Anda di halaman 1dari 26

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Alamat
Pekerjaan
Tanggal Masuk
No. RM

: Tn. H
: Laki-laki
: 17 Tahun
: Lampung Timur
: Pelajar
: 24-5-2016
: 2929xx

B. ANAMNESIS
Riwayat penyakit pasien diperoleh secara alloanamnesis pada hari
Selasa, 24 Mei 2016.
a. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan mengalami penurunan kesadaran
kurang lebih 1 jam SMRS.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD rumah sakit Ahmad Yani setelah mengalami
kecelakaan motor (tunggal), terjatuh sendiri dan masuk kedalam
lubang irigasi jalan. Pasien ditemukan sudah tidak sadarkan diri kurang
lebih 1 jam SMRS.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Serupa
- Riwayat Diabetes Mellitus
- Riwayat Hipertensi
- Riwayat Asma

: tidak pernah
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada

d. Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat Serupa
: tidak pernah
- Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
- Riwayat Hipertensi
: disangkal
e. Riwayat Pribadi
- Merokok
- alkohol
- obat-obatan

: diterima
: disangkal
: disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK
1

1. Status Generalis
- Keadaan Umum
: Sakit Berat
- Kesadaran
: Somnolen, GCS 6 (E2V1M3)
- Vital Sign
Tekanan Darah
: 130/60 mmHg
Nadi
: 100x/menit
Respirasi
: 28x/menit
Suhu
: 35,8 oC
SPO2
: 82%
- Kepala
: normocephali, konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), sianosis (-), reflek pupil (+)
- Leher
: Simetris, jejas bagian kiri (+), deviasi
trachea (-), peningkatan JVP (-), pembesaran kelenjar
-

limfe (-)
Thorax :
Inspeksi
: Asimetris, retraksi dinding dada (+)
dengan dada kiri sedikit tertinggal, pada regio anterior
toraks diatas processus xypoideus terdapat jejas (+) ukuran

1x5 cm, ictus cordis tidak terlihat.


Palpasi
: Ictus cordis tidak teraba
Perkusi
: Redup +/+
Auskultasi
: vesikuler (+/+), ronki basah (+/+),

Murmur (-), gallop (-)


- Abdomen :
Inspeksi
: Datar, scar (-)
Auskultasi
: BU (+)
Perkusi
: timpani
Palpasi
: Supel, nyeri tekan (-)
- Ekstremitas :
Atas
: jejas (-), gerak (+), edema -/-, sianosis -/ Bawah
: Terdapat vulnus ekskoriasum pada regio
cruris 1/3 proksimal kearah medial dengan diameter kurang
lebih 5 cm, edema -/-, sianosis -/2. Status Lokalis
Regio anterior toraks
Look : Jejas (+) ukuran 1x5 cm, terdapat WSD ( Water

Seal Drainage) pada ICS 6


Feel : Nyeri tekan (-) pada hemitoraks anterior

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Jenis

Hasil

Pemeriksaaan
Leukosit
27,50
Eritrosit
4,55
Hemoglobin
11,1
Hematokrit
35,4
MCV
77,7
MCH
24,4
MCHC
31,4
Trombosit
319
b. Radiologi

Satuan
ribu/L
juta/ L
g/dL
%
Fl
Pg
g/dL
ribu/L

Nilai Normal
5 10
4,37 5,63
14 18
41 54
80 92
27 31
32 36
150 450

Gambar 1. Rontgen Toraks AP


E. DIAGNOSA
:
Hematotoraks ec trauma tumpul
F. DIAGNOSA BANDING
- Hidrotoraks
- pneumotoraks

G. PENATALAKSANAAN
:
- O2 sungkup 3-5 liter/menit
- pantau Hb serial
- posisi semi fowler
- Farmakologi :
IVFD RL gtt XX

pelastin 2x1 gr IV
As Traneksamat 3 x 500 mg IV
Vit K 3x1 gr IV
Ranitidine 2x1 gr IV
pronalgen supp II

H. PROGNOSIS
a. Quo ad vitam
: dubia ad bonam
b. Quo ad functionam : dubia ad bonam
c. Quo ad sanationam : dubia ad bonam
I. FOLLOW UP
Hari pertama
Status Generalis
-

Keadaan Umum
Kesadaran
Vital Sign
Tekanan Darah
Nadi
Respirasi
Suhu
SPO2
Produk WSD
Hari kedua
Keadaan Umum
Kesadaran
Vital sign
Tekanan Darah
Nadi
Respirasi
Suhu
SPO2
Produk WSD

: Sakit Berat
: Somnolen, GCS 6 (E3V3M3)
: 130/80 mmHg
: 115x/menit
: 28x/menit
: 35,8 oC
: 90%
: 400 CC/12 jam
: Sakit Berat
: Somnolen, GCS 9 (E3V2M3)
: 130/80 mmHg
: 115x/menit
: 28x/menit
: 36,8oC
: 91
: 330 CC/12 jam

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Anatomi Toraks
Rongga toraks dibatasi oleh iga-iga, yang bersatu di bagian belakang pada
vertebra thoracalis dan di depan pada sternum. Kerangka rongga toraks,
meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari sternum, 12
vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen tulang
rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan articulatio
dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal
sebelum menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga pleura di atas
clavicula dan di atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka
tusuk.

Gambar 1. (a) Anterior view dinding toraks. (b). Posterior view dari dinding toraks.

Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding


anterior thorax. Musculus latissimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan musculus
gelang bahu lainnya membentuk lapisan musculus posterior dinding posterior
thorax. Tepi bawah musculus pectoralis mayor membentuk lipatan/plika axillaris
posterior. Dada berisi organ vital yaitu paru dan jantung. Pernafasan berlangsung
dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot
pernafasan yaitu musculus interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga
dada membesar sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan bronkus.
Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan
limfatik. Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal
kebocoran udara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif,

pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama sama dengan
pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax dan diafragma. Pleura
sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi
paru paru normal, hanya ruang potensial yang ada.
Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam
kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian
muskuler melengkung membentuk tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi
motorik dari interkostal bawah mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik
setinggi putting susu, turut berperan dalam ventilasi paru paru selama respirasi
biasa / tenang sekitar 75%.

Gambar 2. Skematik anatomi dinding dada.

1.2

Fisiologi Sistem Permafasan


Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan

yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti
yang telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama
inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga

terangkat

akibat

kontraksi

beberapa

otot

yaitu

sternokleidomastoideus

mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus
mengangkat iga-iga.
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus
relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam
rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume
toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.
Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara
mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama
kembali pada akhir ekspirasi.
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas
melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 m).
Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara
darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut
besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di
alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103
mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara
inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomik saluran udara dan
dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang
jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus.
Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir.
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di
kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total
waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru
normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal;
fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium
mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total
berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak
diakui sebagai faktor utama.

Volume paru-paru dibagi menjadi empat macam, yakni:


a. Volume tidal merupakan volume udara yang diinspirasikan dan
diekspirasikan pada setiap pernapasan normal
b. Volume cadangan merupakan volume tambahan udara yang dapat
diinspirasikan di atas volume tidal normal
c. Volume cadangan ekspirasi merupakan jumlah udara yang masih dapat
dikeluarkan dengan ekspirasi kuat setelah akhir suatu ekspirasi
d.Volume residual adalah volume udara yang masih tersisa di dalam paruparu setelah melakukan ekspirasi kuat.
Setiap kegagalan atau hambatan dari rantai mekanisme tersebut akan
menimbulkan gangguan pada fungsi pernapasan, berarti berakibat kurangnya
oksigenasi jaringan tubuh. Hal ini misalnya terdapat pada suatu trauma pada
thoraks. Selain itu maka kelainan-kelainan dari dinding thoraks menyebabkan
terganggunya mekanisme inspirasi/ekspirasi, kelainan-kelainan dalam rongga
thoraks, terutama kelainan jaringan paru, selain menyebabkan berkurangnya
elastisitas paru, juga dapat menimbulkan gangguan pada salah satu/semua fungsifungsi pernapasan tersebut.

1.3 Trauma Toraks


Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thoraks
yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thoraks ataupun isi dari cavum
thoraks yang disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat
menyebabkan keadaan gawat thoraks akut. Trauma thoraks atau cedera dada dapat
menyebabkan kerusakan dinding dada, paru, jantung, pembuluh darah besar serta
organ disekitarnya termasuk viscera (berbagai organ dalam besar di dalam rongga
dada). Secara keseluruhan angka mortalitas trauma toraks adalah 10 %, dimana
trauma toraks menyebabkan satu dari empat kematian karena trauma yang terjadi
di Amerika Utara. Banyak penderita meninggal setelah sampai di rumah sakit dan

banyak kematian ini seharusnya dapat dicegah dengan meningkatkan kemampuan


diagnostik dan terapi. Kurang dari 10 % dari trauma tumpul toraks dan hanya
15-30 % dari trauma tembus toraks yang membutuhkan tindakan torakotomi.
Trauma toraks dapat berupa trauma tumpul dinding toraks ataupun trauma
tajam. Pada trauma tumpul tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks, biasanya
terjadi akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast injuries.
Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru dan hanya
sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi. Sedangkan trauma tajam
toraks terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab
trauma. Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru,
sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi
Trauma toraks atau dada yang terjadi, menyebabkan gagal ventilasi (keluar
masuknya udara), kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar (organ kecil
pada paru yang mirip kantong), kegagalan sirkulasi karena perubahan
hemodinamik (sirkulasi darah). Ketiga faktor ini dapat menyebabkan hipoksia
(kekurangan suplai O2) seluler yang berkelanjutan pada hipoksia jaringan.
Hipoksia pada tingkat jaringan dapat menyebabkan ransangan terhadap cytokines
yang dapat memacu terjadinya Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS),
Systemic Inflamation Response Syndrome (SIRS), dan sepsis. Hipoksia,
hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma toraks. Hipokasia
jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke
jaringan

oleh

karena

hipovolemia

(kehilangan

darah),

pulmonary

ventilation/perfusion mismatch (contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus) dan


perubahan dalam tekanan intratoraks (contoh : tension pneumothorax,
pneumothorax terbuka). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak
adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intratoraks atau penurunan tingkat
kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan (syok)
(Sjamsuhidajat, Jong WD. 2005).

1.4 Kelainan akibat Trauma Toraks


1.4.1 Fraktur Iga
9

Merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering mengalami


trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, Nyeri pada pergerakan akibat
terbidainya iga terhadap dinding thorax secara keseluruhan menyebabkan
gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif untuk mengeluarkan sekret dapat
mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia meningkat secara bermakna
dan disertai timbulnya penyakit paru paru. Fraktur sternum dan skapula secara
umum disebabkan oleh benturan langsung, trauma tumpul jantung harus selalu
dipertimbangkan bila ada fraktur sternum. Yang paling sering mengalami trauma
adalah iga begian tengah ( iga ke 4 sampai ke 9 ).
Kompresi anteroposterior dari rongga thorax akan menyebabkan lengkung
iga akan lebih melengkung lagi kea rah lateral dengan akibat timbulnya fraktur
pada titik tengah (bagian lateral) iga. Cedera langsung pada iga akan cenderung
menyebabkan fraktur dengan pendorongan ujung-ujung fraktur masuk ke dalam
rongga

pleura

dan

potensial

menyebabkan

cedera

intratorakal

seperti

pneumothorax. Patah tulang iga terbawah (10 sampai 12) harus dicurigai adanya
cedera hepar atau lien. Pada penderita dengan cedera iga akan ditemukan nyeri
tekan pada palpasi dan krepitasi. Jika teraba atau terlihat adanyadeformitas harus
curiga fraktur iga. Foto Thoraks harus dibuat untuk menghilangkan kemungkinan
cedera intratorakal dan bukan untuk mengidentifikasi fraktur iga. Plester iga,
pengikat iga dan bidai eksternal merupakan kontra indikasi. Yang penting adalah
menghilangkan rasa sakit agar penderita dapat bernafas dengan baik. Blok
interkostal, anestesi epidural dan analgesi sistemik dapat dipertimbangkan untuk
mengatasi nyeri.

1.4.2 Flail Chest


Terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas
dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga
multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur.
Adanya segmen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada
pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi

10

sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabkan hipoksia yang
serius.
1.4.3

Kontusio Paru
Kontusio paru adalah kelainan yang paling sering ditemukan pada

golongan potentially lethal chest injury. Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan
dan berkembang sesuai waktu, tidak langsung terjadi setelah kejadian, sehingga
rencana penanganan definitif dapat berubah berdasarkan perubahan waktu.
Monitoring harus ketat dan berhati-hati, juga diperlukan evaluasi penderita yang
berulang-ulang. Penderita dengan hipoksia bermakna (PaO2 < 65 mmHg atau 8,6
kPa dalam udara ruangan, SaO2 < 90 %) harus dilakukan intubasi dan diberikan
bantuan ventilasi pada jam-jam pertama setelah trauma.
1.4.4

Pneumothoraks
Pneumotoraks sederhana disebabkan masuknya udara pada ruang potensial

antara pleura viseral dan parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat
ditemukan bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan penyebab
tersering dari pnerumotoraks akibat trauma tumpul. Dalam keadaan normal
rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya sampai dinding
dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara kedua permukaan pleura.
Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan
paru. Gangguan ventilasi-perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps
tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi.

1.4.5 Hemotoraks
Hemotoraks adalah adanya darah dalam rongga pleura . Sumber berasal
dari darah yang berada pada dinding dada , parenkim paru paru , jantung atau
pembuluh darah besar . kondisi ini biasanya konsekuensi dari trauma tumpul atau
tajam . Ini juga merupakan komplikasi dari beberapa penyakit.

11

Mengukur frekuensi hemotoraks pada populasi umum sulit dilakukan.


Hemotoraks yang sangat sedikit dapat dikaitkan dengan fraktur iga single dan
dapat tidak terdeteksi atau tidak membutuhkan pengobatan. Karena kebanyakan
hemotoraks berkaitan dengan trauma, perkiraan kasar kejadiannya dapat diukur
dari statistic trauma. Sekitar 150.000 kematian terjadi karena trauma tiap
tahunnya. Sekitar 450.000 individu menjadi cacat permanen karena trauma, dan
sebagian besar dari grup ini adalah korban dari politrauma. Chest injury terjadi
sekitar 60% dari politrauma, karena itu perkiraan kasar dari kejadian hemothorax
di Amerika Serikat mendekati 300.000 kasus tiap tahunnya.
Hemotoraks dibagi berdasarkan klasifikasi sebagai berikut :

Hemotoraks Kecil : yang tampak sebagian bayangan kurang dari 15 %


pada foto rontgen, perkusi pekak sampai iga IX. Jumlah darah sampai 300
ml.

Hemotoraks Sedang : 15 35 % tertutup bayangan pada foto rontgen,


perkusi pekak sampai iga VI.jumlah darah sampai 800 ml

Hemotoraks Besar : lebih 35 % pada foto rontgen, perkusi pekak sampai


cranial, iga IV. Jumlah darah sampai lebih dari 800 ml

12

Gambar 3. Klasifikasi hemotoraks


Berdasarkan penyebab hemotoraks dapat dibagi menjadi :

Hemotoraks spontan, Oleh karena : primer (ruptur blep , sekunder


(infeksikeganasan), neonatal.

Hematoraks

yang

trauma.Penyebab

didapat,
paling

Oleh

umum

karena:
dari

iatrogenik,

hemothorax

barotrauma,

adalah

trauma

dada.Trauma misalnya :
Luka tembus paru-paru, jantung, pembuluh darah besar, atau
dinding dada
Trauma tumpul dada kadang-kadang dapat mengakibatkan lecet
hemothorax oleh pembuluh internal.
Diathesis perdarahan seperti penyakit hemoragik bayi baru lahir
atau purpura Henoch-Schnlein dapat menyebabkan spontan
hemotoraks.
Adenomatoid malformasi kongenital kistik

: malformasi ini

kadang-kadang mengalami komplikasi, seperti hemotoraks.


Penyebab dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh
darah intercostal atau arteri mammaria internal yang disebabkan oleh cedera tajam
atau cedera tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebrata torakal juga dapat
menyebabkan hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak
memerlukan intervensi operasi. Hematothorax dapat juga terjadi pada pasien yang
memiliki:
-

Sebuah cacat pembekuan darah

Trauma tumpul dada

13

Kematian jaringan paru-paru (paru-paru infark)

Kanker paru-paru atau pleura

Menusuk dada ( ketika senjata seperti pisau atau memotong peluru paruparu )

Penempatan dari kateter vena sentral

Operasi jantung

Tuberkulosis
Selain itu terdapat pula hematoraks masif adalah terkumpulnya darah

dengan cepat lebih dari 1500 cc dalam rongga pleura.


Hemothoraks adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura (antara
pleura viseralisdan pleura parietalis). Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul
atau trauma tajam pada dada, yang mengakibatkan robeknya membran serosa
pada dinding dada bagian dalam atau selaput pembungkus paru. Robekan ini akan
mengaikibatkan darah mengalir ke dalam rongga pleura, yang akan menyebabkan
penekanan pada paru.
Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A.
mamaria interna. Rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan, sehingga
pasien hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya
perdarahan yang nyata, oleh karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di
dalam rongga toraks.

Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua


gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic.
Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2 area
utama: hemodinamik dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik ditentukan
oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah.

14

Gambar 4. Skema Patofisiologi Trauma Toraks


Perubahan hemodinamik bervariasi tergantung pada jumlah perdarahan
dan kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada seorang
pria 70-kg seharusnya tidak menyebabkan perubahan hemodinamik yang
signifikan. Hilangnya 750-1500 mL pada individu yang sama akan menyebabkan
gejala awal syok (yaitu, takikardia, takipnea, dan penurunan tekanandarah).
Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang buruk
terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000 mL). Karena
rongga pleura seorang pria 70-kg dapat menampung 4 atau lebih liter darah,
perdarahan exsanguinating dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari kehilangan
darah.
Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat
menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan ventilasi
dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan dengan luka pada dinding
dada. Sebuah kumpulan yang cukup besar darah menyebabkan pasien mengalami
dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis takipnea. Volume darah yang
diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu tertentu bervariasi tergantung

15

pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera, tingkat keparahan cedera, dan
cadangan paru dan jantung yang mendasari.
Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana hemothorax
berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang sekunder untuk
penyakit metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut tidak akut untuk
menghasilkan respon hemodinamik terlihat, dan dispnea sering menjadi keluhan
utama.
Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-paru,
dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa derajat
defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam beberapa
jam penghentian perdarahan, lisis bekuan yang sudah ada dengan enzim pleura
dimulai.
Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein cairan
pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan osmotik
tinggi intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura dan jaringan
sekitarnya yang menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga pleura. Dengan
cara ini, sebuah hemothorax kecil dan tanpa gejala dapat berkembang menjadi
besar dan gejala efusi pleura berdarah.
Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari
hemothorax: empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari kontaminasi bakteri
pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan benar, hal ini
dapat mengakibatkan syok bakteremia dan sepsis.

Fibrothorax terjadi ketika deposisi fibrin berkembang dalam hemothorax


yang terorganisir dan melingkupi baik parietal dan permukaan pleura viseral.
Proses adhesive ini menyebkan paru-paru tetap pada posisinya dan mencegah dari
berkembang sepenuhnya.

16

Adapun tanda dan gejala adanya hemotoraks dapat bersifat simptomatik


namun dapat juga asimptomatik. Asimptomatik didapatkan pada pasien dengan
hemothoraks yang sangat minimal sedangkan kebanyakan pasien akan
menunjukan symptom, diantaranya:

Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada

Tanda-tanda shok seperti hipotensi, dan nadi cepat, pucat, akral dingin

Tachycardia

Dyspnea

Hypoxemia

Anxiety (gelisah)

Cyanosis

Anemia

Deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena

Gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama (paradoxical)

Penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang terkena

Dullness pada perkusi

Adanya krepitasi saat palpasi.


Penegakkan diagnosis hemothoraks berdasarkan pada data yang diperoleh

dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa


didapatkan penderita hemothoraks mengeluh nyeri dada dan sesak napas. Pada
pemeriksaan fisik dari inspeksi biasanya tidak tampak kelainan, mungkin
didapatkan gerakan napas tertinggal atau adanya pucat karena perdarahan kecuali
hemothoraks akibat trauma. Pada perkusi didapatkan pekak dengan batas tidak

17

jelas, sedangkan pada auskultasi didapatkan bunyi napas menurun atau bahkan
menghilang.
Pemeriksaan penunjang untuk diagnostik, diantaranya:

Chest x-ray : adanya gambaran hipodense pada rongga pleura di sisi


yang terkena dan adanya mediastinum shift. Chest x-ray sebagi
penegak diagnostik yang paling utama dan lebih sensitif dibandingkan
lainnya.

Gambar 5. Chest xray Hemotoraks Kanan

CT Scan : diindikasikan untuk pasien dengan hemothoraks yang untuk


evaluasi lokasi clotting (bekuan darah) dan untuk menentukan
kuantitas atau jumlah bekuan darah di rongga pleura.

Gambar 6. CT-scan Hemotoraks

USG : USG yang digunakan adalah jenis FAST dan diindikasikan


untuk pasien yang tidak stabil dengan hemothoraks minimal.

18

Gambar 7. USG toraks pada pasien Hemotoraks

Nilai Blood Gas Analysis : Hipoksemia mungkin disertai hiperkarbia


yang menyebabkan asidosis respiratori. Saturasi O2 arterial mungkin
menurun pada awalnya tetapi biasanya kembali ke normal dalam
waktu 24 jam.

Cek darah lengkap : menurunnya Hb menunjukan jumlah darah yang


hilang pada hemothoraks.

Tujuan utama terapi dari hemothoraks adalah untuk menstabilkan


hemodinamik pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah serta
udara dari rongga pleura. Langkah pertama untuk menstabilkan hemodinamik
adalah dengan resusitasi seperti diberikan oksigenasi, cairan infus, transfusi darah,
dilanjutkan pemberian analgetik dan antibiotik.
Langkah selanjutnya untuk penatalaksanaan pasien dengan hemothoraks
adalah mengeluarkan darah dari rongga pleura yang dapat dilakukan dengan cara:

Chest tube (Tube thoracostomy drainage) : tube thoracostomy drainage


merupakan terapi utama untuk pasien dengan hemothoraks. Insersi
chest tube melalui dinding dada untuk drainase darah dan udara.
Pemasangannya selama beberapa hari untuk mengembangkan paru ke
ukuran normal.

Indikasi untuk pemasangan thoraks tube antara lain:

19

Adanya udara pada rongga dada (pneumothorax)

Perdarahan di rongga dada (hemothorax)

Post operasi atau trauma pada rongga dada (pneumothorax


or

hemothorax)

abses paru atau pus di rongga dada (empyema).

Adapun langkah-langkah dalam pemasangan chest tube


thoracostomy adalah sebagai berikut:

Memposisikan pasien pada posisi trandelenberg

Disinfeksi daerah yang akan dipasang chest tube dengan


menggunakan alkohol atau povidin iodine pada ICS VI atau
ICS VII posterior Axillary Line

Kemudian dilakukan anastesi local dengan menggunakn


lidokain

Selanjutnya insisi sekitar 3-4cm pada Mid Axillary Line

Pasang curved hemostat diikuti pemasangan tube dan


selanjutnya dihubungkan dengan WSD (Water Sealed
Drainage)

Lakukan jahitan pada tempat pemasangan tube

20

Gambar 8. Pemasangan chest tube

Thoracotomy : merupakan prosedur pilihan untuk operasi eksplorasi


rongga dada ketika hemothoraks massif atau terjadi perdarahan persisten.
Thoracotomy juga dilakukan ketika hemothoraks parah dan chest tube
sendiri tidak dapat mengontrol perdarahan sehingga operasi (thoracotomy)
diperlukan untuk menghentikan perdarahan. Perdarahan persisten atau
berkelanjutan

yang

segera

memerlukan

tindakan

operasi

untuk

menghentikan sumber perdarahan di antaranya seperti ruptur aorta pada


trauma berat. Operasi (Thoracotomy) diindikasikan apabila:

1 liter atau lebih dievakuasi segera dengan chest tube

Perdarahan persisten, sebanyak 150-200cc/jam selama 2-4 jam

Diperlukan transfusi berulang untuk mempertahankan stabilitas


hemodinamik

Adanya sisa clot sebanyak 500cc atau lebih

Gambar 9. Prosedur torakotomi

Trombolitik agen :trombolitik agen digunakan untuk memecahkan bekuan


darah pada chest tube atau ketika bekuan telah membentuk massa di
rongga pleura, tetapi hal ini sangat berisiko karena dapat memicu
terjadinya perdarahan dan perlu tindakan operasi segera.

21

Kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi meliputi:

Paru-paru kolaps sehingga terjadi gagal napas dan meninggal

Fibrosis atau skar pada membrane pleura

Ateletaksis

Shok

Pneumothorax

Pneumonia

Septisemia

Untuk lebih amannya dalam menghindari komplikasi, pencegahan dini


terjadinya hemothoraks dapat dicegah dengan segera pergi ke IGD atau telepon
ambulan apabila didapatkan cedera berat pada thoraks, adanya nyeri dada ataupun
sesak napas.
Prognosis berdasarkan pada penyebab dari hemothoraks dan seberapa
cepat penanganan diberikan. Apabila penanganan tidak dilakukan segera maka
kondisi pasien dapat bertambah buruk karena akan terjadi akumulasi darah di
rongga thoraks yang menyebabkan paru-paru kolaps dan mendorong mediastinum
serta trakea ke sisi yang sehat.
1.4.6 Tamponade Jantung
Tamponade jantung sering disebabkan oleh luka tembus. Walaupun
demikian, trauma tumpul juga dapat menyebabkan perikardium terisi darah baik
dari jantung, pembuluh darah besar maupun dari pembuluh darah perikard.
Perikard manusia terdiri dari struktur jaringan ikat yang kaku dan walaupun relatif
sedikit darah yang terkumpul, namun sudah dapat menghambat aktivitas jantung
dan mengganggu pengisian jantung. Mengeluarkan darah atau cairan perikard,

22

sering hanya 15 ml sampai 20 ml, melalui perikardiosintesis akan segera


memperbaiki hemodinamik.
Diagnosis tamponade jantung tidak mudah. Diagnostik klasik adalah
adanya Trias Beck yang terdiri dari peningkatan tekanan vena, penurunan tekanan
arteri dan suara jantung menjauh. Penilaian suara jantung menjauh sulit
didapatkan bila ruang gawat darurat dalam keadaan berisik, distensi vena leher
tidak ditemukan bila keadaan penderita hipovolemia dan hipotensi sering
disebabkan oleh hipovolemia.
1.4.7 Trauma Tumpul Jantung
Trauma tumpul jantung dapat menyebabkan kontusio otot jantung, rupture
atrium atau ventrikel, ataupun kebocoran katup. Ruptur ruang jantung ditandai
dengan tamponade jantung yang harus diwaspadai saat primary survey. Kadang
tanda dan gejala dari tamponade lambat terjadi bila yang ruptur adalah atrium.
Penderita dengan kontusio miokard akan mengeluh rasa tidak nyaman pada dada
tetapi keluhan tersebut juga bisa disebabkan kontusio dinding dada atau fraktur
sternum dan/atau fraktur iga. Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan dengan
inspeksi dari miokard yang mengalami trauma.
Gejala klinis yang penting pada miokard adalah hipotensi, gangguan
hantaran yang jelas ada EKG atau gerakan dinding jantung yang tidak normal
pada pemeriksaan ekokardiografi dua dimensi. Perubahan EKG dapat bervariasi
dan kadang menunjukkan suatu infark miokard yang jelas. Kontraksi ventrikel
perematur yang multipel, sinus takikardi yang tak bisa diterangkan, fibrilasi
atrium, bundle branch block (biasanya kanan) dan yang paling sering adalah
perubahan segmen ST yang ditemukan pada gambaran EKG. Elevasi dari tekanan
vena sentral yang tidak ada penyebab lain merupakan petunjuk dari disfungsi
ventrikel kanan sekunder akibat kontusio jantung. Juga penting untuk diingat
bahwa kecelakaannya sendiri mungkin dapat disebabkan adanya serangan infak
miokard akut. Penderita kontusio miokar dyang terdiagnosis karena adanya
kondusksi yang abnormal mempunyai resiko terjadinya disrtimia akut, dan harus

23

dimonitor 24 jam pertama, karena setelah interval tersebut resiko disritmia kaan
menurun secara bermakna.

1.5 Manifestasi Cidera Toraks Lain


Manifestasi yang dapat muncul selain yang telah dijelaskan diatas juga
dapat terjadi. Antara lain :
1.5.1 Emfisema Subkutis
Emfisema subkutis dapat disebabkan oleh cedera airway, parenkim paru,
atau yang jarang yaitu cedera ledakan. Walaupun tidak memerlukan terapi,
penyebab timbulnya kelainan ini harus dicari. Jika penderita menggunakan
ventilasi tekanan positif , pemasangan selang dada harus dipertimbangkan untuk
dipasang pada sisi yang terdapat emfisema subkutis sebagai antisipasi terhadap
berkembangnya tension pneumothorax.
1.5.2 Crushing Injury to The Chest (Traumatic Asphyxia)
Tergencetnya thorax akan menimbulkan kompresi tiba-tiba dan sementara
terhadap vena cava superior dan menimbulkan plethora serta petechiae yang
meliputi badan bagian atas, wajah dan lengan. Dapat terjadi edema berat, bahkan
edema otak. Yang harus diterapi adalah cedera penyerta.

1.6 Penatalaksanaan Trauma Toraks Secara Umum


Secara garis besar penatalaksanaan trauma toraks dapat dilakukan sebagai
berikut :

Primary survey - secondary survey

Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis, pemeriksaan


fisik, pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi secara
konsekutif

Pemriksaan penunjang (pasien stabil) :


24

Portable x-ray
Portable blood examination
Portable bronchoscope

Tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan memindahkan pasien


dari ruang emergency

Utamakan keselamatan pasien, diagnosis tidak perlu utama

Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan


bersamaan atau setelah melakukan prosedur penanganan trauma.

Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim yang telah
memiliki sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life Support).

Tindakan Bedah Emergensi yang dapat dilakukan :


Krikotiroidotomi
Trakheostomi
Tube Torakostomi
Torakotomi
Eksplorasi vaskular

25

DAFTAR PUSTAKA

Gopinath N, Invited Arcticle Thoracic Trauma, Indian Journal of


Thoracic and Cardiovascular Surgery Vol. 20, Number 3, 144-148.
Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC.
Laub D, R. Facial Trauma, Mandibular Fractures. 2009. tersedia
http://emedicine.medscape.com/article/1283150-overview diakses pada
tanggal 24 mei 2016.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Mosby I. 2007. Thoracic Trauma. Elsevier
Sjamsuhidajat, Jong WD. 2005. Buku Ajar ilmu bedah Edisi 2.
Jakarta: EGC
Sloane E. 2004. Anatomi dan fisiologi bagi pemula. Jakarta: EGC
Wanek. 2004. Blunt thoracic trauma: flail chest, pulmonary
contusion, and blast injury Crit Care Clin 20. Pg. 7181.

26

Anda mungkin juga menyukai