Oleh:
Osi Davianus SP
Sales Pousror
Achmad Syarif Hidayatullah
Alfian Noor HK
Jinan Fairuz AR
G99141168
G99141169
G99141170
G99141171
G99141172
Pembimbing
Rachmi Fauziah Rahayu,dr.,Sp.Rad
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Posterior reversible encephalopathy syndrome (PRES) merupakan
kesatuan clinical-neuroradiological1, yang dideskripsikan pertama kali pada
tahun
1996
oleh
Hinchey
et
al.,
sebagai
reversible
posterior
dapat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Batang otak terdiri dari midbrain, pons, dan medulla oblongata. Bangunan
tersebut menghubungkan cerebrum dengan sumsum tulang belakang.
Midbrain yang terletak tepat di bawah pusat cerebrum membentuk bagian
depan batang otak. Empat bulatan massa bahan abu-abu yang dilingkupi
oleh hemisfer otak rnembentuk bagian midbrain sebelah atas; keempat
bodi (corpora quadrigemina) ini berperan sebagai pusat pemancar bagi
gerakan refleks telinga dan mata tertentu. Bahan putih di depan midbrain
mengkonduksi impuls antara pusat cerebrum di sebelah atas dan pusatpusat di pons, medulla, cerebellum, dan sumsum tulang belakang yang
lebih bawah. Saraf cranial III dan IV berasal dari midbrain. Pons terletak
di antara midbrain dan medulla, di depan cerebellum. Sebagian besar pons
terdiri dari serat saraf bermyelin yang berperan menghubungkan kedua
belah cerebellum dengan batang otak, serta dengan cerebrum di sebelah
atas dan dengan sumsum tulang belakang di bawah. Pons yang berisi serat
saraf yang membawa impuls dari dan ke pusat merupakan penghubung
yang sangat penting antara cerebellum dan bagian sistem saraf sisanya.
Beberapa gerakan refleks tertentu seperti bernafas secara teratur
terintegrasi di dalam pons. Saraf cranial berasal dari pons. Medulla
oblongata otak terletak di antara pons dan sumsum tulang belakang.
Medulla ini dari luar terlihat putih karena banyak berisi serat saraf yang
bermyelin seperti halnya pons. Di bagian dalam, berisi sejumlah badan sel
(bahan abu-abu) yang dinamakan nuclei atau pusat-pusat. Di antara
ketiganya adalah pusat-pusat yang sangat vital seperti berikut ini
a. Pusat respiratori mengontrol otot-otot respirasi dalam merespon
stimulus kimiawi dan yang lainnya.
b. Pusat kardiak membantu mengatur irama dan kekuatan denyut
jantung.
c. Pusat vasomotor mengatur kontraksi otot-otot polos di dalam dinding
pembuluh darah dan karenanya ikut menentukan tekanan darah.
3. Cerebellum terdiri dari tiga bagian: bagian tengah dan dua hemisfer
lateral. Seperti halnya hemisfer otak, cerebellum (otak kecil) mempunyai
bahan abu-abu di bagian luar dan sebagian besar bahan putih di bagian
dalamnya. Adapun fungsi cerebellum adalah sebagai berikut:
a. Membantu pengkoordinasian otot voluntar sehingga dapat berfungsi
secara lembut dan dalam pola yang teratur. Penyakit cerebellum
menyebabkan kejang-kejang otot dan tremors.
b. Membantu dalam menjaga keseimbangan pada waktu berdiri, berjalan,
dan duduk maupun waktu rnelakukan aktivitas yang lebih giat. Pesanpesan dari telinga bagian internal dan dari reseptor sensorik di tendo
serta otot membantu cerebellum.
c. Membantu di dalam memlihara tonus otot sehingga seluruh serat otot
cukup kencang dan siap menghasilkan perubahan-perubahan posisi
yang penting secepatnya bila diperlukan.
D. ETIOLOGI
Berikut beberapa etiologi Posterior reversible encephalopathy syndrome
(PRES)19:
1. Hipertensi berat
a. post partum
b. eklamsia/preeklamsia
c. glomerulonefritis akut
2. haemolytic uraemic syndrome (HUS)
3. thrombocytopaenic thromboic purpura (TTP)
4. systemic lupus erythematosus (SLE)
5. toksisitas obat
a. cisplatin
b. interferon
c. erythropoietin
d. tacrolimus
e. siklosporin
f. azathioprine
6. transplantasi sumsum tulang atau stem sel
7. sepsis
E. PATOFISIOLOGI
Sindrom ini dapat dipicu oleh berbagai kondisi klinis. Mekanisme ini
tidak dimengerti dengan baik, tetapi diduga berkaitan dengan perubahan
integritas dari sawar darah otak. Dua teori utama telah diusulkan: Pertama,
tekanan darah tinggi: menyebabkan hilangnya autoregulasi, hiperperfusi
dengan kerusakan endotel dan edema vasogenik; kedua, disfungsi endotel:
menyebabkan vasokonstriksi dan hipoperfusi mengakibatkan iskemia serebral
dan edema vasogenik berikutnya19,20
Hipertensi tidak ditemukan atau tidak mencapai batas atas dari
autoregulasi (150-160 mmHg) pada 25% pasien19. Juga, beberapa studi
terbaru telah mencatat kurangnya edema vasogenik pada pasien hipertensi
berat bila dibandingkan dengan pasien normotensi, bertentangan dengan hasil
yang diharapkan jika hipertensi berat dengan gagal autoregulasi adalah
mekanisme di balik PRES20.
F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis pada toksisitas yaitu sakit kepala, perubahan penglihatan,
paresis, hemianopsia, mual, dan perubahan status mental. Gejala dapat
berkembang selama beberapa hari atau mungkin hanya dalam kondisi akut.
Umumnya kejang general dan dapat menjadi koma. Pada sekitar 70%-80%
dari pasien, didapatkan hipertensi sedang hingga berat. Tekanan darah
toksisitas adalah normal atau hanya sedikit meningkat pada 20%-30% dari
pasien di eklamsia, allo-BMT, dan sebagian besar dari yang dilaporkan.Studi
dalam preeklamsia / eklamsia dan hasil laboratorium dari cedera endotel
sering didapatkan trombositopenia dan fragmentasi sel darah merah
(pembentukan schistosit, peningkatan laktat dehidrogenase (LDH). Hipertensi
pada preeklamsia berhubungan dengan vasokonstriksi sistemik disertai
pengurangan volume intravaskular dan hemokonsentrasi. Disfungsi ginjal
dengan proteinuria dan hipomagnesemia menyebabkan terjadinya edema
sistemik karena kombinasi dari perubahan fungsi endotel dan berkurangnya
tekanan onkotik. Iskemia hati dapat menyebabkan disfungsi hati dan, ketika
berat, terjadi HELLPsindrom.
Pada infeksi / sepsis / syok akibatPRES, terdapat pola klinis yang konsisten
dengan sindrom respon inflamasi sistemik menyebabkan sindrom disfungsi
beberapa organ (MODS), termasuk perubahan koagulasi(trombositopenia),
fungsi hati (bilirubin meningkat), fungsi ginjal (kreatinin meningkat), fungsi
paru, dan ketidakstabilan kardiovaskular.
Pada pasien post allo-BMT, muncul efek dari penyakit graft-versushost (GVHD) yang diatur oleh supresiimun dengan siklosporin atau
tacrolimus (FK-506). Siklosporin bisa melukai endotel. Pada toksisitas,
disfungsi endotel difus sering didapatkan, disebut " mikroangiopati trombotik
transplantasi sumsum tulang," dengan peningkatan jumlah schistocit
signifikan (melebihi 10% ketika kondisi berat) dan elevasi dari LDH. Suatu
pola MODS dapat terjadi dengan edema sistemik atau edema paru dan
disfungsi hati iskemik, mirip dengan preeklamsia20.
G. DIAGNOSIS
2. Gambaran Radiologis3
PRES memiliki empat pola gambaran khas radiologis. Hingga saat ini,
PRES dipercaya menunjukkan secara konsisten gambaran radiologis
bilateral dan simetris edema yang berada di sustansia alba dan kebanyakan
terdapat pada lobus parietalis posterior dan ocipitalis. kadang-kadang,
edema terdeskripsikan di lobus frontal, temporal, ganglia basalis atau
serebelum, batang otak, dan di substansia grisea. pada studi yang
melibatkan 136 pasien, bagaimanapun, pola gambaran ini ditemukan
hanya pada 26% dari semua kasus. tiga pola gambaran radiologis
ditemukan pada 99 pasien, dan bentuk inkomplet dari ketiga pola tersebut
terjadi pada 37 pasien sisanya.
a. Holohemispheric watershed pattern (23 %)
sebuah petak konfluen edema vasogenik yang meluas melalui lobus
frontal, parietal, dan oksipital. Keterlibatan lobus temporal kurang
terlihat.
b. Superior frontal sulcus pattern (27 %)
b. Kanker22
c. Gagal Ginjal22
d. Perdarahan Intracranial22
e. Penyakit Autoimun22
f. Kemoterapi Kanker22
g. Transplantasi22
h. Infeksi/Sepsis/Syok20
i. Drug Abuse22
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan umum
Pasien dengan PRES memerlukan tindakan simtomatik biasanya di
ICU. Meskipun kebanyakan pasien memiliki hemodinamik stabil, kadangkadang katekolamin masih diperlukan. Perlunya proteksi saluran napas bagian
atas harus dievaluasi terus menerus pada pasien dengan gangguan kesadaran
atau kejang. Jika intubasi endotrakeal dilakukan, induksi rapid dengan
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Posterior reversible encephalaopathy syndrome (PRES) adalah kumpulan
gejala nyeri kepala, kebingungan, kejang dan gangguan visus, yang dapat
didiagnosis dengan pemeriksaan MRI berupa hiperintensistas T2 di bagian
posterior hemisfer serebri bilateral
2. Pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologis berupa Magnetic
Resonance Imaging (MRI) diperlukan untuk membantu menegakkan
DAFTAR PUSTAKA
1. Lim MH, Kim DW, Cho HS, Lee HJ, Kim HJ, Park KJ, et al. Isolated cerebellar
reversible leukoencephalopathy syndrome in a patient with end stage renal
disease. Intern Med 2008;47:43-5.
2. Hinchey J, Chaves C, Appignani B, Breen J, Pao L, Wang A, et al. A reversible
posterior leukoencephalopathy syndrome. N Engl J Med 1996;334:494-500.
3. Kozak OS, Wijdicks EF, Manno EM, Miley JT, Rabinstein AA. Status epilepticus
as initial manifestation of posterior reversible encephalopathy syndrome.
Neurology 2007;69:894-7.
4. Ishikura K, Ikeda M, Hamasaki Y, Hataya H, Nishimura G, Hiramoto R, et al.
Nephrotic state as a risk factor for developing posterior reversible encephalopathy
syndrome in paediatric patients with nephrotic syndrome. Nephrol Dial
Transplant 2008;23:2531-6.
5. Bartynski WS, Boardman JF, Zeigler ZR, Shadduck RK, Lister J. Posterior
reversible encephalopathy syndrome in infection, sepsis, and shock. AJNR Am J
Neuroradiol 2006;27:2179-90.
6. El Karoui K, Le Quintrec M, Dekeyser E, Servais A, Hummel A, Fadel F, et al.
Posterior reversible encephalopathy syndrome in systemic lupus erythematosus.
Nephrol Dial Transplant 2008;23:757-63.
7. Doi Y, Kimura F, Fujiyama T, Fujimura C, Nishina T, Sato T, et al. Hypertensive
brainstem encephalopathy without parietooccipital lesion--two case reports.
Neurol Med Chir (Tokyo) 2006;46:75-9.
8. Alehan F, Erol I, Agildere AM, Ozcay F, Baskin E, Cengiz N, et al. Posterior
leukoencephalopathy syndrome in children and adolescents. J Child Neurol
2007;22:40613.
9. McKinney AM, Short J, Truwit CL, McKinney ZJ, Kozak OS, SantaCruz KS, et al.
Posterior reversible encephalopathy syndrome: incidence of atypical regions of
involvement and imaging ndings. AJR Am J Roentgenol 2007;189:904-12.
10. Bartynski WS (2008) Posterior reversible encephalopathy syndrome, part 1:
fundamental imaging and clinical features. AJNR Am J Neuroradiol 29: 1036
1042
11. Hinchey J, Chaves C, Appignani B, et al (1996) A reversible posterior
leukoencephalopathy syndrome. N Engl J Med 334: 494500
12. Casey SO, Sampaio RC, Michel E, Truwit CL (2000) Posterior reversible
encephalopathy syndrome: utility of fluid-attenuated inversion recovery MR
imaging in the detection of cortical and subcortical lesions. AJNR Am J
Neuroradiol 21: 11991206
13. Lee VH, Wijdicks EF, Manno EM, Rabinstein AA (2008) Clinical spectrum of
reversible posterior leukoencephalopathy syndrome. Arch Neurol 65: 205210
14. Burnett MM, Hess CP, Roberts JP, Bass NM, Douglas VC, Josephson SA (2010)
Presentation of reversible posterior leukoencephalopathy syndrome in patients on
calcineurin inhibitors. Clin Neurol Neurosurg 112: 886889
15. Kozak OS, Wijdicks EF, Manno EM, Miley JT, Rabinstein AA (2007) Status
epilepticus as initial manifestation of posterior reversible encephalopathy
syndrome. Neurology 69: 894897
16. Bartynski WS, Boardman JF (2007) Distinct imaging patterns and lesion
distribution in posterior reversible encephalopathy syndrome. AJNR Am J
Neuroradiol 28: 13201327
17. Bartynski WS, Boardman JF, Zeigler ZR, Shadduck RK, Lister J (2006) Posterior
reversible encephalopathy syndrome in infection, sepsis, and shock. AJNR Am J
Neuroradiol 27: 21792190
18. Covarrubias DJ, Luetmer PH, Campeau NG (2002) Posterior reversible
encephalopathy syndrome: prognostic utility of quantitative diffusion-weighted
MR images. AJNR Am J Neuroradiol 23: 10381048
19. Knipe H, Gaillard F. 2015. Posterior reversible encephalopathy syndrome diakses
dari http://radiopaedia.org/articles/posterior-reversible-encephalopathy-syndrome1 (25 Oktober 2015)
20. Bartynski WS. 2008. Posterior Reversible Encephalopathy Syndrome, Part 1:
Fundamental Imaging and Clinical Features. Pittsburgh: AJNR Am J Neuroradiol
29:103642
21. McKinney AM, Short J, Truwit CL, et al (2007) Posterior reversible
encephalopathy syndrome: incidence of atypical regions of involvement and
imaging findings. AJR Am J Roentgenol 189: 90491
22. Steven CJ, Heran MKS (2012) The many faces of Posterior reversible
encephalopathy syndrome. The British Journal of Radiology 85; 1566-1575