materi terakhir adalah pembahasan mengenai fungsi dari hukum
administrasi negara.

Manfaat Kajian:
Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu:
1. menjelaskan pengertian hukum;
2. menjelaskan pengertian administrasi negara;
3. menjelaskan perubahan paradigma dalam administrasi negara;
4. menyebutkan aliran-aliran dalam administrasi negara;
5. menyebutkan perbedaan antara aliran-aliran dalam administrasi negara;
6. menyebutkan perbedaan antara paradigma bureaucratic dan post bureaucratic;
7. menjelaskan pengertian hukum administrasi negara;
8. menyebutkan beberapa pengertian hukum administrasi negara menurut pakar
pakar hukum administrasi negara;
9. menjelaskan ruang lingkup hukum administrasi negara;
10. menjelaskan apa yang dimaksud teori residu;
11. menyebutkan siapa yang mengemukakan teori residu;
12. menjelaskan perbedaan antara hukum tata negara dan hukum administrasi
negara;
13. menyebutkan sumber-sumber hukum administrasi negara;
14. menjelaskan apa yang dimaksud dengan yurisprudensi sebagai sumber hukum
administrasi negara;
15. menjelaskan apa yang dimaksud dengan doktrin sebagai sumber hukum
administrasi negara;
16. menyebutkan alasan-alasan mengapa konvensi dianggap sebagai sumber hukum
administrasi negara;
17. menjelaskan fungsi hukum administrasi negara;
18. menyebutkan hakikat utama hukum administrasi negara.
Indikator Capaian Hasil Belajar:
1) Ketepatan menjelaskan tentang pengertian dan peristilahan HAN;
2) Ketepatan menjelaskan kedudukan HAN dalam lapangan hukum.

3
K E gi A t A n B E LA J A R 1

Pengertian-pengertian dalam Hukum


Administrasi Negara

A. PENGERTIAN HUKUM
Semenjak bergesernya paradigma negara penjaga malam atau yang dalam
kepustakaan sering diberi istilah nacht wakerstaat atau watchdog state, terjadi perubahan
mendasar yang ditandai dengan perubahan fungsi negara: yang awalnya hanya bertugas di
bidang keamanan dalam negeri berubah menjadi pengelola kesejahteraan warga negara
(bestuurzorg). Perubahan fungsi dari negara tersebut tentu harus memasuki ranah
kehidupan privat warganya yang selama ini berada dalam konteks negara penjaga malam
seolah terisolasi dari jangkauan negara. Negara memberlakukan sistem administrasi untuk
mengurus segala kegiatan pemerintahan dan yang bertujuan menciptakan kesejahteraan
bagi warganya.
Masuknya administrasi negara dalam kehidupan privat warga bertujuan untuk
menjalankan fungsi bestuurzorg di atas. Hal ini tentu membutuhkan satu instrumen yang
memberikan dasar legalitas bagi negara untuk melaksanakannya. Instrumen ini berfungsi
sebagai dasar pembenaran atas aktivitas negara yang berusaha mengatur hal-hal yang
sifatnya privat tersebut. Hal tersebut tentu berbentuk suatu sistem hukum administrasi
negara (HAN).
Sebelum membahas pengertian hukum administrasi negara, perlu disadari bahwa
frasa HAN tersebut berasal dari dua kata, yakni “hukum” dan “administrasi negara”. Untuk
dapat memahami secara menyeluruh makna hukum administrasi negara, sangat diperlukan
pemahaman di masing-masing frasa tersebut. Kemudian, keduanya disinergikan untuk
mendapatkan pengertian utuh HAN.
Pemaknaan pengertian hukum dalam kepustakaan sangat banyak, tetapi pada
prinsipnya pemahaman tersebut ada yang bersifat sempit dan ada pula yang bersifat luas.
Hal tersebut berkaitan dengan sudut pandang pakar yang mengartikannya. Diantara pakar
yang memberikan definis tentang hukum diantaranya, sebagai berikut:
Hukum memiliki banyak dimensi dan segi, sehingga tidak mungkin memberikan
definisi hukum yang sungguh-sungguh dapat memadai kenyataan. Walaupun tidak ada
definisi yang sempurna mengenai pengertian hukum, definisi dari beberapa sarjana tetap
digunakan yakni sebagai pedoman dan batasan melakukan kajian terhadap hukum.
Meskipun tidak mungkin diadakan suatu batasan yang lengkap tentang apa itu hukum,
namum Utrecht telah mencoba membuat suatu batasan yang dimaksud sebagai pegangan
bagi orang yang hendak mempelajari ilmu hukum. Menurut Utrecht hukum adalah
himpunan peraturan- peraturan (perintah-perintah dan larangan -larangan) yang mengurus
tata tertib suatu masyarakat dan oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu (Rahardjo,
2005 : 38).
Hans Kelsen mengartikan hukum adalah tata aturan (rule) sebagai suatu sistem

4
aturan-aturan (rules) tentang perilaku manusia. Dengan demikian hukum tidak menumpuk
pada satu aturan tunggal (rule) tetapi separangkat aturan (rules) yeng memiliki satu
kesatuan sehingga dapat dipahami sebagai suatu sistem, konsekuwensinya adalah tidak
mungkin memahami hukum jika hanya memperhatikan satu aturan saja (Asshidiqie &
Safa’at, 2006 : 13).
Menurut Blackstone, hukum adalah suatu aturan bertindak dan diterapkan secara
tidak pandang bulu kepada segala macam perbuatan, baik yang bernyawa maupun tidak,
rasional maupun irasional (Rofiq, 2001 : 13). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pengertian hukum adalah :
a) Peraturan yang dibuat oleh penguasa (pemerintah) atau adat yang berlaku bagi
semua orang di suatu masyarakat (negara).
b) Undang-undang, peraturan dan sebagainya, untuk mengatur
pergaulan hidup masyarakat.
c) Patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam
dan sebagainya) yang tertentu.
d) Keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (dalam pengadilan);
vonis.
Pengertian lain mengenai hukum, disampaikan oleh Sudikno Mertokusumo, yang
mengartikan hukum sebgai kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu
kehidupan bersama , keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam
kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksaannya dengan suatu sanksi. Hukum
sebagai kumpulan peraturan atau kaidah mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif,
umum karena berlaku bagi setiap orang dan normatif karena menentukan apa yang
seyogyanya dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan atau harus dilakukan serta
bagaimana cara melaksanakan kepatuhan kepada kaedah-kaedah (Rahardjo, 2005 : 45).
EM. Mayers memberikan definisi bahwa hukum merupakan semua aturan yang
mengandung pertimbangan kesusilaan, ditunjukan pada tingkah laku manusia dalam
masyarakat, dan sebagai pedoman bagi penguasa-penguasa Negara dalam melakukan
tugasnya. Sedangkan Immanuel kant menuturkan, menurut peraturan hukum tentang
kemerdekaan, hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas
dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang lain. Dan
SM. Amin memberikan pengertian bahwa hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan
yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi, yang mana tujuan hukum adalah mengadakan
ketertiban dalam pengaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban menjadi
terpelihara. Dari ketiga definisi yang diungkapkan oleh para pakar hukum tersebut, dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa hukum itu memiliki beberapa unsur (Mertokusumo, 1999 :
5), yaitu :
1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan di masyarakat;
2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib;
3. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
Hukum terdapat dalam masyarakat, demikian juga sebaliknya, dalam
masyarakat selalu ada system hukum, sehingga timbullah adagium: “ubi societas ibi jus”
(Mertokusumo, 1999 : 6). Jadi, menurut pendapat ahli, hukum memiliki empat fungsi

5
(Sumantoro, 1986 : 4), yaitu:
1. Hukum sebagai pemelihara ketertiban;
2. Hukum sebagai sarana pembangunan;
3. Hukum sebagai sarana penegak keadilan; dan
4. Hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat.
Kehidupan dalam masyarakat yang sedikit banyak berjalan dengan tertib dan
teratur ini tidak lepas dari adanya dukungan oleh adanya suatu tatanan. Karena dengan
adanya tatanan inilah kehidupan menjadi tertib. Sehingga hukum di sini dengan adanya
tatanan inilah kehidupan menjadi tertib, hukum disini merupakan bagian intergral dari
kehidupan manusia. Hukum mengatur dan menguasai manusia dalam kehidupan manusia
dalam kehidupan bersama. Dan dari situlah, maka perlindungan hukum sangatlah
dibutuhkan bagi manusia demi perkelakuan di masyarakat untuk memberikan suatu nilai
keadilan bagi masyarakat. Intinya, perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat
dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang diikuti oleh subjek
hukum dalam Negara hukum, berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan (Hardjon,
1987 : 105). Selain itu, salah satu pendapat tentang pengertian hukum disampaikan oleh
J.C.T Simorangkir, S.H. dan Woerjono Sastropranoto, S.H. sebagai berikut.
Hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan
tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi
yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan
diambilnya tindakan, yaitu dengan hukum tertentu (Utama, 2014 : 3-4).
Sementara itu, pendapat yang tidak jauh berbeda dengan pendapat di atas
disampaikan pula oleh H.M Tirtaatmidjaja, S.H.
Hukum ialah semua aturan (norms) yang harus diturut dalam tingkah laku
tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika
melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya
orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda, dan sebagainya.
Sementara itu, Sjachran Basah mengungkap makna mengenai pengertian hukum. Ia
lebih memilih pendekatan fungsi. Menurutnya, dalam hukum, terdapat lima fungsi hukum
dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat sebagai berikut.
1. Direktif: sebagai pengarah dalam membentuk masyarakat yang hendak dicapai
sesuai dengan tujuan kehidupan bernegara.
2. Integratif: sebagai pembina kesatuan bangsa.
3. Stabilitatif: sebagai pemelihara (termasuk hasil-hasil pembangunan) serta
penjaga keselarasan, keserasian, dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara
dan bermasyarakat.
4. Perfektif: sebagai penyempurna terhadap tindakan-tindakan administrasi negara
ataupun sikap tindak warga negara dalam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat.
5. Korektif: baik terhadap warga negara maupun administrasi negara dalam
mendapatkan keadilan.
Ada satu kesamaan dalam beberapa definisi tentang hukum yang disampaikan oleh
pakar-pakar hukum, yaitu hukum berkait dengan satu perintah dan larangan guna menuju

6
tertib sosial. Namun, dalam pemahaman yang sempit tentang hukum, perintah dan larangan
tersebut disederhanakan dalam sekelompok peraturan-peraturan tertulis yang dibuat oleh
negara guna mengatur warganya agar tercipta satu tertib sosial.
Dalam pemahaman tentang makna dari hukum yang lebih luas, hukum tidak hanya
diartikan sebagai sekelompok aturan tertulis, tetapi segenap aturan, baik tertulis maupun
tidak, baik dibuat negara maupun bukan,tingkah laku, simbol-simbol, dan segala bentuk
yang pada akhirnya bertujuan menciptakan tertib sosial di masyarakat. Pendek kata, hukum
tidak lagi sebagai wujud yang selama ini dipahami, yaitu sekadar sekumpulan aturan, tetapi
hukum harus dipahami sebagai segala aspek yang berkaitan dengan tertib masyarakat.
Hukum dipahami sebagai suatu sistem sosial yang menciptakan tertib masyarakat tersebut.
Hal ini tidak hanya meliputi aturan- aturannya, tetapi juga segenap tingkah laku
penegakannya serta budaya dari masyarakat dalam melihat hukum sebagai suatu nilai yang
harus dipatuhi.

B. PENGERTIAN ADMINISTRASI NEGARA


Ilmu Administrasi Negara adalah ilmu pengetahuan (cabang ilmu administrasi) yang
secara khas melakukan studi (kajian) terhadap fungsi intern dan ekstern struktur-struktur
dan proses-proses yang terdapat di bagian yang sangat penting daripada sistem dan
aparatur pemerintahan. Secara singkat, disebut administrasi negara. Dalam bahasa Inggris
Amerika disebut public administration, namun lebih tepat disebut state administration, dan
dalam bahasa Belanda disebut openbaar bestuur. Dapat dikatakan bahwa istilah public
administration atau “the administration” dalam arti openbaar bestuur lahir di Amerika
Serikat dalam tahun 1887 dari Woodrow Wilson. Pengertian lebih lanjut mengenai
administrasi negara akan dibahas dalam bab berikutnya.
Dalam bahasa sehari-hari, administrasi negara disebut juga “pemerintahan”, asalkan
tidak dicampuradukkan dengan pemerintahan yang sifatnya eksekutif atau politik
kenegaraan. Di kalangan departemen kehakiman dan badan-badan pengadilan beredar
istilah “tata usaha negara” sebagai konsekuensi (karena sudah terlanjur disebut demikian)
daripada Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman. Istilah
“tata usaha negara” berasal dari tahun 1948 pada saat orang belum mengenal istilah public
administration. Menurut Pasal 1, ad 1, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986, yang
dimaksud dengan “Tata Usaha Negara adalah Administrasi Negara yang melaksanakan
fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah.”
Menurut Penjelasannya “yang dimaksud dengan urusan pemerintahan ialah kegiatan yang
bersifat eksekutif.” Secara umum, “eksekutif” berarti policy making (executive officer
adalah policy maker), sedangkan “administratif” berarti “objective, plan or action decision
making” (Anggara, 2016 : 159).
Max Weber (1864-1920). “Every form of authority expresses itself and functions as
administration”, demikian Weber (dalam Anggara, 2016 : 17-18). Pada bagian lain
bukunya, Weber mendefinisikan birokrasi sebagai “an adminstrative body of appointed
officials”. Pihak yang mengangkat administrative body itulah yang merupakan pihak
dominan dalam hubungan itu. Dalam perkembangan selanjutnya, relasi tidak setara itu
diungkapkan sebagai relasi antara tujuan tertentu (tujuan yang telah ditetapkan terlebih

7
dahulu) dengan cara mencapainya. Dalam hubungan ini, posisi pihak yang menetapkan
tujuan merupakan persoalan lain. Relasi tujuan cara tersebut diungkapkan misalnya oleh
Ordway Tead dalam The Art of Administration (1951: 3) sebagai berikut:
... adminstration is conceived as the necessary activities of those individuals (executives) in
an organization who are charged with ordering, forwarding and facilitating the associated
efforts of a group of individuals brought together to realize certain defined purposes.
Jika dianalisis, definisi Tead meliputi tiga komponen, yaitu tujuan (certain defined
purposes), usaha bersama kelompok yang bertugas langsung mencapai tujuan (associated
efforts of a group of individuals to realize...), dan kegiatan yang harus dilakukan oleh
mereka yang bertugas mengatur, memimpin, dan melancarkan komponen kedua (the
necessary activities of and facilitating die...). Tead memberi tekanan pada komponen
ketiga.
Kehidupan negara modern yang cenderung berusaha memenuhi kebutuhan rakyat,
khususnya dalam masalah pelayanan kesejahteraan masyarakat, membutuhkan instrumen
untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Instrumen yang digunakan oleh negara untuk
mengelola pemerintahan dalam memenuhi kebutuhan kesejahteraan masyarakat tersebut
adalah administrasi negara.
Instrumen tersebut berusaha menata segala aspek kehidupan negara melalui
birokrasi, tata kelola, penyiapan, pelaksanaan, dan pengawasan segala tindakan pemerintah
agar sistem pemerintah tersebut stabil dan terukur dengan baik. Keterukuran dan kestabilan
tersebut sangat diperlukan agar hasil yang dituju oleh kegiatan pemerintahan dapat
tercapai dengan kualitas dan kuantitas yang terukur, sebagaimana rancangan awal pada
proses perencanaan kegiatan pemerintahan itu.
Misalnya, dalam masalah perancangan layanan kependidikan, pemerintah perlu
mengatur masalah kependudukan. Untuk itu, diperlukan proses pencatatan dan pendaftaran
penduduk. Negara kemudian menentukan syarat-syarat serta prosedur pencatatan dan
pendaftaran penduduk. Hasil akhirnya akan tersedia data mengenai jumlah penduduk
negara tersebut. Agar data tersebut selalu up to date, negara memperbaruinya melalui
sensus penduduk dan menetapkan KTP harus selalu diperpanjang kembali setelah lima
tahun. Berdasarkan data tersebut, negara akan menentukan kebutuhan layanan
kependidikan, baik kuantitas maupun kualitas sarana dan prasarana pendidikan yang harus
disediakan.
Dari ilustrasi di atas, dapat dikatakan bahwa administrasi negara mempunyai tujuan
untuk membantu dan mendukung pemerintah melaksanakan kebijakan-kebijakan yang
diambil untuk menyejahterakan masyarakatnya. Hal tersebut sesuai pendapat Leonard D.
White yang menyatakan bahwa administrasi negara terdiri atas semua kegiatan negara
untuk menunaikan dan melaksanakan kebijaksanaan negara (public administration consist
… all those operations having for the purpose the fulfillment and enfprcement of public
policy).
Banyak batasan pengertian (definisi) yang dapat dikemukakan oleh para ahli tentang
hukum administrasi negara beserta cakupan-cakupannya. Sebelum sampai pada
pembahasan apa itu hukum administrasi negara akan lebih baik memahami terlebih dahulu
beberapa istilah berikut ini.

8
(1) Administrasi dalam arti sempit
Administrasi dalam arti sempit berarti segala kegiatan tulis-menulis, catat-
mencatat, surat-menyurat, ketik-mengetik, serta penyimpanan dan pengurusan
masalah-masalah yang hanya bersifat teknis ketatausahaan. Menurut Dimock
dan Koening, pengertian administrasi dalam arti sempit adalah suatu kegiatan
daripada badan eksekutif dalam penyelenggaraan pemerintahan (Latiief, 1981 :
3). Dalam pengertian yang sempit ini, maka pengertian administrasi seupa
dengan pengertian tata usaha. Dengan demikian, kegiatan tata usaha hanyalah
sebagian dari kegiatan administrasi.
(2) Administrasi dalam arti luas
Kata administrasi berasal dari bahasa Latin “administrare” yang berarti
melayani (“to serve”). Leonnardo D. White (dalam Siburian & R. Tuang, 2017
: 1-2), dengan bukunya “introduction on the study of public administration”
mendefinisikan administrasi sebagai suatu proses yang umumnya terdapat
pada semua usaha yang besar atau yang kecil.
(3) Administrasi Negara
H.A Simon dalam bukunya “public administration”, mendefinisikan
administrasi egara sebagai kegiatan dari sekelompok mausia mengadakan
usaha kerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Begitu pula menurut Dimock
dan Koenig, dalam pengertian luas administrasi negara didefinisikan sebagai
kegiatan dari suatu negara dalam melaksanakan kekuatan politiknya.
Sementara itu, E. Utrecht mendefinisikan administrasi negara sebagai complex
ombten atau gabungan jabatan-jabatan administrasi yang berada di bawah
pimpinan pemerintahan melaksanakan tugas yag tidak ditugaskan kepada
badan-badan pengadilan dan legislatif.
Dwight Waldo mengatakan bahwa administrasi negara adalah organisasi dan
manajemen dari manusia dan benda, guna mencapai tujuan-tujuan pemerintah. Sedangkan
CST Kansil mengemukakan tiga arti adminisitrasi negara, yaitu:
a) Sebagai aparatur negara, aparatur pemerintah atau instansi politik (kenegaraan)
artinya meliputi organ yang berada di bawah pemerintah, mulai dari presiden,
menteri, dan semua organ yang melaksanakan administrasi negara atau
b) Sebagai fungsi atau sebagai aktivitas, yaitu sebagai kegiatan pemerintahan
tepatnya sebagai kegiatan mengurus kepentiangan negara.
c) Sebagai proses teknis penyelenggaraan undang-undang, artinya meliputi segala
tindakan apartur negara dalam menajalankan undang-undang.
Prayudi Atmosudirdjo (1983 : 15), melihat administrasi negara pada fungsinya
yang lebih luas lagi, yakni melaksanakan dan menyelenggarakan kehendak-kehendak
(strategy, policy) serta keputusan-keputusan pemerintah secara nyata (implementasi dan
menyelenggarakan undang-undang menurut pasal-pasalnya) sesuai dengan peraturan-
peraturan pelaksanaan yang ditetapkan. Untuk memperjelas makna administrasi negara
tersebut, Prayudi Atmosudirdjo memerincinya dalam beberapa pengertian administrasi
negara yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan pemerintah sebagai berikut.
1. Sebagai aparatur negara, aparatur pemerintahan, atau sebagai institusi

9
politik (kenegaraan).
2. Administrasi negara sebagai “fungsi” atau sebagai aktivitas melayani
pemerintah, yakni sebagai kegiatan “pemerintah operasional”.
3. Administrasi negara sebagai proses teknis penyelenggaraan undang- undang.
Dari pandangan di atas, sesungguhnya pengertian tentang administrasi negara dapat
dilihat dalam dua segi:
1. administrasi negara sebagai organisasi,
2. administrasi yang secara khas mengejar tercapainya tujuan yang bersifat
kenegaraan (publik) artinya tujuan-tujuan yang ditetapkan undang- undang
secara dwigend recht (hukum yang memaksa) (Hadjon, 1994 : 26).
Hal ini memperjelas bahwa administrasi negara tidak sekadar membahas
pelaku-pelaku yang menjalankan fungsi administrasi, tetapi administrasi juga mencakup
segala cara, prosedur, dan prasyarat yang semuanya berupaya mentransformasikan segala
sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan negara itu. Pengertian administrasi negara
pada akhirnya lebih dipahami sebagai suatu sistem yang melibatkan segenap unsur dan
sifat-sifat sistem guna mencapai suatu tujuan.
Sebagai suatu sistem, administrasi negara tentu juga memenuhi sifat-sifat dari
sistem itu:
1. sistem itu mempunyai tujuan;
2. sistem itu mempunyai batas-batas sistem;
3. sistem pada umumnya bersifat terbuka walau dalam beberapa hal dapat bersifat
tertutup;
4. sistem terdiri atas berbagai bagian atau subsistem;
5. sistem itu mempunyai sifat wholism;
6. terdapat saling keterhubungan;
7. sistem melakukan kegiatan transformasi;
8. terdapat mekanisme kontrol;
9. mempunyai kemampuan mengatur dan menyesuaikan diri (Amirin, 1996 : 2).
Mustafa (2001 : 6), memberikan definisi administrasi negara, bahwa
Administrasi Negara mempunyai 3 (tiga) arti yaitu:
1) Sebagai aparatur negara, aparatur pemerintah atau sebagai institusi politik
(kenegaraan).
2) Administrasi negara sebagai fungsi atau sebagai aktivitas melayani pemerintah,
yakni sebagai kegiatan pemerintah operasional.
3) Administrasi negara sebagai proses teknis penyelenggaraan undang-undang.
Administrasi negara yaitu sesuatu yang memiliki tujuan untuk membantu dan
mendukung pemerintah melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diambil untuk
mensejahterakan masyarakat. Hal tersebut sesuai pendapat Leonard D. White sebagaimana
dikutif oleh Soeharyo dan Effendi (2009 : 18), yang menyatakan bahwa administrasi
negara terdiri atas semua kegiatan negara untuk menunaikan dan melaksanakan
kebijaksanaan negara (public administration consist...all those operation having for the
purpose the fulfillment and enforcement of public policy).

10
Pengertian Administrasi Negara menurut Waldo dalam Syafeii (2003 : 33)
mengemukakan, bahwa : Administrasi Negara adalah manajamen dan organisasi dari
manusia peralatannya guna mencapai tujuan pemerintah. Berdasarkan pengertian diatas
administrasi Negara merupakan gabungan dari manajemen dan organisasi yang saling
berhubungan untuk mencapai tujuan pemerintah.
Siagian (2008 : 7), mengatakan pengertian Administrasi Negara sebagai berikut:
Administrasi Negara adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh seluruh aparatur
pemerintahan dari suatu Negara dalam usaha mencapai tujuan Negara. Definisi diatas
maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan
maka diperlukan suatu kemampuan dan motivasi untuk mendorong orang-orang dan diri
sendiri untuk melaksanakan dan menggerakan suatu organisasi pemerintah.
Silalahi (2011 : 124) mengemukakan bahwa : Organisasi adalah setiap bentuk
hubungan antara dua orang atau lebih yang bekerja sama untuk mencapai sesuatu tujuan
bersama dan terikat secara formal dalam suatu ikatan hirarki dimana selalu terdapat
hubungan antara seorang atau sekelompok orang yang disebut bawahan.
Pengertian di atas, dapat disimpulkan apabila pemerintah memilih untuk melakukan
sesuatu, tentu ada tujuanya karena kebijakan publik merupakan tindakan pemerintah.
Apabila pemerintah memilih tidak melakukan sesuatu juga merupakan kebijakan publik
yang ada tujuannya.
Dalam pencapaian tujuan, sistem administrasi negara harus mampu menyelaraskan
beberapa tujuan utama dari sistem. Menurut Voich, tujuan sistem tersebut:
1. mutu atau kualitas,
2. banyaknya atau kuantitasnya,
3. waktu,
4. biaya (Amirin, 1996 : 45).
Tentu saja sistem administrasi negara sebagaimana kebanyakan sistem yang lain
mempunyai keterbatasan dalam pencapaian tujuan, seperti setiap negara memiliki
keterbatasan dalam beberapa hal. Oleh karena itu, sistem administrasi negara harus mampu
menentukan tujuan utama yang hendak dicapai dengan keterbatasan yang dimilikinya.

C. PERUBAHAN PARADIGMA PEMERINTAHAN TERHADAP ADMINISTRASI


NEGARA
Kajian dan praktek administrasi publik di berbagai negara terus berkembang.
Berbagai perubahan terjadi seiring dengan berkembangnya kompleksitas persoalan yang
dihadapi oleh administrator publik. Kompleksitas ini ditanggapi oleh para teoritisi dengan
terus mengembangkan ilmu administrasi publik. Denhardt & Denhardt mengungkapkan
bahwa terdapat tiga perspektif dalam administrasi publik. Perspektif tersebut adalah Old
Public Administration, New Public Management, dan New Public Service.
Model Old Public Administration atau Administrasi Publik Klasik memberikan
perhatian pada bagaimana pemerintah melakukan tindakan administrasi secara demokratis,
efisien dan efektif, dan bebas dari manipulasi kekuasaan, serta bagaimana pemerintah
dapat beroperasi secara tepat, benar, dan berhasil (Wilson, 1887). Fokus perhatiannya
adalah interaksi dan kerjasama di dalam organisasi pemerintah yang dibangun melalui

11
hirarki. Model ini memberikan peran yang sangat besar kepada pemerintah, baik dalam
perumusan kebijakan maupun penyampaian pelayanan publik. Dengan sifat yang hirarkis
dan berpusat pada pemerintah, maka hubungan antara pemerintah dengan swasta dan
masyarakat cenderung dimaknai sebagai hubungan yang bersifat atasan dan bawahan,
interaksi sepihak dan tidak setara, kerjasama struktural dan formal, atau pada titik yang
paling ekstrim, tidak ada kolaborasi sama sekali.
Mengingat dalam setiap pemerintahan selalu muncul perkembangan, baik yang
sifatnya alami maupun yang bersifat rekayasa (artificial), sifat dan bentuk sistem
administrasi negara tentu sangat dipengaruhi oleh perkembangan konsep pemerintahan itu.
Perkembangan paradigmatis pada fungsi pemerintahan tentu akan memengaruhi
administrasi negara yang ada di dalamnya.
Bagaimanapun fungsi administrasi negara sebagai instrumen dari negara dalam
menyelenggarakan kesejahteraan masyarakatnya akan sangat terinfeksi oleh pengaruh
perubahan paradigma yang menjadi dasar utama administrasi negara itu. Sebelum
membahas pergeseran paradigma, perlu dipahami lebih dulu makna paradigma. Kuhn
seperti yang telah dikutip oleh Yeremias T Keban melihat bahwa paradigma sebagai
berikut.
Cara pandang, nilai-nilai, metode-metode, prinsip dasar, atau cara memecahkan
sesuatu masalah yang dianut oleh suatu masyarakat ilmiah pada suatu masa tertentu.
Dalam hal di masyarakat paradigma tersebut menemui suatu tantangan dari luar sehingga
mengalami proses ketidakpercayaan, sesungguhnya pada saat itu menjadi pertanda
terjadinya pergeseran paradigma. Paradigma administrasi negara juga mengalami proses
pergeseran dari satu paradigma ke paradigma yang lebih baru (Keban, 2004 : 29).
Pada dasarnya, dalam perkembangan paradigma administrasi negara, tahap-tahap
perkembangan dan pergeseran paradigma administrasi negara tersebut dapat dibagi dalam
lima jenjang paradigma:
1. paradigma dikotomi antara politik dan administrasi negara,
2. paradigma prinsip-prinsip administrasi,
3. paradigma administrasi negara sebagai ilmu politik,
4. paradigma administrasi publik sebagai ilmu administrasi,
5. paradigma administrasi negara sebagai administrasi negara.
Paradigma awal dari administrasi negara pada masanya ditandai munculnya
administrasi negara dengan paradigma dikotomi antara politik dan administrasi negara.
Paradigma yang mendikotomikan antara politik suatu negara dan poadministrasi negara
terjadi pada masa tahun 1900 sampai tahun 1926. Paradigma ini didukung oleh tokoh
utama, yakni Frank J Goodnow dan Leonard D White. Sebagai bukti adanya pemikiran
yang melandasi paradigma administrasi negara, seorang pakar Goodnow menulis dalam
bukunya yang berjudul Politics and administration sebagaimana dikutip oleh Yeremias T
Keban seperti berikut.
Politik harus memusatkan perhatiannya terhadap kebijakan atau ekspresi dari
kehendak rakyat, sedangkan administrasi berkenaan dengan pelaksanaan atau
implementasi dari kebijakan atau kehendak tersebut. Pemisahan antara politik dan
administrasi dimanifestasikan oleh pemisahan antara badan legislatif yang bertugas

12
mengekspresikan kehendak rakyat dan badan eksekutif yang bertugas
mengimplementasikan kehendak tersebut. Badan yudikatif dalam hal ini berfungsi
membantu badan legislatif dalam menentukan tujuan dan merumuskan kebijakan (Keban,
2004 : 30).
Kunci utama dalam pemikiran administrasi negara yang berparadigma dikotomi
politik dan administrasi negara adalah cara pandang yang melihat administrasi sebagai
suatu hal yang seharusnya terbebas dari segala unsur yang berkaitan dengan nilai atau
bebas nilai. Konsekuensinya, administrasi negara harus merupakan sesuatu yang murni.
Tujuan paling utama dari administrasi negara adalah berusaha mencapai nilai efisiensi dan
ekonomis dari government bureaucracy.
Pandangan ini yang pada pokoknya menitikberatkan pada masalah efisiensi tersebut
didukung oleh prinsip utama paradigma ini yang tentu mementingkan sisi locus, yaitu
birokrasi pemerintah. Sementara itu, paradigma ini kurang memperhatikan sudut focus
yang menyangkut metode apa yang harus dikembangkan dalam administrasi publik.
Sebagai suatu paradigma, tentu saja hal itu mengalami proses klasifikasi atau paling
tidak akan mengalami proses usutan atau pergeseran sebagai akibat terjadinya perubahan
dari perkembangan masyarakat. Demikian juga kehidupan paradigma di bidang ilmu
administrasi negara. Pada perkembangan selanjutnya, muncullah pergeseran paradigma
administrasi negara dari paradigma dikotomi politik dan administrasi menuju paradigma
prinsip-prinsip administrasi.
Dalam perbincangan mengenai paradigma prinsip-prinsip administrasi, terdapat pakar-
pakar utama yang sangat mempunyai pengaruh besar, khususnya yang mendukung
pengembangan paradigma prinsip-prinsip administrasi, yaitu Willoughby, Gullick, &
Urwick. Peristiwa besar berlangsungnya pergeseran paradigma administrasi negara
tersebut berlangsung antara tahun 1927 sampai 1937. Pemikiran pokok dari paradigma
prinsip-prinsip administrasi tersebut, pada galibnya, dipengaruhi oleh pandangan-
pandangan dari para pakar manajemen, khususnya para pakar manajemen yang masih
berpikir secara klasik, seperti Henry Fayol dan Taylor. Kedua pakar manajemen klasik
tersebut kemudian sangat memberanikan diri untuk memperkenalkan prinsip-prinsip
tersebut dan memerincinya dalam pengertian POSDCORB (planning, organizaning,
staffing, directing, coordinating, reporting, dan budgeting).
Pandangan ini jelas memperlihatkan bahwa masalah administrasi negara lebih
dianggap sebagai proses dari suatu sistem ketatanegaraan yang tentu saja dimulai dari
adanya perencanaan atau planning. Kemudian, diikuti proses pengorganisasian,
perancangan staf, pengarahan, serta pengoordinasian sampai tahap pelaporan dan
penganggaran. Namun, pola pemikiran ini dianggap sangat sederhana, mengingat urusan
administrasi negara seolah hanya urusan penatausahaan dan pengelolaan belaka. Terlebih
lagi, dalam pandangan paradigma ini, keberadaan POSDCORB di atas pada prinsipnya
dapat dilakukan di mana saja atau universal.
Karena dianggap bisa diterapkan di mana pun, paradigma tersebut tidak lagi
mementingkan locus. Hal ini tentu merupakan kekeliruan apabila menganggap bahwa
masalah administrasi bisa dilakukan secara seragam. Hal ini disebabkan bahwa di balik
masalah administrasi negara, terdapat faktor manusia dalam masyarakat yang tidak

13
mungkin ditebak perubahan ataupun keragamannya.
Pada perkembangan berikutnya, muncul paradigma administrasi negara sebagai ilmu
politik. Kemunculan paradigma baru ini ditandai dengan pertanyaan besar dari Morstein-
Marx, seorang editor buku Elements of Public Administration, yaitu mengapa dilakukan
suatu pemisahan politik dan administrasi. Menurutnya, pemisahan antara administrasi
negara dan politik jelas sebagai sesuatu yang tidak mungkin atau tidak realistis. Bagaimana
mungkin antara administrasi negara dipisahkan sedemikian rupa dari politik, mengingat
bagaimanapun administrasi negara itu menjalankan perintah- perintah yang dikemas dalam
politik negara tersebut. Pendukung lainnya dari paradigma administrasi negara sebagai
ilmu politik adalah Hebert Simon. Ia menegaskan adanya ketidakkonsistenan prinsip
administrasi yang mengedepankan sisi manajemen klasik sehingga menilai prinsip-prinsip
tersebut tidak berlaku universal.
Pandangan tersebut didukung oleh Yeremias T Keban (2004 : 31). Menurutnya,
bagaimanapun administrasi negara bukannya sesuatu yang bebas nilai atau value free
sehingga dapat berlaku di mana saja, tetapi justru selalu dipengaruhi nilai-nilai yang
khusus. Muncul pertentangan antara anggapan yang menyatakan value free administration
di satu pihak dan anggapan akan value laden politics di lain pihak.
Dalam kehidupan bernegara dewasa ini, apa yang dikemukakan oleh Herbert Simon
ataupun Keban dapat dibuktikan sebab praktik yang saat ini berlangsung menunjukkan
bahwa bagaimanapun administrasi negara merupakan suatu hal yang tidak akan bisa bebas
dari nilai. Dalam teori sistem yang dikembangkan oleh Friedman, salah satu unsur sistem
yang tidak mungkin dilepaskan adalah masalah kultur atau budaya. Budaya ini sangat sarat
terhadap nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Akibat lebih lanjut dari intervensi
politik dalam administrasi negara, menurut John Gaus, sebagaimana dikutip oleh Yeremias
T. Keban, adalah teori administrasi publik sebenarnya juga teori politik.
Dalam perkembangan yang terkini, muncul paradigma terakhir yang disebut sebagai
administrasi negara sebagai “administrasi negara”. Perkembangannya mulai berlangsung
tahun 1970-an dan terus berkembang sampai sekarang.
Berbeda dengan paradigma administrasi negara sebagai ilmu politik yang tidak jelas, pada
paradigma administrasi negara sebagai administrasi negara, menurut Yeremias T. Keban,
fokus dan lokus dalam paradigma ini sudah jelas. Fokus paradigma ini adalah teori
kebijakan publik, manajemen, teori organisasi, problematika, serta kepentingan publik
menjadi lokusnya.
Gerald E. Caiden, sebagaimana dikutip oleh Yeremias T. Keban, menyatakan bahwa
di samping periodisasi paradigma administrasi negara, terdapat beberapa aliran dalam
administrasi negara yang harus diperhatikan sebagai upaya memahami ilmu administrasi
negara. Adapun aliran-aliran tersebut:
1. aliran proses administratif,
2. aliran empiris,
3. aliran perilaku manusia,
4. aliran analisis birokrasi,
5. aliran sistem sosial.
6. aliran pengambilan keputusan,

14
7. aliran matematika, dan
8. aliran integratif (Keban, 2004 : 32).
Yeremias T. Keban (2004) kemudian mengemukakan bahwa masing-masing aliran
tersebut mempunyai perbedaan atau ciri-ciri yang membedakan antara satu aliran dan
lainnya sebagaimana tampak dalam tabel berikut
Tabel 1. Perbedaan atau Ciri-Ciri yang Membedakan Antar Aliran
No Aliran Ciri-ciri
1 Aliran proses administratif Mengadakan POSDCORB dalam menyukseskan
administrasi publik
2 Aliran empiris Mengandalkan berbagau kasus atau studi praktik
administrasi publik yang dapat digunakan sebagai
pegangan dalam menyukseskan administrasi publik
dan tidak semata-mata hanya mengandalkan teori dan
generalisasi yang telah dihasilkan
3 Aliran perilaku manusia Memusatkan perhatian pada komunikasi, konflik,
motivasi, kepemimpinan, status, dan interaksi sosial
karena unsur-unsur ini akan menyukseskan
pencapaian tujuan
4 Aliran analisis birokrasi Memusatkan perhatiannya pada aplikasi prinsip-
prinsip birokrasi ala Weber, yang dianggap unggul
karena didasarkan rasionalitas yang mengatur
struktur dan proses menurut pengetahuan teknis serta
efesiensi yang tinggi
5 Aliran sistem sosial Melihat organisasi sebagai suatu sistem sosial yang
bersifat terbuka dan tertutup. Dalam
perkembangannya, diperluas menjadi pemahaman
terhadap hubungan antara administrasi publik dan
masyarakat
6 Aliran pengambil Organisasi agar tidak keliru dalam pembuatan
keputusan keputusan
7 Aliran matematika Memanfaatkan model matematika dan statistika
sehingga para administrator tidak lagi
menggantungkan diri pada cara-cara lama atau
tradisional
8 Aliran integratif Mencoba melakukan konsolidasi berbagai aliran di
atas dalam praktik administrasi publik
Dalam perkembangan lebih lanjut, Caiden seperti dikutip oleh Yeremias T. Keban
secara tegas membagi aliran-aliran yang ada tersebut dalam dua kelompok besar, yaitu
aliran proses administrasi yang meliputi aliran empiris, pengambilan keputusan,
matematika, dan lainnya yang tergolong dalam aliran sistem administrasi yang holistik.
Perkembangan berikutnya yang didorong dengan perkembangan kehidupan
administrasi pada saat itu telah membuat GD Garson dan ES Overman melakukan proses
perbaikan atas pendapatnya yang telah lalu serta mengungkap keberadaan paradigma baru

15
pada tahun 1983. Muncul perbaikan atas penggunaan istilah POSDCORB yang setelah
direvisi menjadi PAFHRIER (policy analysis, financial, human resources, information,
dan external relation).
Tahun-tahun berikutnya, bersamaan dengan perkembangan dunia, administrasi
negara juga ikut berkembang terus. Hal tersebut secara linier tumbuh bersama dengan
perkembangan masyarakat. Perkembangan tersebut pada akhirnya telah menumbuhkan
satu pergeseran pada paradigma baru administrasi negara yang oleh Barzelay dan
Armajani, sebagaimana dikutip oleh Yeremias T. Keban, dinyatakan adanya pergeseran
dari paradigma birokratik menuju paradigma post bureaucratic paradigm.13 Terdapat
perbedaan yang sangat signifikan antara paradigma birokratik dan paradigma posbirokratik
seperti teperinci dalam tabel berikut.
Tabel 2. Paradigma Birokratik & Paradigma Post Bureaucratic
PARADIGMA BIROKRATIS PARADIGMA POST BUREAUCRATIC
Menekankan kepentingan publik, efesiensi, Menekankan hasil yang berguna bagi
administrasi, dan kontrol masyarakat, kualitas dan nilai, produk, serta
keterkaitan terhadap norma
Mengutamakan fungsi, otoritas, dan struktur Mengutamakan misi, pelayanan, dan hasil
akhir (outcome)
Menilai biaya dan menekankan Menekankan pemberian nilai (bagi
tanggungjawab (responsibility) masyaakat), membangun akuntabilitas, dan
memperkuat hubungan kerja
Mengutamakan ketaantan pada aturan dan Menekankan pemahaman dan penerapan
prosedur norma-norma, identifikasi dan pemecahan
masalah serta porses perbaikan yang
berkesinambungan
Mengutamakan beroperasinya sistem-sistem Menekankan pemisahan antara pelayanan
administrasi dan kontrol, membangun dukungan
terhadap norma-norma, memperluas pilihan
pelanggan, mendorong kegiatan kolektif,
memberikan insentif, mengukur dan
menganalisis hasil, serta memperkaya
umpan balik.

Pada sisi lain yang bersamaan dengan perkembangan dan pergeseran paradigma
administrasi negara, pakar lainnya, yakni D. Osbonrne dan T. Gaebler, pada tahun 1992
juga menyampaikan adanya paradigma administrasi negara yang sangat terkenal karena
bersifat seformatif, yaitu reinventing government. Paradigma ini menggeser kedudukan
pemerintah yang selama ini berbasis powerness dan authority kepada struktur baru
pemerintah yang lebih responsif serta lebih mendekatkan pada prinsip-prinsip swasta.
Menurut Osbonrne dan T. Gaebler, dalam paradigma ini pemerintah pada saat sekarang
harus bersifat:

16
1. catalytic,
2. community owned,
3. competitive,
4. mission drive,
5. result oriented,
6. customer drive,
7. enterprising,
8. anticipatory,
9. decentralized,
10. market oriented
Prinsip dasar fungsi pemerintah dalam reinventing government ditunjukkan bahwa
pemerintah harus memiliki fungsi tertentu. Fungsi ini berarti pemerintah harus mempunyai
kemampuan untuk memberdayakan masyarakat, melakukan upaya-upaya untuk
mendorong semangat kompetisi, selalu berorientasi pada misi, lebih mengutamakan hasil
daripada cara atau proses, kepentingan pelanggan sebagai acuan utama, berjiwa wirausaha,
selalu bersikap antisipatif atau berupaya mencegah timbulnya masalah, serta bersifat
desentralistis dan berorientasi pada pasar.
Dalam kepustakaan, istilah paradigma reinventing government ini juga dikenal
dengan nama new public management (NPM) yang kemudian dilanjutkan dengan prinsip
good governance. Salah seorang pakar administrasi negara yang bernama Hood,
sebagaimana dikutip oleh Yeremias T. Keban, mengungkapkan bahwa dalam doktrin NPM
management ada tujuh komponen utama:
1. pemanfatan manajemen profesional dalam sektor publik;
2. penggunaan indikator kinerja;
3. penekanan yang lebih besar pada kontrol output;
4. pergeseran perhatian ke unit-unit yang lebih kecil;
5. pergeseran ke kompetisi yang lebih tinggi;
6. penekanan gaya sektor swasta pada praktik manajemen;
7. penekanan pada disiplin dan penghematan yang lebih tinggi dalam penggunaan
sumber daya.
Menurut Ferlie, Asdhburner, Fitzgerald, dan Pettigrew, sebagaimana dikutip oleh
Yeremias T. Keban, NPM ini telah mengalami perubahan orientasi. Tahap-tahap
perubahan orientasi NPM ini meliputi hal berikut.
1. The efficiency drive, yaitu mengutamakan nilai efisiensi dalam pengukuran
kinerja.
2. Downsizing and decentralization mengutamakan penyederhanaan struktur,
memperkaya fungsi, dan mendelegasikan otoritas kepada unit- unit yang lebih
kecil agar dapat berfungsi secara cepat dan tepat.
3. In search of excellence mengutamakan kinerja optimal dengan memanfaatkan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Public service orientation menekankan kualitas, misi, dan nilai-nilai yang hendak
dicapai organisasi publik; memberikan perhatian yang lebih besar pada aspirasi,
kebutuhan, partisipasi user, dan warga masyarakat; memberikan otoritas yang lebih tinggi

17
kepada pejabat yang dipilih masyarakat, termasuk wakil-wakil mereka; menekankan social
learning dalam pemberian pelayanan publik, serta menekankan evaluasi kinerja secara
berkesinambungan, partisipasi masyarakat, dan akuntabilitas.
Menurut Utomo (2006 : 4), saat ini telah terjadi perubahan paradigma administrasi
negara dari traditional public administration (TPA) menuju new public administration
(NPM). Pada TPA orientasi administrasi negara, penekanannya lebih pada control, order,
dan prediction (COP). Hal tersebut sangat terikat pada political authority, tightening
control, to be given and following the instruction. Dalam NPM, administrasi negara lebih
ditekankan pada alignment creativity and empowering (ACE).
Administrasi negara yang digunakan pemerintah dalam menjalankan negara serta
menjalankan roda pemerintahan sehari-hari, menurut Warsito Utomo, saat ini telah
mengalami satu proses pergeseran seperti berikut.
Dalam perkembangan konsep ilmu administrasi negara, telah terjadi pergeseran
titik tekan dari administration of public, di mana negara sebagai agen tunggal
implementasi fungsi negara/pemerintahan; administration for public yang menekankan
fungsi negara/ pemerintahan yang bertugas dalam public service; ke administration by
public yang berorientasi bahwa public demand are differentiated, dalam arti fungsi
negara/pemerintah hanyalah sebagai fasilitator, katalisator yang bertititik tekan pada
putting the customers in the driver seat. Di mana determinasi negara/pemerintah tidak lagi
merupakan faktor atau aktor utama atau sebagai driving forces.
Berdasarkan pendapat Warsito Utomo, terdapat fenomena perubahan paradigma
besar, dari peran tunggal negara yang selama ini menjadi penyelenggara pemerintahan
bergeser memikul peran yang lebih ringan, yakni hanya sebagai fasilitator. Dalam bidang
ekonomi, pergeseran fungsi negara tersebut tampak lebih jelas sebab beberapa peran
pemerintah dalam bidang ekonomi bahkan telah diimbangi oleh peran swasta, khususnya
dalam memengaruhi kehidupan dan pengaturan makro ataupun mikro ekonomi.
Pendapat Jim Schiller, sebagaimana dikutip oleh Hetifah Sj Sumanto, mempertegas
pendapat tentang masuknya peran swasta dalam pemerintahan dengan menyatakan berikut
ini.
Saya sering mengemukakan di berbagai kesempatan bahwa politik Indonesia
didominasi oleh pola “partisipasi privat”, yaitu individu warga berhubungan dengan
individu aparat (atau sekarang ditambah politisi) untuk mengikuti atau menyediakan
adanya kekhususan dalam peraturan dan atau kebijakan. Kalau “partisipasi publik”,
bukan “partisipasi privat” ini yang diharapkan akan berperan lebih besar, maka kita
harus belajar dengan cepat inovasi yang mana yang dapat tumbuh dan mengapa
(Sumanto, 2004 : XV).
Terjadinya pergeseran paradigma administrasi negara tersebut menyebabkan pula
pergeseran makna dari kata publik. Pengertian dari kata”publik yang selama ini
dipersepsikan sebagai negara atau pemerintah” bergeser pada makna yang lebih luas, yaitu
masyarakat. Dalam pandangan ini, masyarakat tidaklah lagi hanya sebagai objek sasaran
dari administrasi negara, tetapi sebagai pelaku kegiatan administrasi negara. Pendekatan
administrasi negara tidak lagi kepada negara, tetapi lebih kepada masyarakat atau
customer’s oriented atau customer ‘s approach.

18
Warsito Utomo, menyatakan bahwa dalam paradigma baru administrasi negara,
“Segala proses, sistem, prosedur, hierarchi, atau lawfull state tidak lagi merupakan acuan
yang utama meskipun tetap perlu diketahui dan merupakan skill. Akan tetapi, results,
teamwork, dan fleksibilitas haruslah lebih dikedepankan serta disebabkan oleh tekanan,
pengaruh, dan adanya differentiated public demand.” Paradigma baru administrasi negara
memang mendasarkan bukti-bukti nyata dari bekerjanya suatu proses, sistem, dan
prosedur, di samping proses, sistem, dan prosedur itu sendiri. Konsekuensi dari hal tersebut
sangat membutuhkan keluwesan di sana-sini untuk mencapai tujuan dari administrasi
negara.
Yeremias T. Keban mengutip pendapat dari JV Denhardt dan RB Denhardt pada
tahun 2003 yang menyatakan bahwa untuk meninggalkan paradigma administrasi klasik
dan reinventing government atau NPM sehingga beralih ke paradigma new public service,
administrasi publik harus melakukan hal berikut.
1. Melayani warga masyarakat bukan pelanggan (serve citizen, not customers).
2. Mengutamakan kepentingan publik (seek the public inbterest).
3. Lebih menghargai warga negara daripada kewirausahaan (value citizenship over
entpreneurship).
4. Berpikir strategis dan bertindak demokratis (think strategic, act
democratically).
5. Menyadari bahwa akuntabilitas bukan merupakan suatu yang mudah (recognize
that accountability is not simple).
6. Melayani daripada mengendalikan (serve rather than steer).
7. Menghargai orang, bukannya produktivitas semata (value people, not just
productivity) (Keban, 2004 : 35).
Menurut Yeremias T. Keban, semua pergeseran paradigma di atas menunjukkan
bahwa dalam dua dasawarsa terakhir, telah terjadi pergeseran dan perubahan orientasi
administrasi publik yang sangat cepat. Selanjutnya, Yeremias T. Keban menyatakan
berikut ini.
Kegagalan yang dihadapi oleh suatu negara telah didasari sebagai akibat
ketidakberesan administrasi publik. Ini menunjukkan bahwa perhatian terhadap pengaruh
administrasi publik semakin tinggi.
Setiap negara membutuhkan dan menerapkan paradigma administrasi pemerintahan
berbeda-beda antara satu negara dengan negara lainnya, baik dalam pembuatan keputusan
administrasi, ajudikasi administrasi, maupun pembuatan peraturan administrasi. Ditinjau
dari perspektif sejarah dan komparasi, Javier Barnes (Yale Law School, 2010) (dalam
Hamzah, 2016 : 2-5), memolakan transformasi paradigma administrasi pemerintahan ke
dalam Three Generation of Administratives Procedures yang bermula dari (1) Judicial”
Model; (2) “Legislative” Model; sampai dengan (3) “Administrative” Model. Barnes
(2016) mengatakan,
...In the first, individual decision procedures are based on a “judicial” model and
on hierarchical and command administrations. The rulemaking procedures of the second
generation are the result of a mixture of judicial and legislative models and are enacted by
hierarchical and authoritative administrations. Finally, the new and most recent

19
generation encompasses public policy making and implementation procedural
arrangements derived from new methods of governance, and includes procedures situated
in a contemporary nonhierarchical and decentralized environment that promotes
public/private and interagency cooperation.
“Judicial” Model
Prosedur generasi pertama ini bertujuan membuat keputusan individu, seperti
otorisasi, lisensi, sanksi, adjudikasi, dan resolusi sengketa. Mereka berusaha untuk
menjamin terpenuhinya hak-hak warga negara serta menjamin penerapan yang tepat dan
penegakan hukumnya. Sebagian besar prosedur administrasi hari ini mengikuti model
generasi ini, yang muncul dari administrasi tradisional dan model regulasi. Struktur dasar
dari prosedur generasi pertama tetap relatif tidak berubah sejak awal mereka pada abad
kesembilan belas dan mungkin tidak berubah di masa mendatang.
“Legislative” Model
Generasi kedua prosedur administrasi model ini difokuskan pada pembuatan
peraturan (baik aturan yang dibuat oleh lembaga legislastif berupa undang-undang maupun
aturan yang dibuat oleh lembaga eksekutif) yang bersifat top-down dan terpusat. Dengan
demikian, dalam model ini, pembuatan peraturan tidak didasarkan pada visi kerja sama
antara lembaga dan pihak-pihak yang diatur. Prosedur ini dapat dikatakan menyerupai
pengambilan keputusan legislatif. Dengan kata lain, partisipasi publik dalam hal ini
dipandang sebagai hak defensif, bukan sebagai dialog kolaboratif antara warga dan
lembaga.
“Administrative” Model
Prosedur generasi ketiga adalah versi hybrid dari prosedur yang merespon perubahan
kebutuhan metode baru administrasi pemerintahan. Berbagai kebijakan inovasi berusaha
untuk menciptakan bentuk-bentuk partisipasi publik secara lebih efektif. Prosedur generasi
ketiga ini berlaku untuk pembuatan keputusan individual maupun aturan sebagai sarana
untuk menyalurkan berbagai kebutuhan publik yang muncul dalam kebijakan publik
modern.
Bertolak dari transformasi paradigma administrasi pemerintahan di atas, maka
paradigma “Administrative” Model dipandang sebagai paradigma yang paling sejalan
dengan perkembangan kontemporer masyarakat dunia pada umumnya. Dalam situasi
sekarang, yang bertumpu pada demokrasi di semua bidang, keniscayaan partisipasi publik
dalam setiap pengambilan kebijakan negara tidak dapat dihindarkan. Oleh sebab itu,
paradigma dalam UU AP yang lebih menekankan pada partisipasi publik serta
perlindungan warga negara dan pejabat pemerintah secara paralel dapat dikatakan sebagai
bentuk pengembangan dari “Administrative” Model sebagaimana dikemukakan Barnes di
atas.
Jika disederhanakan, terdapat tiga kebutuhan yang dapat dikatakan sebagai alasan
bagi urgensi Undang-Undang Administrasi Pemerinatahan (Hamzah, 2016 : 6),
daintaranya sebagai berikut :
1. Kebutuhan untuk menjamin standar proses pengambilan keputusan/tindakan
serta membangun sistem komunikasi timbal balik antara warga negara dan
pejabat pemerintahan dalam kerangka reformasi birokrasi;

20
2. Kebutuhan untuk membangun sistem administrasi pemerintahan yang melayani,
eferktif, dan efisien, serta mencegah praktik KKN sebagai upaya meningkatkan
kepermerintahan yang baik (good governance);
3. Kebutuhan untuk menjamin keberpihakan negara kepada warga negara sebagai
subjek dalam administrasi pemerintahan dan memberikan perlindungan hukum
yang sama kepada warga negara dan pejabat pemerintahan dalam kerangka
negara hukum demokratis.

D. PENGERTIAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA


Pengertian dan istilah Hukum Administrasi Negara (HAN) berasal dari negara
Belanda, yakni “Administratif Recht” atau “Bestuursrecht” yang berarti lingkungan
kekuasaan atau administratif di luar legeslatif dan yudisiil, di Perancis disebut “Droit
Administrative” , di Inggris disebut “Administrative Law”, di Jerman disebut “Verwaltung
Recht”. Berdasarkan beberapa istilah yang diadopsi dari beberapa negara, hukum
administrasi negara adalah terjemahan dari “Administratief Recht” (Bahasa Belanda).
Namun, istilah “Administrasi Recht” juga diterjemahkan dalam istilah lain yaitu Hukum
Tata Usaha Negara dan Hukum Pemerintahan (Daliyo, 2001 : 71-75).
Dalam bahasa Inggris “administer” adalah kombinasi kata-kata bahasa Latin ad +
ministrare, yang berarti “to serve” (melayani). Sementara di dalam kamus “to administer”
sama dengan “to manage” atau “ “direct” (mengelola atau memerintah) (Mustafa, 2001 :
5).
Pemahaman terhadap hukum lazimnya beranjak dari pemahaman tentang konsep.
Salah satu cara yang sering kali digunakan untuk menjelaskan konsep adalah melalui
definisi. Dalam ilmu hukum, definisi yang populer adalah definisi presisi dan definisi
stipulatif. Definisi presisi beranjak dari suatu konsep yang sudah lazim dalam bahasa
sehari-hari, sehingga untuk kepastian hukum dan penegakan hukum secara ”transparant”
dibutuhkan suatu batasan yang pasti tentang suatu konsep hukum. Sebaliknya, definisi
stipulatif dapat berupa pengenalan terminologi baru atau memberikan pengertian baru
terhadap terminologi yang sudah ada.
Akan tetapi perlu dipahami bahwa definisi bukanlah satu-satunya cara untuk
menjelaskan suatu konsep. Di dalam literatur ilmu hukum banyak definisi yang
dikemukakan tentang hukum administrasi, walaupun definisi tersebut berbeda satu sama
lain setidak-tidaknya definisi yang dike-mukakan telah memberikan gambaran tentang
pemahaman yang utuh mengenai apa yang dimaksud dengan Hukum Administrasi.
Analisa kebijakan adalah tindakan yang diperlukan untuk dibuatnya sebuah kebijakan,
baik kebijakan yang lama. Analisis kebijakan berbeda dengan periset kebijakan.Analisis
kebijakan  bekerja dalam sebuah lingkungan yang serba terbatas, waktu, informasi, bahkan
pengetahuan.Analisis kebijakan adalah profesi yang sangat diperlukan oleh setiap
pimpinan  puncak di berbagai lembaga administrasi publik, pada setiap jenjang.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam ilmu hukum acap kali kita temukan banyak istilah
untuk menyebutkan suatu cabang ilmu hukum.Hal ini juga terjadi dalam cabang Hukum
Administrasi Negara berbeda di beberapa negara, demikian pula di Indonesia belum
ditemukan keseragaman mengenai pemakaian istilah Hukum Administrasi Negara ini. Di

21
negeri Belanda untuk istilah Hukum Administrasi Negara ini disebut dengan
“Administrtiefrecht”, di Jerman disebut dengan istilah “Verwaltungrecht”, di Perancis
“ Droit Administraif” di Inggris dan Amerika Serikat “Administrative Law”. Sementara itu
di Indonesia belum terdapat juga kata sepakat untuk menerima suatu istilah sebagai
terjemahan dari Administrtiefrecht. Sebagai konskwensi logis dari kondisi yang sedemikian
itu maka muncullah beberapa istilah untuk cabang ilmu yang satu ini, yakni :
1. Unrecht dalam bukunya Pengantar Hukum Negara Administrasi yang pada
mulanya menggunakan istilah Hukum Tata Usaha Indonesia, kemudian pada
cetakan kedua pada judul yang sama beliau menggunakan istilah Hukum Tata
Usaha Negara Indonesia, pada cetakan ketujuh digunakan istilah Hukum
Administrasi Negara Indonesia.
2. W. F. Prins dalam bukunya Inleiding in het Administrtiefrech Van Indonesia
menggunakan istilah Hukum Tata Usaha Indonesia
3. Wirjono Projdodikoro dalah suatu karangan di majalah Hukum bulanan Tahun
1952 No. 1 mempergunakan istilah Tata Usaha Pemerintah.
4. Djemal Hoesen Koesoemaadmadja dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Tata
Usaha  Negara, memakai istilah Tata Usaha Negara dengan alasan berdasarkan
Undang-Undang No. 14 Tahun 1970.
5. Pradjudi Admosudirjo, dalam prasarananya untuk Musyawarah Nasional
PERSAHI  bulan Agustus 1972 di Prapat, menggunakan istilah Peradilan
Administrasi Negara.
6. Dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI tertanggal 30
Desember 1972 No. 0198/U/1972 tentang Kurikulum Minimal memakai istilah
Hukum Tata Pemerintahan. (Situmorang, 2001 : 5).
Sehubungan dengan masalah tersebut diatas, maka dalam Rapat Staf Dosen Fakultas
Hukum  Negeri Seluruh Indonesia pada bulan Maret 1973 di Cibulan, memutuskan bahwa
sebaiknya istilah yang di pakai adalah “Hukum Administrasi Negara dengan tidak
menutup kemungkinan penggunaan istilah lain.
Dalam rangka pengertian Hukum Administrasi Negara ini maka perlu sekali
memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan istilah “Administrasi” dan
“Administrasi  Negara” baru kemudian pengertian-pengertian dari Hukum Administrasi
Negara itu sendiri.
Ptifner-Presthus dalam bukunya “Public Administrasion” dari apa yang
dikemukakannya dalam buku tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian administrasi
itu adalah : suatu koordinasi dalam arti kerjasama antara pribadi-pribadi dengan golongan-
golongan manusia dalam suatu organisasi yang dikendalikan untuk mencapai suatu tujuan
yang telah ditetapkan sebagai haluan Negara.
Logemen dalam bukunya Over de Theorie an cen stelliostaatrechts, mengatakan
bahwa administrasi sebagai lembaga (organisasi) adalah “Schema koordinasi tindakan-
tindakan manusa yang serupa dan berulang-ulang”, Dalam bukunya De Staat recht Van
Indonesia (tahun 1954) mengatakan : Negara adalah suatu organisasi, yaitu sekelompok
manusia, yang dengan bekerjasama dan pembagian tugas mengusahakan suatu tujuan
bersama (Muslim, 2000 :37).

22
Dengan pembagian tugas masing-masing dari mereka bekerjasama itu mempunyai
suatu tugas tertentu dengan hubungan dengan keseluruhan.Ini yang disebut dengan suatu
“Fungsi” dan khusus mengenai Negara fungsi itu tersebut “Jabatan”tiap-tiap organisasi
mempunyai pimpinan tertinggi yang dipercayakan kepada pejabat-pejabatnya yang
tertinggi. Bagi Negara, pimpinan tertinggi itu disebut Pemerintah. Tugasnya adalah
menjaga agar semua bagian dari organisasi masing-masing mengusahakan tujuan yang
tepat dengan cara yang tepat.
Dari kutipan-kutipan di atas mengenai perumusan Logemen dapat pula disimpulkan,
bahwa administrasi itu adalah suatu organisasi atau kerjasama dalam suatu organisasi
berdasarakan  pembagian tugas untuk mengejar suatu tujuan bersama, dikendalikan oleh
pimpinan tertinggi yang disebut Pemerintah (regeling). Jadi Pemerintahan dengan wadah
organisasinya adalah identik dengan administrasi. Pada sisi yang lain kita bisa melihat
beberapa pengertian dari administrasi, Istilah Administrasi berasal dari Bahasa Latin, yakni
Aministrare, yang dapat diartikan :
1. Setiap penyusunan keterangan yang dilakukan secara tertulis dan sistematis
dengan maksud mendapatkan suatu ikhtisar keterangan itu dalam keseluruhan
dan dalam hubungannya satu dengan yang lain.
2. Di Amerika Serikat dengan kata The Aministrare diartikan keseluruhan
pemerintah termasuk Presiden.
3. Prajudi Admosudirjo dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Administrasi membagi
administrasi atas (Situmorang, 2001 : 38) :
1) Ilmu Administrasi Publik yang terdiri atas :
a. lmu Administrasi Negara, meliputi
b. Ilmu Administrasi Umum
c. Administrasi Daerah (Otonom)
d. Ilmu Administrasi Negara Khusus
2) Ilmu Administrasi Privat yang terdiri atas :
a. Ilmu Administrasi Negara
b. Ilmu Administrasi Non Niaga.
Berdasarkan uraikan di atas, adalah sekitar beberapa pengertian dasar dari
Administrasi yang bila dilihat dari uraian itu pengertian tersebut dikategorikan kedalam
lingkup administrasi Negara, jadi bukan pengertian administrasi dalam pengertian yang
sempit yakni kegiatan tata usaha. Dikarenakan pengertian tentang Administrasi Negara ini
penulis rasa sudah cukup untuk menjelaskan dan sekaligus mendukung topik dalam bab
ini, kini sampailah giliran penulis untuk memberikan balasan tentang hukum Administrasi
Negara itu. Mengingat masih mudanya perkembangan hukum Administrasi Negara ini
dibandingkan dengan displin ilmu hukum lainnya, maka belum ada suatu definisi atau
pengertian tentang apa itu Hukum Administrasi Negara yang dapat diterima secara umum.
Pemahaman terhadap hukum lazimnya beranjak dari pemahaman tentang konsep.
Salah satu cara yang seringkali digunakan untuk menjelaskan konsep adalah melalui
definisi. Dalam ilmu hukum, definisi yang populer adalah definisi presisi dan definisi
stipulatif. Definisi presisi beranjak dari suatu konsep yang sudah lazim dalam bahasa
sehari-hari, sehingga untuk kepastian hukum dan penegakan hukum secara ”transparant”

23
dibutuhkan suatu batasan yang pasti tentang suatu konsep hukum. Sebaliknya, definisi
stipulatif dapat berupa pengenalan terminologi baru atau memberikan pengertian baru
terhadap terminologi yang sudah ada.
Akan tetapi perlu dipahami bahwa definisi bukanlah satu-satunya cara untuk
menjelaskan suatu konsep. Di dalam literatur ilmu hukum banyak definisi yang dikemukakan
tentang hukum administrasi, walaupun definisi tersebut berbeda satu sama lain setidak-
tidaknya definisi yang dikemukakan telah memberikan gambaran tentang pemahaman yang
utuh mengenai apa yang dimaksud dengan Hukum Administrasi.
Definisi yang dikemukakan oleh Utrecht (1962 :7-8), tentang Hukum Administrasi
menyangkut dengan hal-hal yang berkaitan dengan: lapangan hukum administrasi, hukum
administrasi negara, ilmu pemerintahan, dan public administration, hukum administrasi
negara sebagai himpunan peraturan-peraturan istimewa, hukum administrasi negara, dan
hukum tata negara. Menurut Utrecht, hukum administrasi negara (hukum pemerintahan)
berfungsi menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan untuk memungkinkan para
pejabat (ambtsdragers) administrasi negara melakukan tugas mereka yang khusus.
Selanjutnya dikemukakan bahwa hukum administrasi negara adalah hukum yang mengatur
sebagian lapangan pekerjaan admi-nistrasi negara. Bagian lain lapangan pekerjaan
administrasi negara diatur oleh hukum tata negara, hukum privat, dan sebagainya. Jadi
pengertian Hukum Administrasi Negara dan pengertian hukum yang mengatur pekerjaan
administrasi negara tidak identik.
Dengan menggunakan teori Trias Politica dari Montesquieu, Utrecht merumuskan
bahwa yang dimaksud dengan administrasi negara adalah: ”gabungan jabatan-jabatan
(complex van ambten) ”apparaat” (alat) administrasi yang di bawah pemerintah
melakukan sebagian pekerjaan pemerintah (tugas pemerintah, overheidstaak) fungsi
administrasi yang tidak ditugaskan kepada badan-badan pengadilan, badan legislatif
(pusat) dan badan-badan pemerintah dari persekutuan hukum yang lebih rendah daripada
negara, yaitu badan-badan pemerintahan dari persekutuan hukum daerah swatantra tingkat
I, II, dan III, dan daerah istimewa yang masing-masing diberi kekuasaan memerintah
sendiri daerahnya. Sedangkan dalam perincian lapangan pekerjaan administrasi negara
oleh Utrecht diperlukan peninjauan sejarah perkembangan hukum administrasi, yang di
antaranya dimulai dari kekuasaan raja yang sangat mutlak, teori pemisahan kekuasaan
(trias politica), hingga pada teori pembagian kekuasaan.
Kuntjoro Purbopranoto sebagaimana dikutip oleh Hadjon (1994 : 22), tidak mudah
untuk membuat definisi istilah hukum administrasi negara meskipun dua kata
penyusunannya, yakni hukum dan administrasi negara, telah diurai di muka. Beliau
mengetengahkan beberapa definisi dan deskripsi hukum administrasi dengan
mengemukakan bahwa obyek hukum administrasi adalah peraturan-peraturan yang
mengatur hubungan timbal balik antara pemerintah dan rakyat. Dari dua kata penyusunnya,
istilah hukum administrasi negara terbagi antara istilah hukum dan istilah administrasi
negara. Namun, paling tidak, setelah bagian terdahulu dibahas pengertian tentang hukum
dan administrasi negara, bagian ini berusaha diungkap pengertian mengenai istilah hukum
administrasi negara. Namun, sebelum pengertian itu dibahas, terlebih dulu hendak dibahas
mengenai penggunaan istilah itu.

24
Oppenheim mengetengahkan deskripsi tentang perbedaan terhadap tinjauan negara
oleh hukum tata negara dan oleh hukum administrasi negara, yaitu bahwa hukum tata
negara menyoroti negara dalam keadaan diam (staat in rust), sedangkan hukum
administrasi negara menyoroti negara dalam keadaan bergerak (staat in beweging).
Pendapat tersebut selanjutnya dijabarkan oleh C. Van Vollenhoven bahwa hukum tata
negara merupakan keseluruhan aturan hukum yang membentuk alat-alat perlengkapan
negara dan menentukan kewenangan alat-alat perlengkapan negara tersebut, sedangkan
hukum administrasi negara adalah keseluruhan aturan hukum yang mengikat alat-alat
perlengkapan negara setelah alat-alat itu akan menggunakan kewenangan-kewenangan
kenegaraan (Kuntjoro, 1985 : 16).
Logemann mengeriktik teori tersebut karena menurutnya apa yang dikemukakan
dalam definisi tersebut tidak cukup memisahkan secara tegas antara hukum administrasi
negara dan hukum tata negara. Tidak cukup pembeda antara keduanya, karena masalah
penetapan wewenang masuk bidang hukum tata negara sedangkan penggunaan wewenang
merupakan bidang hukum administrasi negara.
Sebenarnya sarjana lain, seperti Kranenburg, dan juga Logemann sendiri tidak
memisahkan antara hukum administrasi negara dan hukum tata negara secara tegas.
Keduanya memandang hukum admi-nistrasi negara sebagai segi khusus dari hukum tata
negara. Deskripsi hukum administrasi negara menurut Logemann meliputi peraturan-
peraturan khusus, yang disamping hukum perdata positif yang berlaku umum, juga
mengatur cara-cara organisasi negara ikut serta dalam lalu lintas masyarakat (Hardjon
1994 : 23).
Pradjudi Atmosudirdjo (1988 : 42), mendefinisikan Hukum Administrasi Negara
sebagai hukum mengenai administrasi negara dan hukum hasil ciptaan administrasi negara.
Administrasi negara dalam definisi tersebut mempunyai arti yang luas, yaitu kombinasi
antara: (a) tata pemerintahan, (b) tata usaha negara, (c) administrasi atau pengurusan rumah
tangga negara, (d) pembangunan, dan (e) pengendalian ling-kungan. Selanjutnya menurut
beliau ada tiga arti administrasi negara, yaitu:
(1) sebagai aparatur negara, aparatur pemerintah, atau sebagai institusi politik
(kenegaraan)
(2) sebagai fungsi atau sebagai aktifitas melayani pemerintah, yakni sebagai
kegiatan ”pemerintah operasional”, dan
(3) sebagai proses teknik penyelenggaraan undang-undang.
Prajudi juga menguraikan pengertian Hukum Administrasi Negara dalam arti
luas, yaitu terdiri atas:
(1) hukum tata pemerintahan,
(2) hukum tata usaha negara,
(3) hukum administrasi negara dalam arti sempit, yakni hukum tata pengurusan
rumah tangga,
(4) hukum administrasi pembangunan, dan
(5) hukum administrasi lingkungan.
Dari definisi dan deskripsi serta pengertian hukum administrasi negara seperti
tersebut di atas maka jelaslah bahwa pandangan Prajudi lebih dekat pada konsep Public

25
Administration. Mengacu kepada berbagai definisi dan deskripsi tersebut, P. De Haan cs
mengemukakan tiga fungsi hukum administrasi negara, yaitu fungsi normatif, fungsi
instrumental, dan fungsi jaminan. Deskripsi hukum administrasi negara tersebut
menggambarkan hukum administrasi negara yang meliputi: (a) mengatur sarana bagi
penguasa untuk mengatur dan mengendalikan masyarakat, (b) mengatur cara-cara
partisipasi warga negara dalam proses pengaturan dan pengendalian, (c) perlindungan
hukum, (d) menetapkan norma-norma fundamental bagi penguasa untuk pemerintahan
yang baik.
Apa yang dikemukakan P. de Haan cs dapat dipahami bahwa unsur-unsur utama
hukum administrasi negara adalah: hukum mengenai kekuasaan memerintah yang
sekaligus dikaitkan dengan hukum mengenai peran serta masyarakat dalam pelaksanaan
pemerintahan, hukum mengenai organisasi pemerintahan, dan hukum mengenai
perlindungan hukum bagi rakyat. Ketiga aspek tersebut berkaitan satu sama lain, seperti
tiga fungsi hukum administrasi negara (fungsi normatif, instrumental, dan jaminan) yang
juga saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Fungsi normatif yang
menyangkut penormaan kekuasaan memerintah berkait erat dengan fungsi instrumental
yang menetapkan instrumen yang digunakan oleh pemerintah dan pada akhirnya norma
dan instrumen tersebut harus menjamin perlindungan hukum bagi rakyat.
Meskipun membicarakan hal yang sama, tetapi dalam pemakaian istilah yang
digunakan ternyata sangat bervariasi. Di Belanda, digunakan istilah administratifrecht atau
bestuursrecht. Pemakaian istilah ini memiliki makna lingkungan kekuasaan/administratif
yang terpisah dari lingkungan kekuasaan legislatif dan yudisial. Sementara itu, di Prancis,
istilah yang digunakan adalah droit administrative yang diartikan bebas hukum
administrasi. Di Inggris, istilah yang digunakan tidak jauh berbeda dengan istilah yang
dipakai oleh negara Jerman, yakni administrative law. Namun, sedikit agak beda. Di
Jerman, istilah yang digunakan adalah verwaltung recht.
Dalam kepustakaan ataupun dalam hal penamaan subjek keilmuan bidang ini, di
Indonesia banyak istilah yang digunakan. Sebagai contoh, Wirjono Prodjodikoro pernah
menggunakan istilah hukum tata usaha pemerintahan, sedangkan Djulal Husein lebih
menggunakan istilah hukum tata usaha negara. Hal tersebut senada dengan WF Prins dan
Utrecht (pada masa awalnya) yang menggunakan istilah serupa.
Penggunaan istilah hukum administrasi negara diketengahkan oleh Utrecht
meskipun pada mulanya menggunakan istilah hukum tata usaha Indonesia dan kemudian
hukum tata usaha negara Indonesia. Penggunaan istilah hukum administrasi negara
tersebut kemudian juga disepakati oleh rapat staf dosen fakultas hukum negeri seluruh
Indonesia pada Maret 1973 di Cirebon. Pemakaian tersebut dilandasi pemikiran bahwa
istilah tersebut lebih luas dan sesuai dengan iklim perkembangan hukum Indonesia.
Pemakaian istilah hukum administrasi negara sebagai nama mata kuliah dalam
kurikulum fakultas hukum ternyata tidak berjalan secara serta-merta. Hal itu disebabkan
Surat Keputusan Mendikbud tahun 1972 (SK Mendikbud Nomor 0198/U/1972) tentang
Pedoman Kurikulum Minimal Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta. Berdasarkan surat
tersebut, digunakan nama mata kuliah hukum tata pemerintahan (HTP) sebagai salah satu
mata kuliah wajib yang harus ada di kurikulum fakultas hukum.

26
Namun, pada tahun 1983, penggunaan nama hukum administrasi negara kembali
dipakai berdasarkan Surat Keputusan Mendikbud Nomor 31 Tahun 1983 tentang
Kurikulum Inti Program Pendidikan Sarjana Hukum. Di surat tersebut disebutkan bahwa
digunakan nama mata kuliah hukum administrasi negara. Akan tetapi, hal tersebut ternyata
juga tidak berlaku mutlak sebab di beberapa produk hukum pada saat itu, seperti GBHN,
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman,
ataupun Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, istilah yang digunakan untuk penamaan
lembaga peradilannya adalah peradilan tata usaha negara dan bukan peradilan administrasi
negara ataupun peradilan administrasi.
Dari pemahaman uraian di atas, tampak bahwa pemakaian istilah hukum
administrasi negara bukanlah sesuatu yang bersifat mutlak, absolut, ataupun final. Hal ini
terbukti masih terjadi perbedaan yang mencolok antara pakar yang satu dan lainnya,
terutama dalam penggunaan istilah. Perkembangan penggunaan istilah hukum administrasi
negara, hukum tata usaha negara, atau apa pun istilah yang digunakan justru menunjukkan
bahwa istilah tersebut berkembang sejalan dengan perkembangan dari kehidupan
bernegara itu.
Dari fakta pemakaian istilah yang berbeda sesuai perkembangan bernegara,
pengertian hukum administrasi negara pun berbeda antara satu pakar dan pakar lainnya.
Perbedaan pengertian tersebut bisa dimengerti karena hal tersebut sangat bergantung pada
sudut pandang dan luas wilayah yang dibicarakan dalam hukum administrasi negara.
Seperti dalam memahami pengertian hukum, ada beberapa pakar yang melihat
hukum administrasi sebagai suatu sekumpulan norma. Salah satunya adalah L.J. Van
Apeldoorn yang menafsirkan pengertian hukum administrasi negara sebagai segala
keseluruhan aturan yang harus diperhatikan oleh setiap pendukung kekuasaan yang
diserahi tugas pemerintahan tersebut. Jadi, dalam penafsiran ini, L.J. Van Apeldoorn
menitikberatkan hukum administrasi negara lebih pada aturan atau norma yang mengatur
kekuasaan negara itu sendiri.
Satu hal yang harus diperhatikan sebagaimana dijelaskan di atas adalah hubungan
antara negara dan masyarakat itu hubungan yang istimewa. Karena itu, sesungguhnya
HAN bukan hanya merupakan seperangkat aturan, tetapi harus mengatur pula hubungan
istimewa tersebut. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Logemann dan Utrecht yang
melihat dan memaknai hukum administrasi negara sebagai seperangkat norma-norma yang
menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan untuk memungkinkan para pejabat
administrasi negara melakukan tugas mereka yang khusus. Pendapat ini didukung oleh
J.M. Baron de Gerando yang menyatakan bahwa objek hukum administrasi adalah hal-
hal yang secara khusus mengatur hubungan timbal balik antara pemerintah dan rakyat
sehingga titik berat objek HAN ada pada hubungan istimewa tersebut sehingga perlu ada
dalam norma peraturan.
Pendapat Logeman dikutip oleh Utama (2014 : 21), didasarkan pada kenyataan
bahwa terdapat satu hubungan istimewa antara negara dan rakyat. Secara alami,
sebenarnya tidak ada hubungan di antara keduanya. Akan tetapi, melalui norma-norma
yang terbentuk, terjadilah satu hubungan istimewa antara negara dan rakyatnya yang
memungkinkan negara untuk melakukan tindakan-tindakan yang harus dipatuhi oleh

27
rakyat selaku warga negara tersebut.
Pandangan lain yang masih menitikberatkan sekumpulan norma adalah pendapat
dari J.H.P. Beltefroid yang memaknai hukum administrasi negara sebagai keseluruhan
aturan-aturan tentang cara bagaimana alat-alat pemerintahan, badan-badan kenegaraan, dan
majelis-majelis pengadilan tata usaha hendak memenuhi tugasnya. Pandangan J.H.P.
Beltefroid ini masih berlandaskan satu hubungan istimewa antara negara dan rakyatnya.
Akan tetapi, pandangan ini lebih khusus menitikberatkan adanya jalinan di antara alat-alat
pemerintah yang secara bersama dan terkoordinasi dalam satu jalinan untuk melaksanakan
tugas-tugas konstitusionalnya. Para aparat pemerintah tersebut tentu membutuhkan satu
perangkat peraturan yang dapat memberi dasar serta arahan (driven) mengenai tindakan
apa yang seharusnya dilakukan dalam berupaya mencapai tujuan.
Penafsiran yang menekankan sisi norma dan juga semacam manual procedure
disampaikan oleh Oppenheim sebagaimana dikutip oleh Adullah (1986 : 1). Ia
memberikan penafsiran bahwa hukum administrasi negara merupakan suatu gabungan
ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi ataupun rendah apabila badan-badan itu
akan menggunakan wewenangnya yang telah diberikan kepadanya oleh hukum tata negara.
Pandangan ini tidak jauh berbeda dengan pendapat L.J. Van Apeldoorn yang menekankan
bahwa makna hukum administrasi negara lebih diartikan sebagai guidance law yang
memberi petunjuk pada lembaga- lembaga negara mengenai bagaimana cara menggunakan
kewenangan itu dalam praktik kehidupan pemerintahan sehari-hari. Pandangan ini juga
didukung oleh Sir W. Ivor Jennings yang menyatakan bahwa hukum administrasi negara
sesungguhnya merupakan hukum yang berhubungan dengan administrasi negara. Hukum
ini juga menentukan organisasi kekuasaan dan tugas-tugas yang diemban oleh para pejabat
administrasi.
Sementara itu, beberapa pendapat pakar tidak hanya melihat sisi norma, hubungan
istimewa, kekuasaan, atau kewenangan, tetapi melihat hukum administrasi negara dari sisi
fungsi. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Prajudi Atmosudirdjo yang menyatakan
bahwa hukum administarsi negara merupakan hukum mengenai operasi dan pengendalian
dari kekuasaan- kekuasaan administrasi atau pengawasan terhadap penguasa-penguasa
administrasi. Dalam pandangan Prayudi, hal tersebut sangat jelas bahwa pengertian HAN
lebih ditegaskan sebagai suatu perintah operasi, tetapi sekaligus pengendalian dan
pengawasan sehingga pendekatan ini lebih menekankan sisi pendekatan manajerial suatu
pemerintahan.
Sementara itu, Bachsan Mustofa (1990) lebih melihat HAN sebagai bagian kecil dari
unsur manajerial, yakni unsur pelaku. Hal itu sesuai dengan pernyataannya bahwa hukum
administarsi negara merupakan suatu gabungan jabatan-jabatan yang dibentuk dan disusun
secara bertingkat serta yang diserahi tugas melakukan sebagian pekerjaan pemerintahan
dalam arti luas yang tidak diserahkan pada badan-badan pembuat undang-undang dan
badan-badan kehakiman. Bachsan lebih melihat bahwa administrasi negara merupakan
bagian yang dikelola oleh gabungan jabatan eksekutif dan bukan yang masuk wilayah
yudikatif ataupun legislatif.
Rangkuman dari perbincangan mengenai pengertian hukum administrasi negara
menunjukkan bahwa hukum administrasi negara memiliki ciri-ciri khusus yang meliputi:

28
1. adanya hubungan istimewa antara negara dan warga negara;
2. adanya sekumpulan norma yang mengatur kewenangan pejabat atau lembaga
negara;
3. adanya pejabat-pejabat negara sebagai pelaksana dari perjanjian istimewa
tersebut.
Hal tersebut senada dengan pendapat Utrecht yang melihat hukum administrasi
negara dengan ciri utama:
1. menguji hubungan hukum istimewa;
2. adanya para pejabat pemerintahan;
3. melaksanakan tugas-tugas istimewa.
Hukum administrasi negara telah berkembang sejalan dengan gerak pemerintah mulai
menata masyarakat. Dalam kaitan itu pemerintah menggunakan sarana hukum sebagai
instrumen pengaturan. Sebagai perwujudannya, pemerintah mengeluarkan atau
melaksanakan undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, peraturan daerah,
keputusan-keputusan yang mengandung suatu larangan maupun erupa kebolehan (izin).
Oleh karena itu, sejak awal, bahkan, sejak dahulu kala pemerintah telah terlibat atau telah
menggunakan saran hukum dalam penataan dan pengelolaan masyarakat (Rakhmat, 2014 :
8).
Mengacu kepada berbagai definisi dan deskripsi tersebut, P. De Haan cs dalam
Nasution (2007 : 18), mengemukakan tiga fungsi hukum administrasi negara, yaitu fungsi
normatif, fungsi instrumental, dan fungsi jaminan. Deskripsi hukum administrasi negara
tersebut menggambarkan hukum administrasi negara yang meliputi: (a) mengatur sarana
bagi penguasa untuk mengatur dan mengendalikan masyarakat, (b) mengatur cara-cara
partisipasi warga negara dalam proses pengaturan dan pengendalian, (c) perlindungan
hukum, (d) menetapkan norma-norma fundamental bagi penguasa untuk pemerintahan
yang baik.
Apa yang dikemukakan P. de Haan cs dapat dipahami bahwa unsur-unsur utama
hukum administrasi negara adalah: hukum mengenai kekuasaan memerintah yang
sekaligus dikaitkan dengan hukum mengenai peran serta masyarakat dalam pelaksanaan
pemerintahan, hukum mengenai organisasi pemerintahan, dan hukum mengenai
perlindungan hukum bagi rakyat. Ketiga aspek tersebut berkaitan satu sama lain, seperti
tiga fungsi hukum administrasi negara (fungsi normatif, instrumental, dan jaminan) yang
juga saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Fungsi normatif yang
menyangkut penormaan kekuasaan memerintah berkait erat dengan fungsi instrumental
yang menetapkan instru-men yang digunakan oleh pemerintah dan pada akhirnya norma
dan instrumen tersebut harus menjamin perlindungan hukum bagi rakyat.
Di dalam buku karya Ridwan HR berjudul Hukum Adminitrasi Negara, dikutip
tentang pengertian hukum administrasi negara (HAN) dari beberapa tokoh, di antaranya
adalah dari:
1) Sjachtran Basah dalam buku Perlindungan Hukum terhadap Sikap Tindak
Administrasi Negara mengemukakan bahwa, hukum administrasi negara adalah
seperangkat peraturan yang memungkinkan administrasi negara menjalankan
fungsinya, yang sekaligus juga melindungi warga terhadap sikap tindak

29
administrasi negara, dan melindungi administrasi negara itu sendiri (Ridwan
HR, 2003: 26).
2) A.M. Donner menyatakan bahwa, hukum administrasi negara adalah hukum
dan peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pemerintah dalam arti sempit
atau administrasi negara, peraturan- peraturan tersebut dibentuk oleh lembaga
legislatif untuk mengatur tindakan pemerintahan dalam hubungannya dengan
warga negara, dan sebagian peraturan-peraturan itu dibentuk pula oleh
administrasi negara (Ridwan HR, 2003: 26-27).
Pada  dasarnya  definisi Hukum Administrasi Negara  sangat  sulit  untuk  dapat
memberikan suatu definisi yang dapat diterima oleh semua pihak, mengingat Ilmu Hukum
Administrasi Negara sangat luas dan terus berkembang mengikuti arah pengolahan/
penyelenggaraan suatu Negara. Pengertian hukum administrasi Negara di jabarkan
atau diartikan sebagai peraturan yang mengatur administrasi. Administrasi
adalah sebuah hal atau suatu hal yang mengatur hubungan hukum antara warga
Negara dengan pemerintah sehingga Negara dapat berfungsi.
Jadi, hukum administrasi negara adalah seperangkat peraturan yang memungkinkan
administrasi negara menjalankan fungsi-fungsinya, yang sekaligus juga melindungi warga
negara terhadap sikap tindak administrasi negara, dan melindungi administrasi negara itu
sendiri. Hukum administrasi negara sebagai hubungan istimewa yang diadakan
memungkinkan para pejabat administrasi negara melakukan tugas mereka yang khusus.
Sehingga dalam hal ini hukum administrasi negara memiliki dua aspek, yaitu pertama;
aturan-aturan hukum yang mengatur dengan cara bagaimana alat-alat perlengkapan negara
itu melakukan tugasnya. Kedua; aturan-aturan hukum yag mengatur hubungan hukum
antara alat perlengkapan administrasi negara atau pemerintah dengan para warga
negaranya (Mustafa, 2001 : 6).

E. RUANG LINGKUP HUKUM ADMINISTRASI NEGARA


Mengenai ruang lingkup yang dipelajari dalam studi Hukum Administrasi Negara,
Prajudi Atmosudirdjo (dalam Murtir, 2012), mengemukan bahwa ada enam ruang lingkup
yang di pelajari dalam Hukum Administrasi Negara yaitu:
1. Hukum tentang dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum dari administrasi Negara
2. Hukum tentang organisasi Negara
3. Hukum tentang aktivitas-aktivitas dari administrasi Negara, terutama yang
bersifat yuridis
4. Hukum tentang sarana-sarana dari administrasi Negara terutama mengenai
kepegawaian Negara dan keuangan Negara
5. Hukum administrasi pemerintah daerah dan wilayah yang dibagi menjadi:
a) Hukum Administrasi Kepegawaian
b) Hukum Administrasi Keuangan
c) Hukum Administrasi Materiil
d) Hukum Administrasi Perusahaan Negara
6. Hukum tentang Peradilan Administrasi Negara.

30
C.J.N Versteden juga menyebutkan bahwa secara garis besar Hukum
Administrasi Negara meliputi bidang-bidang sebagai berikut:
a. Peraturan mengenai penegakan ketertiban dan keamanan, kesehatan, dan
kesopanan dengan menggunakan aturan tingkah laku bagi warga Negara
yang di tegakkan dan di tentukan lebih lanjut oleh pemerintah
b. Peraturan yang ditujukan untuk memberikan jaminan sosial bagi rakyat
c. Peraturan-peraturan mengenai tata ruang yang di tetapkan oleh pemerintah
d. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan tugas-tugas pemeliharaan dari
pemerintah, termasuk bantuan terhadap aktivitas swasta dalam rangka
pelayanan umum
e. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemungutan pajak
f. Peraturan-peraturan mengenai perlindungan hak dan kepentingan warga
negara terhadap pemerintah
g. Peraturan-peraturan mengenai yang berkaitan dengan penegakan hukum
administrasi
h. Peraturan-peraturan mengenai pengawasan organ pemerintah yang lebih
tinggi terhadap organ yang lebih rendah
i. Peraturan-peraturan mengenai kedudukan hukum pegawai pemerintahan
Dalam membahas ruang lingkup hukum administrasi negara, penulis
berpendapat bahwa Hukum Administrasi Negara yang mempelajari Negara dalam keadaan
bergerak tentu memiliki ruang lingkup yang sangat luas tidak hanya terbatas pada ruang
lingkup yang telah disebutkan diatas karena perkembangan kehidupan negara dengan
berbagai kompleksitas permasalahannya membuat tugas dan peran Hukum Administrasi
Negara juga menjadi luas. Nah hal ini pulalah yang membuat ruang lingkup hukum
administrasi negara ikut menjadi luas pula.
Berdasarkan kajian Nasution (2007 : 19), mengemukakan bahwa dalam berbagai
literatur kepustakaan, apa yang dimaksud dengan arti administrasi dalam Ilmu
Administrasi Negara sangat berbeda dengan arti administrasi dalam Hukum Administrasi
Negara. Pengartian administrasi dalam Ilmu Administrasi Negara berkonotasi manajemen,
karena administrasi negara merupakan bagian dari administrasi umum. Sementara itu Ilmu
Administrasi Negara merupakan cabang dari Ilmu Sosial. Jadi dalam arti luas administrasi
negara adalah semua kegiatan negara dalam melaksanakan kekuasaan politiknya.
Sedangkan dalam arti sempit administrasi negara merupakan suatu kegiatan eksekutif
dalam penyelenggaraan pemerintahan. Bintoro Tjokroaminoto berpendapat bahwa arti
administrasi dalam Ilmu Administrasi Negara adalah manajemen dan organisasi dari
manusia-manusia dan peralatannya guna mencapai tujuan pemerintahan.
Dari telaahan tentang arti administrasi, istilah administrasi dalam Ilmu Administrasi
Negara meliputi seluruh kegiatan negara. Sedangkan istilah administrasi dalam Hukum
Administrasi ”Negara” hanya terbatas pada lapangan bestuur, yaitu lapangan kegiatan
negara di luar legislatif dan yudisiil. Dengan demikian arti administrasi dalam Hukum
Administrasi ”Negara” berbeda dengan pengertian administrasi dalam Ilmu Administrasi
Negara. Disamping itu administrasi negara merupakan cabang dari administrasi umum.
Oleh karena itu dalam Ilmu Administrasi Negara, tambahan atribut ”negara” bersifat

31
mutlak untuk membedakannya dari istilah admi-nistrasi niaga. Untuk menambahkan
atribut ”negara” dalam konsep Hukum Administrasi sebenarnya tidak diperlukan lagi
karena dalam istilah administrasi sudah terkandung konotasi pemerintahan atau negara.
Dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional (Kepmendiknas) Nomor: 0232/U/2000
tentang Kurikulum Inti yang sekarang berlaku di Fakultas Hukum negeri maupun swasta
digunakan istilah Hukum Administrasi Negara (lazimnya disingkat HAN). Demikian pula
halnya pada kurikulum inti yang berlaku sebelumnya juga digunakan istilah Hukum
Administrasi Negara. Istilah ini dipengaruhi oleh keputusan dan atau kesepakatan
pengasuh mata kuliah tersebut pada pertemuan di Cibulan pada tanggal 26-28 Maret 1973.
Sebelum istilah tersebut digunakan, pernah digunakan istilah lain dalam kurikulum
minimal 1972, yaitu Hukum Tata Pemerintahan. Meskipun Hukum Tata Pemerintahan
secara resmi digunakan dalam kurikulum minimal, namun dalam kenyataannya
penggunaan istilah oleh beberapa fakultas hukum negeri maupun swasta tidak seragam.
Istilah yang beraneka ragam tersebut di antaranya adalah Hukum Tata Pemerintahan,
Hukum Tata Usaha Negara, dan Hukum Administrasi Negara.
Kesimpulan pertemuan Cibulan merumuskan bahwa sebaiknya penggunaan istilah
yang digunakan untuk menyebut istilah ini adalah Hukum Administrasi Negara, dengan
catatan bahwa pemilihan istilah Hukum Administrasi Negara tidak menutup kemungkinan
bagi fakultas-fakultas yang bersangkutan untuk menggunakan istilah lain, misalnya Hukum
Tata Pemerintahan, Hukum Tata Usaha Negara, asalkan silabus minimal tetap menjadi
pegangan bersama.
Argumentasi ilmiah yang digunakan untuk itu, sebagaimana dikatakan Hadjon (1994 :
1-2), adalah bahwa:
(1) Istilah Hukum Administrasi Negara mempunyai pengertian yang sangat luas sehingga
membuka kemungkinan ke arah pengembangan cabang ilmu hukum ini lebih sesuai
dengan perkembangan pembangunan dan kemajuan Indonesia di masa yang akan datang;
(2) Tidak dapat disangkal bahwa cabang ilmu hukum ini sangat erat hubungannya dengan
pengem-bangan Ilmu Administrasi Negara yang telah mendapat pengakuan umum, baik di
lingkungan lembaga-lembaga negara maupun di kalangan perguruan tinggi. Dengan istilah
tersebut maka hubungan tersebut dapat lebih mudah dipahami dan diterima;
(3) Istilah administrasi yang berasal dari bahasa Latin, administrare, lebih mencerminkan
fungsi negara moderen sesudah Perang Dunia II daripada istilah Tata Pemerintahan
maupun Tata Usaha Negara.
Penggunaan istilah Hukum Administrasi Negara sebaiknya perlu dikaji kembali,
terutama kalau dikaitkan dengan penggunaan istilah itu oleh disiplin ilmu lain, seperti Ilmu
Administrasi Negara. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, istilah administrasi
dalam konsep Hukum Administrasi Negara tidaklah sama dengan arti administrasi dalam
konsep Ilmu Administrasi Negara. Untuk menelaah arti administrasi dalam konsep Hukum
Administrasi Negara perlu diadakan penelusuran kepus-takaan bidang Hukum
Administrasi Negara. Sedangkan untuk menelaah arti administrasi dalam konsep Ilmu
Administrasi Negara perlu diadakan penelusuran kepustakaan bidang Ilmu Administrasi
Negara.

32
Dalam kepustakaan bahasa asing, yaitu bahasa Inggris, digunakan istilah
Administrative Law. Bahasa Belanda menggunakan intilah Administratief Recht atau
Bestuursrecht, bahasa Perancis menggunakan istilah Droit Administratif, bahasa Jerman
menggunakan istilah Verwaltungrecht (Hardjon, 1993 : 2). Dari istilah-istilah asing
tersebut tidak ada yang menambah atau menggunakan atribut negara atau sejenisnya.
Istilah administrasi dalam konsep Hukum Administrasi ”Negara” sudah mengan dung
konotasi negara atau publik. Dalam kepustakaan kepustakaan Hukum Administrasi di
Belanda, arti Administratief Recht adalah ”administrare, bestuuren”. Besturen
mengandung pengertian fungsional dan institutsional/struktural. Fungsi-onal bestuur
berarti fungsi pemerintahan. Sedangkan institutsional/ struktural bestuur berarti
keseluruhan organ pemerintah. Lingkungan bestuur adalah lingkungan di luar lingkungan
pembentukan undang-undang (regelgeving) dan peradilan (rechtspraak).
Dengan penegasan bahwa arti administrasi dalam konsep Hukum Administrasi
adalah pemerintahan, maka sebenarnya tidak diperlukan lagi penambahan atribut ”negara”
karena pemerintahan dengan sendirinya menunjukkan negara. Dengan demikian kajian
Hukum Administrasi menitikberatkan pada aspek hukum pemerintahan, diantaranya adalah
hukum mengenai kewenangan, organisasi publik, hukum mengenai peran serta masyarakat,
dan hukum mengenai perlindungan hukum bagi rakyat.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa: (1) Arti administrasi dalam Hukum
Administrasi ”Negara” tidak sama dengan arti administrasi dalam Ilmu Administrasi
Negara. Hal itu dapat membingungkan mereka yang mempelajari masing-masing ilmu
tersebut secara sepihak. Oleh karena itu disarankan agar dalam menyebut istilah Hukum
Administrasi ”Negara” digunakan istilah lain sebagai alternatif. Istilah Hukum Tata
Pemerintahan merupakan salah satu alternatifnya; (2) Arti administrasi dalam Hukum
Administrasi ”Negara” sudah mengandung konotasi pemerintahan atau negara. Oleh sebab
itu dalam bidang hukum ini sebenarnya tidak perlu ditambah atribut ”negara”, sehingga
cukup dengan sebutan Hukum Administrasi.
Istilah lain dalam penyebutan mata kuliah Hukum Administrasi Negara adalah
Hukum Tata Usaha Negara. Istilah ini digunakan dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun
2004 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara. Penggunaan istilah ini merupakan hal yang dipaksakan. Istilah Hukum Tata
Usaha Negara dalam undang-undang tersebut secara terpaksa disejajarkan dengan istilah
yang digunakan untuk peradilannya, yaitu Peradilan Tata Usaha Negara. Istilah Peradilan
Tata Usaha Negara digunakan dalam pasal 7 Undang-undang Nomor 19 Tahun 1964
tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Dalam penje-lasan pasal 7 tersebut
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Peradilan Tata Usaha Negara adalah yang disebut
peradilan administratif dalam TAP MPRS No. II/MPRS/1960. Dengan demikian Undang-
undang No. 19 Tahun 1964 telah merubah istilah peradilan administratif menjadi
Peradilan Tata Usaha Negara dan secara hirarki norma hukum pasal 7 Undang-undang
Nomor 19 Tahun 1964, khususnya tentang Peradilan Tata Usaha Negara, bertentangan
dengan TAP MPRS No. II/MPRS/ 1960. Oleh karenanya penggunaan istilah tersebut
menjadi inkonstitusional.

33
Prins (1983 : 7), dalam bukunya Pengantar Hukum Administrasi Negara (terjemahan
R. Kosim Adisapoetra) menempatkan kedudukan hukum administrasi negara dalam ilmu
hukum dengan mengutip pendapat Van Vollenhoven tentang administrasi negara sebagai
berikut: (1) untuk sebagian hukum administrasi negara merupakan pembatasan terhadap
kebebasan pemerintah. Jadi merupakan jaminan bagi mereka yang harus taat kepada
pemerintah; (2) akan tetapi untuk sebagian besar hukum administrasi negara mengan-dung
arti pula bahwa mereka yang harus taat kepada pemerintah menjadi dibebani berbagai
kewajiban yang tegas bagaimana dan sampai dimana batasnya, dan berhubungan dengan
itu berarti pula bahwa wewenang pemerintah menjadi luas dan tegas batasnya. Dalam arti
yang kedua, hukum administrasi negara menjadi amat penting artinya karena dengan
hukum negara maka Hukum Admi-nistrasi Negara terdiri atas apa yang tersisa dari hukum
publik setelah dikurangi hukum pidana, hukum perdata, hukum acara pidana, dan juga
hukum perdata. Jadi apa yang termasuk hukum perdata jelas ada di luar hukum
administrasi negara. Akan tetapi pembatasan ini menjadi tidak jelas kalau istilah hukum
administrasi negara dipakai tersendiri.
Untuk mengukur luas bidang hukum administrasi biasanya para ahli berpangkal pada
ajaran Trias Politica. Dalam salah satu bentuk teoritis dikenal dengan teori residu oleh C.
Van Vollenhoven yang menyatakan bahwa segala yang tidak termasuk fungsi perundang-
undangan (legislatif) dan fungsi peradilan (yudisiil) ialah fungsi pemerintahan. Teori
residu tersebut berkaitan erat dengan sejarah lahirnya hukum administrasi. Dilihat dari
sejarahnya dapat disimpulkan bahwa hukum administrasi baru timbul sejak terjadinya
pemisahan kekuasaan negara menjadi tiga jenis, sehingga bidang hukum administrasi
mengatur di luar kekuasaan legislatif dan yudisiil yang berarti tidak sekedar kekuasaan
eksekutif, tapi lebih luas dari itu.
Dalam literatur dinyatakan bahwa kekuasaan pemerintah (bestuur) yang menjadi obyek
hukum admi-nistrasi adalah kekuasaan negara di luar kekuasaan legislatif dan yudisiil.
Dalam konsep bestuur terkandung konsep sturen yang terdiri atas unsur- unsur: (1)
kegiatan kontiniu atau terus menerus, (2) penggunaan kekuasaan yang berlandaskan azas
negara hukum, azas demokrasi, dan azas instrumental, (3) bidang di luar eksekutif dan
yudisiil, dan (4) diarahkan pada suatu tujuan.
Hardjon (1994 : 32), membagi hukum administrasi menjadi hukum administrasi positif
sebagai lapangan hukum administrasi khusus dan lapangan hukum administrasi umum.
Yang dimaksud dengan lapangan hukum administrasi khusus adalah peraturan-peraturan
hukum yang berhubungan dengan bidang tertentu dari kebijaksanaan penguasa. Sedangkan
lapangan hukum administrasi umum adalah peraturan-peraturan hukum yang tidak terikat
pada suatu bidang tertentu dari kebijaksanaan penguasa.
Dengan berkembangnya kekuasaan pemerintahan, dapat dilihat bahwa dalam berbagai
urusan pemerintahan terjadi penumpukan pembentukan peraturan perundang-undangan.
Hal tersebut menjadikan pembentukan hukum administrasi positif harus dilakukan melalui
berbagai sektor, sehingga hukum administrasi positif sebagian besar masih bersifat
sektoral. Hukum Administrasi dalam bentuknya yang demikian senantiasa merupakan
hukum administrasi luar biasa atau hukum administrasi khusus. Dalam perkembangan
dewasa ini terdapat suatu kecenderungan untuk mengem-bangkan hukum administrasi

34
umum (general administrative law). Usaha ke arah itu dilakukan dengan menginventarisasi
unsur-unsur umum dari hukum administrasi positif yang sebagian terbesar masih bersifat
sektoral dan dijadikan sebagai bahan kodifikasi hukum administrasi umum.
Perkembangan hukum administrasi umum pada mulanya hanya merupakan suatu
perkembangan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri yang kemudian berlanjut dengan
diperkenalkannya peradilan administrasi negara. Perkembangan berikutnya timbul
manakala pembuat undang-undang memutuskan dengan tujuan menyelaraskan tindakan
pemerintah untuk mengadakan pembuatan undang-undang hukum administrasi umum.
Ketentuan tentang kodifikasi hukum administrasi umum di Indonesia saat ini sifatnya
adalah mutlak jika dikaitkan dengan perkembangan pemerintahan dan pembangunan,
khususnya jika dikaitkan dengan kebutuhan untuk mengefektifkan peradilan tata usaha
negara. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa perlunya pengkajian tentang
kodifikasi hukum administrasi umum dengan maksud untuk membangkitkan minat dalam
menggali unsur-unsur umum hukum administrasi dari hukum administrasi positif yang
sebagian terbesar masih bersifat sektoral.
Sebagai suatu ilmu, hukum administrasi negara tentu harus jelas batas- batasnya atau
yang menjadi tanda pembeda yang jelas dengan ilmu hukum yang lain. Untuk itulah sangat
dibutuhkan kejelasan atas ruang lingkup yang menjadi lapangan ilmiah dari ilmu hukum
administrasi negara. Batas-batas ruang lingkup sekaligus menjadi satu penanda objek-
objek yang menjadi bisnis utama yang seharusnya dibahas dalam ilmu hukum administrasi
negara.
Acap kali, dalam penentuan batas ruang lingkup imu tersebut, digunakan metode
dengan melakukan pendekatan atas ilmu yang memiliki kemiripan objek yang sama
dengan ilmu yang akan dibahas batas-batas ruang lingkupnya. Hal ini sangat diperlukan.
Mengapa? Karena terhadap hal yang sangat relatif dapat dengan jelas ditentukan batas-
batasnya, sedangkan terhadap ilmu yang sangat berbeda batasannya tentu akan semakin
mudah pembedaannya.
Khusus dalam ilmu hukum administrasi negara, ilmu hukum yang memiliki
kedekatan dengan HAN adalah hukum tata negara. Hal ini mengingat keduanya memiliki
satu lapangan yang mirip satu sama lain, yakni negara, kewenangan, para pejabat, serta
rakyat. Untuk itu, perlu diperjelas batas kedua keilmuan tersebut agar mudah pembedaan
dan pembatasan dengan ilmu hukum yang mempunyai lapangan yang berbeda.
Pada awalnya, banyak pakar menganggap bahwa hukum administrasi negara dan
hukum tata negara merupakan kesatuan dan tidak dapat dipisahkan. Hukum administrasi
negara hanya merupakan bagian khusus dari hukum tata negara. Pendek kata, hukum
administrasi negara hanya mempunyai lapangan yang sama dengan hukum tata negara.
Akan tetapi, yang membedakan hukum administrasi negara dilihat sebagai hukum yang
khusus, sedangkan hukum tata negara merupakan hukum umumnya.
Beberapa sarjana terkemuka yang memandang bahwa antara hukum administrasi
negara dan hukum tata negara merupakan satu kesatuan karena tidak terdapat perbedaan
yang prinsipiil. Hal tersebut seperti yang diungkapkan Vegting, Kranenburg, dan Prins.
Kesimpulan ini didasarkan pada pernyataan Kranenburg yang melihat bahwa hukum tata
negara merupakan hukum yang berbicara mengenai struktur dari suatu pemerintahan,

35
sedangkan hukum administrasi negara merupakan hukum yang membahas peraturan-
peraturan yang bersifat khusus. Pendapat Kranenburg ini didukung oleh Prins yang
mengemukakan bahwa hukum administrasi negara membahas hal-hal yang bersifat teknis,
sedangkan hukum tata negara lebih merupakan hukum yang membahas hal-hal yang lebih
fundamental dari negara.
Pada sisi yang lain, terdapat pula sekumpulan pakar yang melihat bahwa antara hukum
admininistrasi negara dan hukum tata negara bukanlah sesuatu yang sama, tetapi memiliki
beberapa perbedaan yang sangat prinsipiil. Para pakar yang mempunyai pandangan bahwa
HAN dan HTN mempunyai perbedaan yang prinsipiil tersebut:
1. Romeiyn,
2. Van Vallen Hoven,
3. Logemann,
4. Donner,
5. Oppenheim.
Dari kelima pakar di atas yang secara tegas membedakan hukum administrasi
negara dan hukum tata negara adalah Van Vollenhoven. Dia mengetengahkan teori
“residu”. Teori ini menjelaskan bahwa lapangan hukum administrasi negara adalah “sisa
atau residu” dari lapangan hukum setelah dikurangi oleh hukum tata negara, hukum pidana
materiil, dan hukum perdata materiil. Adanya teori residu ini memperjelas perbedaan
antara hukum administrasi negara dan ilmu hukum lainnya, terutama HTN. Lapangan
hukum administrasi negara mempunyai wilayah yang tidak dibahas dalam lapangan hukum
perdata, hukum pidana, ataupun hukum tata negara.

Oppenheim memberikan satu penegasan yang memperkuat pendapat Vollenhoven


tentang adanya garis tegas antara hukum administrasi negara dan hukum tata negara. Ia
menyatakan bahwa hukum administrasi negara membahas negara dalam keadaan bergerak
(state in progres) atau staats in beveging, yakni mempelajari segala kewenangan atau
aparatur dalam menjalankan proses-proses pemerintahan. Sementara itu, hukum tata
negara melihat atau membahas negara dalam keadaan diam (state in still) atau staats in
rust dalam pengertian membahas negara atau kewenangan lembaga-lembaganya, tetapi
sebatas memerinci tugas dan kewenangan itu sendiri, tanpa membahas bagaimana
kewenangan itu dijalankan dalam pemerintahan sehari-hari.
Pendapat lain dan serupa dengan pandangan Van Vollenhoven dan Oppenheim
dikemukakan oleh Romeyn yang melihat HAN sebagai pengatur pelaksanaan teknisnya.

36
Demikian juga Donner menganggap bahwa hukum tata negara sebagai hukum yang
menetapkan tugas dan kewenangan lembaga negara. Akan tetapi, hukum administrasi
negaralah yang melaksanakan tugas dan kewajiban yang sudah ditetapkan oleh hukum tata
negara.
Logeman juga menambahkan pendapatnya untuk memperkuat asumsi dasar bahwa
hukum tata negara dan hukum administrasi negara adalah sesuatu yang berbeda dan
terpisah. Menurut pendapatnya, hukum tata negara menetapkan kompetensi atau
kewenangannya, sedangkan tugas hukum administrasi negaralah membahas hubungan
istimewa tersebut.
Pendapat yang membedakan secara prinsipiil antara hukum administrasi negara dan
hukum tata negara sangat jelas didasarkan adanya wilayah ataupun cakupan bahasan yang
jelas-jelas berbeda. Pandangan ini tentu lebih bisa diterima dibandingkan dengan pendapat
awal yang mengemukakan bahwa kedua hukum tersebut bersatu. Hal tersebut telah
terbukti di hampir seluruh perguruan tinggi hukum, yaitu selalu membedakan keberadaan
hukum administrasi negara dan hukum tata negara, baik dalam praktik pemerintahan
maupun pengembangan ilmu pengetahuan.
Secara ringkas, hal tersebut dapat digambarkan oleh Tri Widodo Utomo dalam skema
pengelompokan yang melihat tidak adanya perbedaan prinsipiil antara hukum tata usaha
negara dan hukum administrasi negara dengan kelompok yang membedakan secara
prinsipiil.

Tabel 3. Polemik HTN – HAN


Ada Perbedaan Prinsip Tidak Ada Perbedaan
Oppenheim Kranenburg
HTN mempersoalkan negara dalam keadaan Hubungan HTN dan HAN seperti BW dan
diam/berhenti sedangkan HAN merupakan WvK, yakni hubungan umum dan khusus.
aturan mengenai negara dalam keadaan
bergerak.
Van Vollenhoven Prins, Vegting
HAN adalah sisa dari semua peraturan Di luar hubungan kompetisi, masih ada hal
hukum nasional sesudah dikurangi HTN lain yang masuk lapangan studi HTN,
materiil, hukum perdata materiil, dan misalnya kewarganegaraan, masalah
hukum pidana materiil (teori residu). wilayah negara, dan sebagainya.
Logeman
HTN adalah pelajaran tentang hubungan
kompetensi, sedangkan HAN adalah
pelajaran tentang hubungan istimewa.

Ruang lingkup hukum administrasi negara sesungguhnya sangat luas cakupannya.


Hal itu sebagaimana diungkap oleh Prajudi Atmosudirdjo yang mengatakan bahwa ruang
lingkup hukum administrasi negara meliputi:

37
1. hukum tentang dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum administrasi negara;
2. hukum tentang organisasi administrasi negara;
3. hukum tentang aktivitas-aktivitas administrasi negara yang bersifat yuridis;
4. hukum tentang sarana-sarana administrasi negara, terutama kepegawaian
negara dan keuangan negara;
5. hukum administrasi pemerintahan daerah dan wilayah yang dibagi menjadi:
a. hukum administrasi kepegawaian,
b. hukum administrasi keuangan,
c. hukumadministrasi materiil,
d. hukum administrasi perusahaan negara,
e. hukum tentang peradilan administrasi negara (Ragawino, 2006 : 14).
Sementara itu, menurut Van Vollenhoven yang mendasarkan teori “residu”,
lapangan atau cakupan hukum administrasi negara meliputi:
1. hukum pemerintah/bestuur recht,
2. hukum peradilan yang meliputi:
a. hukum acara pidana,
b. hukum acara perdata,
c. hukum peradilan administrasi negara,
3. hukum kepolisian,
4. hukum proses perundang-undangan/regelaarsrecht
Pendapat Kusumadji ini lebih menekankan cakupan hukum administrasi negara
sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945. Namun, model pendekatan ini menimbulkan
ketidakjelasan, bukan saja karena tidak jelas tolok ukurnya, tetapi juga rancu dengan
lapangan atau cakupan hukum tata negara. Hal ini mengingat dimasukkannya hubungan
luar negeri serta pertahanan negara yang secara jelas merupakan pokok bahasan dalam
lapangan hukum tata negara.
Perkembangan dewasa ini mengenai luas cakupan hukum administrasi negara pada
prinsipnya menggabungkan teori residu dari Van Vollenhoven dan dikawinkan dengan
pendapat Prajudi. Hal tersebut berarti luas cakupan hukum administrasi negara lebih
menitikberatkan bidang ilmu selain yang menjadi bahasan hukum perdata, hukum pidana,
dan hukum tata negara. Lalu, ditambahkan pula segala hal yang berkaitan dengan masalah
prosedur, tata laksana, dan kegiatan administrasi lainnya, tetapi dengan catatan proses
administrasi tersebut, substansi utama tidak berada dalam lapangan hukum lainnya.
Sebagai contoh, dalam perkembangan dewasa ini, hukum acara perdata ataupun hukum
acara pidana tidak lagi dimasukkan dalam ruang lingkup hukum administrasi negara
karena kedua substansi dasarnya ada di lingkup hukum yang lain meskipun pokok bahasan
sesungguhnya merupakan lingkup administrasi negara.
Pernyataan di atas yang membatasi ruang lingkup hukum administrasi negara dengan
penekanan teori residu dan pendapat Prajudi, dalam praktik, terbukti dengan melihat
kurikulum di beberapa fakultas hukum yang menetapkan objek-objek hukum administrasi
negara:
1. hukum administrasi negara (umum),
2. hukum administrasi negara (khusus) yang meliputi bidang-bidang tertentu, di

38
antaranya hukum ketenagakerjaan, hukum keuangan negara, hukum pajak,
hukum pertambahan, hukum agraria, hukum tata ruang, hukum kepegawaian,
hukum pertambangan, dan hukum acara peradilan tata usaha negara.

F. HUBUNGAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DENGAN ILMU


PEMERINTAHAN DAN PUBLIC ADMINISTRATION
Hukum administrasi tidak memasuki tingkatan politik pemerintahan, tetapi akan
memasuki tingkatan hubungan hukum yang terlebih dahulu sudah ditentukan oleh
tingkatan politik pemerintahan itu. Hukum administrasi mempelajari bentuk yuridis dari
penyelenggaraan politik pemerintahan dan merupakan bentuk yuridis dari penyelenggaraan
keikutsertaan peme-rintah dalam bidang sosial ekonomi. Bagian lain dari lapangan bestuur
diserahkan kepada suatu ilmu yang disebut sebagai Ilmu Pemerintahan. Untuk
merumuskan segi ilmu pemerintahan, para sarnaja membuat suatu perbandingan antara
tugas ilmu pemerintahan dan tugas ilmu perusahaan. Ilmu perusahaan mengajarkan cara
yang terbaik untuk memimpin suatu perusahaan. Sedangkan ilmu pemerintahan
mengajarkan cara yang terbaik untuk menyusun dan memimpin urusan publik dalam arti
yang seluas-luasnya. Ada dua hal khusus yang menarik perhatian ilmu pemerintahan,
yaitu: (1) Organisasi terbaik, yaitu suatu organisasi yang dapat menjalankan birokrasi
dengan baik dalam rangka hubungan antar alat pemerintahan dan antar urusan publik
dengan masyarakat, (2) Anasir perseorangan, yaitu orang-orang dalam urusan publik yang
mempunyai pendidikan yang baik dan taraf penghidupan yang layak dapat menjalankan
urusan publik yang bermanfaat bagi masyarakat.
Mengenai pembatasan hukum administrasi dan ilmu pemerintahan, Utrecht setuju
dengan pendapat Wiarda yang menegaskan bahwa hukum administrasi negara juga
mempelajari azas-azas hukum yang mengatur turut sertanya pemerintah dalam bidang
sosial ekonomi. Sebenarnya persoalan yang menjadi lapangan hukum administrasi dan
lapangan ilmu pemerintahan menjadi titik sentralnya. Hukum administrasi dengan titik
berat pada hubungan hukum yang memungkinkan administrasi negara menjalankan
tugasnya. Sedangkan untuk ilmu pemerintahan titik beratnya adalah kebijaksanaan politik.
Namun demikian kedua ilmu pengetahuan tersebut tetap mempunyai hubungan yang
sangat erat. Untuk dapat mengerti sebaik-baiknya hubungan hukum yang menjadi titik
berat hukum administrasi maka seseorang juga harus mengetahui latar belakang politiknya.
Sebaliknya, agar dapat merencanakan tindakan pemerintah, seseorang perlu mengetahui
sifat hubungan hukum yang bersangkutan.
Bagaimana kaitannya dengan Pubic Administration? Menurut Dwight Waldo Pubic
Administration mengandung dua arti: (1) Pubic Administration sebagai organisasi dan
sistem yang menyelenggarakan kepentingan umum, dan (2) Pubic Administration sebagai
art and science. Dibandingkan dengan ilmu pemerintahan, maka Pubic Administration
lebih melihat usaha pemerintah sebagai suatu perusahaan. Oleh karenanya cara-cara yang
dipakai oleh Pubic Administration sama dengan sifat yang dipakai dalam ilmu ekonomi
perusahaan (Business Administration). Disamping itu, dibandingkan ilmu pemerintahan
maka lapangan Pubic Administration lebih luas, karena Pubic Administration juga
mempelajari masalah di luar lapangan pemerintahan asal saja masalah tersebut ada

39
hubungannya dengan pemerintahan.
Perkembangan hukum administrasi umum pada mulanya hanya merupakan suatu
perkembangan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri yang kemudian berlanjut dengan
diperkenalkannya peradilan administrasi negara. Perkembangan berikutnya timbul
manakala pembuat undang-undang memutuskan dengan tujuan menyelaraskan tindakan
pemerintah untuk mengadakan pembuatan undang-undang hukum administrasi umum.
Ketentuan tentang kodifikasi hukum administrasi umum di Indonesia saat ini sifatnya
adalah mutlak jika dikaitkan dengan perkembangan pemerintahan dan pembangunan,
khususnya jika dikaitkan dengan kebutuhan untuk mengefektifkan peradilan tata usaha
negara. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan perlunya pengkajian tentang kodifikasi
hukum administrasi umum dengan maksud untuk membangkitkan minat dalam menggali
unsur-unsur umum hukum administrasi dari hukum administrasi positif yang sebagian
terbesar masih bersifat sektoral.
Hukum Administrasi Negara telah berkembang saat pihak pemerintah mulai menata
kehidupan masyarakat dengan menggunakan sarana hukum. Dengan demikian hukum
administrasi dalam bentuk awalnya sudah sangat kuno karena pemerintah sejak dulu telah
bertanggungjawab atas penataan kehidupan masyarakat. Dengan berkembangnya tugas-
tugas pemerintah, maka dengan sendirinya telah terjadi penumpukan atas pengeluaran
peraturan dan keputusan-keputusan pemerintah dalam bentuk hukum administrasi khusus
sebagai hukum yang berdiri sendiri seperti hukum pajak, hukum lingkungan, hukum
perburuhan, dan sebagainya. Setiap bidang hukum administrasi mengenal undang-
undangnya sendiri, pemberian aturan, dan yurisprudensi yang selanjutnya diberlakukan.
Sebagai lawan istilah hukum administrasi khusus (hukum administrasi luar biasa),
dikenal pula istilah hukum administrasi umum. Dengan peran pemerintahan yang begitu
luas maka hukum administrasi khusus meningkat kedudukannya, sehingga timbul
kebutuhan untuk mempelajari unsur-unsur umum hukum administrasi khusus dalam
kaitannya satu sama lain. Oleh karena itu di segala bidang yang menjadi urusan pemerintah
ditemukan unsur-unsur umum yang ada kaitannya dengan segi-segi hukum publik dari
tindakan pihak pemerintah.
Hukum administrasi umum boleh dikatakan baru tumbuh di banyak negara. Secara
garis besar dapat dikatakan bahwa baru sejak perang dunia kedua mulai berkembang
hukum administrasi umum sebagai bagian dari ilmu hukum. Pertumbuhan hukum
administrasi umum di banyak negara bergerak dalam tiga taraf secara berturut-turut, yaitu:
1) Perkembangan awal hukum administrasi umum hanya merupakan suatu
perkembangan dalam ilmu pengetahuan sendiri. Buku-buku diterbitkan untuk
menjelaskan bentuk hukum bersama dan bentuk tersebut menjadikan suatu
teori. Tetapi perkembangan ilmiah tersebut tidak mencukupi untuk membuat
hukum administrasi umum menjadi berkembang dengan baik;
2) Perkembangan kedua adalah dengan diperkenalkannya peradilan administrasi
negara. Pada saat pembuat undang-undang memutuskan untuk memberi
kesempatan mengajukan banding pada seorang hakim administrasi terhadap
putusan atas dasar sejumlah besar undang-undang. Melalui yurisprudensi
timbul suatu interpretasi bersama atas unsur serupa dalam berbagai undang-

40
undang. Kemungkinan hakim terikat pada prinsip pemerintahan yang tidak
tertulis akhirnya menimbulkan suatu pola norma bersama yang berlaku pada
semua jenis undang-undang dari instansi pemerintahan. Tanpa peradilan
administrasi yang mencakup semuanya maka per-kembangan hukum
administrasi akan sangat terbatas.
3) Perkembangan ketiga timbul saat pembuat undang-undang memutus-kan untuk
menyelaraskan tindakan pemerintah dengan mengadakan pembuatan undang-
undang umum, yaitu aturan-aturan umum yang berlaku bagi pelaksanaan
wewenang tertentu. Perkembangan undang-undang umum memungkinkan
pertumbuhan hukum administrasi umum secara mantap.
Perkembangan Hukum Administrasi di Indonesia menjadi sangat luas semenjak
pemerintah Belanda memberlakukan etische politiek, yakni suatu politik balas budi dimana
pemerintah Hindia Belanda memberikan sedikit perhatian pada kesejahteraan rakyat
Indonesia. Akan tetapi baru pada zaman krisis ekonomi pemerintah Hindia Belanda turut
serta secara aktif dalam usaha peningkatan kesejahteraan rakyat di Indonesia. Turut
sertanya pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan rakyat tersebut dilakukan karena
terpaksa, sebab sebenarnya pemerintah Kolonial Belanda bukan merupakan negara
kesejahteraan (welfare state).
Kemudian Indonesia lahir sebagai suatu negara yang bertujuan untuk mengutamakan
kepentingan seluruh rakyatnya. Hal tersebut secara formil telah diatur dalam ketiga
undang-undang dasar di Indonesia (UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUDS 1950).
Ketentuan penting dalam UUDS adalah pasal-pasal 36-43 yang mengatur tentang asas-asas
negara, pasal 26 ayat 3 yang mengatur tentang hak milik berfungsi sosial, pasal 82 tentang
tugas negara yaitu menyelenggarakan kesejahteraan Indonesia dan ini mencakup
kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Demikian juga halnya dengan ketentuan yang diatur dalam UUD 1945 sebagai
landasan membuat undang-undang organik dalam rangka penyelenggaraan kesejahteraan
rakyat Indonesia di antaranya adalah:
1) Pasal 27 ayat (2), yaitu tentang asas dasar jaminan (keadilan) sosial. Lihat juga
pasal 34. Selain itu secara lebih luas asas jaminan sosial ditetapkan dalam
UUDS 1950 pasal 26, 36, 37, 38 dan 39;
2) Pasal 29, yaitu tentang asas dasar agama. Dalam ayat (2) diatur tentang jaminan
negara atas kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk agamanya. Dalam
UUDS 1950 yang mirip ketentuan pasal 29 UUD 1945, yaitu pasal 43 dengan
tambahan ayat (3) yang menjelaskan bahwa penguasa memberikan
perlindungan yang sama kepada perkumpulan dan persekutuan agama yang
diakui;
3) Pasal 30, yaitu tentang asas pertahanan negara yang menjelaskan bahwa tiap
warga negara berhak dan wajib turut serta dalam usaha pembelaan negara atau
tanah air Indonesia;
4) Pasal 31, yaitu tentang asas dasar pendidikan dan pengajaran. Dalam UUDS
1950 asas dasar pendidikan dan pengajaran ini diatur dalam pasal 41;

41
5) Pasal 32, yaitu tentang asas dasar kebudayaan nasional Indonesia. Dalam
UUDS 1950 asas ini diatur dalam ketentuan pasal 40;
6) Pasal 33, yaitu tentang asas dasar perekonomian Indonesia, yang menjelaskan
bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasar asas
kekeluargaan.
Dengan keikutsertaan Negara dalam kehidupan masyarakat melalui jaminan
kesejahteraan rakyat, baik semasa pemerintahan Hindia Belanda sampai proklamasi dan
berlanjut pada masa pelaksanaan ketiga undang-undang dasar tersebut di atas, maka
berkembanglah hukum administrasi Negara Indonesia yang bertugas mengatur hubungan
hokum antara Negara dan rakyatnya.
Deskripsi yang telah dikemukakan di atas menunjukkan bahwa terdapat dua
pandangan berbeda tentang hokum administrasi dan hokum tata Negara. Di satu pihak ada
yang memandang bahwa terdapat perbedaan prinsip antara hukum administrasi dengan
hukum tata negara. Sementara di pihak lain ada pula yang memandang bahwa tidak
terdapat perbedaan prinsip antara keduanya.
Oppenheim mengemukakan perbedaan terhadap tinjauan negara, bahwa hukum tata
negara menyoroti negara dalam keadaan diam (staat in trust). Sedangkan hukum
administrasi negara menyoroti negara dalam keadaan bergerak (staat in beweging).
Sementara itu C. Van Vollenhoven menjabarkan bahwa hukum tata negara merupakan
keseluruhan aturan yang membentuk dan menentukan kewenangan alat-alat perlengkapan
negara. Sementara hukum administrasi adalah keseluruhan aturan yang mengikat alat-alat
perlengkapan negara setelah alat-alat perlengkapan negara akan menggunakan
kewenangan-kewenangan kenegaraa (Koentjoro, 1985 : 16).
Menurut Logemann pendapat tersebut tidak cukup cermat memisahkan hukum
administrasi negara dari hukum tata negara. Dikatakan tidak cukup pembeda karena
masalah penetapan wewenang termasuk ke dalam bidang hukum tata negara, sedangkan
penggunaan wewenang termasuk ke dalam bidang hukum administrasi negara. Sebenarnya
sarjana lain, seperti Kranenburg, dan juga Logemann sendiri tidak memisahkan antara
hukum administrasi negara dan hukum tata negara secara tegas. Keduanya memandang
hukum administrasi negara sebagai segi khusus dari hukum tata negara. Deskripsi hukum
administrasi negara menurut Logemann meliputi peraturan-peraturan khusus, yang
disamping hukum perdata positif yang berlaku umum, juga mengatur cara-cara organisasi
negara ikut serta dalam lalu lintas masyarakat.
Pandangan lama yang secara umum diterima oleh ahli hukum adalah Hukum Tata
Negara dalam arti luas yang meliputi Hukum Tata Negara dalam arti sempit (Hukum
Konstitusi) dan Hukum Administrasi. Oleh karenanya kajian terhadap Hukum Tata Negara
tanpa memasuki lapangan Hukum Administrasi adalah suatu kajian hukum yang tidak
lengkap. Demikian juga sebaliknya, kajian terhadap Hukum Administrasi tanpa memasuki
Hukum Tata Negara merupakan kajian yang tidak cukup bermanfaat, khususnya bagi
pelaksanaan kekuasaan pemerintahan.
Asumsi tersebut dengan mudah dapat kita pahami kalau kita menganalisis ketentuan-
ketentuan dalam UUD 1945 yang menyangkut kekuasaan pemerintahan. Pasal 4 ayat (1)
UUD 1945 menentukan:”Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-

42
Undang Dasar”. Demikian pula halnya kalau kita menganalisis penjelasan umum UUD
1945 yang menyangkut sistem pemerintahan negara. Atas dasar ketentuan UUD 1945
tersebut, khususnya yang menyangkut kekuasaan pemerintahan, maka akan sangat tidak
bermanfaat dan tidak memadai kalau kajian hukum kita hanya terbatas pada hukum
konstitusi (hukum tata negara dalam arti sempit) tanpa menyentuh lapangan hukum
administrasi yang obyeknya adalah pemerintahan. Hukum tata negara dalam arti sempit
meletakkan landasan negara hukum bagi pelaksanaan kekuasaan pemerintahan. Sedangkan
hukum administrasi melalui tiga fungsi utamanya (normatif, instrumental, dan jaminan)
melaksanakan asas negara hukum dalam pelaksanaan kekuasaan pemerintahan.

LATIHAN

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah


latihan berikut!
1) Mengapa teori Van Vollenhoven mengenai ruang lingkup HAN disebut
sebagai teori residu? Jelaskan!
2) Jelaskan pengertian administrasi negara menurut Leonard D. White!
3) Bagaimana kaitannya Hukum Administrasi Negara dengan Pubic
Administration?
4) Apa yang dimaksud dengan lapangan hukum administrasi khusus?
5) Apa yang dimaksud dengan lapangan administrasi umum?

43
TES FORMATIF 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Di Jerman, istilah hukum administrasi yang digunakan adalah ….
A. verguning recht
B. verzaltug recht
C. verwaltung recht
D. semua jawaban salah
2) L.J. Van Apeldoorn menafsirkan pengertian hukum administrasi negara sebagai
….
A. segala keseluruhan aturan yang harus diperhatikan oleh setiap pendukung
kekuasaan penguasa yang diserahi tugas pemerintahan tersebut
B. aturan yang diberlakukan kepada rakyat dalam melaksanakan kewajiban
negaranya
C. semua hal yang mengatur prosedur pemerintahan dan merupakan delegasi
kewenangan dari rakyat kepada pemerintah
D. semua jawaban salah
3) Yang melihat dan memaknai hukum administrasi negara sebagai seperangkat
norma-norma yang menguji hubungan hukum istimewa dan yang diadakan
untuk memungkinkan para pejabat administrasi negara melakukan tugas
mereka yang khusus merupakan pendapat dari ….
A. Hart
B. L.J. Van Apeldoorn
C. Logemann dan Utrecht
D. J.H.P. Beltefroid dan Hart
4) Hukum administrasi negara merupakan suatu gabungan jabatan yang dibentuk
dan disusun secara bertingkat dan yang diserahi tugas melakukan sebagian dari
pekerjaan pemerintahan dalam arti luas yang tidak diserahkan pada badan-
badan pembuat undang-undang dan badan- badan kehakiman merupakan
pendapat ….
A. Bachsan Mustafa
B. Ivor Jenning
C. Kuntjoro Purbopranoto
D. Van vollenhoven
5) Teori residu diperkenalkan oleh ….
A. Van Vollenhoven
B. Ivor Jenning
C. Oppenheim
D. Kuntjoro Purbopranoto
6) Sjachran Basah mengungkap bahwa makna mengenai pengertian hukum lebih
memilih pendekatan fungsi. Menurutnya, terdapat lima fungsi hukum dalam
kaitannya dengan kehidupan masyarakat, diantaranya yaitu…?
A. Integratif

44
B. Inisiatif
C. Intitas
D. Intruisik
7) Prajudi Atmosudirdjo yang mengatakan bahwa ruang lingkup hukum
administrasi negara meliputi, kecuali.....
A. hukum tentang dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum administrasi negara;
B. hukum tentang organisasi administrasi negara;
C. hukum tentang aktivitas-aktivitas administrasi negara yang bersifat yuridis;
D. hukum tentang sarana-sarana pemerintah daerah melaksanakan tugas
pembantuan
8) Ada dua hal khusus yang menarik perhatian ilmu pemerintahan, yaitu…….
A. Organisasi terbaik, yaitu suatu organisasi yang dapat menjalankan birokrasi
dengan baik dalam rangka hubungan antar alat pemerintahan dan antar
urusan publik dengan masyarakat
B. Anasir kelompok, yaitu urusan publik berkenaan dengan kelompok
masyarakat
C. Organisasi publik yang mengusung kepentingan bersama
D. Anasir individu dalam kelompok sosial di tengah masyarakat
9) Mengacu kepada berbagai definisi dan deskripsi tersebut, P. De Haan cs,
mengemukakan tiga fungsi hukum administrasi negara, yaitu kecuali…..
1) fungsi normatif
2) fungus Revenue
3) fungsi instrumental,
4) fungsi jaminan.
10) Deskripsi hukum administrasi negara tersebut menggambarkan hukum
administrasi negara yang meliputi, kecuali…..
A. mengatur sarana bagi penguasa untuk mengatur dan mengendalikan
masyarakat
B. mengatur cara-cara partisipasi warga negara dalam proses pengaturan dan
pengendalian
C. kepastian hukum
D. menetapkan norma-norma fundamental bagi penguasa untuk pemerintahan
yang baik.

45
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Rofiq, 2001, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, Gema Media Offset,
Yogyakarta.
Amrah Muslimin, 2000, Beberapa Azas dan Pengertian Pokok Tentang Administrasi
Negara dan Hukum Administrasi, Penerbit Alumni, Bandung.
Arno Karno Latief, 1981, Studi Administrasi Negara, Sinar Baru, Bandung.
Atmosudirdjo, Pradjudi, 1988, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Bachsan Mustafa, 1990, Pokok-pokok hukum administrasi negara Indonesia, Citra Aditya
Bakti, Bandung.
................2001, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, PT. Citra Aditya, Bandung.

46
Bahder Johan Nasution, Pemahaman Konseptual tentang Hukum Administrasi Negara
dalam Konteks Ilmu Hukum, Jurnal Demokrasi Vol. VI No. 1 Th. 2007.
Bewa Ragawino, 2006, Hukum Administrasi Negara, (FISIP Universitas
Padjajaran,Bandung.
David Osborne and Peter Plastrik, 1992. “Banishing Bureaucracy : The Five Strategic for
Reinventing Government”. David Osborne and Ted Gaebler. “Reinventing
Government” : How the Entrepreneural Spirit is Transforming the Public Sector”.
Denhardt, R.B. & J.V. Denhardt, 2000. “The New Public Service”, Public Administration
Review, Vol 60, No. 6.
Hetifah Sj. Sumanto, 2004, Inovasi Partispasi dan Good Governance: 20 Prakarsa
Inovatif dan Partisipatif di Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Inu Kencana Syafiie, 2003, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (SANRI),
Bumi Aksara, Jakarta.
J.B. Daliyo, 2001, Pengantar Hukum Indonesia, PT Prenhallindo, Jakarta.
Javier Barnes, Towards A Third Generation of Administrative Procedures, Conference on
Comparative Administrative Law April 29-30, 2016.
Jeddawi, Murtir, 2012, Hukum Administrasi Negara, Total Media, Yogyakarta. 
Jimly Asshidiqie dan Ali Safa’at, 2006, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, Sekjen dan
Kepaniteraan MK-RI, Jakarta.
Kasman Siburian dan Victorianus R.Puang, 2017, Hukum Administrasi Negara, Capitya
Publishing, Yogyakarta.
Kusumadi Pudjosewojo, 2004, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia, cet. Ke-10,
Sinar Grafika, Jakarta.
M. Guntur Hamzah, 2016, Paradigma Baru Penyelenggaraan Pemerintahan Berdasarkan
Undang-Undang Administrasi Pemerintahan (Kaitannya dengan Perkembangan
Hukum Acara Peratun), Disampaikan pada Seminar Sehari dalam rangka HUT
Peradilan Tata Usaha Negara ke-26 dengan tema: Paradigma Baru
Penyelenggaraan Pemerintahan Berdasarkan Undang-Undang Administrasi
Pemerintahan, kaitannya dengan Perkembangan Hukum Acara Peratun, yang
diselenggarakan di Hotel Mercure, Jakarta, 26 Januari 2016.
Muhamad Rakhmat, 2014, Hukum Administrasi Negara Indonesia, LoGoz Publishing,
Bandung.
Philipus Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Indonesia, Bina Ilmu,
Surabaya.
.........................., 1993, “Beberapa Catatan tentang Hukum Administrasi”, Yuridika No. 1
dan 2 Tahun VIII, Januari-Februari-April 1993. Surabaya: Fakultas Hukum Univ.
Airlangga.
...............................dkk, 1994, Pengantar Hukum Adminsitrasi Indonesia, Gadjahmada
Press, Yogyakarta.
Prajudi Atmosudirjo, 1983, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Prins WF., 1983, Pengantar Hukum Administrasi Negara (terjemahan R. Kosim
Adisapoetra), Pradnya Paramita, Jakarta.
Purbopranoto, Kuntjoro, 1985, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan

47
Peradilan Administrasi Negara, Alumni, Bandung.
Rozalli Abdullah, 1986, Hukum Kepegawaian, CV Rajawali, Jakarta.
Ridwan H.R,2003, Hukum Administrasi negara, UII Pres Yogyakarta.
Sahya Anggara, 2016, Ilmu Administrasi Negara, CV Pustaka Setia, Bandung.
Salamoen Soeharyo, Nasri Effendi, 2009, Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia,
Jakarta.
Satjipto Rahardjo, 2005, Ilmu Hukum, Citra Adtya Bakti, Bandung.
Sondang P. Siagian, 2008, Filsafat Administrasi (Edisi Revisi), Bumi Aksara, Jakarta.
Sudikno Mertokusumo, 1999, Mengenal Suatu Hukum Pengantar, Liberty, Yogyakarta.
Sumantoro, 1986, Hukum Ekonomi, UI Press, Jakarta.
Tead, Ordway, 1950, The Art of Administration, McGraw-Hill.
Tatang Amirin, 1996, Pokok-Pokok Teori Sistem, Radjawali Press, Jakarta.
Ulbert Silalahi, 2011, Studi Tentang Ilmu Administrasi Konsep, Teori, dan Dimensi, Sinar
Baru Algensindo, Bandung.
Utrecht, 1962, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Ichtiar, Jakarta.
Viliztor Situmorang, 2001, Dasar-Dasar Hukum Administrasi  Negara, Penerbit Bina
Aksara, Jakarta.
Warsito Utomo, 2006, Administrasi Publik Baru Indonesia Perubahan Paradigma dari
Administrasi Negara ke Administrasi Publik , Pustaka Pelajar, Yogyakrta.
Woodrow Wilson, 1887, The Study of Administration, Affairs Press, American politician,
Academic, And University Administrator.
Yeremias Keban, 2004, Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik: Konsep, Teori,
dan Isu Gaya Media, Yogyakarta.
Yos Johan Utama, 2014, Hukum Administrasi Negara, Universitas Terbuka, Tangerang
Selatan.

48

Anda mungkin juga menyukai