Anda di halaman 1dari 28

AMENORE

Oleh:
Dian Fikri Rachmawan G99141053
Alfian Noor Hakim K G99141171

Pembimbing:
dr. Eka B.W. , M.Kes., SpOG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR SOEDIRAN MS
SURAKARTA
2015

0
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1
DAFTAR TABEL 2
DAFTAR GAMBAR 3

BAB I PENDAHULUAN 4
A. LATAR BELAKANG 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6


A. DEFINISI 6
B. EPIDEMIOLOGI 6
C. KLASIFIKASI AMENORE PATOLOGI 7
D. PATOFISIOLOGI 9
E. ETIOLOGI 12
F. TANDA DAN GEJALA 15
G. DIAGNOSIS 16
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG 18
I. PENATALAKSANAAN 21
25

BAB III PENUTUP


A. SIMPULAN 25
DAFTAR PUSTAKA 27

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Etiologi Amenorea Secara Umum 12


Tabel 2. Penyebab Amenorea 14
Tabel 3. Penyebab Tersering Dari Amenorea Sekunder 14
Tabel 4. Perkembangan Pubertas Wanita Normal Melalui

Stadium Tanner 15
Tabel 5. Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik Pada Pasien

Amenorea 17
Tabel 6. Guideline Untuk Progestogen Challenge Test 20

1
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hipotalamus, hipofisis, dan ovarium membentuk 9

axis endokrin fungsional, yang dikenal sebagai axis

HPO, dengan regulasi hormonal dan reaksi umpan

balik
Gambar 2. Siklus menstruasi wanita normal 10
Gambar 3. Kompartemen-kompartemen menstruasi 11

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ovarium merupakan salah satu bagian dari organ reproduksi perempuan yang
terpenting. Ovarium melepaskan sel ovum ke tuba falopi untuk proses fertilisasi.
Selain itu ovarium berfungsi memproduksi hormon yang penting bagi sistem tubuh
perempuan. Ovarium pada masa anak-anak masih dalam keadaan istirahat karena
belum berfungsi secara sempurna seperti di masa reproduktif. Baru apabila terjadi
pubertas, maka terjadilah perubahan-perubahan dalam ovarium yang dampak dari
perubahan tersebut mengakibatkan pula perubahan-perubahan besar pada seluruh
tubuh seorang wanita.
Pubertas tercapai pada umur 12-16 tahun dan dipengaruhi oleh keturunan,
bangsa, iklim, dan lingkungan. Kejadian yang terpenting dalam pubertas ialah
timbulnya haid yang pertama kali (menarche). Walaupun begitu menarche
merupakan gejala pubertas yang lambat. Perubahan paling awal yang terjadi adalah
pertumbuhan dari payudara (thelarche), kemudian pertumbuhan rambut kemaluan

3
(pubarche), disusul dengan tumbuhnya rambut di ketiak. Setelah itu barulah terjadi
menarche, dan sesudah itu haid datang secara siklik dan berkelanjutan.
Haid (menstruasi) adalah perdarahan yang siklik dari uterus sebagai tanda
bahwa alat kandungan berfungsi secara normal. Secara fisiologis menstruasi adalah
proses hormonal dalam tubuh wanita sebagai hasil dari pelepasan ovum. Pelepasan
itu terjadi ketika ovum yang ada di ovarium tidak dibuahi.
Amenorea adalah absennya perdarahan menstruasi.1Amenorea normal terjadi
pada wanita prepubertal, kehamilan, dan postmenopause. Pada wanita usia
reproduktif, yang harus diperhatikan pertama kali dalam mendiagnosa etiologi dari
amenorea adalah kehamilan. Apabila tidak ada kehamilan, barulah kita harus
mencari alternatif lain untuk mencari etiologi dari amenorea itu sendiri.
Amenorea primer merupakan tidak munculnya menstruasi ketika wanita 16
tahun dengan pertumbuhan seksual sekunder normal atau 14 tahun tanpa adanya
pertumbuhan seksual sekunder. Diagnosa yang terjadi pada amenorea primer
termasuk diantaranya vaginal agenesis, sindroma insensitifitas androgen, sindroma
Turner. Diagnosa yang lain tergantung pada pemeriksaan yang lain.
Sedangkan Amenorea sekunder didefinisikan sebagai berhentinya menstruasi
saat setelah menarche telah terjadi. Oligomenore didefinisikan sebagai menstruasi
terjadi pada interval yang lebih panjang dari 35 hari. Belum ada konsensus yang
tercapai mengenai titik temu di mana oligomenore menjadi amenorea. Beberapa
penulis menyarankan bahwa adanya menstruasi selama 6 bulan merupakan
amenorea, tapi dasar rekomendasi ini tidak jelas. Untuk seorang gadis
postmenarchal atau wanita usia reproduksi mengalami siklus menstruasi Interval
lebih dari 90 hari secara statistik merupakan sesuatu yang abnormal.1

4
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Definisi

Amenorea adalah keadaan tidak adanya menstruasi. Amenorea terbagi menjadi


amenorea fisiologik dan patologik. Amenorea fisiologik yaitu terdapat dalam masa
sebelum pubertas, masa kehamilan, masa laktasi, dan sesudah menopause.
Amenorea patologik yaitu amneorea yang terjadi karena sebab tertentu diluar
amenorea fisiologik. Amenorea dapat dibagi menjadi amenorea primer dan
amenorea sekunder.

1. Amenorea primer adalah adalah tidak adanya menstruasi


pada perempuan usia 16 tahun dengan adanya perkembangan karakteristik
seksual sekunder, atau pada anak perempuan 14 tahun tanpa perkembangan
karakteristik seksual sekunder.16

2. Amenorea sekunder adalah tidak adanya menstruasi selama


lebih kurang 3 bulan berturut-turut pada perempuan dengan riwayat sklus
menstruasi normal atau tidak adanya menstruasi selama 9 bulan berturut-turut

5
pada perempuan dengan riwayat oligomenore sebelumnya.2,3 Angka kejadian
berkisar antara 1 – 5%. Adanya amenorea sekunder lebih menunjuk kepada
sebab-sebab yang timbul kemudian dalam kehidupan wanita, seperti gangguan
gizi, gangguan metabolisme, tumor, penyakit infeksi dan lain-lain.1

B. Epidemiologi

Insidensi amenorea primer di Amerika Serikat kurang dari 1% setiap


tahunnya. Sekitar 5-7% wanita di Amerika Serikat setiap tahunnya mengalami
amenorea sekunder selama 3 bulan.4 Belum ada bukti yang menunjukkan bahwa
prevalensi amenorea bervariasi menurut asal-usul kebangsaan atau kelompok
etnis. Namun, faktor lingkungan setempat yang berhubungan dengan gizi dan
prevalensi penyakit kronis diragukan berpengaruh. Misalnya, usia menstruasi
pertama (menarche) bervariasi tergantung lokasi geografis, seperti yang
ditunjukkan oleh sebuah studi Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO yang
membandingkan 11 negara, melaporkan rata-rata usia menarche dari 13-16 tahun.

Data terbaru adanya peningkatan tingkat obesitas di seluruh dunia juga


berkontribusi untuk onset menarche yang lebih awal dan meningkatan prevalensi
gangguan menstruasi terkait obesitas, terutama di daerah di mana obesitas lebih
dominan.5 Paparan racun lingkungan, yaitu hormonally active endocrine
disruptors dapat juga meningkatkan gangguan haid dan gangguan reproduksi di
daerah endemik.6

C. Klasifikasi Amenorea Patologik


Seperti dikatakan di atas, amenorea primer dan amenorea sekunder masing-
masing mempunyai sebab-sebab sendiri; pada amenorea primer kelainan gonad
memegang peranan penting. Akan penting, banyak sebab ditemukan pada kedua
jenis amenorea; oleh karena itu, klasifikasi di bawah ini mencakup sebab-sebab
pada amenorea primer dan amenorea sekunder.7

1. Gangguan organik pusat


Sebab organik, tumor, radang, destruksi
2. Gangguan kejiwaan
a. Syok emosional
b. Psikosis

6
c. Anoreksia nervosa
d. Pseudosiesis
3. Gangguan axis hypothalamus-hipofisis
a. Sindrom amenorea-galaktorea
b. Sindrom Stein-Leventhal
c. Amenorea hipotalamik
4. Ganguan hipofisis
a. Sindrom Sheehan dan penyakit Simmonds
b. Tumor
1) Adenoma basofil (penyakit Cushing)
2) Adenoma asidofil (akromegali, gigantisme)
3) Adenoma kromofob (sindrom Forbes-Albright)

5. Gangguan gonad
a. Kelainan congenital
1) disgenesis ovarii (sindrom Turner)
2) sindrom testicular feminization
b. Menopause premature
c. The insensitive ovary
d. Penghentian fungsi ovarium karena operasi, radiasi, radang, dan sebagainya.
e. Tumor sel-granulosa, sel-teka, sel-hilus, adrenal, arenoblastoma.
6. Gangguan glandula suprarenalis
a. sindrom adrenogenital
b. sindrom Cushing
c. penyakit Addison
7. Gangguan glandula tiroidea
Hipotireoidi, hipertiroidi, kretinisme.
8. Gangguan pancreas
Diabetes mellitus.
9. Gangguan uterus, vagina
a. aplasia dan hipoplasia uteri
b. sindrom Asherman
c. endometritis tuberkulosis
d. histerektomi
7
e. aplasia vaginae
10. penyakit-penyakit umum
a. penyakit umum
b. gangguan gizi
c. obesitas.
Untuk keperluan diagnostik sebab-sebab amenorea dapat digolongkan menurut
kompartemen badan yang ikut berperan dala terjadinya proses haid dan yang
menjadi tempat dari kelainan yang menyebabkan amenorea. Melalui klasifikasi di
atas, etiologi amenorea primer dan sekunder seringkali saling tumpang tindih.

D. Patofisiologi

Menstruasi adalah siklus teratur peluruhan lapisan rahim akibat interaksi


hormon yang diproduksi oleh hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. Hipotalamus,
hipofisis, dan ovarium membentuk axis endokrin fungsional, yang dikenal sebagai
axis HPO, dengan regulasi hormon dan reaksi umpan balik, seperti yang
ditunjukkan pada gambar 1.

Siklus menstruasi yang teratur dapat diprediksi jika hormon estradiol dan
progesteron dikeluarkan ovarium secara teratur sesuai respon rangsangan dari
hipotalamus dan hipofisis. Estradiol yang beredar merangsang pertumbuhan
endometrium. Progesteron yang diproduksi oleh korpus luteum setelah ovulasi
merubah endometrium proliferasi menjadi endometrium sekretori. Jika kehamilan
tidak terjadi, endometrium sekretori ini luluh selama periode menstruasi.

8
Gambar 1. Hipotalamus, hipofisis, dan ovarium membentuk axis endokrin
fungsional, yang dikenal sebagai axis HPO, dengan regulasi
hormonal dan reaksi umpan balik.8

Hipotalamus, terletak di sistem saraf pusat, melepaskan gonadotropin-


releasing hormone (GnRH) terus menerus, yang diangkut ke hipofisis anterior, di
mana ia mengikat reseptor GnRH untuk menstimulasi gonadotropin. Sebagai
respon terhadap rangsangan oleh GnRH, sel-sel ini mengeluarkan gonadotropin
follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Selanjutnya,
hormon ini merangsang ovarium untuk mensintesis dan mengeluarkan hormon
steroid. Pelepasan hormon melalui axis (HPO) hipotalamus-hipofisis-ovarium
diatur dengan umpan balik negatif hormon steroid pada gonadotropin di hipofisis
anterior dan inhibisi langsung pada tingkat hipotalamus. Stimulasi dan inhibisi
negatif melengkapi jalur antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. Setiap
gangguan axis ini dapat mengakibatkan amenorea. Menetapkan adanya disfungsi
primer sangat penting dalam menentukan patofisiologi amenorea.8

9
Gambar 2. Siklus menstruasi wanita normal
Secara fisiologi ada empat kompartemen yang berperan dalam proses haid dan
keempat kompartemen inilah yang menjadi dasar untuk mengevaluasi terjadinya
amenorea3, yaitu :
I. Kompartemen I : kelainan di saluran keluar kelamin sebagai target organ
(uterus dan vagina).
II. Kompatemen II : kelainan di ovarium
III. Kompartemen III : kelainan di anterior hipofisis
IV. Kompaetemen IV : kelainan karena faktor susunan sarap pusat (hipotalamus)

10
Gambar 3. Kompartemen-kompartemen menstruasi3

Amenorrhea terjadi jika hipotalamus dan pituitari gagal dalam memberikan


stimulasi gonadotropin pada ovarium, sehingga produksi estradiol tidak memadai
dan atau terjadi kegagalan ovulasi dan kegagalan produksi
progesteron. Amenorrhea juga dapat terjadi jika ovarium gagal menghasilkan
jumlah estradiol yang cukup meskipun stimulasi gonadotropin normal oleh
hipotalamus dan hipofisis. Dalam beberapa kasus, hipotalamus, hipofisis, dan
ovarium semua dapat berfungsi normal, namun amenorea dapat terjadi karena
kelainan uterus seperti perlekatan dalam rongga endometrium, defek pada serviks,
septum uteri, dan hymen imperforata.8

E. Etiologi
Etiologi amenorea secara umum sangat kompleks, selain disebabkan kelainan
endokrinologi bisa juga disebabkan faktor psikis atau penyakit sistemik lain.
Secara umum penyebeb amenorea dibagi dalam sebelas bentuk17 :

No Kelompok Penyebab
I Penyebab secara umum Pubertas tarda
Insufisiensi kelenjar hipofisis

11
Penyakit Non endokrinologik
Penyakit kronik
Intoksikasi
Kurang gizi
Kerja berat
II Penyebab di vagina Tidak ada uterus (total/partial)
Atresia hymen
III Penyebab di uterus Tidak ada uterus
Kelainan congenital
Uterus hipoplasi
Atresia serviks
Atresia cavum uteri
Kerusakan endometrium akibat :
kuretase, infeksi dan obat-obatan
IV Penyebab di ovarium Tidak ada ovarium
Hipogenesis ovarium
Pengangkatan ovarium
Ovarium polikistik
Insufisiensi ovarium (penyinaran)
Folikel persisten
Tumor ovarium
V Penyebab di hipofisis Insufisiensi sekunder : tumor, trauma,
post partum (Sindrom Sheehan)
VI Penyebab di ensefal Insufisiensi sekunder : tumor ,
trauma, kegemukan, kekurusan
(anoreksia nervosa)
VII Penyebab di korteks Trauma psikis
VIII Penyebab di adrenal Sindrom adrenogen akibat
insufisiensi suprarenal dan tumor
IX Penyebab di kelenjar tiroid Hipotiroid/hipertiroid
X Penyebab di pancreas Kekurangan insulin
XI Obat-obatan Steroid seks atau obat yang
meningkatkan kadar PRL
Tabel 1. Etiologi amenorea secara umum17

Sedangkan etiologi untuk amenorea sekunder sendiri setelah kehamilan,


penyakit tiroid, dan hiperprolaktinemia dieliminasi sebagai diagnosis potensial.

12
Maka, sisanya penyebab amenorea sekunder diklasifikasikan sebagai
normogonadotropic amenorea, hipogonadotropik hipogonadisme, dan
hipergonadotropik hipogonadisme, masing-masing berhubungan dengan etiologi
spesifik (Tabel 1).

Tabel 2. Penyebab Amenorea3

13
Tabel 3. Penyebab tersering dari amenorea sekunder1
F. Tanda dan gejala
Tanda amenorea adalah tidak didapatkannya menstruasi pada usia 16 tahun,
dengan atau tanpa perkembangan seksual sekunder (perkembangan payudara,
perkembangan rambut pubis), atau kondisi dimana wanita tersebut tidak
mendapatkan menstruasi selama 3 bulan berturut-turut padahal sebelumnya sudah
pernah mendapatkan menstruasi. Gejala lainnya tergantung dari apa yang
menyebabkan terjadinya amenorea.
Perkembangan pubertas pada wanita normal digambarkan melalui Stadium
Tanner yaitu :

14
Tabel 4. Perkembangan pubertas wanita normal melalui stadium Tanner2,9,10

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan pada amenorea:


1. Sakit kepala
2. Galaktore (pembentukan air susu pada wanita yang tidak hamil dan tidak
sedang menyusui)
3. Gangguan penglihatan (pada tumor hipofisa)
4. Penurunan atau penambahan berat badan yang berarti
5. Vagina yang kering
6. Hirsutisme (pertumbuhan rambut yang berlebihan, yang mengikuti pola pria),
perubahan suara dan perubahan ukuran payudara.

G. Diagnosis

15
Dari klasifikasi diatas dapat kita lihat bahwa gejala amenorea dijumpai pada
penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan yang bermacam-macam. Sudah jelas
bahwa untuk menegakkan diagnosis yang tepat berdasarkan etiologi, tidak jarang
diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan yang beraneka ragam, rumit dan mahal
harganya.
Dalam kebanyakan kasus, variabel klinis saja tidak cukup untuk menentukan
mekanisme patofisiologis yang mengganggu siklus haid normal. Semua wanita
dengan 3 bulan amenorea sekunder harus memiliki penilaian diagnostik dimulai
pada kunjungan pertama.

Mengetahu riwayat pasien sangat penting untuk menguraikan etiologi


potensial amenorea sekunder. Sering kali, keterbatasan waktu menjadi kendala
seorang praktisi untuk memperoleh riwayat menyeluruh dan review gejala pada
kunjungan pertama. Maka, diperlukan penjadwalan kunjungan ulang terhadap
evaluasi yang lebih menyeluruh.

16
Tabel 5. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik pada pasien Amenorea 11
Pada pemeriksaan ginekologik umumnya dapat diketahui :
1. Adanya aplasia vaginae,
2. Keadaan klitoris,
3. Aplasia uteri,
4. Adanya tumor,
5. Keadaan ovarium, dan sebagainya.
Anamnesis, pemeriksaan umum dan pemeriksaan ginekologik yang baik
menjadi standar untuk penegakan diagnosis amenorea dan banyak kasus
amenorea dapat diketahui penyebabnya.

17
H. Pemeriksaan Penunjang
Apabila pemeriksaan klinik tidak memberi gambaran yang jelas mengenai
sebab amenorea, maka dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut:7
1. Pemeriksaan foto rontgen dari thoraks terhadap tuberkulosis pulmonum, dan
dari sella tursika untuk mengetahui apakah ada perubahan pada sella tersebut.
Dengan pemeriksaan foto roentgen dari sella tursika dapat ditentukan ada
tidaknya tumor hipofisis.
2. Pemeriksaan sitologi vagina untuk mengetahui adanya estrogen yang dapat
dibuktikan berkat pengaruhnya.
3. Tes toleransi glukosa untuk mengetahui adanya diabetes mellitus.
4. Pemeriksaan mata untuk mengetahui keadaan retina, dan luasnya lapangan
visus jika ada kemungkinan tumor hipofisis.
5. Kerokan uterus untuk mengetahui keadaan endometrium, dan untuk
mengetahui adanya endometritis tuberkulosa.
6. Pemeriksaan metabolisme basal atau jika ada fasilitasnya, pemeriksaan T3,
dan T4 untuk mengetahui fungsi glandula tiroidea.

Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah:


1. Biopsi endometrium
2. Progestin withdrawal
3. Kadar prolaktin
Kadar prolaktin lebih dari 200 ng / mL tidak diamati, kecuali dalam kasus
adenoma hipofisis prolaktin-mensekresi (prolaktinoma). Secara umum, kadar
prolaktin serum berkorelasi dengan ukuran tumor.
4. Kadar hormon (misalnya testosteron)
Testosteron dan dehydroepiandrosterone sulfat: Mendapatkan tes-tes ini tidak
diperlukan pada wanita dengan tidak ada bukti kelebihan androgen.
5. Tes fungsi tiroid
6. Tes kehamilan
7. Kadar FSH < LH, TSH
Tingkat FSH dalam kisaran menopause merupakan indikasi dari
ketidakcukupan ovarium primer atau kegagalan ovarium prematur. Periksa
rentang referensi untuk laboratorium dimana tes dilakukan.

18
Kemungkinan kecil, kadar FSH yang sangat tinggi adalah karena adenoma,
hipofisis fungsional FSH-mensekresi.Jika hal ini terjadi, kadar estradiol serum
akan ditinggikan (bukan menurun, seperti yang terlihat pada insufisiensi
ovarium primer atau kegagalan ovarium prematur) dan hiperstimulasi ovarium
dengan pembesaran, ovarium kistik mungkin ada.
LH meningkat pada defisiensi 17-20-lyase, defisiensi 17-hydroxylase, dan
kegagalan ovarium premature.
8. Kariotipe untuk mengetahui adanya kelainan kromosom
9. CT scan kepala (jika diduga ada tumor hipofisa).

Pemeriksaan-pemeriksaan yang memerlukan fasilitas khusus:7


1. Laparoskopi : dengan laparoskopi dapat diketahui adanya hipoplasia uteri yang
berat, aplasia uteri, disgenesis ovarium, tumor ovarium, ovarium polikistik
(sindrom Stein-Leventhal) dan sebagainya.
2. Pemeriksaan kromatin seks untuk mengetahui apakah penderita secara genetik
seorang wanita. Akan tetapi, kromatin seks positif belum berarti bahwa
penderita yang bersangkutan seorang wanita yang genetik normal oleh karena
kromatin seks positif dijumpai pula pada gambaran kromosom 44 XXY, 44
XXX, atau gambaran mosaik seperti XX/XO, XXXY atau XXYY.
3. Pembuatan kariogram dengan pembiakan sel-sel guna mempelajari hal-ihwal
kromosom, antara lain apabila fenotipe tidak sesuai dengan genotipe.
4. Pemeriksaan kadar hormon.

Di atas sudah disebut pemeriksaan T3 dan T4 untuk mengetahui fungsi


glandula tiroidea. Selain itu, pemeriksaan-pemeriksaan kadar FSH, LH, estrogen,
prolaktin, dan 17-ketosteroid mempunyai arti yang penting. Pada defisiensi fungsi
hipofisis misalnya kadar FSH rendah, sedang pada defisiensi ovarium umumnya
kadar FSH tinggi dan kadar estrogen rendah. Pada hiperfungsi glandula
suprarenalis kadar 17-kelosteroid meningkat.
Pada amenorea primer, apabila didapatkan adanya perkembangan seksual
sekunder maka diperlukan pemeriksaan organ dalam reproduksi (ovarium, uterus,
perlekatan dalam rahim) melalui pemeriksaan USG, histerosalpingografi,
histeroskopi, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).

19
Apabila tidak didapatkan tanda-tanda perkembangan seksualitas sekunder
maka diperlukan pemeriksaan kadar hormon FSH dan LH. Setelah kemungkinan
kehamilan disingkirkan pada amenorea sekunder, maka dapat dilakukan
pemeriksaan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) karena kadar hormon tiroid
dapat mempengaruhi kadar hormon prolaktin dalam tubuh. Selain itu kadar
hormon prolaktin dalam tubuh juga perlu diperiksa.
Dilakukan pula tes progesteron (pemberian obat hormon progesteron), bila
hasil positif pada kadar prolaktin dan tiroid yang normal maka amenorea yang
terjadi disebabkan karena siklus anovulasi. Bila kadar prolaktin tinggi
diagnosisnya hiperprolaktinemia, bila TSH tinggi maka diagnosisnya adalah
hipotiroidisme. Bila hasil tes progesterone negatif dan diagnosis belum jelas
dilakukan tes estrogen dan progesterone (yaitu minum obat hormone estrogen
selama 21 hari) dan hormone progesterone 10 hari terakhir ) bila setelah obat habis
timbul haid lanjutkan pemeriksaan hormone FSH. Jika FSH tinggi dan pasien
berusia lebih 30 tahun, indikasi untuk pemeriksaan kromosom. Jika didapati
mosaik dengan kromosom Y, peluang 25% tumor ganas ovarium. Jika FSH normal
atau rendah lakukan CT-Scan kepala adalah tumor hipofisis. Bila tidak timbul haid,
permasalahan pada rahim. Sindrom asherman adalah yang paling mungkin.
Apabila kadar hormon TSH dan prolaktin normal, maka Estrogen atau Progestogen
Challenge Test adalah pilihan untuk melihat kerja hormon estrogen terhadap
lapisan endometrium dalam rahim. Selanjutnya dapat dievaluasi dengan MRI2,3

Tabel 6. Guideline untuk Progestogen Challenge test2,3


I. Penatalaksanaan

20
Pengobatan yang dilakukan sesuai dengan penyebab dari amenorea yang
dialami, apabila penyebabnya adalah obesitas, maka diet dan olahraga adalah
terapinya. Belajar untuk mengatasi stress dan menurunkan aktivitas fisik yang
berlebih juga dapat membantu. Terapi amenorea dapat diklasifikasikan berdasarkan
penyebab saluran reproduksi, penyebab ovarium, dan penyebab susunan saraf
pusat.
Setelah kehamilan, penyakit tiroid, dan hiperprolaktinemia dieliminasi sebagai
diagnosis potensial, sisanya penyebab amenorea sekunder diklasifikasikan sebagai
normogonadotropic amenorea, hipogonadotropik hipogonadisme, dan
hipergonadotropik hipogonadisme, masing-masing berhubungan dengan etiologi
spesifik (Tabel 1)2
1. Hypothiroidisme
Tanda-tanda klinis lain dari penyakit tiroid biasanya dicatat sebelum hadiah
amenorea. Hipotiroidisme Mild lebih sering dikaitkan dengan hypermenorrhea
atau oligomenore dibandingkan dengan amenorea. Pengobatan hipotiroidisme
harus mengembalikan menstruasi, tetapi ini mungkin memerlukan beberapa
bulan.
2. Hiperprolaktinemia
Seorang pasien dengan kadar prolaktin yang meningkat nyata, galaktorea,
sakit kepala, atau gangguan visual harus dilakukan Pemeriksaan MRI untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya suatu tumor hipofisis. Adenoma adalah
penyebab paling umum dari disfungsi hipofisis anterior. Tingkat prolaktin lebih
dari 100 ng per mL (100 mcg per L) menunjukkan suatu prolaktinoma, dan pada
kondisi ini harus dilakukan pemeriksaan MRI. Jika tumor telah disingkirkan
sebagai penyebab keluhan tersebut, Maka obat (misalnya, pil kontrasepsi oral,
antipsikotik, antidepresan, antihipertensi, histamin H2 blocker, opiat) adalah
penyebab paling umum berikutnya dari hiperprolaktinemia. Obat-obatan
biasanya meningkatkan kadar prolaktin kurang dari 100 ng per mL. Ketika
hiperprolaktinemia ternyata tidak berhubungan dengan tumor, Maka dokter
harus mengidentifikasi dan mengobati atau menghilangkan penyebab dasar.
Pada Tabel 2.1 terdapat daftar etiologi umum hiperprolaktinemia.
Jika mikroadenoma asimtomatik (< 10 mm) ditemukan pada saat
pemeriksaan MRI, harus dilakukan pengukuran ulang prolaktin dan pencitraan
ntuk monitoring perkembangannya. Mikroadenoma merupakan suatu tumor
21
yang pertumbuhannya lambat dan jarang berkembang menjadi ganas.
Pengobatan mikroadenoma harus fokus pada manajemen infertilitas, galaktorea,
dan ketidaknyamanan pada payudara. Sebuah agonis dopamin dapat membantu
meningkatkan gejala dan kesuburan. Bromocriptine (Parlodel) cukup efektif,
tetapi cabergoline (Dostinex) telah terbukti lebih unggul dalam efektivitas dan
tolerability. Sedangkan Macroadenoma sendiri dapat diobati dengan agonis
dopamin atau dihilangkan dengan reseksi transsphenoidal atau kraniotomi, jika
diperlukan.
3. Amenorea Normogonadotropic
Dua penyebab umum amenorea normogonadotropic adalah obstruksi saluran
keluar dan hiperandrogenik anovulasi kronik. Penyebab paling umum dari
outflow obstruksi pada amenorea sekunder adalah Asherman Sindrom (sinekia
intrauterin dan jaringan parut, biasanya oleh karena kuretase atau infeksi).
Histerosalpingografi, histeroskopi, atau sonohysterography dapat membantu
mendiagnosa Sindrom Asherman. Penyebab lain dari saluran keluar obstruksi
termasuk stenosis serviks dan obstruktif fibroid atau polip.
Sindrom ovarium polikistik (PCOS) merupakan penyebab anovulasi kronik
hiperandrogenik yang paling umum. The National Institutes of Health
mendiagnosis suaut kriteria untuk PCOS adalah anovulasi kronik dan
hiperandrogenisme dengan tidak ada penyebab sekunder lainnya yang dapat
diidentifikasi. Etiologi primer PCOS belum diketahui, tetapi resistensi terhadap
insulin dianggap suatu komponen mendasar.
Diagnosis PCOS terutama melului klinis, meskipun penelitian laboratorium
mungkin diperlukan untuk menyingkirkan penyebab lain hiperandrogenisme
(Tabel 2.5). Peningkatan kadar testosteron atau dehydroepiandrosterone sulfate
meningkat secara signifikan menunjukkan kemungkinan suatu androgen-
secreting tumor (ovarium atau adrenal). Tingkatan dari 17-hidroksiprogesteron
dapat membantu mendiagnosa onset dewasa dengan hiperplasia adrenal yang
kongenital. Penyakit Cushing memang jarang, walaupun begitu pasien juga
harus discreening ketika tanda dan gejala yang karakteristik (misalnya, striae,
punuk kerbau, obesitas sentral yang signifikan, mudah memar, hipertensi,
kelemahan otot proksimal) telah ditemukan.
Pengobatan utama untuk PCOS adalah penurunan berat badan melalui diet
dan olahraga. Penurunan berat badan dapat menurunkan tingkat androgen,
22
meningkatkan hirsutisme, menormalkan menstruasi, dan mengurangi resistensi
insulin. Penggunaan kontrasepsi oral pil atau agen progestasional siklik dapat
membantu mempertahankan endometrium yang normal. Regimen progestin
siklik yang optimal untuk mencegah kanker endometrium belum diketahui,
tetapi rejimen yang tiap bulannya 10-14-hari telah direkommendasikan. Insulin
agen sensitisasi seperti metformin (Glucophage) dapat mengurangi resistensi
insulin dan meningkatkan fungsi ovulasi.
4. Hipogonadisme Hipergonadotropik
Kegagalan ovarium dapat menyebabkan menopause atau dapat terjadi
sebelum waktunya. Rata-rata menopause terjadi pada usia 50 tahun dan
disebabkan oleh folikel ovarium yang deplesi. Kegagalan ovarium prematur
ditandai dengan amenorea, hipoestrogenisme, dan peningkatan kadar
gonadotropin terjadi sebelum usia 40 tahun dan tidak selalu irreversible13 (0,1
persen wanita dipengaruhi oleh usia 30 tahun dan satu persen oleh 40 tahun).14
Sekitar 50 persen wanita dengan kegagalan ovarium prematur memiliki
functioning ovarium intermiten dengan 5 sampai 10 persen kesempatan untuk
mencapai pembuahan alami.
Wanita dengan kegagalan ovarium prematur memiliki peningkatan risiko
osteoporosis dan penyakit jantung. Kondisi ini juga dapat dikaitkan dengan
gangguan autoimun endokrin seperti hipotiroidisme, Penyakit Addison, dan
diabetes mellitus. Oleh karena itu, glukosa puasa, thyroid-stimulating hormone
(TSH), dan, jika secara klinis sesuai, kadar kortisol pagi juga harus diukur.
Pengujian laboratorium lainnya harus ditentukan berdasarkan patient. individu
Sekitar 20 sampai 40 persen wanita dengan kegagalan ovarium premature akan
perembang menjadi gangguan autoimun lain; Oleh karena itu, jika tes
laboratorium awal normal, skrining secara periodik harus dipertimbangkan.
Pasien lebih muda dari 30 tahun harus dilakukan analisis kariotipe untuk
mengatur kehadiran kromosom Y dan perlunya penghapusan jaringan gonad.
Biopsi ovarium dan tes antibodi antiovarian belum terbukti memiliki klinis
bermanfaat.
5. Hipogonadisme Hipogonadotropik
Amenorea hipotalamus dikaitkan dengan kelainan di sekresi gonadotropin-
releasing hormone (GnRH) dan gangguan sumbu hipotalamus-pituitaryovarian.
Kondisi ini sering disebabkan oleh berlebihan penurunan berat badan, olahraga,
23
atau stres. Penyebab lainnya terdaftar pada Tabel 2.1 Mekanisme bagaimana
stres atau berat kerugian mempengaruhi sekresi GnRH belum diketahui pasti.15
Pengobatan amenorea hipotalamus tergantung pada etiologi. Wanita dengan
berat badan yang berlebihan harus diskrining untuk gangguan makan dan
diobati jika didiagnosis anoreksia nervosa atau bulimia nervosa. Menstruasi
biasanya akan kembali setelah berat badan turun.
Atlet muda dapat mengembangkan kombinasi kesehatan kondisi yang
disebut trias atlet wanita yang meliputi gangguan makan, amenorea, dan
osteoporosis. Haid dapat kembali setelah sedikit peningkatan asupan kalori atau
penurunan dalam pelatihan atletik. Mirip dengan pasien dengan gangguan
makan, atlet dengan terus amenorea beresiko kehilangan tulang. Pada atlet
remaja, pengeroposan tulang terjadi selama perkembangan puncak massa tulang
dan mungkin tidak reversible. Olahraga angkat beban sebagian dapat
melindungi terhadap kehilangan tulang.
Pada pasien dengan amenorea yang disebabkan oleh gangguan makan atau
berolahraga, penggunaan kontrasepsi oral pil atau terapi hormon menopause
dapat menurunkan turn over tulang dan kehilangan sebagian tulang, namun,
sebaliknya belum terbukti meningkatkan secara signifikan massa tulang.
Bifosfonat, secara tradisional digunakan untuk mengobati osteoporosis
pascamenopause, yang mungkin teratogen dan belum diteliti sebagai terapi pada
wanita usia reproduksi. Asupan kalsium dan vitamin D direkomendasikan untuk
pasien ini.2

24
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Amenorea merupakan keadaan absennya perdarahan menstruasi pada wanita.
Amenorea dapat terjadi secara fisiologis maupun patologis. Amenorea sekunder
adalah absennya perdarahan mentruasi selama 3 bulan berturut-turut dengan
riwayat mentruasi yang normal atau selama 9 bulan dengan riwayat oligomenore.
Amenorea sekunder merupakan amenorea patologis yang paling sering
ditemukan dibandingkan dengan yang primer. Amenorea sekunder dapat
disebabkan oleh gangguan pada ovarium, kelenjar hipofisis, ataupun
hipotalamus.
Diagnosis amenorea sekunder ditegakkan berdasarkan penyakit yang
mendasarinya melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pengobatan juga tergantung penyakit yang mendasari amenorea sekunder tersebut
timbul. Maka, sangat penting menelusuri penyebab amenorea sekunder pasien
sejak dari kunujungan pertama secara cermat dant teliti. Prognosis amenorea
sekunder bervariasi sesuai dengan penyebab yang mendasarinya tersebut.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Practice commite of American Society for Reproductive Medicine. 2008. Current


evaluation of amenorrhea. Birmingham, Alabama. Fertil Steril.;90 :S219-25
2. Master-hunter T, Heiman DL. 2006. Amenorrhea: Evaluation and Treatment. Am
Fam Physician;73:1374-82, 1387.
3. Speroff L, Fritz MA. 2005. Amenorrhea. In: Clinical gynecologic endocrinology
and infertility. 7th ed. Philadelphia, Pa.: Lippincott Williams & Wilkins,;401-64.
4. Professional Guide to Diseases (Professional Guide Series). 8th ed. Lippincott
Williams & Wilkins; 2005.
5. Pandey S, Bhattacharya S. 2010. Impact of obesity on gynecology. Womens
Health (Lond Engl);6(1):107-17. [Medline].
6. Phillips KP, Foster WG. 2008. Key developments in endocrine disrupter research
and human health. J Toxicol Environ Health B Crit Rev;11(3-4):322-44
7. Prawiroharjo S. 2008. Amenorea dalam Ilmu Kandungan. Edisi ke-II Cetakan ke-
5. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
8. Bielak Kenneth M, Lucidi RS. 2012. Amenorrhea. Medscape Reference.
(http://emedicine.medscape.com/article/252928-overview)
9. Marshall WA, Tanner JM. 1969. Variations in patterns of pubertal changes in girls.
Arch Dis Child;44:291-303.
10. Speroff L, Glass RH, Kase NG. 1999. Normal and abnormal sexual
development. In: Clinical gynecologic endocrinology and infertility. 6th ed.
Baltimore, Md.: Lippincott Williams & Wilkins,:339-79.
11. Kiningham RB, Apgar BS, Schwenk TL. 1996. Evaluation of amenorrhea. Am
Fam Physician;53:1185-94.
12. American College of Obstetricians and Gynecologists. ACOG Practice Bulletin.
2002. Clinical management guidelines for obstetrician-gynecologists: number 41,
December 2002. Obstet Gynecol;100:1389-402.
13. Anasti JN. 1998. Premature ovarian failure: an update. Fertil Steril;70:1-15.
14. Kalantaridou S, Naka KK, Papanikolaou E, Kazakos N, Kravariti M, Calis KA, et
al. 2004. Impaired endothelial function in young women wit premature ovarian
failure: normalization with hormone therapy. J Clin Endocrinol Metab;89:3907-
13.
26
15. Mitan LA. 2004. Menstrual dysfunction in anorexia nervosa. J Pediatr Adolesc
Gynecol;17:81-5.
16. Deligeoroglou E, et al. 2010. Evaluation and Management of adolescent
amenorrhea. Annals of the New York Academy of Sciences. 1205: 23‐32
17. Baziad A, Surjana E J, 1993. Pemeriksaan dan Penanganan Amenorea, edisi
pertama. KSERI. Jakarta. Hal: 35 – 56.

27

Anda mungkin juga menyukai