Merujuk pada pendapat Shugart dan Carey, W. Joseph Robbins (Ibid: 179) lebih jauh
menjabarkan atribut esensial yang melekat di dalam sistem presidensial sebagai karakteristik
yang sering kali ada (sekaligus membedakannya dengan sistem parlementer), yaitu:
Hal ini tentunya berbeda jika melihat pada sistem parlementer yang terjadi peleburan antara
lembaga eksekutif merupakan bagian dari legislatif.
Kedua, Presiden dipilih secara langsung dengan beberapa varian pemilihan di seisi negara.
Bukan semata-mata ditentukan formasinya oleh parlemen. Tentunya banyak mekanisme
berbeda-beda yang digunakan oleh masing-masing negara penganut presidensial dalam
menentukan presiden.
Ada yang simple hanya dengan kandidat yang memperoleh suara lebih banyak dari yang lain,
atau harus mendapatkan suara lebih dari 50% sebagaimana diterapkan di Prancis. Beda lagi
dengan Amerika Serikat dalam pemilihan presiden menggunakan model electoral college.
Ketiga, masa jabatan presiden tidak bergantung pada dukungan legislatif. Bervariasi antara 4-
5 tahun. Jika ingin menjadi presiden lagi, maka dia harus mengikuti pemilihan pada periode
berikutnya. Terkait penurunan presiden di tengah jalan, memang tidak memutus
kemungkinan bisa terjadi, namun sistem presidensial sangat mengamankan posisi presiden,
sebab salah satunya presiden memiliki sumber legitimasi tersendiri yang terpisah dari
parlemen.
Sedangkan di dalam sistem parlementer, masa jabatan presiden dan juga kabinet tergantung
pada kepercayaan legislatif. Parlemen bisa mengajukan mosi tidak percaya yang berakibat
pada penurunan kepala pemerintahan dan juga kabinetnya.
Kelima, eksekutif memiliki otoritas untuk membuat hukum. Meskipun di beberapa negara,
misalnya di Amerika Serikat, sebetulnya eksekutif tidak memiliki kewenangan untuk membuat
hukum. Implikasi dari kewenangan pembuatan hukum bagi eksekutif terkadang membuat
tumpang tindih dengan lembaga eksekutif, terlebih lagi jika eksekutif memiliki ambisi besar
dalam mempersempit wilayah kerja pembuatan hukum bagi eksekutif.
Kasus penerapan sistem presidensial di Rusia dan Ukraina bisa menjadi contoh yang baik, hal
itu disebabkan karena presiden memanfaatkan considerably power yang dimilikinya.
Sedangkan di dalam sistem parlementer, eksekutif hanyalah pelaksana dari garis besar
halauan yang telah ditentukan oleh parlemen.
Di sisi lain, ada sistem yang bernama parlementer, atau banyak yang menyebutnya dengan
istilah Westminster model, yang diawali dari sistem pemerintahan di Inggris. Defisini
mendasar dari karakteristik sistem parlementer adalah “peleburan cabang eksekutif dan
legislatif, dimana biasanya kepala negara dan kepala pemerintahan dijabat oleh orang yang
berbeda, lain dengan sistem presidensial yang kerap kali dipegang oleh orang yang sama”
(Ibid: 180).
Tahapan pemilihannya kira-kira ringkasnya begini: para pemilih memilih partai atau
perwakilian mereka yang duduk di parlemen, kemudian parlemen yang terbentuk, setelah
mendapatkan hasil dari alokasi kursi, merancang atau membentuuk pemerintah. Legislatif lah
yang menentukan siapa yang akan melayani sebagai kepala pemerintahan, pemerintahan
disini juga meliputi menteri dan cabinet.
Di dalam sistem parlementer, jika memang ada suara mayoritas partai, maka biasanya akan
lebih mudah dan cepat dalam menyusun formatur pemerintahan dan tidak membutuhkan
koalisi. Sebaliknya, jika tidak ada partai yang memiliki mayoritas suara di parlemen, maka
partai akan mencari mitra koalisi di dalam mengusung formatur pemerintahan.
Di sinilah nanti pembagian kursi di dalam kabinet pemerintahan yang akan datang sangat jelas.
Bagaimanapun juga, kerjasama antar politisi di dalam sistem parlementer sangat penting.
Dalam buku “Demokrasi Elektoral: Sistem dan Perbandingan Pemerintahan” (2015) dijelaskan,
dalam sistem parlementer, eksekutif disebut sebagai eksekutif ganda, yang berisi kepala
negara dan kepala pemerintahan.
Yang telah disinggung sebelumnya bahwa sistem parlementer berakar dari tradisi kerajaan
Inggris. Dimana kepala negara dijabat oleh raja atau ratu dan secara formal mengangkat
Perdana Menteri, yang biasanya merupakan ketua partai pemegang kursi terbesar di
parlemen.
Semi
Di antara sistem presidensial dan parlementer, ada pula sistem semi presidensial. Istilah
“sistem “semi presidensialisme merupakan term dari Maurice Duverger yan telah melakukan
penelitian di Republik ke V Perancis sejak 1958.
Menurut Duverger, semi presidensialisme adalah “sistem yang memadukan tiga eleman, yaitu
presiden dipilih langsung melalui pemilu seperti sistem presidensial, yang mempunyai
kekuasaan yang berarti (seperti di Amerika Serikat), lalu berhadapan dengan menteri dan
perdana menteri yang mengelola eksekutif dan memiliki kekuasaan yang memerintah, serta
tergantung pada mayoritas parlemen sebagaimana di dalam sistem parlementer” (Ibid: 181).
Sistem semi presidensialisme sendiri masih diperdebatkan, sebagian menyatakan bahwa
sistem ini adalah sistem dalam fase alternatif, tergantung bagaimana kondisi di parlemen.
“Jika mayoritas dibelakang presiden, presidensial, namun jika bersebarangan, parlementer”.
Sebagaimana yang telah dikatakan di awal tulisan, memang secara praktik sukar ditemukan
banyak negara yang menganut sistem pemerintahan baik presidensial maupun parlementer
secara murni.
Konsep in between atau semi ini bisa menjadi suatu penjembatan ketika ada suatu negara
yang menjalani beberapa model yang ada di presidensial sekaligus parlementer. Meskipun,
beberapa ilmuwan menyatakan tinggal lebih banyak mengadopsi karakter yang mana,
sehingga bisa disebut penganut presidensial atau parlementer.
Pertanyaan !
Oleh karena itu sistem parlementer dibedakan oleh cabang eksekutif pemerintah
tergantung dari dukungan secara langsung atau tidak langsung cabang legislatif, atau
parlemen, sering dikemukakan melalui sebuah veto keyakinan. Oleh karena itu, tidak
ada pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang eksekutif dan cabang legislatif,
menuju kritikan dari beberapa yang merasa kurangnya pemeriksaan dan
keseimbangan yang ditemukan dalam sebuah republik kepresidenan.
Jadi berdasarkan uraian diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa system
pemerinthan akan lebih stabil disbanding dengan system pemerintahan lainnya.
3. Berikan analisis anda sistem pemerintahan semi apa yang pernah diterapkan di
Indonesia.
Jawab :
Sistem pemerintahan semi apa yang pernah diterapkan di Indonesia yaitu Sistem
semipresidensial. Sistem semipresidensial adalah sistem pemerintahan yang
menggabungkan kedua sistem pemerintahan: presidensial dan parlementer. Hal
tersebut dilakukan karena pemerintahan negara yang mencoba mengatasi
kelemahan-kelemahan sistem parlementer mau pun sistem presidensial. Terkadang,
sistem ini juga disebut dengan Dual Eksekutif (Eksekutif Ganda). Dalam sistem ini,
presiden dipilih oleh rakyat sehingga memiliki kekuasaan yang kuat.
Ciri utama sistem semipresidensial adalah sebagai berikut:
a. Pusat kekuasaan berada pada suatu majelis perwakilan sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi.
b. Penyelenggara kekuasaan legislative adalah suatu badan perwakilan yang
merupakan bagian dari majjelis perwakilan.
c. Presiden dipilih secara langsung atau tidak langsung untuk masa jabatan tertentu
dan bertanggungjawab kepada majlelis perwakilan.
d. Para menteri adalah pembantu presiden yang diangkat dan diberhentikan oleh
presiden.