FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2012
KASUS
Bayi perempuan, usia 6 bulan, dengan BB 7,8 kg, dengan BBL 2500 gram. Klien masuk ke ruang PICU RSHS pada tanggal 12 Oktober 2012 dengan diagnosa gagal nafas, Pada anamnesa didapatkan pada dua jam sebelum masuk PICU klien tampak sesak, disertai bunyi mengorok. Keluhan dimulai dengan badan pasien semakin dingin. Hasil pemeriksaan fisik adalah sebagai berikut: - Keadaan umum tampak distress pernafasan berat, kesadaran E3M4V2 (GCS: 8), HR 169x/menit, RR 62x/menit, Suhu 38.6C, SpO2 78% (dengan sungkup). Pada pemeriksaan lanjutan didapatkan: - Sistem kardiovaskular: edema tidak ada, sianosis perifer (-), kulit mottling (+), konjungtiva anemis, tidak terdapat murmur sistolik, gallop tidak ada, akral dingin, CRT > 2 detik. - Sistem respiratori: vesikuler breathing sound (VBS) kiri = kanan, inspirasi > ekspirasi, crackel +/+, retraksi interkostal/parasternal +/+, pernafasan cuping hidung (+/+), ronchi pada paru kiri dan kanan. - Sistem pencernaan: abdomen datar lembut, hepar teraba 3 cm bawah arkus kosta, tepi kenyal rata, tumpul, lien tidak teraba, bising usus (+) - Pemeriksaan penunjang: Hb 8,8 g/dl, Ht 27%, Leukosit 6400/mm3, trombosit 110.000/mm3, differential count: 0/0/1/70/21/8, CRP 0,9 - Hasil pemeriksaan AGD menunjukkan: pH 7,2; PCO 2 50 mmHg; HCO 3 22 mmol; BE -3; PO 2 60 mmol. Sat O2 87% - Foto thorax menunjukkan terdapat bronkopneumonia - Gambaran EKG normal sinus rhytm (SR) atau sinus tachycardia (ST).
Pasien saat ini mendapat kebutuhan cairan 500 cc/24 jam dari N4 15 cc/jam dan D-40 sebanyak 140 cc/24 jam dan aminoleban 100 cc/24 jam. Klien mendapatkan terapi sebagai berikut: - Ceftazidime 3 x 150 mg intravena - Cloxacillin 4 x 175 mg intravena
KONSEP DASAR 1. Anatomi Sistem pernafasan pada dasarnya dibentuk oleh jalan atau saluran nafas dan paru-paru beserta pembungkusnya (pleura) dan rongga dada yang melindunginya. Di dalam rongga dada terdapat juga jantung di dalamnya. Rongga dada dipisahkan dengan rongga perut oleh diafragma. Saluran nafas yang dilalui udara adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan alveoli. Di dalamnya terdapat suatu sistem yang sedemikian rupa dapat menghangatkan udara sebelum sampai ke alveoli. Terdapat juga suatu sistem pertahanan yang memungkinkan kotoran atau benda asing yang masuk dapat dikeluarkan baik melalui batuk ataupun bersin. Paru-paru dibungkus oleh pleura. Pleura ada yang menempel langsung ke paru, disebut sebagai pleura visceral. Sedangkan pleura parietal menempel pada dinding rongga dada dalam. Diantara pleura visceral dan pleura parietal terdapat cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas sehingga memungkinkan pergerakan dan pengembangan paru secara bebas tanpa ada gesekan dengan dinding dada. Rongga dada diperkuat oleh tulang-tulang yang membentuk rangka dada. Rangka dada ini terdiri dari costae (iga-iga), sternum (tulang dada) tempat sebagian iga-iga menempel di depan, dan vertebra torakal (tulang belakang) tempat menempelnya iga-iga di bagian belakang. Terdapat otot-otot yang menempel pada rangka dada yang berfungsi penting sebagai otot pernafasan. Otot-otot yang berfungsi dalam bernafas adalah sebagai berikut : a. interkostalis eksterrnus (antar iga luar) yang mengangkat masing-masing iga. b. sternokleidomastoid yang mengangkat sternum (tulang dada). c. skalenus yang mengangkat 2 iga teratas. d. interkostalis internus (antar iga dalam) yang menurunkan iga-iga. e. otot perut yang menarik iga ke bawah sekaligus membuat isi perut mendorong diafragma ke atas. f. otot dalam diafragma yang dapat menurunkan diafragma.
Percabangan saluran nafas dimulai dari trakea yang bercabang menjadi bronkus kanan dan kiri. Masing-masing bronkus terus bercabang sampai dengan 20-25 kali sebelum sampai ke alveoli. Sampai dengan percabangan bronkus terakhir sebelum bronkiolus, bronkus dilapisi oleh cincin tulang rawan untuk menjaga agar saluran nafas tidak kolaps atau kempis sehingga aliran udara lancar Bagian terakhir dari perjalanan udara adalah di alveoli. Di sini terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dari pembuluh darah kapiler dengan udara. Terdapat sekitar 300 juta alveoli di kedua paru dengan diameter masing-masing rata-rata 0,2 milimeter. 2. Fisiologi
Cavum nasi mempunyai fungsi agar tetap menyediakan saluran aliran udara walaupun mulut terisi oleh makanan. Di dalam cavum nasi ini, udara akan dibersihkan. Vestibulum yang dilapisi silia akan menangkap partikel-partikel besar yang terkandung dalam udara. Septum nasi dan concha nasalis berperan untuk memperluas permukaan dari cavum nasi dan membuat aliran udara di dalamnya turbulen yang makin meningkatkan kontak udara dengan membran mukosa yang melapisinya.membran mukosa ini dilapisi epitel kolumner berlapis bersilia dan sel goblet yang menghasilkan sekresi mukus. Mukus ini akan menjebak partikel debris dan menyapunya ke pharynx, dimana kemudian akan dieliminasi di sistem digestivus. Cavum nasi juga berfungsi sebagai penghangat udara. Kelembaban didapat dari epithelium mukosa dan kelebihan air mata yang dialirkan ke cavum nasi melalui ductus lacrimalis manambah kelembaban udara sendiri. Udara yang hangat akan mencegah kerusakan saluran pernapasan dibanding udara yang dingin. Epitel olfactorius sendiri merupakan organ sensorik sebagai penghidu dan terletak pada bagian paling superior dari cavum nasi. Cavum nasi dan sinus-sinus paranasal juga turut berperan sebagai ruang resonansi saat berbicara. Larynx, Laring mempunyai tiga fungsi penting. Cartilago thyroid dan cricoid berfungsi untuk membuka jalan pergerakan aliran udara. Epiglottis dan plica vestibular mencegah material yang akan ditelan masuk ke dalam larynx. Plica vocalis adalah sumber utama produksi suara. Udara selama ekspirasi bergerak melewati plica vocalis sehingga menggetarkan dan memproduksi suara.
3. Pengertian
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkanoleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997). Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung Harapan Kita, 2001) Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001) Kegagalan pernafasan adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon dioksida arteri), dan asidosis. 4. Etiologi a. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal. b. Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi. c. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas. d. Trauma Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah
pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar e. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.
Manifestasi klinis Pada awal penderitaan biasanya diikuti dengan periode laten bila fungsi paru tampak normal (contoh 12-24 jam setelah trauma/syok atau 5-10 hari setelah timbul sepsis), tetapi secara bertahap memburuk dengan tahap gagal nafas. Pemeriksaan fisik bermacam-macam tergantung pada tahap mana diagnosis dibuat. Tanda dini sering terlewatkan, karena banyak pemeriksaan tak normal tidak terbukti sampai tahap lanjut. Gejala berikut terlihat pada 6 sampai 8 jam pertama, di antaranya saja : Takipnea (lebih dari 60 x/menit) Retraksi intercostals dan sterna Dengkur ekspiratori Pernafasan cuping hidung Sianosis sejalan dengan peningkatan hipoksemia Menurunnya daya komplian paru (nafas ungkat-ungkit paradoksal) Hipotensi sistemik (pucat, perifer, edema, pengisian kapiler tertunda lebih dari 3-4detik Gejala ARDS biasanya timbul dalam 24-48 jam setelah penyakit yang berat atau trauma. Awalnya terjadi sesak nafas, takipnea, dan nafas pendek, dan terlihat jelas penggunaan otot pernafasan tambahan. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan suara ronchi dan mengi. Pada penderita yang mengalami sesak nafas pada 24 jam setelah sepsis dan trauma, kecurigaan harus ditujukan kepada ARDS. Pemeriksaan analisis gas darah harus segera dilakukan. Pada jam pertama, hasilnya akan ditemukan alkalosis respiratorik dengan PaO 2 menurun, sedangkan PaCO 2 akan normal atau menurun. Foto paru akan menunjukkan adanya edema paru, tetapi batas jantung tetap normal. Pemberian suplemen oksigen tidak meningkatkan PaO 2. (Dr. R. Darmanto Djojodibroto, 2007) Menurut Purnawan (2008) beberapa tanda dan gejala gagal nafas akut adalah : Sianosis (warna kebiruan) dikarenakan rendahnya kadar oksigen dalam darah Kebingungan dan perasaan mengantuk akibat tingginya kadar karbondioksida dan peningkatan keasaman darah Pernafasan cepat dan dalam, sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan karbondioksida tapi jika paru-paru tidak berfungsi secara normal maka pola nafas seperti itu tidak dapat membantu Rendahnya kadar oksigen dengan segera bisa menyebabkan gangguan pada otak dan jantung. Hal ini ditandai dengan penurunan kesadaran atau pingsan, menyebabkan aritmia jantung yang bisa membawa pada kematian Frekuensi nafas lebih dari 40 x/menit, frekuensi noral nafas adalah 16- 20x/menit, jika sampai 25 x/menit, status pasien harus mulai dievaluasi Kapasitas vital kurang dari 10-20 mL/kg Gambaran primer dari ARDS meliputi pirau intrapulmonary yang nyata dengan hipoksemia, berkurangmya daya kembang paru-paru yang progresif dan dyspnea dengan sesak nafas serta takipnea yang berat akibat hipoksemia dan bertambahnya pernafasan sekunder terhadap penurunan daya kembang paru-paru. Daya kembang paru-paru menurun hingga 15-20 ml/cm H 2 O. Kapasitas residu fungsional juga berkurang. Gambara-gambaran ini merupakan akibat edema alveolar dan interstisial. Akibatnya timbul paru-paru yang kaku yang suka berventilasi. Ciri khas ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diatasi dengan pemberian oksigen selama bernafas spontan. Frekuensi pernafasan sering kali meningkat secara bermakna dengan ventilasi tinggi. Sianosis dapat atau tidak terjadi. Hal ini harus diingat bahwa sianosis adalah gejala dini dan nyata dari hipoksemia. Manifestasi klinis sindrom gagal nafas akut bervariasi tergantung dari penyebab. Penyebab yang paling penting adalah sepsis oleh kuman gram negatif, trauma berat, operasi besar, trauma kardiovaskuler, pneumonia, dan kelebihan dosis narkotik. Yang khas adalah adanya masa laten antara timbulnya faktor predisposisi dengan timbulnya gejala klinis sindrom gagal nafas selama sekitar 18-24 jam. Gejala yang paling menonjol adalah sesak nafas, nafas cepat, batuk kering, ketidaknyamanan retrosternal dan gelisah. Pasien yang memiliki keadaaan yang lebih berat dari gagal nafas bisa terjadi sianosis. Pada saluran nafas orang dewasa didapatkan trias gejala yang penting yaitu hipoksia, hipotensi, dan hiperventilasi. Pada tahap berikutnya sesak nafas bertambah, sianosis menjadi lebih berat, dan mudah tersinggung. Fase dalam penyakit ARDS di antaranya saja : Fase laten Fase ini berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari dengan tidak terdapat keluhan klinis kecuali terdapatnya pengaliran cairan limfe. Fase edema interstisial Ditandai dengan kerusakkan kapiler dan terdapat porus sehingga membrane basalis alveolaris lebih permeable untuk protein. Akibatnya protein masuk ke dalam lapis interstisial. Terjadilah edema koloid terutama intraseptal yang ditandai dengan terdapatnya garis karley. Penderita merasa sesak nafas. Pada pemeriksaan gas darah terjadi alkalosis oleh karena hiperventilasi dan hipoksemia. Fase edema intra alveolar Dalam fase ini sakus alveolares penuh dengan protein. Hal ini disebabkan oleh adanya kerusakan pneumosit tipe I yang menyebabkan meningginya permeableitas kapiler terhadap protein. Sedangkan rusaknya pneumosit tipe II menyebbabkan berkurangnya surfaktan sehingga terjadi ateletaksis paru. Dalam fase ini tampak pasien mengalami agitasi, pernafasan dangkal, takipnea, hipoksemia yang menunjukkan beratnya ARDS. Fase subakut atau kronik Bila terjadi penyembuhan maka protein plasma, debris sel, fibrin merangsang invvasi sel-sel fibroblast dan terbentuklah membrane hialin. ARDS biasanya timbul dalam waktu 24-48 jam setelah kerusakkan awal paru. Awalnya pasien akan mengalami dyspnea kemudian diikuti dengan pernafasan cepat dan dalam. Sianosis terjadi secara sentral dan perifer. Bahkan tanda yang khas pada ARDS adalah tidak membaiknya sianosis meskipun pasien sudah diberi oksigen. Sedangkan pola auskultasi dapat ditemui ronchi basah kasar serta kadang wheezing. Diagnosis dini dapat ditegakkan jika pasien mengeluhkan dyspnea, sebagai gejala pendahulu ARDS. Diagnosis presumtif dapat ditegakkan dengan pemeriksaan analisa gas darah serta foto torak. Keluhan dan gejala berdasarkan tipe gagal nafas : Tipe I Hipoksemia tanpa hiperkapnia (lung failure) Keluhan dan gejalanya gangguan nafas pendek (sesak) yang akut, kejadian penyakit akut, takipnea, takikardia dan hipotensi. Tipe II Hipoksemia dengan hiperkapnia (pump failure) Keluhan dan gejalanya adalah perifer masih hangat, nadi tidak teratur, tremor (retensi CO2), sakit kepala, confusion (linglung), pupil mengecil, vena retina melebar, papil edema, reflex tendon menurun, dan koma. Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan skor Silverman- Anderson dan skor Downes. Skor Silverman-Anderson lebih sesuai digunakan untuk bayi prematur yang menderita hyaline membrane disease (HMD), sedangkan skor Downes merupakan sistem skoring yang lebih komprehensif dan dapat digunakan pada semua usia kehamilan. Penilaian dengan sistem skoring ini sebaiknya dilakukan tiap setengah jam untuk menilai progresivitasnya. Tabel Evaluasi Gawat Napas dengan skor Downes Pemeriksaan Skor 0 1 2 Frekuensi napas < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang dengan 0 2
Sianosis menetap walaupun diberi O 2
Air entry Udara masuk Penurunan ringan udara masuk Tidak ada udara masuk Merintih Tidak merintih Dapat didengar dengan stetoskop Dapat didengar tanpa alat bantu Skor > 6 : Ancaman gagal nafas Sumber: Mathai
Pemeriksaan Diagnostik Analisa Gas Darah Pada pemeriksaan analisis gas darah diadapatkan kadar O 2 arteri yang rendah (PaO 2
kurang dari 60 mmHg)dan kadar CO 2 yang tinggi (PaCO 2 lebih dari 49 mmHg). Karena pemeriksaan analisa gas darah ini cukup rumit, maka ada cara untuk menentukan secara kasar PaO 2 dan warna darah arterial yang diambil untuk sampel pemeriksaan. Bila warnanya merah cerah PaO 2 53 mmHg, bila warnanya agak kehitaman PaO 2 38 mmHg, bila warnanya hitam PaO 2 30 mm Hg. Analisis gas darah merupakan indikator definitif dari pertukaran gas untuk menilai gagal nafas akut. Meskipun manifestasi klinis yang ada memerlukan tindakan intubasi segera dan penggunaan ventilasi mekanis, pengambilan sampel darah arterial diperlukan untuk menganalisis tekanan gas darah (PaO 2 , PaCO 2 , dan pH) sambil melakukan monitoring dengan pulse oxymetri. Hipoksemia berat ditandai dengan PaO2 < 50-60 mmHg dengan FiO2 60% atau PaO2 < 60 mmHg dengan FiO2 > 40% pada bayi < 1250 g, Hiperkapnik berat dengan PaCO2 > 55-60 mmHg dengan pH <7,2-7,25. 10-12,16
Tabel Nilai Analisis gas Darah Nilai 0 1 2 3 PaO 2 (mmHg)
Hasil analisa gas darah biasanya sebagai berikut : Hipoksemia, penurunan PaO 2
Hipokapnia, menurunnya PCO 2 pada tahap awal karena hiperventilasi Hiperkapnia, naiknya PCO2menunjukkan gagal ventilasi Alkalosis respiratori, pH > 7,45 pada tahap dini Asidosis respiratori/metabolik terjadi pada tahap lanjut
Foto Toraks Pada stadium awal biasanya foto toraks tidak menunjukkan adanya kelainan. Yang secara bertahap timbul edema perivaskuler yang berkembang menjadi edema intraalveolar yang difus. Dan keadaan ini akan tampak pada gambaran radiologi sebagai penambahan gambar corakan paru. Setelah 4-5 hari, gambar corakan paru ini makin bertambah sampai menunjukkan gambaran edema paru yang jelas. Pemeriksaan EKG diperlukan untuk melihat ada atau tidaknya iskemik atau infark jantung. Pada stadium yang lebih lanjut akan terjadi obstruksi nafas yang intermitten ada daerah-daerah yang mengalami ateletaksis dan emfisema. Tahap awal : sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru Tahap lanjut : interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli
Tes Fungsi Paru Penurunan komplain dan volume paru. Juga pirau kanan-kiri meningkat. Observasi juga frekuensi per menit, volume tidal, ventilasi semenit, kapasitas vital paksa, volume ekspirasidalam 1 detik, daya inspirasi maksimum, rasio ruang mati/volume tidal.
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan sebagai pemeriksaan awal pada pasien yang mengalami distress pernafasan antara lain: rontgen toraks (dapat dilakukan setelah pemasangan ETT), pemeriksaan darah untuk skrining sepsis, termasuk pemeriksaan darah rutin, hitung jenis, apus darah tepi, C-reactive protein, kultur darah, glukosa darah, dan elektroli. Tabel Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress Pernafasan Pemeriksaan Kegunaan Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan asam basa Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia dapat menyebabkan atau memperberat takipnea Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas Darah rutin dan hitung jenis Leukositosis menunjukkan adanya infeksi Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis Pulse oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen Sumber: Hermansen
Klasifikasi 1) Klasifikasi gagal napas berdasarkan hasil analisa gas darah : a. Gagal napas hiperkapneu Hasil analisa gas darah pada gagal napas hiperkapneu menunjukkkan kadar PCO2 arteri (PaCO2) yang tinggi, yaitu PaCO2>50mmHg. Hal ini disebabkan karena kadar CO2 meningkat dalam ruang alveolus, O2 yang tersisih di alveolar dan PaO2 arterial menurun. Oleh karena itu biasanya diperoleh hiperkapneu dan hipoksemia secara bersama-sama, kecuali udara inspirasi diberi tambahan oksigen. Sedangkan nilai pH tergantung pada level dari bikarbonat dan juga lamanya kondisi hiperkapneu. b. Gagal napas hipoksemia Pada gagal napas hipoksemia, nilai PO2 arterial yang rendah tetapi nilai PaCO2 normal atau rendah. Kadar PaCO2 tersebut yang membedakannya dengan gagal napas hiperkapneu, yang masalah utamanya pada hipoventilasi alveolar. Gagal napas hipoksemia lebih sering dijumpai daripada gagal napas hiperkapneu. 2) Klasifikasi gagal napas berdasarkan lama terjadinya : a. Gagal napas akut Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang ditandai dengan perubahan hasil analisa gas darah yang mengancam jiwa. Terjadi peningkatan kadar PaCO2. Gagal napas akut timbul pada pasien yang keadaan parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. b. Gagal napas kronik Gagal napas kronik terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik, seperti bronkhitis kronik dan emfisema. Pasien akan mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapneu yang memburuk secara bertahap. 3) Klasifikasi gagal napas berdasarkan penyebab organ : a. Kardiak Gagal napas dapat terjadi karena penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2 akibat menjauhnya jarak difusi akibat oedema paru. Oedema paru ini terjadi akibat kegagalan jantung untuk melakukan fungsinya sehingga terjadi peningkatan perpindahan aliran dari vaskuler ke interstisial dan alveoli paru. Terdapat beberapa penyakit kardiovaskuler yang mendorong terjadinya disfungsi miokard dan peningkatan left ventricel end diastolic volume (LVEDV) dan left ventricel end diastolic pressure (LVEDP) yang menyebabkan mekanisme backward-forward. Penyakit yang menyebabkan disfungsi miokard : Infark miokard Kardiomiopati Miokarditis Penyakit yang menyebabkan peningkatan LVEDV dan LVEDP : Meningkatkan beban tekanan : aorta stenosis, hipertensi, dan coartasio aorta Meningkatkan beban volume : mitral insufisiensi, aorta insufisiensi, ASD, dan VSD. Hambatan pengisian ventrikel : mitral stenosis dan trikuspid insufisiensi. b. Nonkardiak Terjadi gangguan di bagian saluran pernapasan atas dan bawah maupun di pusat pernapasan, serta proses difusi. Hal ini dapat disebabkan oleh obstruksi, emfisema, atelektasis, pneumothorak, dan ARDS.
Penatalaksanaan Gagal Nafas Dalam memberikan asuhan keperawatan gawat darurat dengan masalah gagal nafas, hal pertama yang dapat dilakukan adalah melakukan penilaian. Adapun penilaian yang dapat kita perhatikan unuk mengetahui seseorang yang mengalami gagal nafas antara lain : a. melihat lubang hidung untuk melihat apakah dia terbuka dan dalam keadaan istirahat. b. Perhatikan dada bagi ekspansi yang normal dan simetris c. Carilah retraksi suprasternal, supraklivikular, atau interkostal, yang menunjukan adanya obstruksi. d. Cari gerakan paradoksal bagian dada manapun dan cari luka terbuka kerongga toraks. e. Perhatikan gerakan abdomen, yang menunjukan bahwa diafragma bekerja. f. Dengarkan dengan telingga didekatkan kemulut untuk memastikan kembali bahwa ada pergerakan udara yang baik keluar dari hidung dan mulut. g. Dengan stateskop, dengarkan toraks di anterior dan posterior. h. Berikan perhatian khusus pada bagian atas dada disetiap sisi.Bunyi pernafasan normal harus setara pada kedua sisi.bunyi pernafasan abnormal adalah wheezing,(whistling), ronki basah (bubbling). Ronki kering (rattling) i. Rasakan gerakan udara dari hidung dan mulut. j. Raba seluruh toraks bagi daerah yang menimbulkan nyeri, yang menggambarkan iga yang fraktur atau segment yang longgar. k. Raba untuk mencari adanya luka atau laserasi. l. Raba untuk adanya gerakan abnormal dinding dada. m. Raba juga gerakan gerakan paradoksal.
Pada keperawatan gawat darurat, intervensi awal yang harus dilakukan dengan menilai ABC : a. Airway (Jalan nafas)
Pada pasien dengan gagal napas hal pertama yang harus dilakukan adalah melihat jalan napas apa terdapat sumbatan (benda asing) atau tidak. Beberapa kematian karena masalah airway disebabkan oleh karena kegagalan mengenali masalah airway yang tersumbat baik oleh karena aspirasi isi gaster maupun kesalahan mengatur posisi sehingga jalan nafas tertutup lidah penderita sendiri. Tehnik yang digunakan dalam menilai jalan napas yaitu dengan tehnik look (lihat pergerakan dada), listen (mendengar dari bunyi pernapasan), dan feel (merasakan ada pernapasan atau tidak). Pada pasien dengan penurunan kesadaran mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya gangguan jalan nafas., selain mengecek adanya benda asing, sumbatan jalan nafas dapat terjadi oleh karena pangkal lidahnya terjatuh ke belakang sehingga menutupi aliran udara kedalam paru. Selain itu aspirasi isi lambung juga menjadi bahaya yang mengancam airway b. Breathing (membantu bernafas)
Setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada hambatan adalah membantu pernafasan. Pastikan pernafasan pasien masih ada. Karena henti nafas seringkali terjadi pada kasus trauma kepala bagian belakang yang mengenai pusat pernafasan atau bisa juga penanganan yang salah pada pasien pada pasien cedera kepala justru membuat pusat pernafasan terganggu dan menimbulkan henti nafas. Keterlambatan dalam mengenali gangguan pernafasan dan membantu ventilasi/pernafasan akan dapat menimbulkan kematian. Sehingga kemampuan dalm memberikan bantuan pernafasan menjadi prioritas kedua c. Circulations (Mengontrol perdarahan)
Jika ditemukan adanya perdarahan, segera lakukan upaya mengontrol perdarahan itu dengan memberikan bebat tekan pada daerah luka. Pemberian cairan melalui oral mungkin dapat dilakukan untuk mengganti hilangnya cairan dari tubuh jika pasien dalam keadaan sadar. Perlu dipahami dalam tahap ini adalah mengenal tanda-tanda kehilangan cairan sehingga antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya syock
10. Penatalaksanaan Gagal Nafas Akibat Benda Asing
Salah satu penyebab gagal nafas yang sering muncul yaitu disebabkan adanya benda asing yang menyumbat saluran jalan pernafasan. Saluran pernafasan atas dapat tersumbat oleh benda benda asing keratan daging,yang terjebak dilaring, yang superior terhadap pita suara.penderita jelas tercekik dan akan menjadi sianosis,khususnya diwajah dan leher. Sering tidak ada kehilangan kemampuan mengekspirasi sehingga paru hampir - hampir seluruhnya. Terkutas kecuali udara yang tetap sebagai ruang rugi. Karena pengenalan diri obstruksi jalan pernafasan merupakan kunci penatalaksanaan yang berhasil, penting membedakan kedaruratan ini dari pingsan stroke, serangan jantung, epilepsy, kelebihan obat atau keadaan lain yang menyebabkan kegagalan pernafasan mendadak.obstruksi jalan pernafasan farsial maupun lengkap dapat disebabkan oleh benda asing. Pada obstruksi saluran pernafasan farsial penderita dapat mengeluarkan partikel ini dengan batuk jika ada pertukaran udara yang baik. Jika pertukaran udara buruk, tandanya akan merupakan batuk lemah tak efektif , bunyi bernada tinggi pada inspirasi, peningkatan kesulitan pernafasan, dan kemungkinan siaonis. Pada obstruk si saluran pernfasan yang lengkap, pasien tidak sanggup berbicara, bernafas atau batuk ia bisa menggengam lehernya. Untuk menghilangkan obstruksi benda asing digunakan tiga prasat manual : mereka meliputi pukulan dari belakang, dorongan manual, dan rogohan jari.Pukulan dari belakang merupakan rangkaian cepat, empat pukulan tajam yang dilakukan,tepi tangan diatas vertebra dan diantara dua bahu. Dapat dilakukan penderita yang sedang duduk, berdiri atau berbaring dan harus dilakukan kuat kuat dalam urutan yang cepat, bila mungkin, kepala penderita harus lebih rendah, dari pada dadanya untuk menggunakan efek gravitasi. Anak yang menderita obstruksi saluran pernafasan parsial (menggerakan sejumlah udara) tidak boleh dibalikan tubuhnya karena ini dapat menyebabkan benda asing tersangkut pada permukaan atas di pita suara yang menyebabkan obstruksi lengkap.anak hanya boleh dibalik jika ia menderita obstruksi lengkap saluran pernafasan yang dalam kasusu ini obstruksi tidak dapat menjadi lebih serius dan pembalikan anak mungkin bisa membantu. Dorongan manual atau parasat hemillik adalah rangkaian cepat dorongan pada abdomen atas atau dada bawah, atau dada bagian bawah yang memaksakan udara keluar dari paru untuk mengeluarkan benda asing. Dorongan abdominal dapat dilakukan pada pasien
Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan yang diberikan dapat berupa pencegahan. Pencegahan ini terdiri dari: 1. Pencegahan Primer Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor resiko terhadap kejadian pneumonia. Upaya yang dapat dilakukan antara lain: a. Memberikan imunisasi campak pada usia 9 bulan dan imunisasi DPT (Dipteri, Pertusis Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada usia 2, 3, dan 4 bulan. b. Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberikan ASI pada bayi neonatal sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita. Disamping itu, zat-zat gizi yang dikonsumsi bayi dan anak-anak juga perlu mendapat perhatian. c. Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan polusi di luar ruangan. d. Mengurangi kepadatan hunian rumah. 2. Pencegahan Sekunder Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindari komplikasi, dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputidiagnosis dini dan pengobatan yang tepat sehingga dapat mencegah meluasnyapenyakit dan ternjadinya komplikasi. Upaya yang dapat dilakukan antara lain: a. Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteraldan penambahan oksigen. b. Pneumonia: diberikan antibiotik kotrimoksasol oral, ampisilin, atauamoksisilin. c. Bukan pneumonia : perawatan di rumah saja. Tidak diberikan terapiantibiotik. Bila demam tinggi diberikan paracetamol. Bersihkan hidungpada anak yang mengalami pilek dengan menggunakan lintingan kapasyang diolesi air garam. Jika anak mengalami nyeri tenggorokan, beripenisilin dan dipantau selama 10 hari ke depan. 3. Pencegahan Tersier Tujuan utama dari pencegahan tersier adalah mencegah agar tidak munculnya penyakit lain atau kondisi lain yang akan memperburuk kondisi balita, mengurangi kematian serta usaha rehabilitasinya. Pada pencegahan tingkat ini dilakukan upayauntuk mencegah proses penyakit lebih lanjut seperti perawatan dan pengobatan.Upaya yang dilakukan dapat berupa : a. Melakukan perawatan yang ekstra pada balita di rumah, beri antibiotik selama 5 hari, anjurkan ibu untuk tetap kontrol bila keadaan anak memburuk. b. Bila anak bertambah parah, maka segera bawa ke sarana kesehatan terdekat agar penyakit tidak bertambah berat dan tidak menimbulkan kematian.
ASUHAN KEPERAWATAN
I.PENGKAJIAN a. Pengumpulan Data 1) Identitas a. Identitas Klien Nama : Bayi X Umur : 6 Bulan Jenis Kelamin : Agama : - Suku : - Status Marital : - Pekerjaan : Alamat : - Tanggal Masuk Rumah Sakit : 12 Oktober 2012 Diagnosa Medis : Gagal Nafas e.c Bronkopneumonia b. Identitas Penanggungjawab - 2) Riwayat Kesehatan b. Riwayat Kesehatan Sekarang Klien tampak sesak disertai bunyi ngorok.Badan Pasien dingin c. Riwayat Kesehatan Dahulu : - c. Riwayat Kesehatan Keluarga : -
c. Riwayat Kesehatan Lingkungan : -
c. Riwayat Psikologi : -
c. Riwayat Sosial Budaya : -
c. Riwayat Spiritual : -
3) Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum Klien tampak Distress pernafasan berat b. TTV; TD : - BB : - HR : 169x/menit TB : - RR : 62x/menit T : 36 0 C c. Sistem Pernapasan Vesikuler breathing sound (VBS) kiri=kanan,inspirasi > ekspirasi , crackles +/+,retraksi interkostal / parasternal +/+ . pernafasan cuping hidung +/+,ronchi pada paru kanan. d. Sistem Kardiovaskuler edema tidak ada,sianosis perifer (-) , kulit mottling (+),Konjungtiva anemis,tidak ada murmur sistolik,gallop tidak ada,akral dingin,CRT > 2 detik e. Sistem Gastrointestinal abdomen datar lembut,hepar teraba 3 cm bawah arkus costa, tepi kenyal rata , tumpul, lien tidak teraba, bising usus (+) f. Sistem Urinaria Hasil palpasi di area suprapubik teraba tegang dan keras. Uji colok dubur (+++) g. Sistem Reproduksi - h. Sistem Muskuloskeletal - I Sistem Integumen - J. Sistem Endokrin
- k. Sistem Persyarafan - 4) Istirahat dan tidur -
8) Data Penunjang
a. Laboratorium NO PEMERIKSAAN HASIL 1. Hb 8,8 g/dl 2. Hematokrit 27 % 3. Leukosit 6400 /mm 3
ASUHAN KEPERAWATAN NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL 1 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum ditandai dengan adanya ronchi, dan ketidakefektifan batuk.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan jalan nafas pasien efektif dengan criteria hasil : jalan nafas paten, tidak ada bunyi nafas tambahan, tidak sesak, RR normal (35-40x/menit), tidak ada penggunaan otot bantu nafas, tidak ada pernafasan cuping hidung Observasi TTV terutama respiratory rate
Auskultasi area dada atau paru, catat hasil pemeriksaan
Latih pasien batuk efektif dan nafas dalam
Lakukan suction sesuai indikasi
Memberi posisi semifowler atau supinasi dengan elevasi kepala
Anjurkan pasien minum air Memberi informasi tentang pola pernafasan pasien, tekanan darah, nadi, suhu pasien.
Crekcels, ronkhi dan mengi dapat terdengar saat inspirasi dan ekspirasi pada tempat konsolidasi sputum
Memudahkan bersihan jalan nafas dan ekspansi maksimum paru
Mengeluarkan sputum pada pasien tidak sadar atau tidak mampu batuk efektif
Meningkatkan ekspansi paru
Air hangat dapat memudahkan hangat
Kolaborasi :
Bantu mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterapi nafas lainnya. Berikan obat sesuai indikasi, seperti mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgesic Berikan O 2 lembab sesuai indikasi pengeluaran secret
Memudahkan pengenceran dan pembuangan secret Proses medikamentosa dan membantu mengurangi bronkospasme
Mengurangi distress respirasi 2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan proses infeksi pada jaringan paru (perubahan membrane alveoli) ditandai dengan sianosis, PaO 2 menurun, sesak nafas. Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan ventilasi pasien tidak terganggu dengan KH : GDA dalam rentang normal ( PO2 = 80 100 mmHg, PCO2 = 35 45 mmHg, pH = 7,35 7,45, Kaji frekuensi, kedalaman, kemudahan bernapas pasien. Observasi warna kulit, membran mukosa bibir. Berikan lingkungan sejuk, nyaman, ventilasi cukup. Tinggikan kepala, anjurkan Memberi informasi tentang pernapasan pasien.
Kebiruan menunjukkan sianosis.
Untuk membuat pasien lebih nyaman.
Meningkatkan inspirasi dan SaO2 = 95 99 %), tidak ada sianosis, pasien tidak sesak dan rileks. napas dalam dan batuk efektif. Pertahankan istirahat tidur. Kolaborasikan pemberian oksigen dan pemeriksaan lab (GDA) pengeluaran sekret.
Mencegah terlalu letih.
Mengevaluasi proses penyakit dan mengurangi distres respirasi.
DAFTAR PUSTAKA
www.scribd.com Djojodibroto, Darmanto R., Dr. 2007. Respirology (Respiratory Medicine). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Eloise M. Harman, MD. Rajat, Walia, MD. 2005. Acute Respiratory Distress Syndrome. http://www.emedicine.com/med/topic70.htm Aryanto, Suwondo,.Ishak Yusuf. Cleopas Martin Lumende. 2001. Sindrom Gagal Nafas Pada Orang Dewasa dalam Buku Ajar Ilmu Penyait Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Price, Sylvia dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit Edisi 4. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Somantri, Irman. 2008. Asuhan keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba medika Doenges. E. Marylin. 1992.Nursing Care Plan. Jakarta: EGC Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fak. Kedokteran Universitas Indonesia. 1985. Ilmu Kesehatan Anak 3. Jakarta