3. Pengajuan dari Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia berdasarkan Pasal 22D ayat (1)
Undang-Undang Dasar 1945 (Perubahan).
Secara garis besar proses pembentukan undang-undangan terdiri atas beberapa tahap, yakni :
1.
Proses pengundangan ( Oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan
perundang-undangan).
Perencanaan,
b. Persiapan,
c.
Teknik penyusunan,
d. Perumusan,
e.
Pembahasan,
f.
Pengesahan,
g.
Pengundangan, dan
h.
Penyebarluasan.
Tahap-tahap Pembentukan peraturan perundang-undangan pada umumnya dilakukan sebagai
berikut :
a.
Keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu Rancangan
Undang-Undang yang dapat disetujui bersama oleh Badan Legislasi DPR dan Menteri.
b.
Pembahasan Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat atau
Presiden Dewan Perwakilan Daerah. (Pasal 136 Peraturan Tata Tertib DPD)
F.
Dalam hal rancangan undang-undang tersebut tidak ditanda tangani oleh Presiden dalam waktu
paling lambat 30 hari sejak rancangan undang-undang tersebut disetujui bersama Dewan
Perwakilan Rakyat dan Presiden, maka rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undnagundang dan wajib diundangkan, sesuai ketentuan Pasal 38 ayat (2) Undang-Undang No. 10 Th.
2004, dan Pasal 20 ayat (5) UUD 1945 Perubahan.
Setelah undang-undang tersebut diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia,
Pemerintah wajib menyebarluaskan Undang-Undang yang telah diundangkan tersebut. (Pasal 51
Undang-undang No. 10 Th. 2004)
b) Menurut Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007
Hal tantang Pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan peraturan perundang-undangan
selain diatur dalam Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, juga diatur dalam Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007 tentang Pengesahan,
pengundangan dan penyebarluasan peraturan perundang-undangan.
I.
Peraturan Presiden No. 61 Th. 2005 tentang tentang Tata cara Penyusunan dan pengelolaan
Program Legislasi Nasional;
Rancangan Undang-Undang dari Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005
tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan
Peraturan Presiden
b.
c.
BAB III
PROGRAM LEGISLASI NASIONAL
I.
Penyusunan Program Legislasi Nasional antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah
dikoordinasikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat melalui alat kelengkapan DPR yang khusus
menangani bidang legislasi
2)
Penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang
khusus menangani bidang legislasi
3) Penyusunan Prolegnas di lingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh Menteri yang tugas dan
tanggung jawabnya meliputi bidang Peraturan Perundang-undangan.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dan pengelolaan Prolegnas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
II.
Latar belakang
Program pembangunan hukum perlu menjadi prioritas utama karena perubahan terhadap
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memiliki implikasi yang luas dan
mendasar dalam system ketatanegaraan kita yang perlu diikuti dengan perubahan-perubahan
dibidang hukum. Disamping itu, arus globalisasi yang berjalan pesat yang ditunjang oleh
perkembangan teknologi informasi telah mengubah pola hubungan antara Negara dan warga
dengan pemerintahannya. Hukum sebagai perekat kehidupan berbangsa dan bernegara bermakna
bahwa dalam Negara Republik Indonesia terdapat satu kesatuan system hukum nasional
Indonesia. System hukum nasional adalah system yang menganut asas kenusantaraan yang tetap
mengakui keanekaragaman atau heterogenitas hukum seperti hukum adat, hukum islam, hukum
agama lainnya, hukum kontemporer, dan hukum barat, serta merumuskan berbagai simpul yang
menjadi titik taut fungsional di antara aneka ragam kaidah yang ada melalui unifikasi terhadap
hukum-hukum tertentu yang dilakukan, baik secara parsial, maupun dalam bentuk kodifikasi.
b.
Tujuan Prolegnas
Beberapa tujuan Prolegnas yang diharapkan dapat dicapai saat ini adalah :
1)
4) Menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang sudah ada selama ini namun tidak sesuai
dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, dan
5)
Kondisi objektif
Penetapan Prolegnas ini diperlukan oleh karena, meskipun sejak tahun 1993 bidang hukum telah
dijadikan bidang pembangunan tersendiri dan pada era reformasi pembangunan bidang hukum
diberikan prioritas yang tinggi, namun dalam kenyataannya masih dijumpai berbagai
permasalahan di dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di tingkat pusat sebagai
berikut ;
1) Prolegnas sebagai bagian dari Program Pembangunan Nasional belum sepenuhnya dilaksanakan
karena lemahnya koordinasi dan sikap mengutamakan kepentingan sektoral dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan;
2) Kemampuan lembaga pembentuk undang-undang dalam menyelesaikan pembentukan undangundang masih belum optimal karena belum dibakukannya cara cara dan metode perencanaan,
penyusunan dan pembahasa rancangan undang-undang, dan masih kurangnya tenaga fungsional
perancang peraturan perundang-undangan
3) Partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan rancangan undang-undang dan pembahasannya
di Dewan Perwakilan Rakyat belum maksimal dan aspirasi masyarakat terutama yang terkait
dengan substansi suatu rancangan undang-undangan, seringkali tidak terakomodasi sehingga
suatu rancangan undang-undang ketika disahkan menjadi undang-undnag mendapat reaksi keras
dari masyarakat;
4) Perubahan system ketatanegaraan yang terjadi pasca amandemen Undnag-Undang Dasar Negara
Republik Indaonesia Tahun 1945 belum secara tuntas diikuti dengan pembentukan undangundang pelaksanaannya.;
5) Hukum positif maasih banyak yang tumpang tindih, tidak konsisten, baik secara vertical maupun
horizontal, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum;
6)
Bahasa hukum yang digunakan belum baku dan sering tidak sesuai Kaidah Bahasa Indonesia
yang baik dan benar, sehingga rumusan suatu ketentuan dari undang-undang tidak jelas dan multi
tafsir
7) Peraturan pelaksanaan undang-undang tidak segera diterbitkan atau terdapat jarak waktu yang
cukup lama antara berlakunya undang-undang dengan penerbitan peraturan pelaksanaannya,
sehingga undang-undang tidak terlaksana secara efektif;
8)
Masih terdapat peraturan perundang-undangan yang diskriminatif, bias jender, dan kurang
responsif terhadap perlindungan hak asasi manusia terutama hak-hak kelompok yang lemah dan
marjinal;
9)
Sebagai bagian dari masyarakat dunia, perlu selektif diadopsi konvensi-konvensi internasional
dalam rangka memasuki era perdagangan bebas dan mendukung upaya perlindungan hak asasi
manusia,
pelestarian
lingkungan
hidup,
pemeberantasan
kejahatan
transnasional
dan
Visi misi
Dalam Prolegnas Tahun 2005 s/d 2009 dirumuskan bahwa, penyusunan Prolegnas didasarkan
pada visi pembangunan hukum nasional, yaitu;
Terwujudnya Negara hukum yang adil dan demokratis melalui pembangunan system hukum
nasional dengan membentuk peraturan perundang-undangan yang aspiratif, berintikan keadilan
dan kebenaran yang mengabdi kepada kepentingan rakyat dan bangsa di dalam bingkai NKRI
untuk melindungi segenap rakyat dan bangsa, serta tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social berdasarkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Sementara itu, untuk mencapai visi tersebut diatas, maka Prolegnas disusun dengan misi sebagai
berikut;
1)
Mewujudkan materi hukum di segala bidang dalam rangka penggantian terhadap Peraturan
Perundang-undangan warisan colonial dan hukum nasional yang sudah tidak sesuai dengan
perkembangan masyarakat yang mengandung kepastian, keadilan dan kebenaran, dengan
memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat
BAB IV
PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI
UNDANG_UNDANG (PERPU)
1) Proses Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang_Undang (Perpu)
Adalah peraturan yang dibentuk oleh Presiden dalam hal ihwal kepentingan yang memaksa,
oleh karena itu proses pembentukannya agak berbeda dengan pembentukan suatu undangundang.
Dasar hukumnya adalah sebagai berikut :
Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945beserta penjelasannya
Pasal 24 Undang-Undang No. 24 Th. 2004 tentang Peraturan Pembentukan Undang-Undang.
Pasal 36 s/d 38 Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005 tentang Tata cara Mempersiapkan Rancangan
Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Rancangan
Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden.
2) Proses Penetapan, dan Pengundangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Dasar hukumnya adalah sebagai berikut ;
a.
Pasal 8 ayat (1) Peraturan Presiden No. 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan
Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan
Presiden menetapkan rancangan peraturan pemerintah pengganti undang-undang, rancangan
peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden yang telah disusun berdasarkan
ketentuan mengenai tata cara mempersiapkan rancangan undang-undang, rancangan peraturan
2)
Dewan Perwakilan Rakyat hanya menerima atau menolak Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang.
3)
4) Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditolak Dewan Perwakilan Rakyat
maka Presiden mengajukan rancangan undang-undang tentang pencabutan peraturan pemerintah
pengganti undang-undang tersebut yang dapat mengatur pula segala akibat dari penolakan
tersebut.
Sementara itu, menurut Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 08/DPR
RI/I/2005-2006 tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,
rancangan undang-undang yang berasal dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(PERPU) tersebut akan dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan prosedur pembahasan
Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Pemerintah, yaitu berdasarkan ketentuan Pasal
136, Pasal 137, dan Pasal 138. Ketentuan tersebut dirumuskan dalam Pasal 140 Peraturan Tata
Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 140
1)
2)
memperhatikan ketentuan yang khusus berlaku bagi rancangan undang-undang yang berasal dari
Pemerintah (Lihat Bab II Sub. Bab G).
BAB V
PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN PEMERINTAH DAN PERATURAN PRESIDEN
Proses Pembentukan Peraturan Pemerintah (Menurut Undang-Undang No. 10 Th. 2004)
Proses pembentukan suatu Peraturan Pemerintah adalah kewenangan Presiden dalam
melaksanakan undang-undang yang tidak melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat. Selama ini
pemebentukan Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden (dulu Keputusan Presiden) dan
peraturan perundang-undangan lainnya dilaksanakan menurut Keputusan Presiden No. 188 Th.
1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancanagan Undang-Undang.
Sebenarnya Keputusan Presiden No. 188 Th. 1998 hanya mengatur Tata Cara Mempersiapkan
Rancangan Undang-Undang Akan tetapi, proses Pembentukan Peraturan Pemerintah, dan
Keputusan Presiden serta Peraturan Perundang-Undangan lainnya diselenggarakan juga sesuai
tata cara tersebut
Dalam pasal 24 Undang-Undnag No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan UndangUndang, ditetapkan bahwa :
ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan undang-undang peraturan
pemerintah pengganti undang-undang, rancangan peraturan pemerintah, dan rancangan peraturan
presiden diatur dengan peraturan presiden.
Dalam Pasal 39 Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005 tersebut dirumuskan bahwa, dalam
penyusunan rancangan Pereturan Pemerintah, Pemrakarsa membentuk panitia Antardepartemen,
tata cara pembetukan Panitia Antardepartemen, Pengharmonisasian, Penyusunan, dan
Penyampaian Rancangan Peraturan Pemerintah kepada Presiden berlaku mutatis mutandis
ketentuan Bab II.
Dengan rumusan aberlaku mutatis mutandis dalam Pasal 39 Peraturan Presiden No. 68 Th.
2005 tersebut, maka penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah disesuaikan dengan ketentuan
dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 24. Penerapan ketentuan dalam Bab II Peraturan Presiden
No. 6 Th. 2005 tersebut adalah sebatas pengaturan terhadap hal-hal yang tidak berhubungan
dengan Dewan Perwakilan Rakyat, oleh karena Pembentukan Peraturan Pemerintah adalah
merupakan wewenang pengaturan dari Presiden (lihat Bab I Huruf C).
Penetapan, dan Pengundangan Peraturan Pemerintah (Menurut Peraturan Presiden No. 1 Th.
2007)
Dalam Pasal 8 ayat (1) Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007 tentang Pengesahan,Pengundangan,
dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan dirumuskan bahwa :
Presiden menetapkan rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang, Rancangan
Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden yang telah disusun berdasarkan
ketentuan mengenai tata cara mempersiapkan rancangan undang-undang, rancangan Pemerintah
Pemerintah pengganti undang-undang, rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan
Peraturan Presiden.
Untuk melaksanakan ketentuan tersebut, Menteri Sekretaris Negara melakukan penyiapan
naskah rancangan Peraturan Pemerintah, kemudian Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah
dengan membubuhkan tanda tangan, sesuai Pasal 8 ayat (2) huruf a dan ayat (3) Peraturan
Presiden No. 1 Th. 2007. Sesudah itu, Menteri Sekretaris Negara membubuhkan nomor dan
tahun pada naskah Peraturan Pemerintah untuk disampaikan kepeda
Menteri untuk
diundangkan (Pasal 8 ayat (4) huruf a Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007).
Menteri akan mengundangkan Peraturan Pemerintah tersebut dengan menetapkannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia disertai nomor dan tahunnya, menempatkan penjelasannya
dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia dengan memberikan nomor. {Pasal 9
ayat (1), ayat (2), ayat (3) Peraturan Presiden No. 1 Th. 2007}
Selanjutnya Menteri akan menandatangani pengundangan dengan membubuhkan tanda tangan
pada naskah Peraturan Pemerintah dan menyampaikannya kepada Menteri Sekretaris Negara
untuk disimpan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 10 Peraturan
Presiden No. 1 Th. 2007).
Pembentukan Peraturan Presiden (menurut Undang-Undang No. 10 Th. 2007)
Sama halnya dengan proses pembentukan Peraturan Pemerintah, pembentukan suatu Peraturan
Presiden dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Presiden yang dimaksudkan dalam
Pasal 24 Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan, yaitu Peraturan Presiden No. 68 Th. 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan
Rancangan
Peraturan
Presiden,
Pemrakarsa
dapat
membentuk
Panitia
Pengesahan perjanjian antara Republik Indonesia dan Negara lain atau badan internasional; dan
BAB VI
KERANGKA ATAU BENTUK LUAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
1) Pendahuluan
Undang-undangan No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan secara
tegas menetapakn dalam Pasal 44 bahwa, teknik penyusunan peraturan perundang-undangan
dilakukan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang tersebut, yang berlaku untuk
penyusunan peraturan perundang-undangan ditingkat Pusat, maupun ditingkat Daerah. Secara
keseluruhan Pasal 44 dirumuskan sebagai berikut :
a.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan terhadap teknik penyusunan peraturan perundangundangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.
Adalah penyebutan terhadap Presiden Republik Indonesia selaku pejabat yang berwenang
mengesahkan undang-undang tersebut.
c.
Konsiderans Menimbang
Adalah alasan-alasan atau pertimbangan mengapa undang-undang tersebut perlu dibentuk.
Diktum.
Dictum suatu undang-undang adalah penyebutan/penulisan nama dari undang-undang yang
dibentuk, dan nama tersebut disesuaikan dengan nama yang tertulis dalam judul Undang-Undang
tersebut.
3) Batang Tubuh
Batang tubuh suatu Undang-Undang memuat rumusan-rumusan materi muatan//substansi dari
Undang-undang, yang dirumuskan dalam pasal (-Pasal) karena pasal merupakan satuan acuan
dalam suatu Undang-Undang.
Menurut A. Hamid Attamini (1990), mengutip DWP Ruiter, pasal-pasal dalam Batang Tubuh
suatu Undang-Undang dirumuskan dalam kalimat yang normative, atau rumusan lainnya yang
memuat tentang: (Maria Farida Indrati, 2007:98)
o Perintah;
o Larangan;
o Pengizinan; dan
o Pembebasan
o Berwenang
o Tidak berwenang, dan
o Boleh tapi tidak harus
Batang tubuh suatu Undang-Undang dapat terdiri atas:
a.
Ketentuan umum
Dapat memuat hal-hal yang merupakan ketentuan-ketentuan yang bersifat umum seperti
defenisis, ketentuan-ketentuan pengertian, singkatan, atau penyebutan seorang Menteri atau
Pejabat yang dipakai dalam undang-undang tersebut.
b. Materi pokok yang diatur
Dalam suatu undang-undang tidak dapat dibatasi sehingga luas atau tidaknya materi dalam
Undang-Undang tergantung pada kebutuhan dari masing-masing undang-undang.
c.
Ketentuan Penutup.
Merupakan bagian akhir dari batang tubuh suatu undang-undang, yang biasanya memuat
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
Penunjukan organ atau alat kelengkapan yang diikutsertakan dalam pelaksanaan undang-undang
tersebut, yang dapat berupa:
o Pelaksanaan suatu yang bersifat menjalankan, yang menunjuk pejabat tertentu yangdiberi
wewenang untuk memberikan surat izin, mengangkat pegawai, atau menunjuk pejabat tertentu
untuk menyidik pelanggaran ketentuan dalam undang-undang tersebut; atau
o Pelaksanaan sesuatu yang bersifat mengatur, yaitu pendelegasian wewenang untuk membuat
peraturan pelaksana dari undang-undang yang bersangkutan kepada lembaga atau pejabat
tertentu.
Penyingkatan nama atau judul kutipan pada undang-undang baru yang memiliki nama atau judul
terlalu panjang
4) Penutup
Penutup suatu undang-undang merupakan bagian akhir dari suatu undang-undang, yang
memuat ;
a.
Pengundangan undang-undang;
Sumber : Buku Ilmu Perundang-Undangan Jilid II olh Ny. Maria Farida Indrati
Soeprapto, S.H.,M.H.