A. IDENTITAS
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Alamat
Pekerjaan
Tanggal Masuk
No. RM
: Tn. H
: Laki-laki
: 17 Tahun
: Lampung Timur
: Pelajar
: 24-5-2016
: 2929xx
B. ANAMNESIS
Riwayat penyakit pasien diperoleh secara alloanamnesis pada hari
Selasa, 24 Mei 2016.
a. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan mengalami penurunan kesadaran
kurang lebih 1 jam SMRS.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD rumah sakit Ahmad Yani setelah mengalami
kecelakaan motor (tunggal), terjatuh sendiri dan masuk kedalam
lubang irigasi jalan. Pasien ditemukan sudah tidak sadarkan diri kurang
lebih 1 jam SMRS.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Serupa
- Riwayat Diabetes Mellitus
- Riwayat Hipertensi
- Riwayat Asma
: tidak pernah
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
: diterima
: disangkal
: disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
1
1. Status Generalis
- Keadaan Umum
: Sakit Berat
- Kesadaran
: Somnolen, GCS 6 (E2V1M3)
- Vital Sign
Tekanan Darah
: 130/60 mmHg
Nadi
: 100x/menit
Respirasi
: 28x/menit
Suhu
: 35,8 oC
SPO2
: 82%
- Kepala
: normocephali, konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), sianosis (-), reflek pupil (+)
- Leher
: Simetris, jejas bagian kiri (+), deviasi
trachea (-), peningkatan JVP (-), pembesaran kelenjar
-
limfe (-)
Thorax :
Inspeksi
: Asimetris, retraksi dinding dada (+)
dengan dada kiri sedikit tertinggal, pada regio anterior
toraks diatas processus xypoideus terdapat jejas (+) ukuran
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Jenis
Hasil
Pemeriksaaan
Leukosit
27,50
Eritrosit
4,55
Hemoglobin
11,1
Hematokrit
35,4
MCV
77,7
MCH
24,4
MCHC
31,4
Trombosit
319
b. Radiologi
Satuan
ribu/L
juta/ L
g/dL
%
Fl
Pg
g/dL
ribu/L
Nilai Normal
5 10
4,37 5,63
14 18
41 54
80 92
27 31
32 36
150 450
G. PENATALAKSANAAN
:
- O2 sungkup 3-5 liter/menit
- pantau Hb serial
- posisi semi fowler
- Farmakologi :
IVFD RL gtt XX
pelastin 2x1 gr IV
As Traneksamat 3 x 500 mg IV
Vit K 3x1 gr IV
Ranitidine 2x1 gr IV
pronalgen supp II
H. PROGNOSIS
a. Quo ad vitam
: dubia ad bonam
b. Quo ad functionam : dubia ad bonam
c. Quo ad sanationam : dubia ad bonam
I. FOLLOW UP
Hari pertama
Status Generalis
-
Keadaan Umum
Kesadaran
Vital Sign
Tekanan Darah
Nadi
Respirasi
Suhu
SPO2
Produk WSD
Hari kedua
Keadaan Umum
Kesadaran
Vital sign
Tekanan Darah
Nadi
Respirasi
Suhu
SPO2
Produk WSD
: Sakit Berat
: Somnolen, GCS 6 (E3V3M3)
: 130/80 mmHg
: 115x/menit
: 28x/menit
: 35,8 oC
: 90%
: 400 CC/12 jam
: Sakit Berat
: Somnolen, GCS 9 (E3V2M3)
: 130/80 mmHg
: 115x/menit
: 28x/menit
: 36,8oC
: 91
: 330 CC/12 jam
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Anatomi Toraks
Rongga toraks dibatasi oleh iga-iga, yang bersatu di bagian belakang pada
vertebra thoracalis dan di depan pada sternum. Kerangka rongga toraks,
meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari sternum, 12
vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen tulang
rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan articulatio
dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal
sebelum menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga pleura di atas
clavicula dan di atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka
tusuk.
Gambar 1. (a) Anterior view dinding toraks. (b). Posterior view dari dinding toraks.
pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama sama dengan
pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax dan diafragma. Pleura
sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi
paru paru normal, hanya ruang potensial yang ada.
Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam
kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian
muskuler melengkung membentuk tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi
motorik dari interkostal bawah mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik
setinggi putting susu, turut berperan dalam ventilasi paru paru selama respirasi
biasa / tenang sekitar 75%.
1.2
yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti
yang telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama
inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga
terangkat
akibat
kontraksi
beberapa
otot
yaitu
sternokleidomastoideus
mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus
mengangkat iga-iga.
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus
relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam
rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume
toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.
Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara
mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama
kembali pada akhir ekspirasi.
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas
melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 m).
Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara
darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut
besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di
alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103
mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara
inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomik saluran udara dan
dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang
jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus.
Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir.
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di
kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total
waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru
normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal;
fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium
mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total
berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak
diakui sebagai faktor utama.
oleh
karena
hipovolemia
(kehilangan
darah),
pulmonary
pleura
dan
potensial
menyebabkan
cedera
intratorakal
seperti
pneumothorax. Patah tulang iga terbawah (10 sampai 12) harus dicurigai adanya
cedera hepar atau lien. Pada penderita dengan cedera iga akan ditemukan nyeri
tekan pada palpasi dan krepitasi. Jika teraba atau terlihat adanyadeformitas harus
curiga fraktur iga. Foto Thoraks harus dibuat untuk menghilangkan kemungkinan
cedera intratorakal dan bukan untuk mengidentifikasi fraktur iga. Plester iga,
pengikat iga dan bidai eksternal merupakan kontra indikasi. Yang penting adalah
menghilangkan rasa sakit agar penderita dapat bernafas dengan baik. Blok
interkostal, anestesi epidural dan analgesi sistemik dapat dipertimbangkan untuk
mengatasi nyeri.
10
sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabkan hipoksia yang
serius.
1.4.3
Kontusio Paru
Kontusio paru adalah kelainan yang paling sering ditemukan pada
golongan potentially lethal chest injury. Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan
dan berkembang sesuai waktu, tidak langsung terjadi setelah kejadian, sehingga
rencana penanganan definitif dapat berubah berdasarkan perubahan waktu.
Monitoring harus ketat dan berhati-hati, juga diperlukan evaluasi penderita yang
berulang-ulang. Penderita dengan hipoksia bermakna (PaO2 < 65 mmHg atau 8,6
kPa dalam udara ruangan, SaO2 < 90 %) harus dilakukan intubasi dan diberikan
bantuan ventilasi pada jam-jam pertama setelah trauma.
1.4.4
Pneumothoraks
Pneumotoraks sederhana disebabkan masuknya udara pada ruang potensial
antara pleura viseral dan parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat
ditemukan bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan penyebab
tersering dari pnerumotoraks akibat trauma tumpul. Dalam keadaan normal
rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya sampai dinding
dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara kedua permukaan pleura.
Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan
paru. Gangguan ventilasi-perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps
tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi.
1.4.5 Hemotoraks
Hemotoraks adalah adanya darah dalam rongga pleura . Sumber berasal
dari darah yang berada pada dinding dada , parenkim paru paru , jantung atau
pembuluh darah besar . kondisi ini biasanya konsekuensi dari trauma tumpul atau
tajam . Ini juga merupakan komplikasi dari beberapa penyakit.
11
12
Hematoraks
yang
trauma.Penyebab
didapat,
paling
Oleh
umum
karena:
dari
iatrogenik,
hemothorax
barotrauma,
adalah
trauma
dada.Trauma misalnya :
Luka tembus paru-paru, jantung, pembuluh darah besar, atau
dinding dada
Trauma tumpul dada kadang-kadang dapat mengakibatkan lecet
hemothorax oleh pembuluh internal.
Diathesis perdarahan seperti penyakit hemoragik bayi baru lahir
atau purpura Henoch-Schnlein dapat menyebabkan spontan
hemotoraks.
Adenomatoid malformasi kongenital kistik
: malformasi ini
13
Menusuk dada ( ketika senjata seperti pisau atau memotong peluru paruparu )
Operasi jantung
Tuberkulosis
Selain itu terdapat pula hematoraks masif adalah terkumpulnya darah
14
15
pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera, tingkat keparahan cedera, dan
cadangan paru dan jantung yang mendasari.
Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana hemothorax
berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang sekunder untuk
penyakit metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut tidak akut untuk
menghasilkan respon hemodinamik terlihat, dan dispnea sering menjadi keluhan
utama.
Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-paru,
dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa derajat
defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam beberapa
jam penghentian perdarahan, lisis bekuan yang sudah ada dengan enzim pleura
dimulai.
Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein cairan
pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan osmotik
tinggi intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura dan jaringan
sekitarnya yang menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga pleura. Dengan
cara ini, sebuah hemothorax kecil dan tanpa gejala dapat berkembang menjadi
besar dan gejala efusi pleura berdarah.
Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari
hemothorax: empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari kontaminasi bakteri
pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan benar, hal ini
dapat mengakibatkan syok bakteremia dan sepsis.
16
Tanda-tanda shok seperti hipotensi, dan nadi cepat, pucat, akral dingin
Tachycardia
Dyspnea
Hypoxemia
Anxiety (gelisah)
Cyanosis
Anemia
17
jelas, sedangkan pada auskultasi didapatkan bunyi napas menurun atau bahkan
menghilang.
Pemeriksaan penunjang untuk diagnostik, diantaranya:
18
19
hemothorax)
20
yang
segera
memerlukan
tindakan
operasi
untuk
21
Ateletaksis
Shok
Pneumothorax
Pneumonia
Septisemia
22
23
dimonitor 24 jam pertama, karena setelah interval tersebut resiko disritmia kaan
menurun secara bermakna.
Portable x-ray
Portable blood examination
Portable bronchoscope
Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim yang telah
memiliki sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life Support).
25
DAFTAR PUSTAKA
26