SINONIM
Shingles, dompo, cacar ular 1-5
II. DEFINISI
Herpes zoster adalah radang kulit akut, mempunyai sifat khas yaitu
vesikel-vesikel yang tersusun berkelompok sepanjang persarafan sensorik kulit
sesuai dermatom.5 Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela-zoster dari
infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer
oleh virus.6
Setelah infeksi primer oleh virus varisela zoster atau setelah
mendapatkan vaksinasi dengan virus varisela zoster yang dilemahkan, virus ini
akan berdiam di sel ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis.
Virus dalam keadaan dormansi atau laten. Pada suatu ketika, virus dapat
bereplikasi dan berjalan turun menyusuri saraf sensoris menuju ke kulit dan
menimbulkan manifestasi berupa herpes zoster. 7
III.EPIDEMIOLOGI
Penyebaran penyakit herpes zoster sama seperti varicella. Penyakit
ini, merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah penderita mengalami
varicella. Kadang-kadang aricella ini bersifat subklinis. Insiden terjadinya
herpes zoster meningkat sesuai dengan pertambahan usia dan biasanya jarang
mengenai anak-anak. Insiden herpes zoster berdasarkan usia yaitu sejak lahir- 9
tahun : 0,74/1000 ; usia 10-19 tahun: 1,38/ 1000 ; usia 20-29 tahun 2,58/ 1000.
Lebih dari 66% kasus herpes zoster terjadi pada usia lebih dari 50 tahun, dan
hanya 5% kasus terjadi pada usia kurang dari 15 tahun. Di antara pasien-pasien
yang telah terpapar chickenpox, kejadian herpes zoster pada ras kulit hitam
lebih rendah daripada ras kulit putih. Insiden pada pria dan wanita sama
banyaknya. Hampir 50 % penduduk berusia 80 tahun mengalami herpes zoster.
Zoster jarang terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, kecuali pada penderita
AIDS, limfoma, keganasan, defisiensi imun dan orang yang menerima
0
sehingga dapat
menyebabkan infeksi viral pada kulit sepanjang saraf yang terkena. Virus ini
dapat menyebar dari satu atau lebih ganglion sepanjang saraf yang terkena dan
menginfeksi dermatom yang berhubungan dengan saraf tersebut kemudian
menyebabkan kelainan pada kulit. Walaupun biasanya kelainan kulit ini dapat
sembuh dalam 2 sampai 4 minggu, beberapa pasien mengalami nyeri saraf
dalam waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, kondisi seperti ini disebut
neuralgia posherpetika.5-7
Kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan
daerah persarafan ganglion tersebut. Kadang-kadang virus ini juga menyerang
ganglion anterior, bagian motorik kranialis sehingga memberikan gejala-gejala
gangguan motorik. 2
VI. GEJALA KLINIS
menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita lanjut usia dapat menetap,
walaupun krustanya sudah menghilang.1
Daerah yang paling sering terkena infeksi adalah daerah torakal yaitu
lebih dari 50% kasus, daerah trigeminal 10-20% kasus, dan daerah lumbosakral
dan servikal 10-20% kasus, walaupun daerah-daerah lain tidak jarang.1,7
Menurut daerah penyerangannya dikenal :
1. Herpes zoster oftalmika : menyerang dahi dan sekitar mata.
2. Herpes zoster servikalis : menyerang pundak dan lengan.
3. Herpes zoster torakalis
: menyerang telinga.
Jika
fasialis
menyerang
nervus
dan
nervus
auditoris
dapat
2.
Histopatologis
Tampak gambaran vesikula yang bersifat unilokuler, biasanya pada
stratum granulosum, kadang-kadang subepidermal. Terdapat temuan sel
balon yaitu stratum spinosum yang mengalami degenerasi dan membesar,
juga ada badan inklusi (lipscutz) yang tersebar pada inti sel epidermis,
dalam jaringan ikat dan endotel pembuluh darah.11
Pada dermis terdapat dilatasi pembuluh darah dan sebukan limfosit.2
Ditemukan juga nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi endotel pembuluh
darah kecil, hemoragi fokal dan inflamasi bungkus ganglion.9, 11
3.
PCR
pemeriksaan ini digunakan untuk menilai adanya VZV DNA pada sel
yang berasal dari dasar lesi. Pemeriksaan dengan menggunakan PCR ini
memiliki sensitifitas dan spesifisitas sebesar 95% dan 100%.13
4.
Biopsi kulit
Tampak vesikel intraepidermal dengan degenerasi sel epidermal dan
achantolysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya lymphocitic
infiltrate.12
5.
DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan atas gejala dan temuan klinis yang khas, yaitu
lesi kulit berupa gerombolan vesikula di atas kulit yang eritematosa,
terlokalisir sesuai dermatom yang diinervasi oleh satu ganglion sensoris.
Kulit di antara gerombolan normal. Pada lesi yang agak lama, vesikel dapat
telah berubah menjadi pustula, atau bula, atau telah mengalami ulserasi
meninggalkan krusta. Usia lesi dalam satu gerombolan adalah sama dan
berbeda dengan gerombolan yang lain. Lesi ini biasanya didahului dengan
rasa nyeri atau panas yang terbatas pada dermatom ganglion sensoris yang
terkena. Dari anamnesa mengenai riwayat penyakit dahulu didapatkan bahwa
penderita pernah mengalami infeksi varisela sebelumnya. Namun terkadang
infeksi varisela ini sifatnya subklinis sehingga tidak disadari oleh pasien.2,5,7
Secara laboratorik diagnosis dapat ditunjang dengan test Tzanck,
pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi dengan mikroskop electron,
serta tes serologik.1
pascaherpetik yaitu rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan
lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh.2 Bila daya tahan tubuh penderita
mengalami penurunan, akan terjadi reaktivasi virus. Virus mengalami
multiplikasi dan menyebar di dalam ganglion. Ini menyebabkan nekrosis pada
saraf serta terjadi inflamasi yang berat, dan biasanya disertai neuralgia yang
hebat.1 Nyeri ini dapat berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahuntahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi dalam kehidupan sehari-hari.
Kecenderungan ini dijumpai pada orang yang mendapat herpes zoster di atas
usia 40 tahun.2
Sindrom ramsay hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan
otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell),
kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan
pendengaran, nistagmus dan nausea, juga terdapat gangguan pengecapan.2
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa
komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi HIV,
keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering menjadi
ulkus dengan jaringan nekrotik.2
Pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi berbagai komplikasi, di
antaranya ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioretinitis, dan neuritis
optik.2
4,6
Hasil dari vaksin VZV ini juga dapat mencegah kejadian post-herpetic
neuralgia hingga 66% pada pasien udia 60-69 tahun dan 67% pada pasien yang
berusia 70 tahun atau lebih. Selain itu, beberapa penelitian juga menyebutkan
bahwa pemberian vaksin dapat mempersingkat durasi timbulnya maifestasi klinis
dari herpes zoster dibandingkan tanpa diberikan vaksin.13
XII. TERAPI
Terapi padap penyakit herpes zoster diutamakan pada pemberian antiviral.
Terapi antiviral direkomendasikan untuk penyakit herpes zoster baik dengan
kelainan imunitas maupun tanpa kelainan imunitas. Terapi antiviral merupakan
dasar penatalaksanaan herpes zoster. Obat antiviral menginhibisi replikasi VZV dan
mengurangi berat dan durasi herpes zoster dengan efek samping minimal tetapi
tidak dapat mencegah neuralgia posherpetika.4 Pengobatan dengan menggunakan
antiviral direkomendasikan pada pasien yang berusia lebih dari 50 tahun,
mengalami nyeri yang sedang hingga berat, terdapat lesi yang luas, mengenai wajah
atau mata, dengan komplikasi lain, dan pasien dngan imunocompromised. 13 Obat
yang biasa digunakan adalah asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir dan
famciclovir. Sebaiknya diberikan dalam 3 hari pertama sejak lesi muncul.2
Pemberian asiklofir dimulai 72 jam semenjak onset awal munculnya lesi.
Penggunaan antiviral ini lebih direkomendasikan untuk dimulai lebih awal sejak
timbulnya lesi. Dosis asiklovir yang dianjurkan adalah 5 x 800 mg sehari dan
biasanya diberikan 7 hari, sedangkan valasiklovir cukup 3 x 1000 mg sehari karena
konsentrasi dalam plasma lebih tinggi. Jika lesi baru masih tetap timbul obat
tersebut masih dapat diteruskan dan dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak
timbul lagi.2 Pemberian acycovir intravena juga dianjurkan pada pasien yang
mengalami imunocompromised yang membutuhkan hospitalisasi dan disertai
komplikasi berat neurologik. Foscarnet juga dapat digunakan pada pasien dengan
imunocompromised dan resisren terhadap acyclovir VZV.13
Penggunaan glukokortikoid dengan kombinasi antivirus masih kontroversial
untuk digunakan pada herpes zoster. Namun beberapa studi menjelaskan bahwa
pemberian prednison atau prednisolon dapat mengurangi nyeri akut pada herpes
zoster. Penambahan glukokortikoid dengan antiviral pada terapi herpes zoster belum
dapat dijelaskan bisa mengurangi insidensi postherpetic neuralgia.13
Penatalaksanaan post-herpetic neuralgia bersifat kompleks, seringkali
membutuhkan pendekatan multidisiplin. Penelitian-penelitian klinik menunjukkan
9
bertahun-tahun pada 50 % pasien herpes zoster di atas usia 60 tahun, bila nervus
trigeminus terkena.4 Pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada
tindakan perawatan secara dini.2
DAFTAR PUSTAKA
1. Hartadi, Sumaryo S. 2000. Infeksi Virus. Dalam:
Klaus Wolff and Ricard allen Johnson. 2009. Viral infections of skin and
mucosa. In:F I Tzpatricks Color Atlas And Synopsis Of Clinical Dermatology
Sixth Edition. United States: The McGraw-Hill Companies. pp :837-849.
12