Anda di halaman 1dari 3

No.

1
Analisalah apakah kehadiran UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja semakin
membuktikan bahwa pembangunan yang hanya menitik beratkan pada keuntungan ekonomi
(investasi dll) akan semakin mendegradasi kepentingan lingkungan? Kaitkan berdasarkan
analisa mengenai kerusakan lingkungan di negara berkembang!
Jawaban :
Terdapat 6 ((enam) Poin utama yang membuktikan dampak buruk langsung ataupun tidak
langsung dari penetapan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, antara lain :
1. Definisi amdal
Pasal 1 angka 11 UU PPLH menyebutkan bahwa Amdal merupakan kajian mengenai
dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
usaha dan/atau kegiatan. Definisi tersebut sedikit berubah dalam UU Cipta Kerja,
sehingga Pasal 1 angka 11 menjadi: "kajian mengenai dampak penting pada
lingkungan hidup dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan, untuk
digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan serta termuat dalam perizinan berusaha atau persetujuan pemerintah
pusat atau pemerintah daerah". Definisi ini juga sedikit berbeda dari draf RUU Cipta
Kerja yang beredar sebelum DPR bersama pemerintah mengesahkannya pada rapat
paripurna 5 Oktober 2020. Dalam draf RUU, frasa "persetujuan pemerintah pusat atau
pemerintah daerah" tertulis sebatas "persetujuan pemerintah".
2. Peran pemerhati lingkungan
Ketentuan lain yang diubah yakni mengenai peran pemerhati lingkungan hidup dalam
penyusunan dokumen Amdal. Dalam Pasal 26 Ayat (3) UU PPLH diatur, "dokumen
Amdal disusun oleh masyarakat yang terdampak langsung, pemerhati lingkungan
hidup, dan/atau yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal".
Sementara, pada UU Cipta Kerja tertulis perubahan dalam Pasal 26 Ayat (2) PPLH
menjadi: "penyusunan dokumen Amdal dilakukan dengan melibatkan masyarakat
yang terkena dampak langsung terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan".
3. Keberatan dan pelibatan masyarakat dihapus
UU Cipta Kerja menghapus ketentuan Pasal 26 Ayat (2) UU PPLH yang
menyebutkan bahwa pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip
pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum
kegiatan dilaksanakan. Pasal 26 Ayat (4) yang semula mengatur bahwa masyarakat
dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen Amdal juga dihapuskan.
4. Komisi penilai Amdal
Selain itu, UU Cipta Kerja juga menghapus keberadaan Komisi Penilai Amdal.
Semula, komisi ini diatur dalam Pasal 29, 30 dan 31 UU Lingkungan Hidup. Dalam
Pasal 29 UU Lingkungan Hidup disebutkan, Komisi Penilai Amdal dibentuk oleh
menteri, gubernur, atau bupati/wali kota dan bertugas melalukan penilaian dokumen
amdal. Keanggotaan Komisi Penilai Amdal terdiri dari unsur instansi lingkungan
hidup, instansi teknis terkait, pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan jenis
usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji, pakar yang terkait dengan dampak yang
timbul dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji, wakil dari masyarakat
yang berpotensi terkena dampak, dan organisasi lingkungan hidup. Berdasarkan hasil
penilaian Komisi Penilai Amdal, menteri, gubernur, atau bupati/wali kota menetapkan
keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup sesuai dengan
kewenangannya.
5. Tim uji kelayakan UU Cipta Kerja
selanjutnya mengatur ketentuan baru mengenai tim uji kelayakan lingkungan hidup
yang dibentuk oleh lembaga uji kelayakan lingkungan hidup pemerintah pusat.
Perubahan terhadap Pasal 24 Ayat (3) dalam UU Cipta Kerja menyebutkan: tim uji
kelayakan lingkungan hidup terdiri atas unsur pemerintah pusat, pemerintah daerah
dan ahli bersertifikat. Selanjutnya, Ayat (4) pasal yang sama mengatur, pemerintah
pusat atau pemerintah daerah menetapkan keputusan kelayakan lingkungan hidup
berdasarkan hasil uji kelayakan lingkungan hidup.

6. Pembatalan berdasar putusan pengadilan dihapus


Tak hanya itu, UU Cipta Kerja juga menghapus ketentuan mengenai pembatalan izin
lingkungan oleh pengadilan. Semula, ketentuan itu diatur melalui Pasal 38 UU
Lingkungan Hidup yang menyebut, selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 ayat (2), izin lingkungan dapat dibatalkan melalui keputusan pengadilan tata
usaha negara.

Berdasarkan enam poin diatas terliat bahwa UU ini semakin memberikan dampak
negaif terhadap kelestarian lingkungan. Pengusaha atau tepatnya kaum bermodal diberikan
kemudahan untuk melaksanakan investasi didaerah yang disukai. Perizinan yang telah
dikeluarkan pusat akan semakin kuat pengaruhnya sedangkan masyarakat lokal dan
kelestarian lingkungan yang akan menjadi korban. Keberatan yang sebelumnya menjadi hak
masyarakat yang terdampak langsung dicabut sehingga mekanisme pelaporan pelanggaran
yang seakan ribet harus ditempuh. Pemerhati lingkungan juga tidak dapat berbuat banyak
akibat wewenang mereka yang semakin dibatasi juga. Hal-hal seperti ini yang secara
langsung maupun tidak langsung akan mengakibatkan degradasi lingkungan yang akibatnya
tentu merugikan tidak hanya masyarakat setempat, namun masyarakat secara umumya.
Pembangunan dinegara berkembang umumnya didanai dari hasil pinjaman dari
lembaga-lembaga keuangan Internasional, mengingat negara-negara ini merupakan negara
baru yang prioritas pembangunannya adalah meningkatkan kesejahteraan ekonomi.
Membentuk negara yang kuat secara ekonomi tentu dengan meningkatkan pendapatan dari
hasil penjualan produk, investasi, dll. Dampaknya adalah tentu Sumber Daya Alam yang
akan diolah menjadi produk siap pakai dan hasilnya kan digunakan untuk membiayai seluruh
kepetingan sebuah negara. Salah satu upaya untuk menjaga lingkungan agar dari eksploitasi
besar-besaran adalah dengan membentuk hukum yang melindungi lingkungan tersebut,
namun UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan 6 (enam) poin yang telah
dijelaskan diatas seolah-olah tidak memberikan celah untuk menjaga kelesterian lingkungan
di Negara Indonesia yang notabennya adalah termasuk negara berkembang.

Anda mungkin juga menyukai