Anda di halaman 1dari 7

Nama : Tjokorda Istri Novyani Surya Dewi

NIM : 041868511

TUGAS 1

1. Dalam praktik ketatengaraan terdapat konstitusi yang tidak dapat dilaksanakan sebagai
mana mestinya dengan alasan tertentu.

Sebutkan jenis klasifikasi nilai konstitusi tersebut beserta contohnya.

2. Contoh kasus

Indonesia: Mengapa Negara Kesatuan dan Republik?

yohanesputrasuhito

“Mengapa Indonesia harus berbentuk negara kesatuan bukan federasi?”, “Mengapa


harus republik bukan monarki atau oligarki?”, adalah sebagian besar pertanyaan yang
muncul di benak penulis mengenai apa sebenarnya yang mendasari pemilihan bentuk
Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh Bangsa Indonesia itu sendiri. Setelah
mempelajari mengenai asal-usul nama Indonesia, sejarah perjuangan kemerdekaan,
serta sejarah kelahiran Indonesia sebagai sebuah bangsa dan negara, pada minggu ini
penulis akan mencoba menjelaskan mengapa Indonesia memilih bentuk negara kesatuan
dengan republik sebagai bentuk pemerintahannya. Tentu ada berbagai macam alasan
yang melatarbelakangi munculnya pemilihan bentuk negara kesatuan dan bentuk
pemerintahan republik bagi Negara Indonesia yang disesuaikan dengan tujuan dan
kondisi Bangsa Indonesia pada masa itu.

Kita akan memulai dari pertanyaan pertama, “Mengapa harus berbentuk negara
kesatuan?”. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa Indonesia adalah sebuah
negara kepulauan yang memiliki fenomena tingkat heterogenitas kependudukan yang
sangat tinggi. Keragaman etnis dan budaya menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang
paling artifisial di muka bumi ini (Anderson, 1991). Hal inilah yang menjadi salah satu
alasan utama mengapa Indonesia memakai konsep bentuk negara kesatuan dimana
pemerintahan yang mengatur jalannya negara secara umum adalah pemerintah pusat.
Selanjutnya, barulah ada sebuah konsep desentralisasi serta otonomi daerah yang
nantinya akan membuat daerah-daerah mengeluarkan potensi yang mereka miliki
masing-masing. Lalu mengapa bentuk negara kesatuan adalah yang paling cocok dengan
Bangsa Indonesia yang heterogen? Hal ini dikarenakan dengan adanya sebuah
pemerintahan yang dikontrol dari pusat maka seharusnya kebijakan yang diberikan
pemerintah pusat terhadap daerah sifatnya adalah merata dan adil, tidak ada suatu
daerah yang diberi sebuah regulasi dan kebijakan yang bersifat khusus. Jika negara
Indonesia menganut sistem federasi, akan ada kesenjangan yang terjadi di tiap-tiap
daerah di Indonesia karena prinsip negara federasi adalah pemerintah daerah (atau
negara bagian) memiliki kekuasaan dan kedaulatannya sendiri namun tetap sejalan
dengan peraturan perundangan yang berlaku. Bayangkan jika tiap daerah di Indonesia
memiliki kedaulatan mereka masing-masing dan menimbulkan kesenjangan di antara
daerah-daerah tersebut, maka yang berpotensi terjadi adalah sebuah disintegrasi
bangsa. Selain itu, Bangsa Indonesia ingin memilih bentuk negaranya sendiri, yang
mereka anggap sesuai dengan situasi dan kondisi mereka, bukan sebuah bentuk negara
federasi yang merupakan ‘mandat dan syarat’ dari pemerintahan Belanda pada masa
awal kemerdekaan Indonesia (Kahin, 1952 dalam Ferrazi, 2000).

Pertanyaan selanjutnya adalah, “Mengapa Indonesia harus berbentuk republik


dan bukan monarki atau oligarki?”. Mohammad Hatta sebagai salah satu republikan
paling berpengaruh memberikan berbagai alasan yang menjelaskan mengapa Indonesia
harus memilih bentuk republik sebagai bentuk pemerintahannya. Alasan pertama adalah
sudah jelas bahwa republik adalah sebuah bentuk pemerintahan dimana yang
memegang kedaulatan adalah rakyat (Hatta, 2014). Jika berdasarkan kedaulatan rakyat
maka yang memiliki kekuasaan tertinggi adalah rakyat, dimana pemerintahan yang
berotoritas akan berasal dari rakyat dan bekerja demi kepentingan rakyat dan negaranya
saja sehingga berbagai keputusan yang dihasilkan harus melalui jalan mufakat terlebih
dahulu. Mufakat yang dimaksud disini adalah pengambilan keputusan secara kolektif
dengan jalan permuyawaratan perwakilan (Hatta, 2014:7). Jalan mufakat inilah yang
nantinya akan menjadi sebuah jaminan keadilan yang bersifat merata bagi seluruh rakyat
Indonesia dimana tidak ada suatu golongan tertentu yang akan lebih mementingkan
kepentingan golongannya di atas kepentingan kolektif negara. Alasan kedua adalah
dengan adanya kedaulatan rakyat, maka tanggung jawab tertinggi juga ada di pundak
rakyat karena dasar pemerintahan yang adil adalah siapa yang berkuasa maka ia yang
bertanggung jawab (Hatta, 2014:8). Menurutnya, pemerintahan yang berdasarkan
kedaulatan rakyat pada dasarnya akan lebih tangguh karena dijunjung oleh tanggung
jawab kolektif dimana ketika muncul perasaan tanggung jawab bersama, akan muncul
pula sebuah sendi kenegaraan yang kokoh (Hatta, 2014:9). Alasan kedua inilah yang
sangat berkaitan dengan alasan tidak dipilihnya bentuk negara monarki atau oligarki. Jika
dalam bentuk monarki atau oligarki, yang memiliki kekuasaan adalah raja atau
sekelompok kecil masyarakat saja sehingga jalannya suatu negara akan sangat
bergantung pada figur dan kecakapan satu orang atau beberapa orang saja. Secara lebih
lanjut, Hatta menjelaskan bahwa kecakapan dan figur tersebut tidaklah bersifat kekal jika
dibandingkan dengan pemerintahan rakyat yang sifatnya lebih kekal, karena rakyat akan
selalu ada selama negara tersebut berdiri (Hatta, 2014:13). Memperkuat argumen Hatta,
Tjokroaminoto memberikan sebuah kalimat yang menyatakan bahwa pemerintahan
yang ‘sempurna’ adalah sebuah pemerintahan yang memiliki sebuah perwakilan rakyat
yang bekerja secara sungguh-sungguh untuk kepentingan rakyat di sampingnya dimana
hal ini menegaskan bahwa pemerintahan berbentuk republik adalah sebuah bentuk
pemerintahan yang paling sesuai bagi Bangsa Indonesia (Tjokroaminoto, 1981).

Pemilihan bentuk negara kesatuan dan republik itu sendiri dilatarbelakangi oleh situasi
sosial dan politik yang terjadi kala itu. Gagalnya sistem pemerintahan federasi yaitu
Republik Indonesia Serikat pada tahun 1949 yang membuat rakyat semakin gencar
menyerukan adanya bentuk negara kesatuan karena pada awalnya Indoenesia adalah
adalah sebuah negara kesatuan yang berbentuk republik. Ditambah dengan situasi dan
realitas sosial yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah sebuah bangsa yang
heterogen dan memiliki keragaman yang sangat kompleks maka bentuk negara kesatuan
republik adalah sebuah pilihan yang sekiranya cocok bagi bangsa Indonesia itu sendiri.
Penulis sangat menyetujui pendapat berbagai ahli khususnya Hatta yang menyatakan
berbagai alasannya mengenai mengapa Indonesia harus berbentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Untuk memperkuat argumen para ahli di atas, penulis mencoba
menarik sebuah kesimpulan sederhana yaitu Indonesia adalah sebuah negara dengan
tingkat kompleksitas yang sangat tinggi baik dari sisi heterogenitas bangsa maupun
kepentingan yang ada di dalamnya, namun dapat bersatu di bawah panji negara
kesatuan yang tidak memandang etnis, agama, golongan tertentu serta di bawah
bendera republik yang menomorsatukan kepentingan seluruh rakyat (kolektif) di atas
kepentingan golongan ataupun kelompok tertentu sehingga dapat tercipta suatu
hubungan yang terintegrasi dan harmonis di antara Bangsa Indonesia itu sendiri.

http://yohanesputrasuhito-fisip14.web.unair.ac.id/artikel_detail-135221-
Studi%20Strategis%20Indonesia%20I-
Indonesia%20:%20Mengapa%20Negara%20Kesatuan%20dan%20Republik.html

Berdasarkan artikel di atas, berikan analisis Anda mengenai perbedaan bentuk negara
dan susunan negara Indonesia! Jelaskan beserta ciri-cirinya.

3. Contoh kasus

Benarkah Bersistem Presidensial?

AKURAT.CO, Ketika menerima para pemimpin Majelis Permusyawaratan Rakyat


bersilaturrahim ke kantornya, Ketua Umum Partai Nasdem Suryo Paloh menegaskan
perlunya amandemen menyeluruh terhadap UUD 1945. Selain itu, Paloh juga
menghendaki untuk mempertegas dan memperkuat sistem presidensial dalam
kekuasaan.

Menarik dipersoalkan apakah Indonesia menganut sistem presidensial? Ataukah semi-


presidensial? Jika ya, bagaimana praktik yang berlangsung selama ini? Jika tidak, lalu
sistem apa yang dianut Indoensia?

Sistem presidensial sering dikontraskan dengan sistem parlementer. Tapi sistem ini jelas
tidak dianut Indonesia. Jika sistem parlementer sering mengacu ke gaya Wesminster di
Inggris, sementara sistem presidensial umumnya mengacu ke gaya Amerika Serikat.

Presidensial dan Semi-Presidensial

Sistem presidensial memiliki sejumlah karekteristik, di antaranya: [1] kepala


pemerintahan adalah juga kepala negara; [2] presiden merupakan eksekutif tunggal; [3]
anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan di pemerintahan dan begitu juga
sebaliknya; [4] tidak ada peleburan bagian eksekutif dan legislatif seperti dalam sebuah
parlemen; [5] presiden tidak dapat membubarkan atau memaksa parlemen; [6] eksekutif
bertanggungjawab langsung kepada para pemilih; [7] tidak ada fokus kekuasaan dalam
sistem politik.

Di samping itu, dikenal pula sistem semi-presidensial. Sistem ini terkadang disebut sistem
persilangan. Prancis dan Finlandia, msalnya, sedang menerapkan sistem ini dalam
pemerintahan mereka. Pada dekade-dekade terakhir ini juga banyak diadopsi oleh
negara-negara bekas komunis dengan praktik yang relatif beragam

Menurut Heywood (2011), di dalam sistem semi-presidensial terdapat sebuah “eksekutif


ganda” di mana seorang presiden yang dipilih secara terpisah bekerja bersama dengan
seorang perdana menteri dan kabinet yang diambil dari – dan bertanggung jawab kepada
– Majelis Nasional.

Sistem semi-presidensial dapat berjalan bergantung pada sebuah keseimbangan yang


sulit antara otoritas dan popularitas personal dari sang presiden, di satu sisi, dan
kerumitan politik dari Majelis Nasional, di sisi lain.

Berdasarkan artikel di atas, berikan analisis Anda mengapa Indonesia disebut


menggunakan sistem pemerintahan presidensial?

Jawaban :

1. Macam-macam klasifikasi menurut K.C Wheare

1. Konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis (written constitution and no written
constitution)
2. Kosntitusi fleksibel dan kosntitusi rijid (flexible constitution and rigid constitution)
3. Kosntitusi derajat-tinggi dan konstitusi tidak derajat-tinggi (supreme cosntitution dan
not supreme constitution)
4. Konstitusi serikat dan konstitusi kesatuan (federal constitution and unitary
constitution)
5. Konstitusi sistem pemerintahan presidensial dan konstitusi sistem pemerintahan
parlementer (presidental executive and parliamentary exacutive constitution).

Berdasarkan klasifikasi konstitusi di atas, dalam di tarik kesimpulan bahwa UUD 1945
termasuk dalam klasifikasi konstitusi tertulis dalam arti dituangkan dalam dokumen,
konstitusi rijid, konstitusi berderajat tinggi, konstitusi kesatuan, dan yang terakhir
termasuk konstitusi yang menganut sistem pemerintahan campuran.

Istilah “Nilai Konstitusi”


Menurut Soemantri Martosoewignjo dalam buku Astim Riyanto berjudul Teori
Konstitusi, istilah konstitusi berasal dari kata “constitution”, yang dalam bahasa
Indonesia kita kenal sebagai undang-undang dasar
C. F. Strong sebagaimana dikutip oleh Agus Himmawan Utomo dalam buku Konstitusi:
Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Kewarganegaran menyatakan
bahwa, pada prinsipnya, tujuan konstitusi adalah untuk membatasi kesewenangan
tindakan pemerintah, untuk menjamin hak-hak yang diperintah, dan merumuskan
pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat.
Oleh karena itu, setiap konstitusi senantiasa memiliki dua tujuan, yaitu :

a. Untuk memberikan pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan politik,


b. Untuk membebaskan kekuasaan dari kontrol mutlak para penguasa serta menetapkan
batas-batas kekuasaan bagi penguasa.

Dalam bukunya Reflection on the Value of Constitutions in our Revolusionary, Karl


Loewenstein sebagaimana dikutip oleh Astim Riyanto dalam buku yang sama, membagi tiga
tingkatan nilai konstitusi, yaitu nilai normatif, nilai nominal, dan nilai semantik

Chandra Parbawati dalam buku Konstitusi dan Hak Asasi Manusia menerangkan bahwa nilai
normatif berarti konstitusi sebagai hukum tertinggi sebuah bangsa benar-benar dipatuhi oleh
penguasa maupun masyarakat secara murni dan konsekuen.

Nilai nominal berarti konstitusi berlaku secara hukum, namun dalam implementasinya belum
bisa dijalankan secara maksimal sebagaimana diterangkan Kusnardi & Harmaily Ibrahim
dalam buku Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia .

Sedangkan nilai semantik mengartikan konstitusi tetap berlaku, namun hanya formalitas
semata dan digunakan dalam menjalankan kekuasaan politik. Dalam praktiknya, terdapat
penyelewengan, sehingga konstitusi tidak dijalankan sama sekali sebagaimana diterangkan
Chandra Parbawati dalam buku yang sama

Nilai Konstitusi dalam UUD 1945

Nilai-nilai konstitusi idealnya harus dilaksanakan secara normatif, karena akan memengaruhi
tercapai atau tidaknya tujuan sebuah bangsa yang tercantum di dalam konstitusi, dalam
konteks Indonesia, tujuan bangsa Indonesia, di antaranya, dapat dilihat pada Alinea Keempat
UUD 1945, yakni:

“…untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut


melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial…”

2. Berdasarkan artikel di atas, berikan analisis Anda mengenai perbedaan bentuk


negara dan susunan negara Indonesia! Jelaskan beserta ciri-cirinya.

- Bentuk Negara

bentuk Negara (staat vormen)terkait dengan pilihan-pilihan antara


(a) bentuk Negara Kesatuan (unitarystate, eenheidsstaat),
(b) bentuk Negara Serikat (Federal, bonds-staat), atau
(c) bentuk Konfederasi (confederation, staten-bond).
Sedangkan perbincanganmengenai bentuk pemerintahan (regerings-vormen) berkaitan
dengan pilihanantara
(a) bentuk Kerajaan (Monarki), atau
(b) bentuk Republik.

Teori-teori bentuk Negara yang dikembangkan para ahli danberkembang di zaman modern
bermuara pada dua paham yang mendasar.Pertama, paham yang menggabungkan bentuk
Negara dengan bentuk pemerintahan Paham ini menganggap bahwa bentuk Negara dengan
bentukpemerintahan, yang dibagi dalam tiga macam , yaitu

(1) bentuk pemerintahan dimana terdapat hubungan yang erat antara eksekutif dan legislatif;
(2) bentukpemerintahan dimana ada pemisahan yang tegas antara legislatif, eksekutif,dan
yudikatif;
(3) bentuk pemerintahan dimana terdapat pegaruh danpegawasan langsung dari rakyat
terhadap badan legislatif. Kedua, paham yang membahas bentuk Negara atas golongan
demokrasi dan diktator. paham ini membahas bentuk Negara atas golongan demokrasi dan
diktator. Paham ini juga memperjelas bahwa demokrasi dibagi dalam demokrasi
Konstitusional(liberal) dan demokrasi rakyat.
Dari teori-teori tersebut kemudian berkembang di zaman modern ini,yaitu bentuk Negara
Kesatuan (unitarisme) dan Negara Serikat (Federalisme)yang dapat berbentuk sistem
sentralisasi atau sistem desentralisasi.Negara kesatauan adalah Negara yang tidak tersusun
dari beberapaNegara, melainkan hanya terdiri atas satu Negara, sehingga tidak ada Negaradi
dalam Negara. Dengan demikian dalam Negara Kesatuan hanya ada satupemerintah, yaitu
pemerintah pusat yang mempunyai kekuasaan sertawewenang tertinggi dalam bidang
pemerintahan Negara, menetapkankebjakan pemerintahan dan melaksanakan pemerintahan
Negara baik di pusatmaupun di daerah-daerah.
entuk Negara sesunguhnya berkaitan dengan kekuasaan tertinggipada suatu Negara yaiu
kedaulatan. Dalam Negara, kedaulatan merupakanesensi terpenting dalam menjalankan
Negara dan pemerintahan.

- Susuna Negara

Maksud dari susunan negara ini ialah membicarakan bentuk-bentuk negara dari segi
susunannya. Negara apabila ditinjau dari segi susunannya akan menghasilkan dua susunan
negara, yaitu:
a) Negara yang bersusun tunggal, yang disebut Negara Kesatuan; dan
b) Negara yang bersusun jamak, yang disebut Negara Federasi (Soehino, 1999: 224).

Susunan negara dibedakan menjadi dua yaitu bentuk negara yang unitaris dan negara yang
serikat. Bentuk negara yang unitaris umumnya dinamakan bentuk negara kesatuan sedangkan
bentuk negara yang serikat dinamakan bentuk negara federal atau federasi.
Negara kesatuan lebih dikenal dengan uni (Inggris) atau eenheidstaats (Jerman). Bentuk
Negara Kesatuan adalah bentuk negara yang terdiri dari satu negara saja betapun besar dan
kecilnya, dan ke dalam maupun keluar merupakan kesatuan.
Pengertian negara federal adalah negara yang merupakan gabung-gabungan dari beberapa
negara yang berdiri sendiri, masing-masing dengan perlengkapannya yang cukup, dengan
kepala negara sendiri, dengan pemerintahan sendiri, dan dengan badan legislatif dan yudikatif
sendiri.
3. Berdasarkan artikel di atas, berikan analisis Anda mengapa Indonesia disebut
menggunakan sistem pemerintahan presidensial?

klasifikasi sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer. Untuk


sistem pemerintahan presidensial mempunyai ciri-ciri pokok yaitu

1. Mempunyai kekuasaan nominal sebagai Kepala Negara, Presiden juga berkedudukan


sebagai Kepala Pemerintahan (yang belakang ini lebih dominan)
2. Presiden tidak dipilih oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan tetapi dipilih langsung
oleh rakyat atau dewan pemilih seperti Amerika Serikat
3. Presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif.
4. Presiden tidak dapat membubarkan pemegang kekuasaan legislatif dan tidak dapat
memerintahkan diadakan pemilihan.

Sedangkan untuk sistem pemerintahan parlementer yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Kabinet yang dipilih oleh perdana menteri dibentuk atau berdasarkan kekuatan-
kekuatan yang menguasai parlemen.
2. Para anggota kabinet mungkin seluruhnya, mungkin sebgaian adalah anggota parlemen.
3. Perdana menteri bersama kabinet bertanggung jawab kepada parlemen.
4. Kepala Negara dengan saran atau nasihat perdana menteri dapat membubarkan
parlemen dan memerintahkan diadakannya pemilihan umum.

Dalam UUD 1945 di samping mengatur ciri-ciri pemerintahan presidensial, juga mengatur
beberapa ciri sistem pemerintahan parlementer. Di sinilah keunikan negara Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Anda mungkin juga menyukai