: Gita Puspitasari
: 11.2014. 147
Tanda
.........................
IDENTITAS PASIEN
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
II. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis, tanggal: 06 Januari 2016, pukul 11.30 WIB
Keluhan utama :
Nyeri pada perut kanan atas sejak 7 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Tujuh hari SMRS, pasien mengeluh nyeri perut kanan atas yang menjalar ke arah
punggung kanan atas. Nyeri yang berpindah di sangkal oleh pasien. Pasien mengatakan
nyeri hilang timbul dan sering terjadi sejak 2 bulan belakangan ini. Nyeri di rasakan
seperti di tusuk-tusuk dengan durasi 5-15 menit setiap kali serangan. Keluhan mual juga
dirasakan sering muncul tanpa di sertai dengan muntah karena masien memiliki riwayat
gastritis sehingga pasien hanya menghiraukannya. Keluhan nyeri yang bertambah sakit
jika batuk atau perubahan posisi, demam, sesak nafas, batu lama, mata kuning, badan
gatal, BAK berwarna kecoklatan atau BAB yang berwarna pucat atau BAB berdarah di
sangkal oleh pasien.
Tiga hari SMRS, pasien mengatakan keluhan nyeri di perut kanan atas semakin hebat
yang menjalar ke punggung kanan atas. Keluhan juga di sertai dengan mual dan muntah.
Frekuensi muntah 5 kali setiap kali muntah, dengan konsistensi cair tidak ada ampas
makanan, warna putih, darah dan lendir tidak ada. Keluhan demam
dan mencret di
sangkal oleh pasien, pasien mengatakan nafsu makannya menurun, namun tidak ada
penurunan berat badan drastis. Pasien di bawa berobat ke puskesmas dan di berikan obat
untuk nyeri dan rasa mual. Setelah pengobatan pasien mengatakan ada perbaikan.
Satu hari SMRS, pasein masih merasa nyeri di perut kanan atas yang semakin hebat dan
di sertai dengan rasa mual dan muntah. Muntah 3 kali setiap kali muntah dengan
konsistensi cair, darah dan lendir tidak ada. Keluahan juga di sertai dengan mata kuning,
air seni yang berwarna seperti teh. Keluhan demam, mencret, BAB yang pucat, gatal di
badan, di sangakal oleh pasien.
Riwayat penyakit dahulu
Os mengakui mempunyai penyakit gastritis sejak 5 tahun yang lalu. Os menyangkal adanya
penyakit terdahulu seperti kencing manis dan hipertensi. Riwayat penyakit hati, alergi obat
dan makanan disangkal.
Riwayat Hidup
Riwayat Kelahiran
Tempat lahir : (-) Di rumah (+) Rumah Bersalin (-) R.S. Bersalin
Ditolong oleh : (-) Dokter (+) Bidan
(-) Dukun
(-) Lain-lain
Riwayat makanan
Frekuensi/hari : 3x/hari
Jumlah/hari : Porsi cukup (1 piring)
(+) Polio
(-) Tetanus
Riwayat Keluarga
Kakek (Ayah)
Nenek (Ayah)
Kakek (Ibu)
Nenek (Ibu)
Ayah
Umur
(Tahun )
55 tahun
Ibu
60 tahun
Perempuan
Sehat
Saudara
40 tahun
35 tahun
30 tahun
25 tahun
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Permpuan
Sehat
Sehat
Sehat
Hubungan
Jenis Kelamin
Keadaan Kesehatan
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Meninggal
Meninggal
Meninggal
Meninggal
Sehat
Ya
Tidak
-
Hubungan
Penyebab
Meninggal
-
(-) Rambut
(-) Kuning / Ikterus
Kepala
(-) Trauma
(-) Merah
(-) Trauma
(+) Kuning/ikterus
(-) Sekret
(-) Nyeri
Mata
Telinga
(-) Nyeri
(-) Sekret
(-) Tinitus
Hidung
(-) Rhinnorhea
(-) Trauma
(-) Epistaksis
(-) Nyeri
(-) Tersumbat
(-) Sekret
Mulut
(-) Bibir
(-) Lidah
(-) Gusi
(-) Mukosa
Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorokan
Leher
(-) Benjolan
(-) Batuk
(-) Mengi
(-) Berdebar-debar
Abdomen (Lambung/Usus)
(+) Mual
(-) Konstipasi
(-) Benjolan
(-) Hematuria
(-) Kolik
(-) Hesistancy
(-) Nokturia
(-) Urgency
Katamenia
(-) Leukore
(-) Perdarahan
Haid
Kapan haid terakhir (sudah tidak menstruasi)
(-) Nyeri
(-) Nyeri
(-) Bengkak
Ekstremitas
(-) Bengkak
(-) Nyeri
(-) Deformitas
(-) Sianosis
BERAT BADAN
Berat badan rata-rata (Kg) : 55 kg
Berat badan tertinggi (Kg) : 58 kg
Berat badan sekarang: (-) Tetap
(+) Turun
(-) Naik
RR : 18x/menit
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Tenggorokan
Suhu : 36,5C
Leher
Thoraks
Paru-paru :
Inspeksi : kedua paru simetris pada keadaan statis dan dinamis
Palpasi : tidak ada nyeri tekan di seluruh lapang paru
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi negatif, wheezing negatif
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I dan II reguler, gallop negatif, murmur negatif
Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada hipokondrium kanan. Murphy sign (+)
Hati : tidak ada pembesaran
Limpa : tidak ada pembesaran
Ginjal : ballotemen negatif, nyeri ketok CVA negatif
Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut
Auskultasi : bising usus positif , normoperistaltik
Alat Kelamin (atas indikasi)
Wanita
Fluor albus/darah
: tidak dilakukan
+5
+5
sianosis
Refleks
Refleks Tendon
Bisep
Trisep
Patella
Achiles
Kremaster
Kulit
Refleks Patologis
Kanan
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Kiri
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Inspeksi
Palpasi
: nyeri tekan positif pada epigastrium, hipokokndrium kanan. Murphy sign (+).
Perkusi
Auskultasi
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
Pemeriksaan ini di lakukan pada tanggal 03 januri 2016 , pukul 17.05 WIB
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin
12,8 g/dl
12.5-16.0
Leukosit
701 X 1000/L
4.00-10.50
Hematokrit
37,5%
37.0-47.0
Trombosit
309 X 1000/L
182-369
PT
10,4 detik*
9.9-11.8
APTT
27,7 detik
31.0-47.0
Natrium (Na)
140 mEq/L*
135-147
Kalium (K)
3,18 mEq/L
3.5-5.0
Klorida (Cl)
SGOT (AST)
SGPT (ALT)
102 mEq/L
18 u/L
49 u/L
96-108
< 32
< 33
Ureum
16,2 mg/dl
16.6-48.5
HEMOSTASIS
KIMIA KLINIK
Elektrolit
Kreatinin
1,08 mg/dl*
0.51-0.95
Saat ini hepar/ pankreas/lien/renal dextra dan sisnistra/vesika urinaria tak tampak kelainan
VI. RINGKASAN (RESUME)
Wanita, 32 tahun datang dengan nyeri perut kanan atas yang menjalar ke arah punggung
kanan atas sejak 7 hari SMRS. Nyeri dirasakan hilang timbul dan sering terjadi
sebelumnya selama 2 bulan belakangan ini. Keluhan mual dan muntah juga sering
muncul, muntah terjadi 5 kali setiap kali muntah dengan konsistensi cair tidak ada ampas
maakanan. Keluhan demam di sangkal oleh pasien. Pasien juga mengatakan mata menjadi
kunign serta BAK menjadi berwarna seperti teh pekat, tetapi keluhan BAB dempul atau
BAB berdarah disangkal. Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum; tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis, nyeri tekan hipokondrika kanan (+), murphy sign
(+),bising usus (+) normoperistaltik. Pada pemeriksaan penunjang, didapatkan SGPT (ALT)
: 49 U/L Kesan USG abdomen : kolelithiasis mutipel dengan sludge GB, hepar/pankreas/lien
normal, renal/vesica urinaria normal.
VII. DIAGNOSIS KERJA
Kolesistolithiasis
Dasar Diagnosis :
Dalam kasus ini, Ny. M 32 tahun dengan diagnosis kerja kolesistolithiasis. Diagnosis di
tegakan berdasarkan anamnesis, pemerikisaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada
anamnesis di temukan pasien datang dengan keluhan utama nyeri perut kanan atas sejak 7
hari SMRS. Keluhan nyeri telah timbul sejak 2 bulan SMRS. Pertama kali pasien datang
dengan keluhan nyeri perut kanan atas kita dapat menduga beberapa kondisi yaitu adanya
gangguan pada hepar, kandung empedu. Pasien juga mengeluh adanya BAK yang berwarna
seperti teh. Keluhan ini khas ditemukan pada gangguan sistem bilier. Namun gangguan yang
sifatnya intra atau ekstrahepatik belum dapat diketahui. Untuk gangguan prehepatik dapat
disingkirkan karena pada gangguan prehepatik tidak dapat menyebabkan keluhan ini yang
mana unconjugated bilirubin tidak memberikan warna pada urin. Umumnya pada kondisi
ikterus obstruktif, dapat ditemukan BAB berwarna seperti dempul. Obstruksi saluran empedu
dapat menghambat bilirubin yang memberi warna pada feses sehingga bila terhambat
menyebabkan warna dempul pada feses. Warna BAB yang normal pada pasien bisa jadi
disebabkan obstruksi yang ditimbulkan oleh batu tidak cukup besar dan tidak terfiksasi
sehingga empedu masih bisa mengalir. Pada pasien tidak ada gejala prodromal seperti demam
yang biasanya dialami oleh penderita hepatitis, tidak ada gejala muntah darah, BAB warna
hitam, sehingga adanya gangguan pada hepar dari anamnesis dapat disingkirkan.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan status gizi lebih yang secara epidemiologis merupakan
faktor resiko dari batu empedu. Pada pemeriksaan mata di dapatkan skelra ikterik pada kedua
mata , kemungkinan hal ini terjadi oelh karena peningkatan kadar bilirubin meskipun pada
pemeriksaan penunjang belum di lakukan. Selain itu di temukan nyeri tekan pada kuadran
hipokondrium kanan. Pada kolesistilithiasis didaptkan nyeri tekan dengan ounktum maksimal
di daerah letah anatomis kandung empedu. Murphy sign di temukan positif pada pasi ini.
Tanda murphy sign positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu pasien menarik nafas
karena kandung empedu yang meradang akan teresentuk ujung jari tangan pemeriksa dan
pasien akan berhenti menarik nafas. Namun pada pemeriksaan fisik hepar dan lien tidak
teraba.
Pada pemeriksaan laboratorium di temukan peningkatan kadar SGPT 49 U/L, dan pada USG
abdomen di dapatksn kesan kolelithiasis.
Berdasrkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada pasien ini dapat
di tegakan diagfnosis kelosistolithiasis. Pada pasien ini di lakukan tatalaksana berupa
laparasakopo kolesistektomi. Prognosis pasien in ada vitam bonam, ad functionam dubia ad
bonam, dan ad sanatoinam ad bonam.
VIII. PENATALAKSANAAN
Periapan pre operasi
Surat izin operasi
Puasa 6-8 jam
Siapkan PRC 300 cc
Medikamentosa :
a) IVFD Futrolit 500 ml 1 kolf, 20 tetes per menit
b) Omperazol 2 x 1 amp (IV)
c) Ranitidin 2 x 1 amp (IV)
d) Dipyrone 3 x 1 amp (IV)
Non Medikamentosa
a) Tirah baring atau bed rest
b) Diet biasa rendah lemak
c) Rencana operasi
Laporan pembedahan tanggal 05 januari 2016 ( lama 1,5 jam)
Awasi T,N,R,S
IVFD RL 1500 cc/ 24 jam, 20 tpm
Ampicilin + sulbactam 4x 1,5gr (IV)
Dipyrone 3 x 1 amp (IV)
Ranitidin 2 x 1 amp. (IV)
Omeprazole 3 x 1 amp (IV)
Edukasi
a) Menjelaskan kepada pasien tentang nyeri yang terdiagnosis kolesistolithiasis tentang
penyakit tersebut, dan tatalaksana kedepannya untuk dirujuk.
b) Menjelaskan kepada pasien untuk istirahat
c) Menjelaskan kepada pasien untuk mengkonsumsi gizi yang rendah lemak,
dikarenakan adanya peradangan kandung empedu
IX. PROGNOSIS
Ad vitam
: bonam
Ad fungsionam
: bonam
Ad sanationam
: bonam
Tinjauan Pustaka
DEFINISI
Kolelitiasis disebut juga sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, billary
calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung
empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu
material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Kolelitiasis atau batu empedu
merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk suatu material yang menyerupai
batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu (kolesistolitiasis) atau di dalam saluran
empedu (koledokolitiasis) atau pada kedua-duanya. Oleh karena itu gambaran klinis penderita
batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar
bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone). 1
pH
menjadi
lebih
asam.
Garam
empedu
primer,
cholate,
dan
pada empedu 100 kali lebih tinggi dibanding pada plasma. Di usus, bakteri kemudian
mengkoversinya ke dalam urobilinogen. 3
b. Fungsi Kandung Empedu
Kandung empedu, duktus bilier, dan sfingter Oddi bersama sama bekerja untuk
menyimpan dan mengatur aliran empedu. Fungsi utama dari kandung empedu adalah
untuk mengatur kadar dan menyimpan empedu hepar dan dan membawa empedu ke
duodenum sebagai respon terhadap makanan. 3
-
Aktivitas Motorik
Pengisian kandung empedu difasilitasi oleh kontraksi tonik dari sfingter Oddi,
yang menciptakan gradient tekanan antara duktus bilier dan kandung empedu. Selama
fase puasa kandung empedu tidak terisi secara pasif. Sehubungan dengan fase II dari
proses pencernaan berupa pergerakan dari kompleks motorikk myenterik pada usus,
kandung empedu secara berulang mengeluarkan sejumlah empedu ke duodenum.
Proses ini dimediasi oleh hormone motilin. Sebagai respon terhadap makanan,
pengosongan kandung empedu merupakan koordinasi respon motorik dari kontraksi
kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi. Salah satu stimulus yang paling
berperan dalam pengosongan kandung empedu adalah hormone kolesistokinin (CCK)
yang dilepaskan oleh mukosa duodenum sebagai respon terhadap makanan. Ketika
terdapat rangsang makanan, kandung empedu mengeluarkan 50 70 % isinya dalam
waktu 30 40 menit. Dalam 60 90 menit kandung empedu kemudian terisi kembali
secara bertahap. Hal ini berhubungan dengan berkurangnya kadar CCK. Hormone dan
jalur neural lain juga berperan dalam koordinasi kandung empedu dan sfingter Oddii.
Defek pada aktivitas motorik kandung empedu berperan dalam nukleasi kolesterol
dan pembentukan batu kandung empedu. 3
-
Regulasi Neurohormonal
Saraf vagus menstimulasi kontraksi dari kandung empedu, dan saraf simpatis
splanikus menghambat aktivitas tersebut. Obat obat parasimpatomimetik
menyebabkan kontraksi kanduung empedu, sedangkan atropine menyebabkan
relaksasi. Secara neural, lengkung refleks pada sfingter Oddi dengan kandung
empedu, lambung, dan duodenum mengkoordinasikan aliran empedu ke duodenum.
Distensi antrum pada lambung menyebabkan kontraksi kandung empedu dan relaksasi
sfingter Oddi. 3
Reseptor reseptor hormonal terletak pada otot polos, pembuluh darah, saraf,
dan epitel kandung empedu. CCK merupakan hormone peptide yang berasal dari sel
epitel saluran cerna bagian atas dan ditemukan dalam konsentrasi yang sangat tinggi
pada duodenum. CCK dilepaskan ke pembuluh darah oleh asam, lemak, asam amino
pada duodenum. Waktu paruh CCK dalam plasma 2 3 menit dan dimetabolisme
oleh hati dan ginjal. CCK secara langsung bekerja pada reseptornya di otot polos
kandung empedu dan menstimulasi kontraksi kandung empedu. CCK juga
menyebabkan relaksasi dari bagian terminal duktus bilier, sfingter Oddi, dan
duodenum, stimulasi CCK pada kandung empedu dan saluran bilier juga dimediasi
oleh saraf vagus kolinergik. Pada pasien yang telah melakukan vagotomi, respon
terhadap CCK berkurang dan ukuran serta volume kandung empedu meningkat. 3
VIP menghambat kontraksi dan menyebabkan relaksasi kandung empedu.
Somatostatin dan analognya merupakan inhibitor yang poten terhadap kontraksi
kaandung empedu. Pasien yang mendapat terapi analog somatostatin dan dengan
somatostatinoma memiliki insidensi yang tinggi terhadap batu kandung empedu,
sehubungan dengan inhibisi kontraksi kandung empedu. Hormone lain seperti
substansi P dan enkefalin berpengaruh terhadap kontraksi kandung empedu namun
mekanismenya belum jelas. 3
c. Sfingter Oddi
Sfingter Oddi mengatur aliran empedu (dan produk pankreas) ke duodenum,
mencegah regurgitasi isi duodenum ke saluran bilier, dan empedu ke kandung empedu.
Sfingter Oddi memiliki struktur yang kompleks yang berfungsi independen dari otot
duodenum dan meciptakan tekanan yang tinggi antara duktus bilier dan duodenum.
Sfingter Oddi memiliki panjang 4 6 mm dan memiliki tekanan basal sekitar 13 mmHg
di atas tekanan duodenum. Pada manometri, sfingter menunjukkan kontraksi fasik dengan
frekuensi 4 kali per menit dan amplitudo 12 140 mmHg. Sfingter secara primer
mengontrol pengaturan aliran empedu. Relakksasi terjadi bila terdapat peningkatan CCK,
yang menyebabkan berkurangnya amplitude kontraksi fasik dan mengurangi tekanan
basal, sehingga terjadi peningkatan aliran empedu ke duodenum (Gambar 4). Selama
kondisi puasa, aktivitas sfingter Oddi dikoordinasikan dengan pengosongan kandung
empedu parsial periodic dan peningkatan aliran empedu yang terjadi selama fase III
kompleks mioelektrik. 3
Gambar 3. Efek CCK pada kandung empedu dan sfingter Oddi. A. Kondisi puasa, kontraksi sfingter Oddi dan
pengisian kandung empedu. B. Respon terhadap makanan, sfingter Oddi relaksasi dan pengosongan kandung
empedu.
FAKTOR RISIKO
Kolelitiasis paling sering terjadi pada wanita, terutama pada wanita dengan
multiparitas, konsumsi pil KB, obesitas, berat badan kurang, dan peningkatan trigliserida
serum. Diet memegang peran yang penting terhadap supersaturasi kolesterol. Batu kolesterol
tidak terjadi pada vegetarian. Batu kolesterol paling sering terjadi pada populasi yang
mengikuti diet Barat yang mengandung lemak hewani yang tinggi. Insidensi kolelitiasis juga
meningkat pada pasien DM yang kemungkinan disebabkaan oleh perubahan pada fungsi
motorik ataupun absorbsi pada kandung empedu. Kolelitiasis juga dapat terjadi pada keluarga
tertentu, namun faktor gentik yang mendasarinya belum dapat dijelaskan. Beberapa data
menunjukkan bahwa faktor genetik sekitar 30 % berpengaruh terhadap kolelitiasis,
sedangkan faktor lingkungan memiliki persentase 70 %, yang mana diet merupakan faktor
lingkungan yang utama.4
Kondisi puasa yang lama, reseksi ileum, vagotoomi, kondisi hemolitik, dan sirosis
merupakan faktor risiko tambahan, dan mayoritas menyebabkan pembentukan battu oigmen
hitam. Stasis duktus bilier, kista CBD, pancreatitis kronik, kolangitis sklerosis, dan
divertikkel perivaterian duodenal merupakan faktor risiko primer terhadap pembentukan batu
pigmen coklat.4
Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase akut, tetapi beratnya nyeri dan
tanda-tanda fisik kurang nyata. Sering kali terdapat riwayat dispepsia, intoleransi lemak,
nyeri ulu hati atau flatulen yang berlangsung lama. Setelah terbentuk, batu empedu dapat
berdiam dengan tenang dalam kandung empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat
menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang paling sering adalah infeksi kandung empedu
(kolesistitis) dan obstruksi pada duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi ini dapat
bersifat sementara, intermitten dan permanent. Kadang-kadang batu dapat menembus dinding
kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menimbulkan peritonitis, atau
menyebakan ruptur dinding kandung empedu. 1,2,4
DIAGNOSIS
Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang
mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak.
Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas
atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih
dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri
kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. 1,2,4
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu,
disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri
berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap
dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam. 1,2,4
Pemeriksaan Fisik
1. Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti
kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema
kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum
maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri
tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang
meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. 1,2,4
2. Batu saluran empedu
Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba
hati dan sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl,
gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul
ikterus klinis. 1,2,4
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada
pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis.
Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat
penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin
disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin
juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.
1,2,4
4. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif
murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung
jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah,
kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaankeadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih
bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu. 5,6
5.
Gambar 5. CT Scan pada abdomen kuadran atas terhadap pasien dengan kanker pada distal CBD. Kanker
mengobstruksi CBD dan duktus pankreatikus. 1. Vena porta. 2. Duktus intrahepatik yang berdilatasi. 3. Dilatasi
duktus sistikus dan leher kandung empedu. 4. Dilatasi duktus hepatikus komunis. 5. Bifurkasi aarteri hepatic
komunis ke dalam arteri gastroduodenal dan. 6. Dilatasi duktus pankreatikus. 7. Vena spllenikus.12
Gambar 6. Diagram skematik PTC dan drainase untuk obstruksi proksimal kolangiokarsinoma. A. Dilatasi
duktus bilier intrahepatik dimasuki oleh jarum secara perkutan. B. Kawat kecil dimasukkan melalui jarum ke
duktus. C. Kateter yang masukkan bersama kawat, kawat lalu dilepaskan. Kolangiogram dilakukan melalui
kateter. D. kateter drainaase eksternal dipasang. E. kawat panjang dipasang melalui kateter dan melewati tumor
ke duodenum. F. sten internal dipasang.10
dalam
mendeteksi
koledokolelitiasis.
MRCP
(magnetic
resonance
Gambar 7. MRCP., menunjukkan penebalan pada duktus bilier ekstrahepatik (garis) dan duktus pankreatikus
(garis berkepala).
Gambar 7. A. ERCP, endoskop masuk ke duodenum dan kateter pada duktus koledokus.10 B. endoscopic
retrograde cholangiogram, menunjukkan batu pada duktus koledokus. Pasien ini telah menjalani gastrektomi
partial Polya sehingga endoskop mencapai ampula melalui fleksura duodenojejunal. 12
oral dengan asam empedu, asam ursodeoxycholic dan chenodeoxycholic; contact dissolution
dengan bahan pelarut organic (metil tert butyl eter), dan extracorporeal shock wave biliary
lithotripsy. Terapi ini jarang digunakan saat ini. Terapi disolusi oral diindikasikan batu
kolesterol simtomatik dan kandung empedu yang berfungsi dengan normal. Terapi ini hanya
efektif pada batu kolesterol, oleh karena itu tidak diindikasikan pada batu dengan gambaran
radioopak atau bila terdapat kalsifikasi pada gambaran CT Scan. Disolusi batu tersebut
berhasil pada 40 % pasien, namun angka kekambuhannya 50 % dalam 5 tahun bila terapi
dihentikan. Contact dissolution dengan pelarut organic membutuhkan kanulasi ke kandung
empedu dengan infuse pelarut ke kandung empedu. Terapi ini juga hanya efektiif pada batu
kolesterol dengan angka kekambuhan yang hampir sama dengan disolusi oral.1,2
Extracorporeal shock wave lithotripsy merupakan terapi yang cukup menjanjikan
untuk pilihan terapi non bedah sebagai tatalaksana batu simtomatik. Terapi ini dilakukan
pada pasien dengan batu tunggal dengan diameter 0,5 2 cm, dengan angka kekambuhan
yang lebih rendah yaitu sekitar 20 %. Sekali lagi, hanya sebagian kecil pasien yang mampu
memenuhi criteria tindakan ini. Terapi ini tidak pernah dianjurkan oleh FDA Amerika sebagai
terapi disolusi batu empedu.1,2
Terapi bedah
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis
simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus
biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini
kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. 1,2,7
2. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini
sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris
dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,10,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru.7 Kandung
empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut. 12
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis
akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan
prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus.
Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat
mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat
kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan
adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera
duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi. 1,2,7
Gambar 9. Peletakkan trokar pada laparoskopi kolesistektomi. Laparoskopi melalui port 10 mm di atas
umbilicus. Port tambahan lainnya pada epigastrium, subkostae sejajar garis midklavikula dan aksilaris
anterior kanan.
Gambar 10. Metode yang salah (A) dan benar (B) dalam penarikan kandung empedu sehingga duktus
sistikus dan duktus koledokus terlihat segaris
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2005.h. 570-9.
2. Brunicardi, F. Charles, Andersen, Dana K., et al. Gallbladder and the Extrahepatic
Biliary System. In : Schwartzs Principles of Surgery. 8 th Edition. The McGraw Hill
Companies. 2007. 821-44.
3. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Sistem empedu dalam : Buku Ajar Bedah. Esentials of Surgery, edisis ke-2. Jakarta:
EGC, 1996.h. 121-5.
4. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 3.
Jakarta:Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2000.h. 380-4.
5. Nakeeb, Attila, Ahrendt, Steven A., et al. Calculous Biliary Disease. In : Greenfield's
Surgery: Scientific Principles and Practice. 4th Edition. Lippincott Williams &
Wilkins. 2006.h. 482-97.
6. Beckingham, IJ. ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary System Gallstone
Disease. Dalam: British Medical Journal Vol 13, Januari 2001: 322(7278): h. 9194.
Avaliable at : http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1119388.
7. Britton, Julian, Bickerstaff, Kenneth I., et al. Benign Diseases of The Biliary Tract.
Oxford Textbook of Surgery. Oxford University Press. 2002.