Anda di halaman 1dari 146

BUKU PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS

SEMESTER II

TIM SKILLAB

JURUSAN KEDOKTERAN UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015

DAFTAR ISI
1. Pemeriksaan Fisik Paru
3
2. Pemeriksaan Fisik Jantung
14
3. Pemeriksaan Vaskular
29
4. Spirometri
38
5. EKG
39
6. Pemeriksaan Abdomen
54
7. Pemerisaan Rectal Taucheer
72
8. Pemeriksaan Obstetri
76
9. Pemeriksaan Mammae
84
10. Pemeriksaan Fisik Neonatus
11. Pemeriksaan Tumbuh Kembang Anak
12. Pemeriksaan Fisik Anak

108
110
139

I. PEMERIKSAAN FISIK PARU


PEMERIKSAAN PARU
Setelah
menjalani

TUJUAN PEMBELAJARAN

praktikum fisik diagnostik paru, mahasiswa diharapkan mampu :


1.
2.
3.
4.

Melakukan ketrampilan inspeksi pada pemeriksaan paru


Melakukan ketrampilan palpasi pada pemeriksaan paru
Melakukan ketrampilan perkusi pada pemeriksaan paru
Melakukan ketrampilan auskultasi pada pemeriksaan paru

TINJAUAN PUSTAKA

Untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit diperlukan data yang berasal dari riwayat penyakit,
tanda penyakit dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan seperti laboratorium rutin dan khusus,
radiologi dan bermacam-macam tes diagnostik.
Dalam pelajaran fisik diagnostik harus dimengerti dengan baik dan benar istilah yang sering
dijumpai seperti gejala (symptom) dan tanda (sign). Gejala adalah segala sesuatu yang dirasakan oleh
penderita dan menceritakannya kepada pemeriksa pada waktu anamnesis. Pada umumnya bersifat
subyektif. Tanda adalah segala sesuatu yang dilihat dan diperiksa oleh pemeriksa pada penderita sebagai
akibat perubahan anatomi, fisiologi maupun patologis oleh suatu penyakit. Tanda-tanda penyakit
umumnya bersifat obyektif dan diketahui pada saat pemeriksaan fisik.
Penyakit paru dapat memberi manifestasi sebagai berikut :
1. Manifestasi pulmoner.
a. Manifestasi primer : berasal dari kelainan setempat.
Keluhan/gejala : analisa keluhan dilakukan dengan anamnesis, dapat berupa ; batuk dengan atau
tanpa dahak/darah, sesak nafas dengan atau tanpa nafas bunyi dan nyeri dada. Tanda : perubahanperubahan jaringan paru, pleura , dinding dada oleh penyakit, dapat dideteksi dengan inspeksi,
palapasi, perkusi dan auskultasi. Perubahan-perubahan yang dapat terjadi berupa : Perubahan bentuk
/ ukuran thoraks, Perubahan pergerakan dam Perubahan pengantaran getaran.
b. Manifestasi sekunder : akibat penyakit terhadap fungsi paru
Gangguan pertukaran gas dan Peningkatan tahanan pembuluh darah paru
2. Manifestasi ekstra pulmoner : perubahan-perubahan kelainan yang terjadi diluar paru.
a. Non metastase.
Gejala umum : panas badan, tidak suka makan, rasa capai dan lain-lain; Adanya ginekomasti :
pembesaran kelenjar mamma pada pria; Jari tabuh; Osteoartropati : berupa nyeri sendi dan tulang;
Beberapa kelainan hormonal.
b. Metastase.
Penyebaran keganasan paru keluar paru; Penyebaran infeksi paru (abses) keluar paru.
Pada penyakit paru ada 3 keluhan yang sering dijumpai yaitu batuk, sesak nafas dan nyeri dada.

BATUK

Batuk adalah salah satu sarana pertahanan tubuh yang secara fisiologis membersihkan saluran
pernafasan dari lendir (mukus) dan bahan/benda asing , timbulnya pada umumnya secara reflektorik
namun adakalanya dilakukan secara sengaja.
Batuk dapat terjadi oleh karena kelainan pada paru maupun diluar paru. Walaupun batuk adalah
salah satu gejala penyakit paru yang paling sering dan penting namun relatif tidak spesifik. Adanya batuk
bersama-sama dengan gejala-gejala lain mungkin sangat membantu mengarahkan diagnosis. Jika batuk
disertai dengan stridor inspirasi biasanya disebabkan oleh obstruksi intrinsik atau ekstrinsik di saluran
nafas bagian atas. Batuk yang disertai dengan wheezing yang menyeluruh merupakan petunjuk adanya
bronkospasme (penyempitan bronkus), meskipun kadang-kadang dapat pula disebabkan oleh kelainan
endotrakea daerah carina . Terdapatnya wheezing lokal yang menetap dan terdengar pada saat ekspirasi
disertai batuk mencurigakan adanya kemungkinan suatu karsinoma bronkogenik.
SESAK NAFAS
Sesak nafas adalah salah satu gejala yang paling sering dan paling mencemaskan penderita
sehingga ia terpaksa pergi ke dokter. Berbagai macam penjelasan atau definisi mengenai dyspnea ini
seperti sukar bernafas atau nafas tidak enak (kurang lega atau kurang puas) yang biasanya dilukiskan oleh
pasie sebagai sesak nafas (shorthness of breath).
Sesak nafas mungkin merupakan gejala berbagai gangguan patofisiologi : obstruksi jalan nafas,
berkurangnya jaringan paru yang berfungsi, berkurangnya elastisitas paru, kenaikan kerja pernafasan,
gangguan transfer oksigen (difusi), ventilasi tak seimbang dalam kaitannya dengan perfusi, campuran
darah vena (venous admixture) atau right to left shunting, cardiac output yang tidak memadai, anemia dan
gangguan kapasitas angkut oksigen dari hemoglobin.
Pasien dispneu dapat digolongkan dalam 3 katagori utama yaitu pasien dengan dispneu akut,
pasien dengan dispneu progresif menahun dan pasien dengan serangan dispneu paroksismal yang
berulang.
DISPNEU AKUT
Pada orang dewasa dipsnea akut dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti edema paru,
tromboemboli paru akut, pneumonia dan pneumothoraks spontan Salah satu penyebab yang paling sering
adalah sembab paru (edema paru) akut oleh karena kegagalan jantung kiri. Ini biasanya terjadi pada
pasien jantung atau hipertensi, yang pada pemeriksaan fisik ditemukan ronki basah yang difus. Penderita
mungkin mengeluarkan dahak kental, berwarna kemerahan dan berbuih. Dapat pula disertai batuk,
wheezing, nyeri kardiovaskuler dan sembab pada kaki.
DISPNEU PROGRESIF MENAHUN
Salah satu sebab yang paling sering dari dispneu ini adalah kegagalan jantung kongestif. Keluhan
ini sering dimulai dengan sesak nafas waktu melakukan pekerjaan, yang lambat laun menjadi bertambah
berat sehingga pasien merasa sesak nafas walaupun melakukan pekerjaan minimal atau bahkan waktu
istirahat.
Pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) sering terbangun malam hari karena sesak
nafas tetapi biasanya disertai dengan batuk dan pengeluaran dahak. Orthopnea seringkali didapatkan
pada kegagalan jantung kiri yang lanjut, tetapi gejala ini juga mungkin terjadi pada pasien dengan asma
dan bronkitis.
DISPNEU PAROKSISMAL BERULANG
Jenis dispneu ini sering dijumpai pada pasien dengan asma bronkial, dimana pada waktu serangan
disertai dengan wheezing dan batuk. Walaupun asma terjadi pada semua umur, tetapi seringkali terdapat
pada anak dan dewasa muda. Dalam hal ini perlu ditanyakan tentang alergi dan tes alergen. Keadaan ini
perlu dibedakan dengan asma kardial yang disebabkan oleh kegagalan jantung kiri atau stenosis mitral.
NYERI DADA
Nyeri dada merupakan gejala yang penting untuk penyakit thoraks (rongga dada), tetapi dapat pula
berasal dari luar paru. Nyeri dada adalah salah satu gejala yang paling sukar dinilai dan membutuhkan
klasifikasi yang sistematis. Untuk semua nyeri dada harus ditanyakan dalam anamnesis tentang hebatnya,
sifat, lokalisasi, lamanya, menyebar atau menetap, terus menerus atau intermiten dan semua faktor yang
menyebabkan nyeri bertambah atau berkurang. Nyeri dada dapat dibagi dalam golongan :
1. pleuropulmonal
2. trakeobronkial

3.
4.
5.

kardiovaskuler
oesophagial dan mediastinal
neuromuskuloskeletal.

Nyeri pleuropulmonal
Nyeri pleuropulmonal biasanya akut, tajam dan lokal (setempat), intermiten dan diperhebat dengan
bernafas serta seringkali juga makin hebat dengan gerakan. Penyebab paling sering dari nyeri
pleuropulmonal adalah pnemonia bakteri terutama yang disebabkan oleh kokus gram negatif dan
Klebsiella. Gejala-gejala lain seperti batuk, hemoptisis, demam atau malaise dapat menyertai
pleuropulmonal.
Nyeri trakeobronkial
Nyeri trakeobronkial seringkali disebabkan oleh tracheitis akut, tracheobronkitis akut aspirasi
benda asing tajam, inhalasi gas iritan atau karsinoma yang menyerang trachea atau brokus besar. Nyeri
berupa rasa terbakar disubsternal dan rasa tidak enak yang seringkali bertambah hebat dengan pernafasan
dalam, batuk dan terutama bila bernafas di hawa dingin. Bila keradangan meluas ke bronchus utama nyeri
terasa di parasternal.
Nyeri kardiovaskuler
Nyeri ini biasanya terasa substernal atau pada sisi kiri dan seringkali dirasakan oleh pasien sebagai
menekan, menjepit atau mendesak atau perasaan berat dalam dada. Kerap kali rasa nyeri menjalar ke bahu
kiri dan sepanjang sisi medial lengan kiri terus ke siku. Nyeri dapat menjalar ke leher atau ke rahang atau
ke kedua bahu.
Nyeri seperti ini bersifat paroksismal dan bertambah hebat dengan gerakan / latihan atau emosi dan
cepat mereda bila istirahat atau pemberian nitrogliserin, hal ini khas pada angina pektoris. Jika nyeri
demikian berlangsung selama > 20 menit dan tidak menghilang dengan istirahat atau pemberian
nitrogliserin harus diduga adanya infark miokard akut.
Nyeri esofagus dan mediastinal
Nyeri esofagus adalah rasa nyeri dada yang dalam yang dapat dirasakan pula (referred) di tempat
lain. Biasanya bila disertai gejala seperti kesukaran menelan (disfagia) yang progresif , regurgitasi
makanan padat yang baru saja dimakan dan nyeri waktu menelan diduga adanya penyakit esofagus.
Nyeri mediastinal amat jarang, biasanya disebabkan oleh penyebaran tumor ke mediastinum, aneurisma
aorta atau pembesaran kelenjar limfe.
Nyeri muskuloskeletal
Nyeri demikian mirip dengan jenis nyeri dada yang lain pada umumnya dan mungkin penyebabnya
tak diketahui.nyeri tulang yang paling sering disebabkan oleh fraktur tulang rusuk yang berhubungan
dengan riwayat rudapaksa. Nyeri tulang biasanya ringan pada permulaan namun kemudian menjadi
kronis, terus menerus dan setempat. Penyebab lain adalah metastase dari suatu keganasan misal pada
mieloma multipel dan sarkoma.
Jenis kedua nyeri dada muskuloskeletal termasuk dalam kelompok mialgia misal pada otot-otot
interkostal, pektoral maupun otot sekitar sendi bahu. Penyebab yang paling sering adalah trauma akibat
suatu gerakan / latihan yang menggunakan otot-otot yang sebelumnya tak pernah digunakan atau akibat
keradangan.

ALAT DAN BAHAN


Alat yang diperlukan adalah
stetoskop
penunjuk waktu
bed / tempat tidur
penerangan yang cukup
-

PROSEDUR TINDAKAN/PELAKSANAAN

Sebelum memulai pemeriksan, sapalah pasien dan berikan penjelasan mengenai tindakan yang akan
dilakukan. Pasien diposisikan berbaring terlentang dan pemeriksa berdiri di sisi kanan pasien. Sebaiknya
pasien dilepas bajunya sampai pinggang, dan harus cukup lampu/penerangan sebab kontur dan tekstur
akan menonjol dengan penerangan yang baik. Selalu bandingkan dada kanan dan kiri di tempat yang
simetris.
Inspeksi
1. Lakukan inspeksi pada pasien dari kepala dada - ekstremitas untuk melihat apakah ada mata anemis,
napas cuping hidung, sianosis, pembesaran KGB leher, clubbing finger, atau pelebaran pembuluh vena
cava di dada (vena cava syndrome)
2. Pemeriksa berdiri di posisi kepala/ sebelah atas pasien atau di posisi kaki/ sebelah bawah pasien untuk
mengamati gerakan napas pasien. Perhatikan gerakan dada pasien saat menarik dan menghembuskan
napas, apakah simetris kiri dan kanan atau ada bagian yang tertinggal . perhatikan pula irama dan
frekuensi pernapasan. Hitung frekwensi napas pasien selama 60 detik/ 1 menit penuh menggunakan jam
tangan/ jam dinding dengan jarum detik. Dikenal ada berbagai tipe frekwensi napas:
Normal Rate dewasa 8 16 x/menit dan anak maksimal 44 x /menit
Tachypnoea Cepat dan dangkal, penyebab : nyeri pleuritik, penyakit paru restriktif, diafragma
letak tinggi karena berbagai sebab.
Hyperpnoea hiperventilasi. Napas cepat dan dalam, penyebabnya: cemas, exercise, asidosis
metabolik, pada kasus koma ingat gangguan otak (midbrain/pons).
Pernapasan Kussmaul. Napas dalam dengan asidosis metabolik
Bradypnoea. Napas lambat, karena depresi respirasi karena obat, tekanan intrakranial meninggi.
Napas Cheyne Stokes. Ada perioda siklik antara napas dalam dan apnoe bergantian. Gagal
jantung, uremi, depresi napas, kerusakan otak. Meskipun demikian dapat terjadi pada manula
dana anak-anak.
Pernapasan Biot . Disebut pernapasan ataxic, iramanya tidak dapat diramalkan, acap ditemukan
pada kerusakan otak di tingkat medulla.
Sighing. Unjal ambegan, menggambarkan sindrom hiperventilasi yang dapat berakibat pusing
dan sensasi sesak napas, psikologik juga.
Ekspirasi diperpanjang. Ini terjadi pada penyakit paru obstruktif, karena resistensi jalan napas
yang meningkat.
2. Gerakan paru yang tidak sama, dapat kita amati dengan melihat lapang dada dari arah kaki atau
kepala penderita, tertinggal, umumnya menggambarkan adanya gangguan di daerah dimana ada
gerakan dada yang tertinggal. (tertinggal = abnormal)
3. Dada yang lebih tertarik ke dalam dapat karena paru mengkerut (atelectasis, fibrosis) pleura
mengkerut (schwarte) sedangkan dada mencembung karena paru mengembung (emfisema pulmo)
pleura berisi cairan (efusi pleura)

Deformitas dan bentuk dada


Dada normal anak.
Dada normal dewasa. Diameter transversal sedikit lebih lebar dari diameter antero posterior.
Dada bentuk tong. Diameter antero-post memanjang usila, kifosis, emfisema paru disebut juga
barrel chest
Dada bentuk corong. Funnel chest, pectus excavatum, lekuk di sternum bawah yang dapat membuat
kompresi jantung dan vasa besar --- bising
Dada Burung. pigeon chest, pectus carinatum,dada menjorok ke depan
Dada kifoskoliosis. Dada mengikuti deformitas punggung, terjadi distorsi alat dalam yang sering
mengganggu interpretasi dapatan diagnosis fisik.

Palpasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Dengan palpasi ini diharapkan kita dapat menilai semua kelainan pada dinding dada (tumor, benjolan,
muskuloskeletal, rasa nyeri di tempat tertentu, limfonodi, posisi trakea serta pergeserannya, fraktur
iga, ruang antar iga, fossa supraklavikuler, dsb) serta gerakan, excursion dinding dada
Lakukan palpasi di fossa jugularis untuk menilai ada/ tidaknya deviasi trachea. Bila ada deviasi,
akan ada cekungan pada sisi kontralateralnya.
lakukan pula palpasi KGB supraclavicula, para tracheal, dan aksilaris untuk melihat adanya
pembesaran KGB
Lingkarkan pita ukur (ukur sampai 0.5 cm ketelitian) sekitar dada dan nilai lingkar ekspirasi dan
lingkar inspirasi dalam, yang menggambarkan elastisitas paru dan dada.
Untuk ini diperlukan penggunaan dua tangan ditempatkan di daerah yang simetris, kemudian dinilai.
Pada waktu pasien bernapas dalam :
Letakkan tangan di dinding dada depan, ibu jari di linea mediana, amari pergerakan ibu jari yang
menjauh saat inspirasi dan mendekat saat ekspirasi, apakah simetris antara dada kiri dan kanan.
Lakukan pemeriksaan di tiga regio dada, atas, tengah dan bawah.
(tangan ditaruh di dada samping) amati gerakan tangan kita naik turun secara simetris apa tidak,
(tangan ditaruh di dada belakang bawah) amati gerakan tangan ke lateral di bagian bawah atau
tidak.
Gerakan dinding dada maksimal terjadi di bagian depan dan bawah.
Pada waktu melakukan palapasi kita gunakan juga untuk memeriksa fremitus taktil. Dinilai dengan
hantaran suara yang dijalarkan ke permukaan dada dan kita raba dengan tangan kita.
Pasien diminta mengucapkan dengan suara dalam, misalnya mengucapkan sembilan puluh sembilan
(99) atau satu-dua-tiga dan rasakan getaran yang dijalarkan di kedua tangan saudara.
Fremitus akan meninggi kalau ada konsolidasi paru (misal : pneumonia, fibrosis)
fremitus berkurang atau menghilang apabila ada gangguan hantaran ke dinding dada (efusi pleura,
penebalan pleura, tumor, pneumothorax)
Apabila jaringan paru yang berisi udara ini menjadi kurang udaranya atau padat,suara yang dijalarkan
ke dinding dada lewat cabang bronkus yang terbuka ini melemah. Suara dengan nada tinggi ( highpitched sounds) yang biasanya tersaring terdengar lebih jelas. Keadaan ini ditemukan di permukaaan
dari jaringan paru yang abnormal. Perubahan ini dikenal sebagai : suara bronchial, bronchophonie,
egophony dan suara bisikan (whispered pictoriloqui). Untuk mudahnya dikatakan : suara bronchial
dan vesikuler mengeras. Hal ini dapat dirasakan dengan palpasi (fremitus taktil) atau didengar dengan
auskultasi.

Perkusi
1.
2.
3.

4.

5.

6.

7.
8.

Tujuan perkusi dada dan paru ini ialah untuk mencari batas dan menentukan kualitas jaringan paruparu.
Perkusi dapat cara : direk : langsung mengetuk dada atau iga - cara klasik Auenbrugger) atau
indirek: ketukan oleh jari tengah kanan pada jari tengah kiri yang bertindak sebagai plessimeter
Di bagian depan mulai di fossa supraclavicula atau mid clavicula. Terus ke bawah, demikian juga
pada bagian belakang dada. Ketukan perkusi dapat keras atau lemah. Makin keras makin dalam suara
dapat tertembus. Misalnya untuk batas paru bawah yang jaringan parunya mulai menipis, dengan
perkusi keras maka akan terkesan jaringan di bawahnya sedangkan dengan perkusi lemah maka
masih terdeteksi paru yang tipis ini sehingga masih terdengar suara sonor. Sebutkan hasil
pemeriksaan setiap ketukan ( sonor sonor sonor redup)
Dengan perkusi dapat terdengar beberapa kemungkinan suara :
Suara sonor (resonant) : suara perkusi jaringan paru normal (latihlah di paru anda).
Suara memendek (suara tidak panjang)
Suara redup (dull), ketukan pada pleura yang terisi cairan, efusi pleura.
Suara timpani (tympanic) seperti ketukan di atas lambung yang kembung
Suara pekak (flat), seperti suara ketukan pada otot atau hati misalnya.
Resonansi amforik, seperti timpani tetapi lebih bergaung, Metallklang
Hipersonor (hyperresonant) disini justru suara lebih keras, contoh pada bagian paru yang di atas
daerah yang ada cairannya, suara antara sonor dan timpani, karena udara bertambah misalnya
pada emfisema pulmonum, juga pneumothorak.
Perkusi dapat menentukan batas paru hati, peranjakan, batas jantung relatif dan batas jantung
absolut. Kepadatan (konsolidasi) yang tertutup oleh jaringan paru lebih tebal dari 5 cm sulit dideteksi
dengan perkusi. Kombinasi antara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi banyak mengungkap
patologi paru. Perlu diingat bahwa posisi pasien (misalnya tidur miring) mempengaruhi suara perkusi
meskipun sebenarnya normal
Untuk menentukan batas paru bawah gunakan perkusi lemah di punggung sampai terdengar
perubahan dari sonor ke redup, kemudian pasien diminta inspirasi dalam-tahan napas-perkusi lagi
sampai redup. Perbedaan ini disebut peranjakan paru (normal 2 3 cm). Peranjakan akan kurang
atau hilang pada emfisema paru, pada efusi pleura, dan asites yang berlebihan. Untuk menentukan
batas paru-hati lakukan hal yang sama di bagian depan paru, linea medio clavicularis kanan.
Dalam melakukan perkusi ingat selalu pembagian lobus paru yang ada dibawahnya, seperti diketahui
paru kanan terdiri dari lobus superior, medius dan inferior dan lobus kiri terdiri hanya dari lobus
superior dan lobus inferior .
Perkusi hendaknya dimulai di tempat yang diduga sehat (dari inspeksi dan palpasi) menuju ke bagian
yang diduga sakit. Untuk lebih meyakinkan, bandingkan dengan bagian yang kontra lateral. Batasbatas kelainan harus ditentukan.

9.

Perkusi untuk menentukan apek paru (Kronigs isthmus) dilakukan dengan cara melakukan perkusi di
supraklavikula mulai dari lateral ke arah medial. Suara perkusi dari redup sampai sonor, diberi tanda.
Kemudian perkusi dari medial (leher) ke lateral sampai terdengar sonor, beri tanda lagi. Diantara
kedua tanda inilah letaknya apek paru. Pada orang sehat lebarnya 4-6 cm. Pada kelainan di puncak
paru (tuberculosis atau tumor) daerah sonor ini menyempit atau hilang (seluruhnya redup).
10. Pada perkusi efusi pleura dengan jumlah ciran kira-kira mengisi sebagian hemitoraks (tidak terlalu
sedikit dan juga tidak terlalu banyak) akan ditemukan batas cairan (keredupan) berbentuk garis
lengkung yang berjalan dari lateral ke medial bawah yang disebut garis Ellis-Damoiseau.
11. Pada perkusi di kiri depan bawah akan terdengar suara timpani yang berbentuk setengah lingkaran
yang disebut daerah semilunar dari Traube. Daerah ini menggambarkan lambung (daerah bulbus)
terisi udara.

Auskultasi
1.

o
o
o

Untuk auskultasi digunakan stetoskop, sebaiknya yang dapat masuk antara 2 iga (dalam
ruang antar iga). Urutan pemeriksaan seperti pada perkusi. Minimal harus didengar satu siklus
pernapasan (inspirasi-ekspirasi). Bandingkan kiri-kanan pada tempat simetris.
2.
Umumnya fase inspirasi lebih panjang dan lebih jelas dari ekspirasi. Penjelasan serta
perpanjangan fase ekspirasi mempunyai arti penting. Kita mulai dengan melukiskan suara dasar
dahulu kemudian melukiskan suara tambahannya. Kombinasi ini, bersama dengan palpasi dan
perkusi memberikan diagnosis serta diferensial diagnosis penyakit paru.
3.
Suara dasar :
Vesikuler: Suara paru normal, inspirium > ekspirium serta lebih jelas
Vesikuler melemah: Pada bronchostenose, emfisema paru, pneumothorak, eksudat, atelektase masif,
infiltrat masif, tumor.
Vesikuler mengeras: Terdengar lebih keras.
Vesikuler mengeras dan memanjang: Pada radang
Bronchial: Ekspirasi lebih jelas, seperti suara dekat trachea, dimana paru lebih padat tetapi bronchus
masih terbuka (kompresi, radang)
Amforik: Seperti bunyi yang ditimbulkan kalau kita meniup diatas mulut botol kososng sering pada
caverne. Eksipirasi Jelas.
4. Suara tambahan :
Ronchi kering (bronchitis geruis, sonorous, dry rales). Pada fase inspirasi maupun ekspirasi dapat
nada tinggi (sibilant) dan nada rendah (sonorous) = rhonchi, rogchos berarti ngorok. Sebabnya ada
getaran lendir oleh aliran udara. Dengan dibatukkan sering hilang atau berubah sifat.
Rhonchi basah (moist rales). Timbul letupan gelembung dari aliran udara yang lewat cairan. Bunyi
di fase inspirasi.
ronkhi basah halus (suara timbul di bronchioli),
ronkhi basah sedang (bronchus sedang),
ronkhi basah kasar (suara berasal dari bronchus besar).
o ronkhi basah meletup. Sifatnya musikal, khas pada infiltrat, pneumonia, tuberculosis.
o Krepitasi. Suara halus timbul karena terbukanya alveolus secara mendadak, serentak terdengar di
fase inspirasi. (contoh: atelectase tekanan)

Suara gesekan (wrijfgeruisen, friction-rub). Ada gesekan pleura dan gesek perikardial sebabnya
adalah gesekan dua permukaan yang kasar (mis: berfibrin)
Ronkhi basah sering juga disebut sebagai crackles, rhonchi kering disebut sebagai wheezes dan gesek
pleura atau gesek perikard sebagai pleural dan pericardial rubs.

Auskultasi suara
Dapat dilaksanakan dengan auskultasi menggunakan dua cara: suara keras dan suara berbisik
(gunakan suara S). Terdengar resonansi suara yang jelas makin kita auskultasi mendekati hilus. (depan di
IC 2 dan 3 dekat sternum dan belakang interskapula dekat vertebra). Apabila suara tadi dijalarkan
membaik Maka disebut ada bronchophoni (paling baik digunakan suara bisik). Diatas eksudat yang
terlalu besar didengar egophoni suara ini jarang ditemukan.
Rekapitulasi
Palpasi; Tertinggal di daerah yang ada lesi. Vocal fremitus mengeras kalau ada infiltrat, atelektase
tekanan (kompresi). Vocal fremitus melemah pada emfisema, eksudat, schwarte, atelektase masif. Trakea
tertarik pada fibrosisi paru, schwarte, atelektase masif. Trakea terdorong pada eksudat, pneumothorak,
tumor.
Perkusi;.
Sonor pada paru normal. Redup pada infiltrat, atelektase masif atau tekanan, tumor,
eksudat, fibrosis, paru, efusi, schwarte. Hipersonor pada emfisema, pneumothorak.
Auskultasi;Bronkofoni pada infiltrat, juga egofoni (jarang), suara normal vaskuler. bronkiial pada
infiltrat, atelektase tekanan. Vesikuler melemah pada emfisema, pneumothorak, atelektasi masif, efusi.
Schwarte, fibrosis. Amforik pada caverne. Ronkhi basah pada infiltrat, rhonchi kering pada bronchitis.
gesek pleura (dengan gerak napas) dan gesek perikardium (irama jantung).

10

Tanda diagnosis fisik pada beberapa gangguan paru


Kelainan
Normal

Perkusi
Sonor

Fremitus
Normal

Suara Dasar
Vesikuler, kecuali dekat
bronchus besar

Suara Tambahan
Tidak ada

Sonor

Normal

Normal
atau
diperpanjang

Rhonchi
basal

Pleuritis
Sicca

Deskripsi
Alveolus
dan
trakeobronhus
bersih,
pleura baik
Selama ekspirasi basal
paru
mengembang,
mukosa bronch udem
Nyeri napas, ada fibrin
sebab LE, rheuma, viral

Sonor

Vesikuler

Gesek pleura

Penebalan
pleura
(schwarte)

Terjadi pada
lama,
pus
tertinggal

Redup
sampai
pekak

Lemah hilang

Tidak ada

Efusi pleura
(pleuritis
exudativa)

Efusi sereus, darah, pus,


jar ikat nyeri napas dapat
terjadi, napas tertinggal

Redup
sampai
pekak,
Skodaic
resonance

Vesikuler
lemah-/hilang,
bronchial
dipuncak pada
gesek pleura +/-

Tidak ada, kecuali ada


kelainan pada penyakit
dasar, pada fase awal gesek
pleura

Pneumonia
(konsolidasi
)

Meski redup, tapi selama


jalan
napas
besar
terbuka, fremitus da
suara seperti keluar dari
trakea/laring sputa rufa
Dapa terjadi obstruksi
bronchus parsial karena
sekresi atau obsruksi.
Sering ada deflasi abn.

Redup

Normal
atau
agak
lemah
sering
gesek
plera
Lemah,
intercostal akan
teraba
menyempit
Lemah hilang,
bronkofoni,
egofoni dapat
terdengar pd eff
>> gesek pleura
+/Meningkat
dengan
bronchofoni,
egofonie

Sonor

Normal

Dapat normal
seringkali
memanjang

Bronchiecta
sis

Batuk, sutum pagi, foul


sput, clubbing, sputum 3
lapis, faktor obstruksi
dan infeksi

Normal
mengeras

Emfisema
pulmonum

Sering bersama dengan


bronchitis.
Adanya
ventilasi kurang dan
hiperventilasi mengarah
ke sini

Pneumothor
ax

Udara bebas ini serupa


COPD tetapi unilateral
trakea terdesak. Udara
banyak hipersonor, suara
napas lemah
Infiltrat lama berubah
fibrosis berkerut menarik
trakea,
mediastinum,
dada

Normal
sampai
timpani,
dapat ada
unsur
fibrosis
Normal ke
hiper
sonor,
sering
menutupi
keredupan
jantung
dan
diafragma
letak
rendah
Normal
sampai
hipersonor
Redup/pe
kak kalau
ada udara
agak
timpani
Tergantun
g
besar
dan jarak

Gagal
jantung kiri

Bronchitis

Fibrosis
paru

Tumor paru

pleritis
napas

Sulit, masif atau tidak, di


permukaan atau tidak

atau

exp

dapat
efusi,

Bronchial

Variabel,
bronchofoni
amforik

basah

crepitasi

Rhinchi
basah
mulai
crepitasi indux- tak ada
suaracrepitasi
redux
(tergantung fase hepatisasi)
tetapi
exp

dapat
sampai

Bervariasi dari tanpa ke rh.


Bas atau expiratoir ada
polyphonic wheezes, masih
baru hilang dgn batuk, lama
menetap
Rhonchi basah

Mengurang

Vesikuler
lemah
mengurang, seringkali
dengan
komponen
ekspirasi memanjang

Normal atau dengan tanda


bronchitis

Berkurang
hingga hilang

Berkurang
hilang

hingga

Tidak ada

Dapat mengeras
dapat melemah

Bronchovesic
atau bronchial

lemah,

Tidak pasti tergantung lesi


awal

Melemah

Melemah dan daerah


yang tertekan akan
seperti
atelektase

11

Tidak ada atau crepitasi

Atelektasis

Paru kolaps atelektasis


perkusi redup obstruksi
bronchus < hantaran
suara, trakea dapat tetarik

dari
permukaa
n
sulit
kecuali
dengan
efusi
pleura
redup

tekanan

Berkurang
hingga hilang

Vesikuler
atau hilang

berkurang

Tidak ada

Keterangan :
COPD : Chronic Obstructive Pulmonary Disease / Penyakit Paru Obstruktif Kronik
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.

Bates B. A Guide to Physical Examination and History Taking. 1987.


Delp dan Manning. Major Diagnosis Fisik edisi IX, EGC, terjemahan Adji Dharma,1986.
Djokomoeljanto. Diagnosis Fisik. Kuliah PPS Undip. 1998.
Rai IB, Mukty A, Alsagaff H, Widjaja A. Diagnostik Fisik Paru. Kuliah Clerkship Unair. 1986.
Talley NJ, OConnor S. Clinical Examination. APAC Publishers Service Pte Ltd, Singapore.

12

PENILAIAN KETERAMPILAN PEMERIKSAAN FISIK PARU


No
0

Aspek Yang Dinilai


1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Memperkenalkan diri dan menyapa pasien


Memberi penjelasan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan dan meminta
persetujuan pasien
Meminta pasien untuk membuka pakaian seperlunya dan berbaring terlentang
Menjaga Privasi pasien
Melakukan cuci tangan 6 step WHO
Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien
Memperhatikan dan menghitung frekuensi serta irama pernafasan
Melakukan inspeksi dari kepala - ekstremitas, untuk melihat apakah ada sianosis,
pernafasan cuping hidung, clubbing finger,
Melakukan inspeksi dari anteriro dan posterior thorax pasien untuk menentukan
bentuk thorax dan adanya retraksi pernafasan
Meletakkan kedua telapak tangan pada bagian dada dan punggung penderita kiri dan
kanan untuk merasakan perbandingan gerak nafas. (atas, tengah, bawah)
Membandingkan fremitus paru kanan dan kiri dengan meletakkan kedua telapak
tangan pada punggung penderita dan meminta penderita untuk mengucapkan
sembilan puluh sembilan(atas, tengah, bawah)
Melakukan perkusi secara sistematis dari atas ke bawah, depan dan belakang,
membandingkan kiri dan kanan
Melakukan perkusi untuk menentukan batas paru hepar
Melakukan perkusi untuk menentukan peranjakan paru
Melakukan auskultasi secara sistematis dari atas ke bawah, depan dan belakang,
membandingkan kanan dan kiri
Mendengarkan inspirasi dan ekspirasi pada tiap tempat yang diperiksa menggunakan
diafragma
Membereskan alat dan mencuci tangan
Mencatat hasil pemeriksaan dan memberikan informasi kepada pasien
Jumlah

Keterangan :
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tetapi kurang sempurna
2 = dilakukan dengan sempurna
Nilai
= ( Jumlah/36 ) x 100%
= %

13

Nilai
1

II. PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG


PROYEKSI JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH BESAR PADA DINDING
DADA:
Pada umumnya jantung diperiksa pada dinding depan dada. Sebagian besar dari
permukaan depan jantung disusun oleh ventrikel kanan. Ventrikel ini bersama dengan
arteria pulmonalis merupakan suatu bentuk baji yang terletak di belakang dan di sebelah
kiri strenum. Batas bawah ventrikel kanan terletak setinggi perbatasan antara sternum
dengan processus xiphoideus. Kemudian ventrikel kanan ini menyempit ke atas dan
bersatu dengan arteria pulmonalis pada daerah cartilago costa ke-3 kiri di dekat sternum
(Gambar 28).

Gambar 28. Proyeksi jantung pada dinding dada


Sumber: Toraks Examination
Ventrikel kiri, yang hanya menyusun sebagian kecil dari permukaan depan
jantung, terletak di sebelah kiri dan di belakang ventrikel kanan. Walaupun demikian
ventrikel kiri ini penting secara klinis, karena merupakan batas kiri jantung dan
menentukan ictus cordis.
Ictus cordis ini adalah suatu denyutan sistolik sekilas yang biasanya ditemukan
pada spatium interkosta ke-5; 7-9 cm dari linea midsternalis Gambar 28).
Batas kanan jantung disusun oleh atrium kanan. Atrium kiri terletak di belakang,
dan tidak dapat diperiksa secara langsung. Walaupun demikian, sebagian kecil dari
atrium ini membentuk sebagian dari batas kiri jantung dengan arteria pulmonalis dan
ventrikel kiri.
Di atas jantung terdapat pembuluh darah besar. Arteria pulmonalis, bercabang
menjadi cabang kanan dan kiri. Aorta, melengkung ke atas dari ventrikel kiri di daerah
angulus sternalis, kemudian melengkung ke belakang dan ke bawah. Di sebelah kanan,
vena cava superior masuk ke atrium kanan. (Gambar 29).

14

Gambar 29. Proyeksi pembuluh darah besar pada dinding


dada
Sumber: Toraks Examination
Walaupun tidak digambarkan di atas, vena cava inferior juga masuk ke atrium
kanan. Vena cava superior dan inferior membawa darah venous dari bagian tubuh atas
dan bawah.
Empat daerah auskultasi klasik sesuai dengan titik-titik pada prekordium di
mana kejadian-kejadian yang berasal dari tiap katup jantung dapat didengar paling jelas.
Daerah-daerah ini tidak perlu berkaitan dengan posisi anatomis katup tersebut, dan juga
semua bunyi yang terdengar di daerah ini tidak langsung dihasilkan oleh katup yang
menamai daerah itu. Daerah-daerah ini adalah sebagai berikut:
Aorta
Sela iga kedua, tepi sternum kanan (spatium intercostalis 2 linea
parasternalis dextra)
Pulmonal Sela iga kedua, tepi sternum kanan (spatium intercostalis 2 linea
parasternalis sinistra)
Trikuspid Tepi sternum bawah kiri
Mitral
Apeks jantung (spatium intercostalis 5 linea midclavicularis
sinistra)

15

Gambar 30. Area auskultasi katup jantung


Sumber: Bickley L.S. dan Szilagyi P.G. Bates Guide
to Physical Examination and History Taking. 9th
edition. Lippicott Williams & Wilkins. 2007

INSPEKSI
Inspeksi jantung berarti mencari tanda-tanda yang mengungkapan keadaan
jantung pada permukaan dada dengan cara melihat / mengamati. Tanda-tanda itu adalah
(1) bentuk prekordium (2) Denyut pada apeks jantung (3) Denyut nadi pada dada (4)
Denyut vena.
Bentuk prekordium
Pada umumnya kedua belah dada adalah simetris. Prekordium yang cekung
dapat terjadi akibat perikarditis menahun, fibrosis atau atelektasis paru, scoliosis atau
kifoskoliosis dan akibat penekanan oleh benda yang seringkali disandarkan pada dada
dalam melakukan pekerjaan( pemahat tukang kayu dsb). Prekordium yang gembung
dapat terjadi akibat dari pembesaran jantung, efusi epikardium, efusi pleura, tumor paru,
tumor mediastinum dan scoliosis atau kifoskoliosis.
Penyakit jantung yang menimbulkan penggembungan setempat pada prekordium
adalah penyakit jantung bawaan ( Tetralogi Fallot ), penyakit katup mitral atau
aneurisma aorta yang berangsur menjadi besar serta aneurisma ventrikel sebagai
kelanjutan infark kordis.
Denyut apeks jantung (ictus cordis)
Tempat ictus cordis belum tentu dapat dilihat terutama pada orang gemuk.
Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau berdiri iktus terlihat
didalam ruangan interkostal V sisi kiri agak medial dari linea midclavicularis sinistra.
Pada anak-anak iktus tampak pada ruang interkostal IV, pada wanita hamil atau yang
perutnya buncit ictus cordis dapat bergeser ke samping kiri. Tempat ictus cordis sangat
tergantnug pada :
a. Sikap badan
Pada sikap berbaring menghadap ke kiri iktus akan terdapat dekat linea axillaries
anterior. Pada sikap berbaring dengan menghadap ke kanan iktus terdapat dekat

16

tepi sternum kiri. Pada sikap berdiri, iktus akan lebih rendah dan lebih ke dalam
dari pada posisi berbaring.
b. Letak diafragma.
Pada inspirasi yang dalam, maka letak iktus lebih ke bawah dan pindah ke medial
1 1,5 cm. Pada wanita hamil trimester III, dimana diafragma terdesak ke atas,
maka iktus akan lebih tinggi letaknya, bisa pada ruang interkostal III atau bahkan
II, serta agak di luar linea midklavikularis.Pada ascites juga akan dijumpai keadaan
seperti tersebut di atas,
Kadang-kadang iktus dapat ditentukan dengan melihat papilla mammae, tapi
seringkali hal ini tidak dapat dijadikan patokan karena letak papilla mammae terutama
pada wanita sangat variable. Ictus sangat menentukan batas jantung kiri. Maka jika
didapatkan iktus terdapat pada perpotongan antara spatium interkostale V kiri dengan
linea midklavikularis, berarti besar jantung normal. Jika iktus terdapat di luar linea
midklavikularis, maka menunjukan suatu hal tidak normal, yang dapat disebabkan oleh
pembesaran jantung kiri atau jika besar jantung adalah normal, maka perpindahan itu
disebabkan oleh penimbunan cairan dalam kavum pleura kiri atau adanya schwarte
pleura kanan.
Jika iktus terdapat lebih medial (lebih kanan) dari normal, hal ini juga patologis,
dapat terjadi karena penimbunan cairan pleura kiri atau adanya schwarte pleura kanan.
Sifat iktus :
a. Pada keadaan normal, iktus hanya merupakan tonjolan kecil, yang sifatnya lokal.
Pada pembesaran yang sangat pada bilik kiri, iktus akan meluas.
b. Iktus hanya terjadi selama systole.Oleh karena itu, untuk memeriksa iktus, kita
adakan juga palpasi pada a. carotis comunis untuk merasakan adanya gelombang
yang asalnya dari systole.
Denyutan nadi pada dada.
Bagian prekordium di samping sternum dapat bergerak naik-turun seirama
dengan diastolic dan sistolik.Tanda ini terdapat pada ventrikel kanan yang
membesar.Apabila di dada bagian atas terdapat denyutan maka harus curiga adanya
kelainan pada aorta.Aneurisma aorta ascenden dapat menimbulkan denyutan di ruang
interkostal II kanan, sedangkan denyutan dada di daerah ruang interkostal II kiri
menunjukkan adanya dilatasi a. pulmonalis dan aneurisma aorta descenden.
Denyutan vena
Vena yang tampak pada dada dan punggung tidak menunjukkan denyutan.Vena
yang menunjukkan denyutan hanyalah vena jugularis interna dan eksterna.

17

PALPASI

Gambar 31.a. Palpasi ictus


dengan permukaan tangan

cordis Gambar 31.b. Palpasi ictus cordis dengan


ujung jari

Sumber: Bickley L.S. dan Szilagyi P.G. Bates Guide to Physical Examination and History Taking. 9th edition.
Lippicott Williams & Wilkins. 2007

Palpasi dapat menguatkan hasil yang didapat dari inspeksi. Denyutan yang tidak
tampak, dapat ditemukan dengan palpasi. Palpasi pada prekordiun harus dilakukan
dengan telapak tangan dahulu, baru kemudian memakai ujung ujung jari. Palpasi mulamula harus dilakukan dengan menekan secara ringan dan kemudian dengan tekanan
yang keras. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien, sedang pasien dalam sikap
duduk dan kemudian berbaring terlentang. Telapak tangan pemeriksa diletakkan pada
prekordium dengan ujung-ujung jari menuju ke samping kiri toraks. Hal ini dilakukan
untuk memeriksa denyutan apeks. Setelah itu tangan kanan pemeriksa menekan lebih
keras untuk menilai kekuatan denyutan apeks. Jika denyut apeks sudah ditemukan
dengan palpasi menggunakan telapak tangan, kita palpasi denyut apeks dengan memakai
ujung-ujung jari telunjuk dan tengah.
Dengan mempergunakan ujung-ujung jari atau telapak tangan, tergantung rasa
sensitivitasnya, meraba area-area apex, tricuspidal, pulmonal, dan aorta. Yang diperiksa
adalah:
- Pulsasi dengan menentukan lokasi, diameter, amplitude dan durasi.
- thrill yaitu getaran yang terasa pada tangan pemeriksa tadi. Hal ini dapat
teraba karena adanya bising yang minimal derajat 3. Dibedakan thrill sistolik
atau thrill diastolik tergantung di fase mana berada.
- Heaving yaitu rasa gelombang yang kita rasakan di tangan kita. Hal ini karena
overload ventrikel kiri, misal pada insufisiensi mitral.
- Lift yaitu rasa dorongan terhadap tangan pemeriksa. Hal ini karena adanya
peningkatan tekanan di ventrikel, misal pada stenosis mitral.
- Ictus cordis yaitu pulsasi di apex. Diukur berapa cm diameternya, dimana
normalnya adalah 2 cm dan ditentukan lokasinya yang biasanya terletak pada
2 jari medial dari garis midclavicula kiri.
Denyutan, getaran dan tarikan dapat diteliti dengan jalan palpasi baik ringan maupun
berat. Urutan palpasi dalam rangka pemeriksaan jantung adalah sebagai berikut :
1.

Pemeriksaan iktus cordis


Hal yang dinilai adalah teraba tidaknya iktus, dan apabila teraba dinilai kuat
angkat atau tidak. Kadang-kadang kita tidak dapat melihat, tetapi dapat meraba iktus.

18

Pada keadaan normal iktus cordis dapat teraba pada ruang interkostal kiri V, agak ke
medial (2 cm) dari linea midklavikularis.kiri. Apabila denyut iktus tidak dapat
dipalpasi, bisa diakibatkan karena dinding toraks yang tebal misalnya pada orang
gemuk atau adanya emfisema, tergantung pada hasil pemeriksaan inspeksi dan
perkusi.
Denyut iktus cordis sangat kuat kalau pengeluaran darah dari jantung (output)
besar. Dalam keadaan itu denyut apeks memukul pada telapak tangan atau jari yang
melakukan palpasi. Hal ini dapat terjadi pada insufisiensi aorta dan insufisiensi
mitralis. Pada keadaan hipertensi dan stenosis aorta denyutan apeks juga kuat, akan
tetapi tidak begitu kuat, kecuali jika ventrikel kiri sudah melebar (dilatasi) dan mulai
timbul keadaan decomp cordis.
Denyutan yang memukul pada daerah sebelah kiri sternum menandakan keadaan
abnormal yaitu ventrikel kanan yang hipertrofi dan melebar.Hal ini dapat terjadi
pada septum atrium yang berlubang, mungkin juga pada stenosis pulmonalis atau
hipertensi pulmonalis. Denyutan yang memukul akibat kelainan pada ventrikel kiri
atau ventrikel kanan dapat juga teraba di seluruh permukaan prekordium. Hal ini
terjadi apabila penjalaran denyutan menjadi sangat kuat karena jantung berada dekat
sekali pada dada.Namun, harus tetap ditentukan satu tempat dimana denyutan itu
teraba paling keras.
Dalam keadaan normal, pulsasi ictus cordis adalah yang paling mencolok dan
kuat. Pada kondisi patologik dapat ditemukan adanya pulsasi yang lebih mencolok
dibandingkan dengan pulsasi apeks, seperti pembesaran ventrikel kanan, dilatasi
arteri pulmonalis dan aneurisma aorta. Jika saat pemeriksaan dalam posisi supine,
kita tidak dapat mengidentifikasi ictus cordis mintalah pasien untuk miring ke arah
kiri ( lef lateral decubitus ). Jika tetap tidak bisa mintalah pasien untuk ekspirasi
maksimal dan menahan nafas selama beberapa waktu. Saat sudah menemukan ictus
cordis, lakukan penilaian dan pengamatan pada beberapa karakteristik, yaitu lokasi,
diameter, amplitude dan durasi. Penentuan lokasi dilakukan dengan cara pasien
berada dalam posisi terlentang. Pada posisi miring ke samping kiri, ictus cordis
dapat bergeser kea rah kiri. Ictus kordis berada pada SIC 4 atau 5 linea midclavicula
sinistra. Namun penentuan ini kurang akurat karena perbedaan estimasi dari setiap
pemeriksa atau klinisi mengenai titik tengah dari clavicula. Sehingga dapat
digunakan cara lain yaitu dengan menarik garis horizontal beberapa centimeter dari
linea midsternal. Diameter dari ictus kordis tidak lebih dari 2,5 cm. Diameter dapat
ditemukan lebih lebar pada posisi left lateral decubitus. Amplitudo ictus cordis
biasanya kecil dan terasa cepat Pada usia muda terkadang terjadi peningkatan
amplitudo terutama setelah berolahraga dan hal ini adalah suatu kondisi fisiologis.
Meningkatnya amplitudo menggambarkan kondisi patologis seperti hipertiroid,
anemia berat, peningkatan tekanan pada ventrikel kiri seperti stenosis aorta dan
overload volume seperti pada regurgitasi mitral. Dengan bertambahnya pengalaman
klinis kita dapat merasakan pulsasi dari icts cordis pada mayoritas pasien, namun
pada beberapa keadaan seperti obesitas, dinding dada yang tebal, diameter anteroposterior thoraks yang meningkat ictus cordis dapat tidak terdeteksi.

19

2.

Pemeriksaan getaran / thrill


Adanya getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan katub bawaan atau
penyakit jantung congenital. Disini harus diperhatikan :
a. Lokalisasi dari getaran
b. Terjadinya getaran : saat systole atau diastole
c. Getaran yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila orang tersebut
melakukan pekerjaan fisik karena frekuensi jantung dan darah akan mengalir
lebih cepat.
d. Dengan terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya akan terdengar bising
jantung.
Contoh pada kelainan jantung bawaan VSD akan teraba getaran sistolik di
parasternal kiri bawah dan pada stenosis pulmonal akan teraba getaran sistolik di
parasternal kiri atas. Pada kelainan jantung didapat seperti stenosis mitral akan
teraba getaran distolik di apeks jantung dan pada stenosis aorta akan teraba getaran
sistolik di bagian basis jantung.

3.

Pemeriksaan gerakan trachea.


Pada pemeriksaan jantung, trachea harus juga diperhatikan karena anatomi
trachea berhubungan dengan arkus aorta. Pada aneurisma aorta denyutan aorta
menjalar ke trachea dan denyutan ini dapat teraba. Cara pemeriksaannya adalah
sebagai berikut : Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan kedua jari telunjuknya
diletakkan pada trachea sedikit di bawah krikoid. Kemudian laring dan trachea
diangkat ke atas oleh kedua jari telunjuk itu. Jika ada aneurisma aorta maka tiap kali
jantung berdenyut terasa oleh kedua jari telunjuk itu bahwa trachea dan laring
tertarik ke bawah.

PERKUSI
Dengan perkusi dapat ditentukan batas-batas jantung, pinggang jantung dan
contour jantung. Berdasarkan patogenesisnya bunyi ketokan yang terdengar dapat
bermacam-macam, dan harus bisa membedakan bunyi-bunyi hasil perkusi sebagai
berikut:
a. Sonor (resonant)
b. Hipersonor (hiperresonant)
c. Redup (dull)
d. Pekak (flat/stony dull)
e. Bunyi timpani

20

Gambar 32. Batas jantung


Sumber: Toraks Examination
Batas Jantung Kanan
Mula-mula ditentukan lebih dahulu titik tengah garis midclavicula kanan. Jari-jari
tangan kanan diletakkan sejajar dengan iga. Kemudian dilakukan perkusi mulai dari titik
tengah tadi, dari cranial ke arah caudal. Suara normal yang didapat adalah bunyi sonor
yang berasal dari paru. Perkusi diteruskan sampai timbul suara redup, biasanya pada
spatium intercostalis VI kanan. Bunyi redup ini adalah berasal dari batas antara paru dan
puncak hati. Puncak hati ini ditutupi oleh diafragma dan masih ada jaringan paru di atas
jaringan puncak hati itu, sehingga terdapat gabungan antara massa padat dan sedikit
udara dari paru. Setelah didapat titik batas sonor-redup, diukur dua jari ke arah cranial.
Pada titik yang baru ini diletakkan kembali telapak tangan dan jari-jarinya diposisikan
dengan arah jari tegak lurus terhadap iga. Kemudian dilakukan perkusi ke arah
medial untuk mencari perubahan suara dari sonor ke redup yang merupakan batas relatif
kanan jantung dan normal adalah pada garis sternal kanan. Dari titik batas ini
selanjutnya dilakukan perkusi sampai mendapat suara pekak yang merupakan batas
absolut jantung kanan, biasanya pada linea midsternalis. Batas bawah kanan jantung
adalah di sekitar ruang intercostal III-IV dextra, di line parasternalis dextra. Sedangkan
batas atasnya di ruang intercostal II dextra linea parasternalis dextra.
Batas Jantung Kiri
Mula-mula ditentukan linea axilla anterior kiri. Bila terdapat pembesaran jantung
ke kiri, perkusi dapat dimulai dari linea axilla medial. Kemudian jari tengah kiri
diletakkan pada titik teratas linea axilla anterior dengan arah jari sejajar dengan iga.
Perkusi dari cranial ke caudal untuk mencari perubahan bunyi dari sonor ke tympani
yang merupakan batas paru-lambung, biasanya pada spatium intercostalis VIII kiri.
Dari titik ini diukur dua jari kearah cranial. Dari titik yang baru ini dilakukan perkusi
lagi ke arah medial dengan posisi jari kiri tegak lurus terhadap iga, sampai timbul
perubahan suara dari sonor ke redup, yang merupakan batas relatif jantung kiri dan
biasanya terletak pada pada 2 jari medial linea midclavicular kiri. Perkusi diteruskan ke
medial, sampai terjadi perubahan suara dari redup ke pekak yang merupakan batas

21

absolut jantung kiri. Pada keadaan emfisema paru, batas-batas jantung absolut akan
mengecil.
Seandainya pasien sudah makan yang banyak, bunyi timpani yang merupakan
batas paru lambung tidak muncul, maka dilakukan teknik pemeriksaan lain untuk
menentukan batas jantung kiri. Mula-mula dilakukan penentuan batas paru-hati lebih
dahulu seperti di atas, kemudian diukurkan 2 jari (atau kira-kira 4 cm) ke arah cranial.
Dari titik ini ditarik garis lurus sejajar iga, memotong garis axilla anterior kiri. Dari titik
ini dilakukan perkusi tegak lurus iga, ke arah medial untuk menentukan titik perubahan
bunyi sonor ke redup, yang merupakan batas jantung kiri. Batas jantung sebelah kiri
yang terletak di sebelah cranial ictus,pada ruang intercostal II letaknya lebih dekat ke
sternum daripada letak ictus cordis ke sternum, kurang lebih di linea parasternalis
sinistra. Tempat ini sering disebut dengan pinggang jantung. Sedangkan batas kiri atas
dari jantung adalah ruang intercostal II sinsitra di linea parasternalis kiri.
Batas Jantung Atas
Tentukan linea sternal kiri lebih dahulu. Dari titik teratas dilakukan perkusi
dengan arah sejajar iga ke arah caudal, sampai terjadi perubahan suara dari sonor ke
redup. Normal adalah spatium intercostalis II kiri.
Pinggang Jantung
Ditentukan lebih dahulu linea parasternal kiri. Kemudian dilakukan perkusi ke
arah caudal mulai dari titik teratas linea tersebut, dengan posisi jari tengah sejajar iga.
Yang dicari adalah perubahan bunyi sonor-redup. Batas ini normal terletak pada spatium
intercostalis III kiri.
Bila titik batasnya misal pada spatium intercostalis II, berarti pinggang jantung
menghilang. Hal ini terjadi karena pembesaran atrium kiri, misalnya pada kasus mitral
vitium.
Kontur Jantung
Tujuannya untuk menggambar bentuk jantung, memastikan besarnya jantung dan
apakah masih ada pinggang jantung. Dimulai dari spatium intercostalis I kanan
dilakukan dari lateral ke medial dengan posisi jari tengah sejajar iga sampai terjadi
perubahan suara dari sonor ke redup. Kemudian dilakukan perkusi dari spatium
intercostalis II kanan dengan cara yang sama dan seterusnya sampai ke caudal. Titiktitik batas tadi ditentukan dan kemudian ditarik garis sehingga terdapat garis batas
jantung kanan. Begitu juga dilakukan pada sisi jantung kiri dengan cara yang sama.
Akhirnya didapatkan gambaran garis batas jantung kanan dan kiri dan juga terlihat
gambaran pinggang jantung.
AUSKULTASI
Dengan auskultasi akan didengarkan bunyi-bunyi dari jantung dan juga bising
jantung bila ada kelainan di jantung dengan menggunakan alat stetoskop. Investigator
pertama yang mempelajari bunyi jantung adalah Laennec.
Untuk mendapatkan hasil auskultasi yang baik, perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut: di dalam ruangan yang tenang, perhatian terfokus untuk mendengarkan bunyi
yang lemah, sinkronisasi nadi untuk menentukan bunyi jantung I dan seterusnya
menentukan fase sistolik dan diastolik serta menentukan bunyi-bunyi jantung dan bising
secara teliti.

22

Lokasi titik pemeriksaan auskultasi dapat dilihat pada gambar 30.


Tabel 5. Suara Jantung
Suara Jantung Panduan dalam Auskultasi
S1
Perhatikan intensitasnya dan ada-tidaknya splitting. Splitting normal
dapat dideteksi sepanjang batasi kiri bawah sternum.
S2
Perhatikan intensitasnya.
S2 Split
Dengarkan splitting suara ini di interkosta ke-2 dan ke-3 kiri. Mintalah
pasien untuk bernafas biasa, dan kemudian sedikit lebih dalam dari
normal. Apakah S2 terpisah menjadi dua komponen, apakah split ini
normal terjadi? Bila tidak, mintalah pasien untuk (1) mengambil nafas
sedikit lebih dalam, atau (2) duduk. Dengarkan lagi. Dinding dada yang
tebal dapat membuat komponen pulmonik S1 tidak terdengar.
Lebar split. Berapa lebar split yang terjadi? Split secara normal cukup
sempit.
Waktu split. Ketika siklus respirasi apakah Anda mendengar split?
Split normalnya terdengar pada akhir inspirasi.
Apakah split menghilang sebagaimana seharusnya, selama ekshalasi?
Bila tidak, dengarkan lagi dengan pasien duduk.
Intensitas A2 dan P2. Bandingkan intensitas kedua komponen, A2 dan
P2. A2 biasanya lebih keras.

Gambar 33. S2 split saat ekspirasi


Sumber: Bickley L.S. dan Szilagyi P.G. Bates Guide to Physical Examination and History Taking. 9th edition. Lippicott
Williams & Wilkins. 2007

Untuk menafsirkan bunyi-bunyi jantung dengan cepat, pemeriksa harus dapat


menentukan waktu peristiwa-peristiwa dalam siklus jantung. Cara yang paling dapat
diandalkan untuk mengenali S1 dan S2 adalah menentukan waktu terjadinya bunyi itu
dengan mempalpasi arteri karotis (Gambar 34: Auskultasi jantung dan palpasi a.
Karotis). Sementara tangan kanan pemeriksa mengubah-ubah posisi stetoskop, tangan
kiri diletakkan pada arteri karotis pasien. Bunyi yang mendahului denyut karotis adalah
S1. S2 terdengar setelah denyut tersebut. Yang terpenting adalah Anda harus memakai
denyut karotis, bukan radial. Keterlambatan waktu dari S1 sampai denyut radial adalah
bermakna, sehingga akan terjadi kesalahan dalam penentuan waktu ini.
Empat daerah auskultasi klasik sesuai dengan titik-titik pada prekordium di
mana kejadian-kejadian yang berasal dari tiap katup jantung dapat didengar paling jelas.
Daerah-daerah ini tidak perlu berkaitan dengan posisi anatomis katup tersebut, dan juga
semua bunyi yang terdengar di daerah ini tidak langsung dihasilkan oleh katup yang
menamai daerah itu. Daerah-daerah ini adalah sebagai berikut:
Aorta
Sela iga kedua, tepi sternum kanan (spatium intercostalis 2 linea
parasternalis dextra)
23

Pulmonal Sela iga kedua, tepi sternum kanan (spatium intercostalis 2 linea
parasternalis sinistra)
Trikuspid Tepi sternum bawah kiri
Mitral
Apeks jantung (spatium intercostalis 5 linea midclavicularis
sinistra)

Gambar 34. Auskultasi jantung dan palpasi arteri


karotis
Sumber: Bickley L.S. dan Szilagyi P.G. Bates Guide to Physical
Examination and History Taking. 9th edition. Lippicott Williams &
Wilkins. 2007

Bunyi jantung : Bunyi jantung I dan II

Bunyi Jantung I
Terjadi karena getaran menutupnya katub atrioventrikularis, yang terjadi pada saat
kontraksi isometris dari bilik pada permulaan systole. Getaran yang terjadi tersebut akan
diproyeksikan pada dinding toraks yang kita dengar sebagai bunyi jantung I. Intensitas
dari BJ I tergantung dari :
- Kekuatan kontraksi bilik dimana ini tergantung dari kekuatan otot bilik.
- Kecepatan naiknya desakan bilik
- Letak katub A V pada waktu systole ventrikel
- Kondisi anatomis dari katub A V
Daerah auskultasi untuk BJ I :
1. Pada iktus : katub mitralis terdengar baik disini.
2. Pada ruang interkostal IV V kiri. Pada tepi sternum : katub trikuspidalis terdengar
disini
3. Pada ruang interkostal III kiri, pada tepi sternum, merupakan tempat yang baik pula
untuk mendengar katub trikuspid.
Intensitas BJ I akan bertambah pada apek pada:
stenosis mitral
interval PR (pada EKG) yang begitu pendek
pada kontraksi ventrikel yang kuat dan aliran darah yang cepat misalnya [ada kerja fisik,
emosi, anemi, demam dll.
Intensitas BJ I melemah pada apeks pada :
shock hebat

24

interval PR yang memanjang


decompensasi hebat.

Gambar 1. Lokasi auskultasi

a.

Bunyi jantung II
Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya katub aorta dan a. pulmonalis pada
dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan diastole. BJ II normal selalu lebih
lemah daripada BJ I. Pada anak-anak dan dewasa muda akan didengarkan BJ II
pulmonal lebih keras daripada BJ II aortal. Pada orang dewasa didapatkan BJ II aortal
lebih keras daripada BJ II pulmonal.
Intensitas BJ II aorta akan bertambah pada :
hipertensi
arterisklerosis aorta yang sangat.
Intensitas BJ II pulmonal bertambah pada :
kenaikan desakan a. pulmonalis, misalnya pada : kelemahan bilik kiri, stenosis mitralis,
cor pulmonal kronik, kelainan cor congenital.
BJ II menjadi kembar pada penutupan yang tidak bersama-sama dari katub aorta dan
pulmonal. terdengar jelas pada basis jantung.
BJ I dan II akan melemah pada :
orang yang gemuk
emfisema paru-paru
perikarditis eksudatif
penyakit-penyakit yang menyebabkan kelemahan otot jantung.
Bising jantung / cardiac murmur
Bising jantung lebih lama daripada bunyi jantung. Hal-hal yang harus diperhatikan
pada auskultasi bising adalah :
1. Apakah bising terdapat antara BJ I dan BJ II (=bising systole), ataukah bising
terdapat antara BJ II dan BJ I (=bising diastole). Cara termudah untuk
menentukan bising systole atau diastole ialah dengan membandingkan
terdengarnya bising dengan saat terabanya iktus atau pulsasi a. carotis, maka
bising itu adalah bising systole.
2. Tentukan lokasi bising yang terkeras.
3. Tentukan arah dan sampai mana bising itu dijalarkan. Bising itu dijalarkan ke
semua arah tetapi tulang merupakan penjalar bising yang baik, dan bising yang
keras akan dijalarkan lebih dulu.
4. Perhatikan derajat intensitas bising tersebut.
Ada 6 derajat bising :

25

(1) Bising yang paling lemah yang dapat didengar.Bising ini hanya dapat
didengar dalam waktu agak lama untuk menyakinkan apakah besar-benar
merupakan suara bising.
(2) Bising lemah , yang dapat kita dengar dengan segera.
(3) dan (4) adalah bising yang sedemikian rupa sehingga mempunyai intensitas
diantara (2) dan (5).
(5) Bising yang sangat keras, tapi tak dapat didengar bila stetoskop tidak
diletakkan pada dinding dada.
(6) Bising yang dapat didengar walaupun tak menggunakan stetoskop.
5. Perhatikan kualitas dari bising, apakah kasar, halus, bising gesek, bising yang
meniup, bising yang melagu.

Secara klinis, bising dapat dibagi menjadi :


1. Bising fisiologis.
Biasanya bising yang sistolik berupa bising yang fisiologis, dan jarang patologis.
Tetapi bising diastolic selalu merupakan hal yang patologis.
Sifat-sifat bising fisiologis adalah sbb :
a.
Biasanya bersifat meniup
b.
Tak pernah disertai getaran
c.
Biasanya tidak begitu kerasa tetapi lebih dari derajat II
d.
Pada auskultasi terdengar baik pada sikap terlentang dan pada
waktu ekspirasi
e.
Dapat diauskultasi paling baik di ruang interkostal II III kiri pada
tempat konus pulmonalis.
2. Bising patologis
Seperti sudah dijelaskan bahwa bising diastolik pasti patologis, sedang bising
sistolik bias fisiologis, bisa patologis.Bising sistolik yang terdapat pada apeks
biasanya patologis. Sifatnya meniup, intensitasnya tak tentu, lamanya juga tak
tentu.Keadaan-keadaan ini sering dijumpai bising sistolik pada apeks :
a. Insufisiensi mitralis organic missal pada cacat katub karena reuma.
b. Pembesaran hebat dari bilik kiri, sehingga annulus fibrosis relatif lebih besar
daripada valvula mitralis. Jadi disini ada insufisiensi mitral relatif. Hal ini
terdapat pada miodegenerasi dan hipertensi hebat.
c. Anemia dan hipertiroid atau demam.Bising disini terjadi karena darah megalir
lebih cepat.

26

d.

Stenosis aorta.Disini akan dijumpai adanya bising sistolik pada aorta, yang kemudian
dihantarkan ke apeks jantung. Sehingga pada apeks akan terdengar bunyi yang lebih
lemah daripada aort

27

PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK


(Jantung )
N a m a :
No. Mhs.
:
PETUNJUK : Cara kerja dan semua hasil pemeriksaan dilaporkan dengan naratif

No

Aspek yang dinilai

Nilai
0

1.
2.
3.
4.
5.
6.

7.

8.

9.

Sebelum memeriksa pasien, cuci tangan dahulu dengan alkohol


sesuai prosedur.
Membina sambung rasa yang optimal dengan mengucapkan
salam pembuka (selamat pagi/siang/sore), memperkenalkan diri
dan menanyakan Identitas.
Meminta ijin memeriksa, mempersilahkan pasien untuk ke
tempat pemeriksaan dan menjelaskan apa yang akan dilakukan
pada pasien.
Meminta pasien untuk membuka baju, berusaha membuat pasien
siap diperiksa (santai) dengan mengajak berkomunikasi.
(Ucapkan: Maaf, sebut Nama, terima kasih)
*Pemeriksa berdiri di sisi kanan pasien
INSPEKSI DADA:
Meminta pasien untuk berbaring terlentang dan membuka baju
daerah dada sd pusar untuk pasien pria.(Pasien Wanita dengan
perlakuan khusus/ payudara tetap tertutup bra) Melakukan
inspeksi dada pasien dari sisi kanan pasien. (bentuk dada,
mencari ictus cordis)
PALPASI DADA:
Letakkan ke 2 telapak tangan pada sisi kanan dan kiri dinding
dada pasien untuk membandingkan pergerakan dinding dada.
Meminta pasien untuk menarik nafas panjang. Laporkan:
Simetris?
Meraba ictus cordis dengan ke-4 jari tangan kanan pada SIC 4
dan 5, linea midclavicula sinistra. Setelah teraba, letakkan jari
telunjuk di ictus cordis. Laporkan teraba tidaknya, lokasi, kuat
angkat, diameter, Thrill penjalaran, amplitudo.
PERKUSI JANTUNG:.
Melakukan perkusi untuk mencari batas-batas jantung (ataskanan-kiri).
Menentukan batas kiri jantung dengan melakukan perkusi dari
sisi lateral sinistra ke medial

10.

Menentukan batas kanan jantung dengan melakukan perkusi dari


sisi dextra ke medial

11.

Menentukan batas atas jantung dengan melakukan perkusi dari


atas (fossa supraclavicula) ke bawah
Selama perkusi dapat menghasilkan perubahan suara dari sonor
ke redup jantung
Dapat menyebutkan batas-batas jantung sesuai dengan

12.
13.

28

1 2

15.
16.
17.

pemeriksaan diatas.
AUSKULTASI JANTUNG:
Meminta pasien untuk bernafas biasa dalam suasana rileks
Melakukan auskultasi jantung pada SIC II parasternal dextra
Melakukan auskultasi jantung pada SIC II parasternal sinistra
Melakukan auskultasi jantung pada SIC III-IV sepanjang garis

18.

parasternal dextra
Melakukan auskultasi apex jantung pada SIC IV-V liniea

19.

midclavicula sinistra
Pusatkan perhatian pertama pada suara dasar jantung, baru

14.

perhatian pada suara tambahan jantung


Perhatikan irama dan frekuensi jantung
Tentukan ada/tidaknya suara tambahan jantung
Memberitahu pasien bahwa pemeriksaan
dokumentasikan, memberikan informasi
pemeriksaan dan mengucapkan terima kasih.

20.
21.
22.

sudah selesai;
resume hasil

Keterangan :
Purwokerto,
....
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tetapi tidak benar/ lengkap/sempurna
2 = dilakukan dengan benar, lengkap dan sempurna
Evaluator,

Nilai =

x 100 =

III. PEMERIKSAAN VASKULER

29

PEMERIKSAAN PEMBULUH DARAH


Modul ini Berisi:

1. Tes (Brodie) Trendelenburg


2. Test ankle-brachial index (ABI)
3. Tes rumple leed
Capaian Pembelajaran:
No
Jenis keterampilan
1
Tes (Brodie) Trendelenburg
2
Test ankle-brachial index (ABI)
3
Tes rumple leed

Tingkat Kompetensi
4A
3
4A

Tabel Matriks Tingkat Keterampilan Klinis, Metode Pembelajaran dan Metode Penilaian untuk setiap
tingkat kemampuan

TES (BRODIE) TRENDELENBURG

1. PENGANTAR
Tes (Brodie) Trendelenburg merupakan pemeriksaan untuk menilai kompetensi katub vena pada
penderita voricosa (Varises) tungkai. Prosedur ini dilatihkan kepada mahasiswa agar mereka dapat
melakukan persiapan, melaksanakan serta menginterpretasikan hasil tes Brodie ini

2. SASARAN DAN TUJUAN PEMBELAJARAN


Sasaran pembelajaran:
Setelah berlatih keterampilan ini, Mahasiswa mampu menilai fungsi pembuluh darah balik (vena).
Tujuan Umum:
mahasiswa dapat mempersiapkan, melaksanakan dan menginterpretasikan tes (Brodie)
Trendelenburg.
Tujuan Khusus:

1. Mampu menerangkan pada pasien tujuan tes (Brodie)


Trendelenburg dan prosedurnya.

30

2. Mampu melakukan persiapan alat untuk tes (Brodie)


Trendelenburg dengan benar.
3. Mampu melakukan tes (Brodie) Trendelenburg secara benar.
4. Mampu menginterpretasikan hasil tes (Brodie) Trendelenburg
dengan tepat.
3. STRATEGI PEMBELAJARAN
- Demonstrasi oleh trainer
- Bekerja kelompok dengan pengawasan trainer
- Bekerja dan belajar mandiri

4. PRASYARAT:
Pengetahuan yang perlu dimiliki sebelum berlatih yaitu teori mengenai siskulasi darah

5. LANDASAN TEORI
Pemeriksaan ini bertujuan menilai kompetensi katub vena saphena magna dan vena comunikan
tungkai. Tungkai mempunyai banyak pembuluh darah balik dengan fungsi utama adalah
mengembalikan darah dari tungkai ke jantung. Dalam vena terdapat katub satu arah yang
mengarahkan darah agar mengalir kembali ke atrium dan mencegah darah kembali ke bagian
proksimal.
Darah mengalir dari kapiler ke sistem vena superfisial dan profunda tungkai. Vena
superfisial mengalirkan darah ke vena profunda melalui vena komunikans. Vena superfial tungkai
saling bergabung membentuk vena safena magna dan bermuara ke vena femoralis. Apabila terjadi
inkompetensi katub vena maka darah akan mengalir kembali ke bagian proksimal vena dan
menyebabkan distensi dan pelebaran vena yang disebut varises. Dengan melakukan pembendungan
vena safena magna, dapat ditentukan lokasi katub yang inkompeten

6. PROSEDUR KERJA
A. Alat
Tourniquet
Timer/ stopwatch/ jam
B. Prosedur Pemeriksaan
Pasien dalam posisi terlentang (supine position), tungkai yang diperiksa diangkat/ ditinngikan
45-90 untuk mengosongkan darah dalam pembuluh vena. Pasang torniquet tepat di bawah SFJ
(sapheno-Femoral Junction) pada femur proksimal. Tekanan torniquet harus dapat menyumbat/
menutup vena saphena, namun tidak menutup pembuluh darah yang lebih dalam. pasien diminta
berdiri. Perhatikan pengisian vena di tungkai. Normalnya vena saphena terisi dari bawah,
membutuhkan waktu kurang lebih 35 detik agar darah melewati kapiler kedalam sistem vena.
Setelah berdiri selama 20 detik, lepaskan torniquet dan perhatikan adakah pengisian vena
tambahan tiba-tiba. Normalnya tidak ada. Katub vena saphena yang kompeten dapat mencegah
aliran balik vena (retrograde). Pengisian vena terus berlangsung secara lambat. Ketika kedua hasil
tersebut normal, dilaporkan negati-negatif.
Inkompetensi katub vena komunikans terjadi apabila hasil pemeriksaan positif-negatif, yaitu
terjadi pengisian cepat vena perifer saat vena saphena terbendung. Darah dari vena profunda
kembali ke superfisial (retrograde) melewati katub vena komunikan yang inkompeten.
Inkompetensi katub vena saphena terjadi apabila hasil pemeriksaan negatif - positif, yaitu terjadi
pengisian lambat vena perifer saat vena saphena terbendung. Ketika torniquet dilepaskan, Darah dari
vena femoralis kembali ke vena saphena (retrograde) melewati katub vena saphena yang
inkompeten.

31

PENILAIAN TES (BRODIE) TRENDELENBURG


Nama Mahasiswa :
NIM :
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Aspek yang dinilai

Nilai
1

Menerangkan pada pasien tujuan dan prosedur


Melakukan persiapan alat dengan benar dan mencuci tangan
Mempersiapkan pasien dengan benar
Mengangkat tungkai yang diperiksa 45-90
Memasang ikatan Torniquet dengan benar
Meminta pasien berdiri tegak
Mengamati pengisian vena perifer tungkai
Setelah pasien berdiri selama 20 detik, lepaskan ikatan tourniquet
Mengamati kembali pengisian vena perifer tungkai
Menginterpretasikan menginterpretasikan hasil tes Brodie
Skor Total

Keterangan :

Purwokerto,

0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan dengan perbaikan
2 = Dilakukan dengan sempurna
Penilaian :

Jumlah Skor x 100%


20

Penguji
= ...................

........................................
......

TEST ANKLE-BRACHIAL INDEX (ABI)

1. PENGANTAR
Tes Ankle Brachial Index (ABI) merupakan pemeriksaan untuk menilai aliran darah di arteri perifer.
Test ini dilakukan untuk pemeriksaan penyaring penyakit arteri perifer yang merupakan manifestasi
aterosklerosis yang umum terjadi. penyakit arteri perifer dialami 12-29% masyarakat. Prevalensinya
meningkat seiring peningkatan usia, serta adanya faktor risiko kardiovaskular. Meskipun
prevalensinya cukup tinggi, umumnya penyakit ini luput dari diagnosis. ABI merupakan
pemeriksaan yang reliabel, reproduksibel, mudah dilakukan di praktek dan menpunyai sensitifitas
dan spesifisitas yang tinggi (95% dan 99%)Prosedur ini dilatihkan kepada mahasiswa agar mereka
dapat melakukan persiapan, melaksanakan serta menginterpretasikan hasil tes ABI ini

2. SASARAN DAN TUJUAN PEMBELAJARAN

32

Sasaran pembelajaran:
Setelah berlatih keterampilan ini, Mahasiswa mampu menilai fungsi arteri perifer.
Tujuan Umum:
mahasiswa dapat mempersiapkan, melaksanakan dan menginterpretasikan tes ABI.
Tujuan Khusus:

1. Mampu menerangkan pada pasien tujuan tes ABI dan


prosedurnya.
2. Mampu melakukan persiapan alat untuk tes ABI dengan benar.
3. Mampu melakukan tes ABI secara benar.
4. Mampu menginterpretasikan hasil tes ABI dengan tepat.
3. STRATEGI PEMBELAJARAN
- Demonstrasi oleh trainer
- Bekerja kelompok dengan pengawasan trainer
- Bekerja dan belajar mandiri

4. PRASYARAT:
Pengetahuan yang perlu dimiliki sebelum berlatih yaitu teori mengenai siskulasi darah

5. LANDASAN TEORI
Diameter arteri semakin jauh dari jantung semakin kecil. Tekanan hidrostatik dalam arteri juga
semakin kecil. Tekanan akan semakin kecil apabila terdapat penyempitan arteri, misalnya akibat
aterosklerosis. Index tekanan arterial arteri brakialis dan arteri gelang kaki normalnya > 0.9. Apabila
terjadi penyempitan akibat penyakit arteri perifer ekstermitas bawah maka index ini akan berkurang.
Faktor risiko penyakit arteri perifer ekstremitas bawah

1. Berusia > 50 tahun, atau lebih muda ada diabetes melitus atau faktor
aterosklerosis (merokok, dislipidemia, hupertensi,
hiperhomosisteinemia)
2. Gejala kaki berupa nyeri iskemik saat aktifitas atau istirahat
3. Denyut di ektremitas bawah yang abnormal
4. Adanya arteriosklerosis koroner/ karotis atau penyakit arteri ginjal
6. PROSEDUR PEMERIKSAAN
a. Alat
Sfigmomanometer
Stetoskop
Stop Watch / Timer/ Jam

b.

33

1. Pasien beristirahat dengan posisis berbaring terlentang (supine)


sedikitnya 10 menit sebelum pemeriksaan.
2. pasang manset tekanan darah pada lengan atas kanan, berikan gel di
sekitar arteri brakialis
3. lakukan pengukuran tekanan darah sistolik di arteri brakialis
a. gunakan dopler varkuler untuk mencari lokasi denyut arteri
brakialis
b. kembangkan manset hingga 20mmHg diatas denyut arteri
tertinggi yang terdengar
c. kempiskan manset secara perlahan hingga denyut nadi
terdengar dan hasilnya merupakan tekanan sistolik. Kempiskan
hingga 0 mmHg.
d. Lakukan pengukuran ini dua kali dan tentukan reratanya.
4. Lepaskan manset dari lengan atas
5. Lakukan pemeriksaan ini pada sisi kontra lateral
6. pasang manset tekanan darah pada pergelangan kaki kanan, berikan
gel di sekitar arteri brakialis dorsalis pedis dan tibialis posterior
7. lakukan pengukuran tekanan darah sistolik di arteri dorsalis pedis
a. gunakan dopler varkuler untuk mencari lokasi denyut arteri
dorsalis pedis
b. kembangkan manset hingga 20mmHg diatas denyut arteri
tertinggi yang terdengar
c. kempiskan manset secara perlahan hingga denyut nadi
terdengar dan hasilnya merupakan tekanan sistolik. Kempiskan
hingga 0 mmHg.
d. Lakukan pengukuran ini dua kali dan tentukan reratanya.
8. Ulangi prosedur (7) untuk pengukuran tekanan darah sistolik di arteri
tibialis posterior
9. Lepaskan manset dari pergelangan kaki kanan
10.Lakukan pemeriksaan ini pada sisi kontra lateral
11.Hitung ABI
ABI kanan =

Rerata tertinggi tekanan darah kaki kanan (Dorsalis pedis atau Tibialis posterior)
Rerata tekanan darah lengan tertinggi ( kanan atau kiri )

ABI kiri =

Rerata tertinggi tekanan darah kaki kiri (Dorsalis pedis atau Tibialis posterior)
Rerata tekanan darah lengan tertinggi ( kanan atau kiri )

Lokasi
Arteri Brakialis kanan

II

Rerata

34

Lokasi
Arteri Brakialis kiri

II

Rerata

Arteri dorsalis pedis kanan


Arteri tibialis posterior kanan

Arteri dorsalis pedis kiri


Arteri tibialis posterior kiri

Interpretasi AnkleBrachial Index


>0.90 (rentang 0.90 - 1.30) = Aliran darah ke ekstremitas inferior normal
0.6- 0.89 = penyakit arteri perifer ringan
0.4- 0.59 = penyakit arteri perifer sedang
<0.39 = penyakit arteri perifer berat

PENILAIAN TES AnkleBrachial Index


Nama Mahasiswa :
NIM :
No

Aspek yang dinilai

Nilai
1
2

1
2
3
4
5

Menerangkan pada pasien tujuan dan prosedur


Melakukan persiapan alat dan pasien dengan benar dan mencuci tangan
Memasang ikatan sfigmomanometer di lengan atas dengan benar
Memberikan gel di sekitar arteri brakialis
Memompa sfigmomanometer hingga 20 mmHg diatas tekanan
sistolik / setelah suara hilang dengan benar
6
Menurunkan tekanan sfigmomanometer secara perlahan
7
Menentukan tekanan darah sistolik arteri brakialis
8
Melakukan pengukuran ini dua kali dan menentukan reratanya
9
Melepaskan ikatan sfigmomanometer
10
Melakukan pemeriksaan ini pada sisi kontra lateral
11
Memasang ikatan sfigmomanometer di pergelangan kaki dengan benar
12
Memberikan berikan gel di sekitar arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior
13
Memompa sfigmomanometer hingga 20 mmHg diatas tekanan
sistolik / setelah suara hilang dengan benar
14
Menurunkan tekanan sfigmomanometer secara perlahan
15
Menentukan tekanan darah sistolik arteri dorsalis pedis
16
Melakukan pengukuran ini dua kali dan menentukan reratanya
17
Melakukan pengukuran ini pada arteri dorsalis pedis sebanyak 2 kali dan tentukan
reratanya
18
Melepaskan ikatan sfigmomanometer
19
Melakukan pemeriksaan ini pada sisi kontra lateral
20
Membereskan peralatan dan mencuci tangan
21
Menginterpretasikan hasil tes ABI
Skor Total
Keterangan :
Purwokerto,
0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan dengan perbaikan
2 = Dilakukan dengan sempurna
Penilaian :
Jumlah Skor x 100%
42

Penguji
........................................

= ...................
......

35

TES RUMPLE LEEDE (RL)

1. PENGANTAR
Tes Rumple Leede (RL) atau Uji Turniket adalah salah satu pemeriksaan yang dilakukan dalam
bidang hematologi untuk menguji ketahanan kapiler dan fungsi trombosit. Prosedur ini dilatihkan kepada
mahasiswa agar mereka dapat melakukan persiapan, melaksanakan serta menginterpretasikan hasil tes
RL ini.

2. SASARAN DAN TUJUAN PEMBELAJARAN


Sasaran pembelajaran:

Setelah berlatih keterampilan ini, Mahasiswa mampu menilai ketahanan


vaskuler dan fungsi trombosit.
Tujuan Umum:
mahasiswa dapat mempersiapkan, melaksanakan dan menginterpretasikan tes RL.
Tujuan Khusus:

1. Mampu menerangkan pada pasien tujuan tes RL dan


prosedurnya.
2. Mampu melakukan persiapan alat untuk tes RL dengan benar.
3. Mampu melakukan tes RL secara benar.
4. Mampu menginterpretasikan hasil tes RL dengan tepat.
3. STRATEGI PEMBELAJARAN
- Demonstrasi oleh trainer
- Bekerja kelompok dengan pengawasan trainer
- Bekerja dan belajar mandiri

4. PRASYARAT:
Pengetahuan yang perlu dimiliki sebelum berlatih yaitu teori mengenai proses hemostasis dan
keterampilan yang sudah dimiliki yaitu pengukuran tekanan darah

5. TEORI
Tes RL adalah prosedur hematologi yang merupakan uji diagnostik terhadap ketahanan kapiler dan
penurunan jumlah trombosit. Ketahanan kapiler dapat menurun pada infeksi DHF, ITP, purpura, dan
Scurvy.
Tes RL dilakukan dengan cara pembendungan vena memakai sfigmomanometer pada tekanan antara
sistolik dan diastolik selama 5 menit. Pembendungan vena menyebabkan darah menekan dinding kapiler.
Dinding kapiler yang oleh suatu sebab kurang kuat atau adanya trombositopenia, akan rusak oleh
pembendungan tersebut. Darah dari dalam kapiler akan keluar dan merembes ke dalam jaringan
sekitarnya sehingga tampak sebagai bercak merah kecil pada permukaan kulit. Bercak tersebut disebut
ptekie. Hasil positif bila terdapat ptekie pada bagian volar lengan bawah yang dibendung dengan jumlah
10 pada area berdiameter 2.5-3 cm.
Tes RL tidak perlu dilakukan:

1. Jika sudah terdapat purpura


2. Diketahui mempunyai riwayat perdarahan.

36

6. PROSEDUR KERJA
a. Alat
1. Sfigmomanometer
2. Stetoskop
3. Stop Watch / Timer/ Jam
b. Prosedur Pemeriksaan
1. Terangkan pada pasien tentang tujuan tes RL dan prosedurnya.
2. Persiapkan alat untuk tes RL
3. Pasang ikatan sfigmomanometer pada lengan atas lebih kurang
3 jari diatas fossa cubiti.
4. Pompa sfigmomanometer sampai tekanan antara sistolik dan
diastolik yaitu di atas tekanan vena tapi kurang dari tekanan
arteri sehingga darah dari jantung ke perifer tetap jalan.
5. Pertahankan tekanan itu selama 5 menit.
6. Lepaskan ikatan sfigmomanometer dan tunggu sampai tanda
stasis darah lenyap. Stasis darah telah berhenti jika warna kulit
pada lengan yang dibendung sama dengan warna kulit lengan
yang disebelahnya.
7. Carilah dan hitung banyaknya ptekie yang timbul dalam
lingkaran yang berdiemeter 2.5-3 cm di bagian volar lengan
bawah.
Interpretasi :
Normal :
(-) : < 10 ptekie
Patologis:
(+) : > 10 ptekie ketahanan
kapiler menurun

PENILAIAN TES RUMPLE LEEDE


Nama Mahasiswa :
NIM :
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Aspek yang dinilai

Menerangkan pada pasien tujuan dan prosedur


Melakukan persiapan alat dan pasien dengan benar dan mencuci tangan
Memasang ikatan sfigmomanometer dengan benar
Memompa sfigmomanometer hingga tekanan pertengahan antara sistolik dan
diastolik dengan benar
Mempertahankan tekanan tersebut selama 5 menit
Melepaskan ikatan sfigmomanometer dan menunggu sampai tanda stasis darah
lenyap
Membereskan peralatan dan mencuci tangan
Menginterpretasikan hasil tes Rumple Leede
Skor Total

Keterangan :

Purwokerto,

0 = Tidak dilakukan

37

Nilai
1

1 = Dilakukan dengan perbaikan


2 = Dilakukan dengan sempurna
Penilaian :

Jumlah Skor x 100%


18

Penguji
= ...................

........................................
......

Daftar Pustaka
Bickley LS, Szilagyi PG. 2013. Bates Guide to Physical Exam and History Taking 11th. Lippincott
Williams & Wilkins
WHO. 2006. Dengue Haemorrhagic Fever: early recognition, diagnosis and hospital management.
Geneva, Switzerland

38

IV. SPIROMETRI

39

V. EKG
\
\

ELEKTROCARDIOGRAFI

LEARNING OUTCOME

Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan EKG dan menganalisis hasil rekaman


EKG:
1. Mahasiswa mampu memahami elektrofisiologi jantung yang dihubungkan
dengan EKG
2. Mahasiswa mampu memahami karakteristik normal EKG
3. Mahasiswa mampu mempraktikkan pemasangan EKG.
4. Mahasiswa mampu menganalisis, menginterpretasikan dan mengkomunikasikan
gambaran dari EKG.

TINJAUAN TEORI
1. Elektofisiologi Jantung
Otot jantung tidak sama seperti otot skeletal, dimana otot jantung memiliki
kemampuan untuk berkontraksi dengan sendirinya, kemampuan ini dinamakan
automatisitas atau autoritmisitas. Kemampuan jantung untuk berkontraksi diatur
oleh sistem konduksi jantung. Sistem konduksi jantung terdiri dari sinoatrial node
yang berada pada dinding posterior dari atrium kanan, atrioventricular node yang
terdapat diantara atrium dan ventrikel. Selain itu juga terdapat Bundle Branches dan
serabut purkinje.
Setiap jantung berkontraksi, gelombang depolarisasi akan menyebar melalui
permukaan atrial menuju AV node yang akan mengalami penundaan dan saat itu
pula terjadi kontraksi atrium, kemudian berjalan melalui septum interventrikular
sampai AV bundle dan bundle branches serta serabut purkinje dan kemudian akan
terjadi kontraksi dari miokardium ventrikel setelah atrium berhenti berkontraksi.
Aktivitas tersebut dapat terdeteksi dengan pemasangan elektroda pada permukaan
tubuh dengan alat yang disebut dengan elektrokardiogram (EKG).
2. Elektrokardiogram (EKG)
Aktivitas listrik jantung menghasilkan arus yang memancar melalui jaringan ke
kulit. Ketika elektroda terpasang pada permukaan kulit, elektroda tersebut dapat
menangkap gelombang listrik dan meneruskanya ke monitor atau gambar. Arus
tersebut bertransformasi menjadi bentuk gelombang yang menggambarkan siklus
depolarisasi-repolarisasi jantung. EKG merekam informasi gelombang melalui
beberapa sudut atau perspektif yang disebut lead.

40

Setiap lead standar representasi orientasi ruang, sebagai mana ditunjukkan di bawah ini:

Bipolar limb leads (frontal plane):


o Lead I: RA (-) to LA (+) (Right Left, or lateral)
o Lead II: RA (-) to LF (+) (Superior Inferior)
o Lead III: LA (-) to LF (+) (Superior Inferior)
Augmented unipolar limb leads (frontal
plane):
o Lead aVR: RA (+) to [LA & LF] (-)
(Rightward)
o Lead aVL: LA (+) to [RA & LF] (-)
(Leftward)
o Lead aVF: LF (+) to [RA & LA] (-)
(Inferior)
Unipolar (+) chest
leads (horizontal
plane):
o Leads V1, V2,
V3: (Posterior
Anterior)
o Leads V4, V5,
V6:(Right
Left, or
lateral)

Hasil perekaman EKG menunjukkan sebuah gambaran dalam bentuk gelombang. Setiap
gelombang EKG memiliki interpretasi khusus yang menggambarkan aktifitas listrik
jantung. Gambaran EKG adalah sebagai berikut,
a. Gelombang P
Merupakan gelombang yang menggambarkan depolarisasi dari atrium
kanan dan kiri.
b. Kompleks QRS
Gelombang ini menggambarkan depolarisasi dari ventrikel kanan dan
kiri. Gelombang ini menggambarkan aktivitas listrik yang relatif kuat
karena otot ventrikel berkontraksi lebih kuat dibandingkan dengan
atrium. Ventrikel akan mulai berkontraksi sesaat setelah munculnya
puncak gelombang R
c. Gelombang T
Gelombang T menggambarkan repolarisasi dari ventrikel. Repolarisasi
dari atrium tidak dapat tergambarkan pada hasil EKG karena relaksasi
atrium terjadi saat ventrikel mengalami depolarisasi, sehingga
gelombang repolarisasi atrium akan tertutup oleh kompleks QRS yang
lebih besar.
d. Gelombang U
Asal gelombang ini tidak jelas, tetapi mungkin representasi dari
afterdepolarizations di ventrikel.

41

Waktu antara masing-masing gelombang pada EKG disebut sebagai segmen dan
interval. Segmen secara umum menggambarkan jarak dari suatu akhir gelombang ke
awal dari gelombang lainya, sedangkan untuk interval memiliki pemaknaan yang lebih
bervariasi, tetapi selalu menggambarkan minimal 1 gelombang.
a. Interval P-R
Merupakan waktu dari depolarisasi atrium sampai dengan waktu sesaat
ventrikel berkontraksi, yang digambarkan dengan jarak antara awal gelombang
P sampai awal kompleks QRS

b. QT interval
Merupakan waktu yang dibutuhkan ventrikel untuk menjalani satu siklus
depolarisasi dan repolarisasi dengan cara mengukur jarak dari akhir interval PR
sampai akhir dari gelombang T.
c. RR interval/ interval RR
Menggambarkan interval atau durasi dari siklus ventrikel jantung( indicator
kecepatan ventrikel)
d. PP interval
:
Menggambarkan interval atau durasi dari siklus atrial.
.

PROSEDUR PEMERIKSAAN
1. Persiapan alat
Siapkan alat-alat di dekat tempat tidur penderita. Alat-alat tersebut adalah,
Mesin EKG
Jelly
Tissu
Elektroda
Hubungkan arder / ground ke lantai atau tempat arder. Nyalakan EKG, cek
kaliberasi.
2. Persiapan penderita
Berikan penjelasan kepada penderita tentang prosedur pemeriksaan.
Baringkan penderita pada alas yang rata, tidak berhubungan langsung dengan
tanah/ lantai tidak menyentuh logam, orang lain. Pastikan tidak terdapat
penghalang pada thoraks, lengan dan kaki. Saat pemeriksaan, privasi pasien
harus tetap terjaga dikarenakan ketidaknyamanan saat pemeriksaan.
Hasil dari pemeriksaan EKG bisa berubah-ubah tergantung kepada posisi
tubuh saat diperiksa. Posisi terlentang direkomendasikan pada saat

42

pemeriksaan, dan penting untuk memastikan bahwa tempat tidur cukup luas
untuk pasien berbaring. Untuk mendapatkan hasil perekaman yang akurat
pasien perlu diberitahu agar saat pemeriksaan tetap relaks dan memposisikan
diri dengan nyaman. Persiapan lain yaitu, mencukur rambut pada dada pasien
untuk memastikan kontak yang adekuat dengan kulit. Sebelum perekaman
sebaiknya kulit dibersihkan, beberapa variasi cara dapat dilakukan mulai dari
penggunaan sabun sampai dengan penggunaan alkohol.
3. Pasang elektrode pada kulit penderita yang sebelumnya telah diberi
jelly.
Limb Leads
Kabel merah
/R
: lengan kanan bawah, proksimal dari wrist
Kabel kuning
/L
: lengan kiri bawah, proksimal dari wrist
Kabel hijau
/F
: kaki kiri, proksimal dari pergelangan kaki
Kabel hitam
/N
: kaki kanan, proksimal dari pergelangan kaki
Precordial ( Chest ) Leads
Kabel merah
Kabel kuning
Kabel hijau
Kabel coklat
Kabel hitam
Kabel violet

/C1
/C2
/C3
/C4
/C5
/C6

: SIC IV linea parasternalis dextra


: SIC IV linea parasternalis sinistra
: Pertengahan C2 dan C4
: SIC V linea midclavikula sinistra
: setinggi C4, linea axillaris anterior sinistra
: setinggi C4 dan V5, linea midaxillaris sinistra

4. Perekaman EKG
Untuk mendapatkan hasil dengan kualitas baik, pasien harus relaks dan
nyaman. Pastikan tidak terdapat kekauan pada lengan dan tungkai pasien atau
pergerakan pada jari-jari, jika hal ini tidak dapat terpenuhi, selain merekam
aktivitas jantung, EKG juga akan dapat merekam potensial dari otot somatik
sehingga akan lebih sulit menginterpretasi hasil perekaman.
Masing-masing lead minimal 3 gelombang, beri/ buat tanda pemisah masingmasing lead. Tuliskan identitas lengkap, tanggal, dan waktu pemeriksaan.
Apabila diperlukan, lead II diperpanjang sampai 10 gelombang.
5. Hasil perekaman EKG
Gelombang yang dihasilkan dari arus atau aktifitas listrik jantung terekam
pada kertas EKG. Kertas EKG terdiri dari garis horizontal dan vertikal yang
membentuk sebuah kotak ketik dan besar (grid). Satu kotak besar terdiri dari 5
kotak kecil. Garis horizontal menggambarkan waktu, dimana satu kotak
kecil sama dengan 0,04 detik. Garis horizontal menggambarkan amplituod
dalam mm atau tegangan listirk dalam milivolt. Satu kotak kecil sama dengan
1 mm atau 0,1 mV.

43

INTERPRETASI EKG
Interpretasi ini disarankan ketika membaca semua Lead EKG dari 12 lead standar.
Seperti pemeriksaan fisik, sangat dianjurkan mengikuti urutan langkah-langkah untuk
menghindari kelainan jantung yang terlewat ketika membaca EKG, yang mungkin
mempunyai arti klinis penting. Enam bagian utama yang harus dipertimbangkan adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

1.

Pengukuran
Analisis irama
Analisis konduksi jantung
Deskripsi bentuk gelombang
Interpretasi ekg
Pembandingan dengan hasil perekaman EKG terdahulu

Pengukuran
Biasanya dibuat pada Lead frontal

44

o Heart Rate (HR) : (nyatakan atrium dan ventrikel bila keduanya mempunyai
frekuensi yang berbeda)
o Interval PR
: dari awal gelombang P hingga awal kompleks QRS
o Durasi QRS kompleks
: (width of most representative QRS)
o Interval QT
: dari awal kompleks QRS hingga akhir gelombang T
o Aksis QRS kompleks pada Lead Frontal
First find the isoelectric lead if there is one; i.e., the lead with equal forces in the
positive and negative direction. Often this is the lead with the smallest QRS.
The QRS axis is perpendicular to that lead's orientation (see above diagram).
Since there are two perpendiculars to each isoelectric lead, chose the
perpendicular that best fits the direction of the other ECG leads.
If there is no isoelectric lead, there are usually two leads that are nearly
isoelectric, and these are always 30o apart. Find the perpendiculars for each lead
and chose an approximate QRS axis within the 30o range.
Occasionally each of the 6 frontal plane leads is small and/or isoelectric. The
axis cannot be determined and is called indeterminate. This is a normal variant
Contoh axis normal:

45

Lead aVF is the isoelectric lead.


The two perpendiculars to aVF are 0 o
and 180 o.
Lead I is positive (i.e., oriented to the
left).
Therefore, the axis has to be 0 o.
Kelainan axis:
1. LAD ( Left Axis Deviation)

Lead aVR is the smallest and isoelectric


lead.
The two perpendiculars are -60 o and +120 o.
Leads II and III are mostly negative (i.e.,
moving away from the + left leg)
The axis, therefore, is -60 o.

2. RAD ( Right Axis Deviation)

Lead aVR is closest to being isoelectric


(slightly more positive than negative)
The two perpendiculars are -60 o and +120 o.
Lead I is mostly negative; lead III is mostly
positive.
Therefore the axis is close to +120 o. Because

46

aVR is slightly more positive, the axis is


slightly beyond +120 o (i.e., closer to the
positive right arm for aVR).
2. Analisis irama
o Irama dasar (seperti: "normal sinus rhythm", "atrial fibrillation", dan lain-lain)
o Identifikasi irama tambahan bila ada (seperti: "PVC's", "PAC's", dan lain-lain)
o Pertimbangkan asal irama, dari atrium, AV junction, ventrikel.
3. Analisis konduksi
Konduksi normal berarti konduksi SA node, AV node, interventrikular.
o Identifikasi abnormalitas konduksi berikut ini:
SA block: 2nd degree (type I vs. type II)
AV block: 1st, 2nd (type I vs. type II), and 3rd degree
IV block: bundle branch, fascicular, and nonspecific blocks
Exit blocks: blocks just distal to ectopic pacemaker site
4. Diskripsi bentuk gelombang
Analisis secara hati-hati kelainan bentuk gelombang EKG yang mungkin pada
semua lead standar: gelombang P (P-wave), QRS complex, ST segment, T wave, U
wave.
o P wave : apakah terlalu lebar, terlalu tinggi, bentuk yang aneh, ektopik, dan lainlain.
o QRS complex : carilah gelombang Q patologis
o ST segment
: carilah elevasi, depresi segmen ST abnormal
o T wave : carilah Inverted T wave abnormal
o U wave : carilah prominent atau inverted U waves

o
o
o

5. Interpretasi EKG
Ini merupakan kesimpulan dari analisis di atas. Interpretasikanlah sebagai "Normal",
or "Abnormal". Biasanya istilah "borderline" digunakan bila ditemukan kelainan
yang tidak signifikan. Cantumkan semua abnormalitas yang ditemukan, seperti:
o Miocard Infark (MI) inferior, kemungkinan akut
o Old anteroseptal MI
o Left anterior fascicular block (LAFB)
Left ventricular hypertrophy (LVH)
Nonspecific ST-T wave abnormalities
Abnormalitas irama yang lain, seperti:

47

6.

Left Anterior Fascicular Block (LAFB)KH


Frank G.Yanowitz, M.D.
HR=72bpm; PR=0.16s; QRS=0.09s; QT=0.36s; QRS
axis = -70o (left axis deviation). Normal sinus rhythm;
normal SA and AV conduction; rS in leads II, III, aVF.
Interpretation: Abnormal ECG: 1)Left anterior
fascicular block
Pembandingan dengan hasil perekaman EKG terdahulu
Bila ada hasil rekaman EKG terdahulu penderita, EKG sekarang sebaiknya
dibandingkan untuk melihat apakah ada perubahan yang signifikan. Perubahan ini
mungkin mempunyai dampak penting dalam pengambilah keputusan klinis.

KARAKTERISTIK EKG NORMAL

Penting diingat bahwa ada variasi normal yang luas pada lead standar. Perlu
pengalaman . Berikut karakteristik EKG normal, (meskipun tidak absolute):
Topiks :
1. Pengukuran
2. Irama
3. Konduksi jantung
4. Deskripsi bentuk gelombang
1. Pengukuran
Heart Rate: 60 - 100 x per menit
Because ECG paper moves at a standardized
25mm/sec, the vertical lines can be used to
measure time. There is a 0.20 sec between 2
of the large lines. Therefore, if you count the
number of heart beats (QRS complexes) in
between 30 large boxes (6 seconds) and
multiply by 10, you have beats per minute.
Conveniently, ECG paper usually has special
markings every 3 seconds so you don't have
to count 30 large boxes.

48

There is, however, an easier and quicker way


to estimate the heart rate. As seen in the
diagram below, when QRS complexes are 1
box apart the rate is 300 bpm. 2 boxes
apart...150 bpm, etc. So if you memorize
these simple numbers you can estimate the
heart rate at a glance!

PR Interval
: 0.12 - 0.20 sec
QRS Duration
: 0.06 - 0.10 sec
QT Interval
(QTc < 0.40 sec)
o Bazett's Formula : QTc = (QT)/SqRoot RR (in seconds)
o Poor Man's Guide to upper limits of QT: For HR = 70 bpm, QT<0.40 sec;
for every 10 bpm increase above 70 subtract 0.02 sec, and for every 10 bpm
decrease below 70 add 0.02 sec. For
example:
QT < 0.38 @ 80 bpm
QT < 0.42 @ 60 bpm
Frontal Plane QRS Axis: +90 o to -30 o (in the adult)
2. Rhythm/ Irama:
Normal sinus rhythm, Gelombang P di lead I dan II harus upright (positive), jika
irama berasal dari sinus node.
3. Konduksi:
Normal Sino-atrial (SA), Atrio-ventricular (AV), and Intraventricular (IV.
Conduction, bila kedua PR interval dan QRS duration berada dalam range di atas.
4. Diskripsi bentuk gelombang:
EKG normal ditunjukkan di bawah ini, bandingkan dengan diskripsi selanjutnya.

49

o P Wave
Gelombang P merupakan gelombang pertama pada gambran EKG. Beberapa
karakteristik yaitu penting untuk dinilai yaitu lokasi, amplitudo, durasi dan
konfigurasi. Lokasi gelombang P selalu mendahului kompleks QRS dengan
amplitude <2,5 mm dan durasi 0,06-0,12 detik. Gelombang P positif pada lead
I, II, aVF dan V2-V6, biasanya positif namun bervariasi pada lead III dan aVL,
negative atau inverted di aVR dan biphasic atau bervariasi di V1. Penting diingat
bahwa P wave merupakan representasi aktifitas atrium dekstra dan sinistra, dan
sering terlihat notch atau biphasic P waves . Frontal plane P wave axis: 0o to
+75o
o QRS Complex
Kompleks QRS mengikuti gelombang P dan menggambarkan depolarisasi
ventrikel. Gelombang Q merupakan defleksi negative
pertama setelah
gelombang P, gelombang R merupakan defleksi positif pertama setelah
gelombang P atau gelombang Q dan gelombang R adalah defleksi negative
pertama setelah gelombang R. Kompleks QRS normal jika durasinya 0,06-0,10
atau setengah dari PR interval, diukur dari awal gelombang Q sampai akhir
gelombang S, atau dari awal gelombang R jika gelombang Q absent. QRS
amplitude berbeda pada tiap lead, pada tiap individu. Dua determinan dari
tegangan QRSadalah:
Ukuran ventrikel, semakin besar ventrikel, semakin besar tegangan.
Jarak electrode dari ventrikel, semakin dekat, semakin besar tegangan.
o T Wave
Gelombang T muncul setelah gelombang S dengan amplitudo 0,5 mm di lead I,
II dan III dan lebih dari 10 mm pada lead prekordial.
o Frontal plane leads:
Range QRS axis normal (+90 o to -30 o ); ini berarti QRS komplex positive
(upright) di leadsII dan I.
Normal q-waves reflect normal septal activation (beginning on the LV
septum); they are narrow (<0.04s duration) and small (<25% the amplitude
of the R wave). They are often seen in leads I and aVL when the QRS axis is to

50

the left of +60o, and in leads II, III, aVF when the QRS axis is to the right of
+60o. Septal q waves should not be confused with the pathologic Q waves of
myocardial infarction.
Precordial leads: (see Normal ECG)

Normal ECG
-

Frank G. Yanowitz, M.D., copyright 1997


Small r-waves begin in V1 or V2 and progress in size to V5. The R-V6 is usually
smaller than R-V5.
In reverse, the s-waves begin in V6 or V5 and progress in size to V2. S-V1 is usually
smaller than S-V2.
The usual transition from S>R in the right precordial leads to R>S in the left
precordial leads is V3 or V4.
Small "septal" q-waves may be seen in leads V5 and V6.
o ST Segment dan T wave
In a sense, the term "ST segment" is a misnomer, because a discrete ST segment
distinct from the T wave is usually absent. More often the ST-T wave is a smooth,
continuous waveform beginning with the J-point (end of QRS), slowly rising to
the peak of the T and followed by a rapid descent to the isoelectric baseline or
the onset of the U wave. This gives rise to an asymmetrical T wave. In some
normal individuals, particularly women, the T wave is symmetrical and a
distinct, horizontal ST segment is present.
The normal T wave is usually in the same direction as the QRS except in the
right precordial leads. In the normal ECG the T wave is always upright in leads
I, II, V3-6, and always inverted in lead aVR.

Normal ST segment elevation: this occurs in leads with large S waves (e.g., V13), and the normal configuration is concave upward. ST segment elevation with
concave upward appearance may also be seen in other leads; this is often called
early repolarization, although it's a term with little physiologic meaning (see
example of "early repolarization" in leads V4-6):

51

Convex or
straight
upward ST
segment
elevation
(e.g., leads II, III, aVF) is abnormal and suggests transmural injury or infarction:

ST segment depression is always an abnormal finding, although often nonspecific


(see ECG below):

ST segment depression is often characterized as "upsloping", "horizontal", or


"downsloping".

52

o The normal U Wave: (the most neglected of the ECG waveforms)

U wave amplitude is usually < 1/3 T wave amplitude in same lead


U wave direction is the same as T wave direction in that lead
U waves are more prominent at slow heart rates and usually best seen in
the right precordial leads.
Origin of the U wave is thought to be related to afterdepolarizations which
interrupt or follow repolarization.

53

Laporan Hasil Rekaman


pengukuran
Heart Rate (HR) 60 - 90 x per
menit
Interval PR 0.12 - 0.20 sec
Durasi QRS kompleks 0.06 0.10 sec
Interval QT (QTc < 0.40 sec)
Aksis QRS kompleks
P wave
P duration < 0.12 sec
P amplitude < 2.5 mm
ST segment

Interpretasi

: Detik
: Detik
: Detik
:
: Detik
: Detik
Isoelektrik
Elevasi
Depresi
"upsloping",
"horizontal",
"downslopin"

T wave
U wave
Irama:
o Irama dasar
o Irama tambahan bila
o Asal irama
Abnormalitas konduksi

: Kali per menit

:
:
:
:
:

54

PENILAIAN MONITORING EKG


Nama
Nim
N
O
1
2
3
4

:
:
KETERANGAN

SCORE
0 1 2

Persiapan alat
Cek kaliberasi
Persiapan penderita
Oleskan jelly pada tempat pemasangan
elektrda
5 Pasang elektrode pada kulit extremitas
6 Pasang elektrode precordial*
7 Lakukan perekaman di semua lead
8 Menulis
identitas
penderita,
waktu
perekaman pada elektrokardiogram
9 Memberikan tanda pemisah pada tiap
lead
10 Lepaskan eletroda, rapikan peralatan.
11 Baca dan analisis hasil perekaman EKG
TOTAL
KETERANGAN
Score 0
: bila tidak dikerjakan
Score1
: bila dikerjakan, tetapi tidak sempurna
Score 2
: bila dikerjakan dengan sempurna
Nilai = skor total /22 X 100%

55

VI. PEMERIKSAAN ABDOMEN


KETRAMPILAN PEMERIKSAAN ABDOMEN
TUJUAN PEMBELAJARAN

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pada akhir praktikum keterampilan pemeriksaan fisik abdomen, mahasiswa diharapkan


mampu :
Menjelaskan prinsip-prinsip pemeriksaan fisik abdomen
Melakukan inspeksi abdomen
Melakukan auskultasi abdomen
Melakukan palpasi abdomen
Melakukan perkusi abdomen
Melakukan pemeriksaan-pemeriksaan khusus abdomen
TINJAUAN PUSTAKA
Topografi Abdomen
Abdomen dibagi secara topografi menjadi 5 kuadran, yaitu :
Kuadran kanan atas/Right Upper Quadrant (RUQ).
Kuadran kanan bawzh/Right Lower Quadrant (RLQ)
Kuadran kiri atas/Left Upper Quadrant (LUQ)
Kuadran kiri bawah/Left Lower Quadrant (LLQ)
Garis tengah/Midline yang terdiri dari :
Epigastrik
Periumbilikal
Suprapubik

Gambar. 1. Topografi abdomen

56

Dengan melihat topografi ini kita dapat mengidentifikasi status normal atau patologis dari
abdomen, seperti pada gambar 2.

Gambar. 2.. Anatomi superficial Abdomen

Untuk menemukan hal tertentu seperti nyeri atau massa, abdomen dapat dibagi
menjadi 9 daerah dengan cara membuat 4 garis khayal. Garis pertama sepanjang batas bawah
dari dada, selanjutnya garis paralel dari kedua SIAS dan akhirnya 2 garis linea mediana
klavikula (Gambar 3). Pembagian dan topografi organ dapat dilihat pada tabel 1.

Gambar 3. Pembagian 9 Regio Abdomen

Tabel 1. Topografi abdomen


Hipokhondriaka kanan
Right lobe of liver
Gallbladder
Portion of duodenum
Hepatic flexure of colon
Portion of right kidney
Suprarenal gland
Lumbal kanan
Ascending colon
Lower half of right kidney
Portion of duodenum and
jejunum
Inguinal kanan
Cecum
Appendix
Lower end of ileum

Epigastrium
Pyloric end of stomach
Duodenum
Pancreas
Portion of liver
Umbilikal
Omentum
Mesentery
Lower part of duodenum
Jejunum and ileum
Hipogastrik (pubik)
Ileum
Bladder
Uterus (in pregnancy)

57

Hipokhondriaka kiri
Stomach
Spleen
Tail of pancreas
Splenic flexure of colon
Upper pole of left kidney
Suprarenal gland
Lumbal kiri
Descending colon
Lower half of left kidney
Portions of jejunum and ileum
Inguinal kiri
Sigmoid colon
Left ureter
Left spermatic cord

Right ureter
Right spermatic cord

Left ovary

Kavum abdomen meluas mulai dari daerah di bawah diaphragma yang terlindung
oleh kosta. Di daerah yang terlindung ini, terletak sebagian besar dari hepar, ventrikuli,
dan seluruh bagian dari lien yang normal. Organ-organ pada daerah terlindung tersebut
tidak dapat diraba (dipalpasi), tetapi dengan perkusi dapat diperkirakan adanya organorgan tersebut. Sebagian besar dari kandung empedu normal terletak disebelah dalam
dari hepar, sehingga hampir tidak dapat dibedakan. Duodenum dan pancreas terletak di
bagian dalam kuadran atas abdomen, sehingga dalam keadaan normal tidak teraba.
Ginjal adalah organ yang terletak di daerah posterior, terlindung oleh tulang rusuk,
sudut costovertebral (sudut yang dibentuk oleh batas bawah kosta ke-12 dengan
processus transverses vertebra lumbalis) merupakan daerah untuk menentukan ada
tidaknya nyeri ginjal.
ALAT DAN BAHAN
Alat yang dibutuhkan hanya stetoskop
PROSEDUR TINDAKAN
Syarat-syarat pemeriksaan abdomen yang baik adalah :
1.
Penerangan ruang memadai.
2.
Penderita dalam keadaan relaks.
3.
Daerah abdomen mulai dari atas processus xiphoideus sampai symphisis pubis
harus terbuka.
Untuk memudahkan relaksasi :
1. Kandung kencing dalam keadaan kosong.
2. Penderita berbaring terlentang dengan bantal dibawah kepalanya, dan dibawah
lututnya.
3. Kedua lengan diletakkan di samping badan, atau diletakkan menyilang pada dada.
Tangan yang diletakkan di atas kepala akan membuat dinding abdomen teregang dan
mengeras, sehingga menyulitkan palpasi.
4. Gunakan tangan yang hangat, permukaan stetoskop yang hangat, dan kuku yang
dipotong pendek. Menggosok kedua tangan akan membantu menghangatkan kedua
tangan anda.
5. Mintalah penderita untuk menunjukkan daerah yang terasa sakit dan memeriksa
daerah tersebut terakhir.
6. Lakukan pemeriksaan dengan perlahan, hindarkan gerakan yang cepat dan tiba-tiba.
7. Apabila perlu ajaklah penderita berbicara.
8. Apabila penderita amat ketakutan atau kegelian, mulailah pemeriksaan dengan
menggenggam kedua tangannya di bawah tangan anda, kemudian secara pelan-pelan
bergeser untuk melakukan palpasi.
9. Monitorlah pemeriksaan anda dengan memperhatikan muka/ekspresi penderita.

58

Biasakanlah untuk mengetahui keadaan di tiap bagian yang Anda periksa. Pemeriksaan
dilakukan dari sebelah kanan penderita, dengan urutan : inspeksi, auskultasi, perkusi,
palpasi.
INSPEKSI
Mulailah menginspeksi dinding abdomen dari posisi Anda berdiri di sebelah kanan
penderita. Apabila anda akan memeriksa gerakan peristaltik sebaiknya dilakukan
dengan duduk, atau agak membungkuk, sehingga Anda dapat melihat dinding abdomen
secara tangensial.
Perhatikanlah :
1.
Bentuk abdomen saat berdiri. Pada ascites perut akan seperti menggantung/jatuh
ke bawah.
2.
Bentuk abdomen saat berbaring. Pada ascites perut akan melebar kesamping.
3.
Perhatikan bentuk permukaan (countour) abdomen termasuk daerah inguinal dan
femora: datar, bulat, protuberant, atau scaphoid. Bentuk yang melendung mungkin
disebabkan oleh asites, penonjolan suprapubik karena kehamilan atau kandung
kencing yang penuh. Tonjolan asimetri mungkin terjadi karena pembesaran organ
setempat atau massa.
4.
Umbillikus: perhatikan bentuk dan lokasinya, apakah ada tanda-tanda inflamasi
atau hernia.
5.
Kulit : apakah ada sikatriks, striae atau vena yang melebar. Secara normal,
mungkin terlihat vena-vena kecil. Striae yang berwarna ungu terdapat pada
sindroma Cushing dan vena yang melebar dapat terlihat pada cirrhosis hepatic atau
bendungan vena cava inferior. Perhatikan pula apakah ada rash atau lesi-lesi kulit
lainnya.
6.
Pembesaran organ : mintalah penderita untuk bernapas, perhatikan apakah
nampak adanya hepar atau lien yang menonjol di bawah arcus costa.
7.
Apakah ada massa abnormal, bagaimana letak, konsistensi, mobilitasnya.
8.
Peristaltik. Apabila Anda merasa mencurigai adanya obstruksi usus,amatilah
peristaltik selama beberapa menit. Pada orang yang kurus, kadang-kadang
peristaltik normal dapat terlihat.
9.
Pulsasi : Pulsasi aorta yang normal kadang-kadang dapat terlihat di daerah
epigastrium.
10. Gerakan pasien misalnya tidak berani bergerak akibat iritasi peritoneum atau
nyeri.
AUSKULTASI
Perannya relatif kecil. Dengan mempergunakan diafragma stetoskop didengarkan 15 atau 20
detik pada seluruh abdomen seperti pada gambar 4.

59

Gambar 4. Auskultasi Abdomen

Ada 3 hal yang harus diperhatikan yaitu :


Apakah suara usus ada ?
Bila ada apakah meningkat atau melemah (kuantitas)?
Perkiraan asal dari suara (kualitas)?
Gerakan peristaltik disebut bunyi usus, yang muncul setiap 2-5 detik. Pada proses
radang serosa seperti pada peritonitis bunyi usus jarang bahkan hilang sama sekali. Bila
terjadi obstruksi intestin maka intestin berusaha untuk mengeluarkan isinya melalui lubang
yang mengalami obstruksi dan saat itu muncul bunyi usus yang sering disebut "rushes".
Kemudian diikuti dengan penurunan bunyi usus gemerincing yang disebut "tinkles," dan
kemudian menghilang. Pada pasca operasi didapatkan periode bunyi usus menghilang.
Kemudian dengarkan bising arteri renalis pada beberapa sentimeter diatas umbilikus
sepenjang tepi lateral otot rektus dan bila ada penyempitan akan terdengar murmur
misalnya insufiensi renal atau pada hipertensi akibat stenosis arteri renalis.

Untuk mendengarkan bising arteri masing-masing sesuai dengan tempatnya seperti


pada gambar 5.

Gambar 5. Lokasi masing-masing arteri

60

Auskultasi yang cermat di atas hepar yang membesar kadang-kadang


menunjukkan harsh bruit tumor vaskuler, terutama hepatoma atau friction rub kasar
dari nodul permukaan. Venous hum pada umbilikus dapat menandakan hipertensi porta
dan peningkatan aliran darah kolateral di sekitar hepar.
PERKUSI
Perkusi berguna untuk orientasi abdomen, untuk memperkirakan ukuran hepar,
lien, menemukan asites, mengetahui apakah suatu masa padat atau kistik, dan untuk
mengetahui adanya udara pada lambung dan usus.
Orientasi
Tehnik perkusi yaitu pertama kali yakinkan tangan pemeriksa hangat sebelum
menyentuh perut pasien Kemudian tempatkan tangan kiri dimana hanya jari tengah yang
melekat erat dengan dinding perut. Selanjutnya diketok 2-3 kali dengan ujung jari tengah
tangan kanan seperti pada gambar 6.

Gambar 6. Perkusi Abdomen

Lakukanlah perkusi pada keempat kuadran untuk memperkirakan distribusi suara


timpani dan redup. Biasanya suara timpanilah yang dominan karena adanya gas pada
saluran gastrointestinal, tetapi cairan dan faeces menghasilkan suara redup. Pada sisi
abdomen perhatikanlah daerah dimana suara timpani berubah menjadi redup. Periksalah
daerah suprapublik untuk mengetahui adanya kandung kencing yang teregang atau
uterus yang membesar.
Perkusilah dada bagian bawah, antara paru dan arkus costa, Anda akan mendengar
suara redup hepar disebelah kanan, dan suara timpani di sebelah kiri karena gelembung
udara pada lambung dan fleksura splenikus kolon. Suara redup pada kedua sisi abdomen
mungkin menunjukkan adanya asites.
Hepar
Untuk menentukan ukuran hati, dikerjakan sebagai berikut :
Mulai perkusi dibawah payudara kanan pada LMC kanan dan merupakan daerah paru
kanan, hasilnya suara sonor dari paru.
Kemudian perkusi beberapa sentimeter kebawah sampai suara perkusi lebih pekak dan
perhitungan mulai dari titik ini.
Teruskan kebawah sampai ada perubahan suara perkusi. Titik ini merupakan titik akhir
dan kemudian diukur dari titik awal sampai titik akhir. Panjang ukuran disebut liver span
yang mempunyai angka normal 6-12 cm.

61

Lien
Lien yang normal terletak pada lengkung diafragma, disebelah posterior garis
midaxiler. Suatu daerah kecil suara redup dapat ditemukan di antara suara sonor paru
dan suara timpani, tetapi mencari suara redup lien ini tidak banyak gunanya. Perkusi
lien hanya berguna kalau dicurigai atau didapatkan splenomegali. Apabila membesar,
lien akan membesar ke arah depan, ke bawah dan ke medial, mengganti suara timpani
dari lambung dan kolon, menjadi suara redup. Apabila Anda mencurigai splenomegali,
cobalah pemeriksaan-pemeriksaan berikut :
1. Perkusilah daerah spatium intercosta terbawah di garis axilaris anterior kiri (gambar
7). Daerah ini biasanya timpani. Kemudian mintalah penderita untuk menarik napas
panjang, dan lakukan perkusi lagi. Apabila lien tidak membesar,suara perkusi tetap
timpani. Apabila suara menjadi redup pada inspirasi, berarti ada pembesran lien.
Walaupun demikian kadang-kadang terdapat juga suara redup pada lien normal
(falsely positive splenic percuission sign)
2. Perkusilah daerah redup lien dari berbagai arah. Apabila ditemukan daerah redup
yang luas, berarti terdapat pembesaran lien

Gambar 7. Perkusi limpa

Pemeriksaan perkusi untuk mengetahui adanya pembesaran lien, dapat terganggu oleh
berbagai isi lambung dan kolon, tetapi pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya
pembesaran lien sebelum teraba pada palpasi.
PALPASI
Pertama kali tangan pemeriksa harus hangat. Palpasi dilakukan dengan perlahanlahan, dengan tekanan yang tetap, hindari gerakan yang keras atau cepat yang
menyebabkan pasien terkejut atau merasa tidak enak.
Palpasi ringan (superficial) berguna untuk mengetahui adanya ketegangan otot,
nyeri tekan abdomen, dan beberapa organ dan masa superficial. Dengan posisi tangan
dan lengan bawah horizontal, dengan menggunakan telapak ujung jari-jari secara
bersama-sama, lakukanlah gerakan menekan yang lembut, dan ringan. Dengan perlahan,
rasakan semua kuadran. Carilah adanya masa atau organ, daerah nyeri tekan atau daerah
yang tegangan ototnya lebih tinggi (spasme). Apabila terdapat tegangan, carilah apakah
ini disadari atau tidak, dengan cara mencoba merelakskan penderita, dan melakukan
palpasi pada waktu ekspirasi.
Palpasi dalam biasanya diperlukan untuk memeriksa masa abdomen. Dengan
menggunakan permukaan pallar dari ujung jari, lakukan palpasi dalm untuk mengetahui
adanya masa. Tentukanlah lokasinya, ukurannya, bentuknya, konsitensinya,
62

mobilitasnya, apakah terasa nyeri pada tekanan. Apabila palpasi dalam sulit dilakukan
(misalnya pada obesitas atau otot yang tegang), gunakan dua tangan, satu di atas yang
lain.
Masa di abdomen dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis : fisiologi (uterus
dalam kehamilan); inflamasi (diverticulitis colon atau pesudocyst pancreas); vaskuler
(aneurisma aorta); neoplastik (uterus miomatosa, karsinoma kolon, atau ovarium); atau
obstruktif (kandung kencing yang teregang).
Mengetahui adanya iritasi peritoneal
Nyeri abdomen dan nyeri tekan abdomen, lebih-lebih bila disertai spasme otot,
menunjukkan adanya inflamasi dari peritoneum parietale. Temukanlah daerah ini
setepatnya.
Sebelum melakukan palpasi, mintalah penderita untuk batuk, dan temukanlah rasa
sakitnya. Kemudian lakukanlah palpasi secara lembut dengan satu jari untuk
menentukan daerah nyeri, atau lakukanlah pemeriksaan untuk mengetahui adanya nyeri
lepas. Tekan jari Anda pelan-pelan dengan kuat, kemudian tiba-tiba lepaskan tekanan
Anda. Apabila pada pelepasan tekanan juga timbul rasa sakit (tidak hanya pada
penekanan), dikatakan bahwa nyeri lepas tekan positif.
Hepar
Letakkan tangan kiri anda di belakang penderita, menyangga costa ke-11 dan ke12 dengan posisi sejajar pada costa. Mintalah penderita untuk relaks. Dengan
mendorong hepar ke depan, hepar akan lebih mudah teraba dari depan dengan tangan
kanan.
Tempatkan tangan kanan Anda pada abdomen penderita sebelah kanan, di sebelah
lateral otot rektus, dengan ujung jari ditempatkan di bawah batas bawah daerah redup
hepar. Dengan posisi jari tangan menunjuk ke atas atau obliq, tekanlah dengan lembut
kearah dalam dan ke atas.
Mintalah penderita untuk bernapas dalam-dalam. Cobalah merasakan sentuhan
hepar pada jari anda pada waktu hepar bergerak ke bawah, dan menyentuh jari Anda.
Apabila Anda merasakannya, kendorkanlah tekanan jari Anda, dan Anda dapat meraba
permukaan anterior hepar penderita. Apabila anda dapat merasakanya, batas hepar
normal adalah lunak, tegas, dan tidak berbenjol-benjol.
Besarnya tekanan pada dinding abdomen pada pemeriksaan hepar tergantung pada
tebal-tipisnya otot rektus. Apabila anda susah merabanya, pindahlah palpasi pada daerah
yang lebih dekat ke arcus costa. Pemeriksaan dapat juga dilakukan dengan teknik
mengait. Berdirilah di sebelah kanan penderita. Letakkanlah kedua tangan Anda
bersebelahan di bawah batas bawah redup hepar. Mintalah penderita untuk bernapas
dalam-dalam dengan nafas perut, sehingga pada inspirasi hepar dan juga lien akan
berada pada posisi teraba.
Besar hepar, berapa cm di bawah arcus costa. Tepi hepar, apakah tumpul atau
tajam. Permukaan hepar, rata atau berbenjol-benjol. Konsistensi hepar, kenyal atau
keras. Nyeri tekan, ada atau tidak.

63

Gambar 8. Cara palpasi

Lien
Pada kuadran kiri atas kita dapat palpasi limpa. Letakkan tangan kiri Anda untuk
menyangga dan mengangkat costa bagian bawah sebelah kiri penderita. Dengan tangan
kanan diletakkan di bawah arcus costa, lakukanlah tekanan ke arah lien. Mulailah
palpasi di daerah yang cukup rendah untuk dapat meraba lien yang membesar. Mintalah
penderita untuk bernapas dalam-dalam, dan cobalah untuk merasakan sentuhan lien
pada ujung jari Anda. Lien yang membesar dapat terlewatkan dari pemeriksaan (tidak
dapat teraba) apabila pemeriksa mulai palpasi pada daerah yang terlalu ke atas.
Perhatikanlah adakah nyeri tekan, bagaimana permukaannya, dan perkirakanlah jarak
antara lien dengan batas terendah dari kosta kiri yang terbawah.
Ulangi pemeriksaan dengan penderita pada posisi miring ke kanan, dengan
tungkai fleksi pada paha dan lutut. Pada posisi ini, gaya gravitasi akan menyebabkan
lien terdorong ke depan dan ke kanan, sehingga lebih mudah teraba.
Pada keadaan tertentu perlu dilakukan pemeriksaan schuffner. Caranya yaitu
ditarik garis dari SIAS kanan ke umbilikus memotong arkus kosta kiri. Garis ini disebut
garis schuffner yang dibagi atas 8 (SI-SVIII). Bila teraba limpa dengan syarat yaitu pada
gerakan nafas perut pasien gerakan megikuti garis schuffner, teraba insisura dan
balotemen negatif. Bila lien teraba laporkan: garis schuffner (1 8), permukaan,
konsistensi, pinggir, nyeri tekan dan diingat adanya incisura lienalis.
Pemeriksaan Aorta
Tekanlah kuat-kuat abdomen bagian atas, sedikit di sebelah kiri garis tengah, dan
rasakan adanya pulsasi aorta. Pada penderita di atas 50 tahun, cobalah memperkirakan
lebar aorta dengan menekan kedua tangan pada kedua sisi.

Gambar 10. Ilustrasi pemeriksaan aorta abdominalis

DAFTAR PUSTAKA
PEMERIKSAAN KHUSUS
64

1. Goldberg C.2001.Examination of Abdomen A Practical Guide to Clinical Medicine.


University of Colorado.
2. Rathe R.2000.Examination of the Abdomen. University of Florida.
3. DeGowin RL, Donald D Brown.2000.Diagnostic Examination. McGraw-Hill.USA.
4. Betty S. 2012. Pemeriksaan Abdomen dan Hernia. Universitas Negeri Sebelas Maret.
Solo.
5. Isselbacher, dkk. 1999. Harrison: Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 1.
EGC. Jakarta.
6. R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi I. Penerbit
buku kedokteran EGC. Jakarta.

65

DAFTAR TILIK PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN


NAMA :......................................................
NIM : .....
SKOR
ASPEK YANG DINILAI
NO
0 1 2 3
Menyapa pasien, memperkenalkan diri dan menanyakan identitas
1 pasien. Menjelaskan prosedur dan tujuan pemeriksaan. Meminta
persetujuan pasien.
2 Menjaga privasi pasien dan mencucuci tangan sesuai posedur.
3 Berdiri disebelah kanan pasien. *critical point
4 Meminta penderita untuk membuka bajunya seperlunya agar daerah
pemeriksaan terbuka (dari bawah payudara sampai pelvis).
5 Meminta penderita untuk memberikan respons terhadap
pemeriksaan (rasa sakit).
INSPEKSI
6 Inspeksi abdomen pada saat pasien berdiri, nilai apakah ada
kelainan atau tidak.
7 Meminta pasien berbaring, inspeksi: perubahan yang terjadi dari
berdiri ke berbaring (pada ascites seperti perut katak). Dinilai
apakah ada massa, ikterus, alopesia pectoralis/aksilaris, spider navy,
venektasi, caput medusa, striae, sikatrik, umbilicus (infeksi/hernia),
pulsasi aorta (di epigastrium), darm steifung, darm contour.
(Inspeksi dengan berdiri).
8 Melakukan inspeksi terhadap peristaltic dengan membungkuk atau
duduk.
AUSKULTASI
9 Melakukan auskultasi sebelum perkusi dan palpasi.
10 Auskultasi periumbilikal (menilai bising usus didengarkan 15-20
detik).
11 Auskultasi Arteri (aorta, renal kanan-kiri, iliaka kanan-kiri).
PERKUSI
12 Perkusi 9 regio abdomen (sebutkan regionya).
13 Perkusi hepar: menilai batas paru-hepar, pekak relatif dan pekak
absolut, mengukur Liver span.
14 Perkusi lien: menilai Traubes space.
PALPASI
15 Menghangatkan tangan dengan menggosok kedua telapak tangan.
16 Meminta pasien melipat kedua lutut kaki
17 Melakukan palpasi superficial secara menyeluruh 9 regio abdomen
18 Melakukan palpasi hepar: menilai batas, tepi, permukaan,
konsistensi, nyeri tekan/tidak.
19 Melakukan palpasi lien. Bila lien teraba laporkan: garis schuffner (1
8), permukaan, konsistensi, pinggir, nyeri tekan dan diingat
adanya incisura lienalis.
20 Melakukan palpasi aorta abdominalis.
Keterangan :
0 : tidak dilakukan
1 : dilakukan, tetapi salah
2 : dilakukan dengan benar tetapi tidak sempurna
3. dilakukan dengan benar dan sempurna

Purwokerto, ........ 2015


Penguji

66

Nilai:

VII. PEMERIKSAAN RECTAL TOUCHER (RT)


PEMERIKSAAN RECTAL TOUCHER (RT)
A.

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah menjalani praktikum pemeriksaan rectal touche, mahasiswa diharapkan


mampu :
1. Melakukan pemeriksaan rectal touche dengan benar
2. Melakukan pemeriksaan prostate dengan benar
B. TINJAUAN PUSTAKA
Pemeriksaan Rectal Touche (Colok Dubur)
Pemeriksaan colok dubur merupakan pelengkap pemeriksaan fisik abdomen dan
genitalia yang dilakukan dengan indikasi :
1. Pada pria:
Pemeriksaan rekto abdominal, pemeriksaan prostate dan vesika seminalis
2. Pada wanita :
Pemeriksaan rekto abdominal, pemeriksaan uterus dan adneksa serta pemeriksaan
genitalia pada nullipara
C. ALAT DAN BAHAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
D.
1.
2.
3.
4.

Ranjang periksa
Sarung tangan
Pelumas
Sabun dan air bersih
Handuk bersih dan kering
Larutan antiseptik
Senter

PROSEDUR

Persiapan alat dan bahan


Persetujuan pemeriksaan
Jelaskan tentang prosedur pemeriksaan
Jelaskan tentang tujuan pemeriksaan
5.
Jelaskan bahwa proses pemeriksaan mungkin akan menimbulkan
perasaan khawatir/ kurang menyenangkan tetapi pemeriksa berusaha
menghindarkan hal tersebut.
6.
Pastikan bahwa pasien telah mengerti prosedur dan tujuan
pemeriksaan.
7.
Mintakan persetujuan lisan untuk melakukan pemeriksaan.

67

a.

b.
c.

Pemeriksaan Rectal Touche (Colok Dubur)


Pada pemeriksaan ini, kita dapat memilih posisi pasien sbb:
a. Left lateral prone position
Letak miring memudahkan pemeriksaan inspeksi dan palpasi anal kanal dan rektum.
Tetapi posisi ini kurang sesuai untuk pemeriksaan peritoneum.
Litothomy position
Posisi litotomi biasanya dilakukan pada pemeriksaan rutin yang tidak memerlukan
pemeriksaan anus secara detail. Dianjurkan dalam pemeriksaan prostate dan vesika
seminalis karena memudahkan akses pada cavum peritoneal.
Knee-chest position
Posisi ini biasanya tidak/kurang menyenangkan bagi pasien.
Standing elbow-knee position
Posisi ini jarang digunakan.
Pemeriksaan :
1. Mintalah pasien mengosongkan kandung kemih.
2. Persilahkan pasien untuk berbaring dengan salah satu posisi diatas.
3. Minta pasien untuk menurunkan pakaian dalam (celana), hingga regio analis
terlihat jelas.
4. Mencuci tangan.
5. Menggunakan sarung tangan
6. Menggunakan pelumas secukupnya pada tangan kanan.
7. Inspeksi regio analis, perhatikan apakah ada kelainan (massa, fissura, fistula,
prolaps recti, dll)
8. Waktu melakukan colok dubur ini kurang menyenangkan bagi pasien, tidak jarang
terasa nyeri. Untuk itu sebelum melakukan pemeriksaan harus diberikan pesan bahwa :
Saya akan melakukan pemeriksaan dalam melalui dubur anda bila terasa tidak
nyaman tolong buka mulut nafas dalam dan perlahan keluarkan melalui mulut anda.
Baru telunjuk masuk melalui anus
9. Penderita diminta mengedan, letakkan ujung jari telunjuk kanan pada anal orificium
dan tekanlah dengan lembut sampai sfingter relaksasi. Kemudian fleksikan ujung
jari dan masukkan jari perlahan-lahan sampai sebagian besar jari berada di dalam
canalis analis. Setelah melewati spinkter telunjuk dirotasikan kesekeliling mukosa
anus.
10. Palpasi daerah canalis analis, nilailah adakah kelainan
11. Pada laki-laki : gunakan prostat di sebelah ventral sebagai titik acuan.
Pada wanita : gunakan serviks uteri di sebelah ventral sebagai titik acuan
12. Menilai tonus sfingter ani.
13. Menilai struktur dalam rektum yang lebih dalam.
14. Menilai ampula rekti kolaps atau tidak
15. Pemeriksaan khusus
- Prostat : Nilailah ketiga lobus prostate, fisura mediana, permukaan prostate (halus
atau bernodul), konsistensi (elastis, keras, lembut, fluktuan), bentuk (bulat, datar),
ukuran (normal, hyperplasia, atropi), sensitivitas dan mobilitas.

68

Vesikula seminalis : Normalnya tidak teraba, apabila terdapat kelainan akan


teraba pada superior prostate di sekitar garis tengah. Nilailah distensi, sensitivitas,
ukuran, konsistensi, indurasi dan nodul.
- Uterus dan adneksa : Periksa dan nilai kavum Douglas pada forniks posterior
vagina.
16. Setelah selesai, keluarkan jari telunjuk dari rectum, perhatikan apakah pada sarung
tangan terdapat bekas feses, darah, dan lendir.
17. Bersihkan pasien dengan larutan antiseptik di sekitar regio analis.
18. Beritahukan pasien bahwa pemeriksaan sudah selesai dan persilahkan pasien untuk
duduk di tempat yang sudah disediakan.
19. Cuci tangan yang masih memakai sarung tangan dengan air mengalir
20. Buka sarung tangan dan tempatkan pada wadah yang disediakan, cuci tangan lagi
sesuai prosedur.
21. Dokumentasi hasil pemeriksaan.

E. DAFTAR PUSTAKA
1.

Buku Acuan Nasional Kesehatan Maternal dan Neonatal.2000.YBPSP.

2.

DeGowin RL, Donald D Brown.2000.Diagnostic Examination.


McGraw Hill.USA.
3.
De Jong W.1997.Buku Ajar Ilmu Bedah.EGC. Jakarta

69

DAFTAR TILIK PEMERIKSAAN RECTAL TOUCHE


Nama

NIM

:
0

No

Aspek Yang Dinilai


1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

11
12
13
14
15
16

17
18
19
20

Menyapa pasien dengan ramah, memperkenalkan diri dan menanyakan


identitas pasien.
Menjelaskan dan meminta persetujuan kepada pasien tentang tindakan yang
akan dilakukan.
Mintalah pasien mengosongkan kandung kemih.
Menjaga privasi pasien (menutup jendela/pintu).
Membantu dan mempersilahkan pasien untuk berbaring dengan posisi yang
benar.
Meminta pasien untuk menurunkan pakaian dalam (celana), hingga regio
analis terlihat jelas.
Mencuci tangan sesuai prosedur dan menggunakan sarung tangan steril.
Menggunakan pelumas secukupnya pada tangan kanan.
Inspeksi regio analis, perineum dan perianal : menilai adanya kelainan (abses,
luka, hemoroid, sikatrik, fistula, fisura, massa, dll)
Meminta pasien tenang, meletakkan ujung jari telunjuk kanan pada anal
orificium dan menekan dengan lembut sampai sfingter relaksasi. Kemudian
memfleksikan ujung jari dan memasukkan jari perlahan-lahan sampai
sebagian besar jari berada di dalam canalis analis.
Palpasi daerah canalis analis, menilai adanya kelainan
Pada laki-laki : gunakan prostat di sebelah ventral sebagai titik acuan.
Pada wanita : gunakan serviks uteri di sebelah ventral sebagai titik acuan.
Menilai tonus sfingter ani (kekuatannya).
Menilai struktur dalam rektum:
Mukosa rektum (licin atau tidak)
Jika teraba massa, deskripsikan: lokasi (arah jam), massa di intra atau ekstra
lumen, diameter, konsistensi, permukaan (kasar atau halus), nyeri tekan.
Menilai ampula rekti kolaps atau tidak.
Pemeriksaan khusus
Prostat : Menilai ketiga lobus prostate,
sulcus mediana, permukaan prostate (halus atau bernodul), konsistensi
(elastis, keras, lembut, fluktuan), bentuk (bulat, datar), nyeri tekan/tidak,
polus superior teraba/tidak, ukuran (normal, hyperplasia, atropi).
Uterus dan adneksa : Memeriksa dan nilai
kavum Douglas pada forniks posterior vagina
Mengeluarkan jari telunjuk dari rectum, memperhatikan apakah pada sarung
tangan terdapat bekas feses, darah, dan lendir.
Membersihkan pasien dengan larutan antiseptik di sekitar regio analis.
Cuci tangan yang masih memakai sarung tangan dengan air mengalir
Melepas sarung tangan dan meletakkan pada wadah yang disediakan

70

Nilai
1
2

21
22

Mencuci tangan sesuai prosedur.


Memberitahu pasien bahwa pemeriksaan sudah selesai dan mempersilahkan
pasien untuk duduk di tempat yang sudah disediakan.
TOTAL
Keterangan :
Nilai = ( Jumlah/66)x100
0 = tidak dilakukan
=.%
1 = dilakukan tetapi salah
2 = dilakukan dengan benar tetapi tidak sempurna
3 = dilakukan dengan sempurna

VIII. PEMERIKSAAN OBSTETRI


Beberapa metode dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis presentasi dan posisi janin. Hal
ini termasuk palpasi abdomen, pemeriksaan vagina, auskultasi dan pada kasus-kasus yang meragukan
dengan pemeriksaan imaging seperti ultrasonografi, CT-Scan atau Magnetic Resonance Imaging (MRI).

1.

Pemeriksaan Leopold

Pemeriksaan leopold dilakukan pada kehamilan cukup bulan setelah uterus cukup membesar
untuk dapat membedakan bagian-bagian janin melalui palpasi. Ibu dalam posisi supine dan nyaman
dengan perut terbuka. Manuever ini akan menjadi sulit untuk dilakukan atau diinterpretasikan jika
pasiennya gemuk (obese), jika ada cairan amnion berlebihan atau jika plasenta berimplantasi di anterior.
Pemeriksaan Leopold terdiri dari 4 manuver.

Manuver I
Menjawab pertanyaan : Apa yang ada di bagian fundus/kutub ? Kepala atau bokong?
Temuan : Presentasi
Manuver ini mengidentifikasi bagian janin yang terdapat di atas pintu atas panggul. Umumnya presentasi
adalah kepala (head first) atau bokong (pelvis first).

71

Melakukan Manuver I

Pemeriksa menghadap ke kepala pasien, gunakan ujung jari kedua tangan untuk mempalpasi
fundus uteri.
Bagian kepala, jika teraba bentuknya bulat, keras, mudah digerakkan / mobile dan ballotable
( melenting).
Bagian bokong, jika teraba bentuknya bulat tidak beraturan, lunak, dan tidak mudah digerakkan.
Pada Manuver I dapat juga ditentukan tinggi fundus uteri. Posisi janin- hubungan antara
panjang axis janin dan panjang axis ibu. Biasanya posisi janin longitudinal atau transversal, namun bisa
juga oblik.

Manuver II
Pertanyaan yang harus dijawab : Dimana letak punggung janin ?
Temuan
: Posisi
Manuver ini untuk mengidentifikasi hubungan bagian tubuh janin ke depan, belakang atau sisi pelvis ibu.
Ada beberapa kemungkinan posisi janin

Melakukan Manuver II

Pemeriksa menghadap ke kepala pasien.


Letakkan kedua tangan pada kedua sisi abdomen. Pertahankan uterus dengan tangan yang satu,
dan palpasi sisi lain untuk menentukan lokasi punggung janin.

Pada salah satu sisi, maka akan dirasakan struktur tahanan keras
sebagai suatu pungggung, sedangkan sisi lainnya terdapat bagianbagian kecil, irreguler dan mobile sebagai suatu ektremitas janin.
Dengan mencatat bahwa, apakah punggung janin mengarah ke
anterior, transversum atau posterior, maka orientasi janin dapat
ditentukan.

72

Manuver III
Untuk menjawab pertanyaan : Apakah bagian bawah janin sudah masuk Pintu Atas Panggul ?
Temuan : Bagian presentasi.
Manuver ini mengidentifikasi bagian janin yang paling tergantung yaitu, bagian yang terletak paling
dekat dengan serviks. Bagian janin inilah yang pertama kontak dengan jari pada saat pemeriksaan vagina,
umumnya adalah kepala atau bokong.

Melakukan Manuver III

Pemeriksa menghadap ke kepala pasien

Dengan menggunakan ibu jari dan 4 jari lainnya pada satu tangan,
bagian terbawah abdomen maternal dicengkeram sedikit di atas
symphisis osiss pubis dan minta pasien untuk menarik nafas dalam
dan menghembuskannya. Pada saat pasien menghembuskan nafas,
tekan jari tangan kebawah secara perlahan dan dalam kesekitar
bagian presentasi.
Jika bagian presentasi belum engaged, maka akan terasa massa
movable (mudah goyang) biasanya kepala janin.
Perbedaan antara kepala dengan bokong janin dapat ditentukan
dengan manuever Leopold pertama. Jika bagian presentasi telah
deeply engaged, maka mengindikasikan bahwa, bagian terbawah
janin telah berada dalam rongga panggul ibu dan secara detail akan
mudah ditentukan dengan manuever ke empat.

Manuver IV

Untuk menjawab pertanyaan : Sejauh mana bagian bawah janin masuk ke rongga panggul ?

73

Melakukan Manuver IV

Menghadap ke kaki pasien.


Secara perlahan gerakkan jari tangan ke sisi bawah abdomen kearah pelvis hingga ujung jari
salah satu tangan menyentuh tulang terakhir. Inilah bagian ujung kepala. Jika bagian ujung
terletak dibagian yang berlawanan dengan punggung, ini adalah bagian pundak bayi, dan kepala
pada posisi fleksi. Jika kepala pada posisi ekstensi, ujung kepala akan terletak pada bagian yang
sama dengan punggung dan bagian oksiput menjadi ujung kepala.

Palpasi abdomen dapat dikerjakan pada seluruh masa akhir


kehamilan, dan bahkan selama atau diantara waktu kontraksi uterus
saat proses persalinan. Dengan berbagai pengalaman, hal ini
memungkinkanm untuk mengestimasi besar janin. Menurut LydonRochelle et al (1993), seorang klinisi dapat mengidentifikasi malpresentasi dengan menggunakan manuever Leopold mempunyai
tingkat sensitifitas 88%, spesifitas 94%, nilai ramal positif
74% dan nilai ramal negatif 97%.

II. MENGUKUR TINGGI FUNDUS UTERI


Pengukuran tinggi fundus uteri diatas simphisis pubis digunakan sebagai salah satu indikator
untuk menentukan kemajuan pertumbuhan janin. Pengukuran tinggi fundus uteri juga dapat dijadikan
perkiraan usia kehamilan. Tinggi fundus yang stabil/tetap atau menurun merupakan indikasi adanya
retardasi pertumbuhan janin, sebaliknya tinggi fundus yang meningkat secara berlebihan
mengindikasikan adanya jumlah janin lebih dari satu atau kemungkinan adanya hidramnion.
Pengukuran tinggi fundus uteri ini harus dilakukan dengan teknik pengukuran yang konsisten
pada setiap kali pengukuran dan dengan menggunakan alat yang sama. Alat ukur ini dapat berupa
pita/tali, atau dengan menggunakan pelvimeter. Posisi yang dianjurkan pada saat melakukan pengukuran
adalah klien berbaring (posisi sipinasi) dengan kepala sedikit terangkat (menggunakan satu bantal) dan
lutut diluruskan. Alat ukur (pita atau pelvimeter) diletakkan dibagian tengah abdomen dan diukur mulai
dari batas atassimphisis pubis hingga batas atas fundus. Alat ukur tersebut diletakkan mengikuti kurve
fundus. Cara pengukuran lain yaitu dengan meletakkan alat ukur dibagian tengah abdomen dan diukur
mulai dari batas simphisis pubis hingga batas fundus tanpa mengikuti kurve atas fundus.

74

Untuk mendapatkan ketepatan hasil pengukuran digunakan rumus McDonalds (McDonalds


rule). Pengukuran tinggi fundus uteri ini dilakukan pada usia kehamilan memasuki trisemester kedua dan
ketia.
Rumus McDonalds
Usia kehamilan (hitungan bln) = Tinggi fundus uteri (cm) x 2/7 (atau +3.5)
Usia kehamilan (hitungan mgg) = Tinggi fundus uteri (cm) x 8/7

III. MENGHITUNG DENYUT JANTUNG JANIN


Pergerakkan janin biasanya dirasakan oleh ibu di usia kehamilan 16 minggu (multigravida) atau
20 minggu (primigravida). Denyut jantung janin dapat terdengar melalui Doppler (12 minggu) fetoscope
(18 20 minggu) atau ultrasound stetjoscope (awal tri semester). Pemeriksaan USG kehamilan dapat
lebih tepat memperkirakan usia kehamilan dan digunakan apabila tanggal menstruasi terakhir tidak dapat
dipastikan atau jika ukuran uterus tidak sesuai dengan kepastian tanggal menstruasi terakhir. Lokasi untuk
mendengar denyut jantung janin berada disekitar garis tengah fundus 2 3 cm diatas simphisis terus ke
arah kuadran kiri bawah.
IV. PEMERIKSAAN DALAM
Didalam usaha untuk menentukan presentasi dan posisi dengan pemeriksaan vaginal ini, maka
disarankan untuk selalu memperhatikan 4 gerakan sebagai berikut :

1) Dua jari yang telah memakai sarung tangan diarahkan pada introitus
vagina dan ditujukan pada bagian terbawah janin. Untuk
membedakan kepala, muka, dan bokong denag pemeriksaan ini
sudah mampu untuk mengerjakannya.
2) Apabila kepala janin sebagai bagian terbawah, maka jari-jari
pemeriksa diarahkan ke aspek posterior vagina. Jari kemudian
menyapu ke depan di atas kepala ke arah simphisis pubis ibu. Selama
pergerakkan ini, maka jari akan melewati sutura sagitalis janin dan
arahnya sutura dapat direntukan.
3) Posisi dua ubun-ubun dapat segera ditentukan. Jari mengusap bagian
anterior sutura sagitalis dan ubun-ubun akan segera ditemukan dan
di identifikasi.
4) Station atau seberapa dalam bagian terbawah janin telah turun
dalam rongga panggul, juga dapat ditentukan pada pemeriksaan ini.

75

V. Deteksi Ruptur Membran Amnion (Selaput Ketuban) :


Wanita hamil seharusnya selalu diinstruksikan selama periode antepartum untuk lebih aware
terhadap kebocoran cairan dari vagina dan segera melaporkan kejadian tersebut segera. Pecahnya selaput
ketuban ini mempunyai 3 alasan yang bermakna.
a. Bagian terbawah janin tidak terfixir sempurna dalam pelvis, sehingga memungkinkan
peningkatan risiko keluarnya tali pusat dan kompresi tali pusat.
b. Persalinan kemungkinan segera akan mulai jika memang usia kehamilan sudah aterm atau
mendekati aterm.
c. Jika persalinan belum terjadi dalam waktu 24 jam atau lebih maka dengan pecahnya selaput
ketuban ini, akan berrisiko terjadi infeksi intra uterine.
Dengan pemeriksaan spekulum diagnostik, ruptur membran amnion dapat disimpulkan
jika cairan ketuban mengumpul di forniks posterior atau memang ada cairan yang jelas keluar melewati
kanalis servikalis.

VI. Pemeriksaan Kapasitas pelvis :


Apapun kejadian kesempitan diameter panggul akan menyebabkan distokia selama persalinan
Ada beberapa kesempitan panggul yaitu kesempitan panggul atas, panggul tengah dan panggul bawah,
atau umumnya seringkali kesempitan akibat kombinasi ketiga macam pintu panggul ini.

A. Kesempitan Pintu Atas Panggul (PAP):


PAP biasanya dicurigai sempit jika diameter terpendek anteroposterior < 10 cm atau jika
diameter transversa < 12 cm. Diameter anteroposterior ini dapat diaproksimasi secara manual
dengan mengukur konjugata diagonalis, dimana ukurannya lebih besar 1,5 cm. Oleh karena itu,
kesempitan PAP terjadi yaitu dengan diperhitungkan konjugata diagonalis < 11,5 cm.

B. Kesempitan Pintu Tengah Panggul (PTP) :


Penemuan kesempitan ini lebih sering terjadi daripada kesempitan PAP. Hal ini menyebabkan
transvers arrest kepala janin yang mengakibatkan kesulitan dilakukan ekstraksi forseps sehingga
harus dikerjakan seksio caesarea.

Plane obstetrikal PTP meluas dari batas bawah simphisis pubis


berjalan melalui spina ischiadika dan sakrum yaitu antara Vertebra IV
dan V.
Ukuran rata-rata PTP sebagai berikut : Diameter tansversus atau
interspinosus 10,5 cm.
Walaupun tidak ada metode akurat untuk mengukur dimensi PTP,
namun kecurigaan kesempitan kadang-kadang dapat dianalisa, jika
spinanya menonjol, dinding panggul konvergen, atau sacrosciatic
notch sempit.
C. Kesempitan Pintu Bawah Panggul (PBP):
Penemuan kesempitan biasanya ditentukan sebagai diameter interischial tuberous < 8 cm. Pintu
keluar panggul terdiri dari 2 segitiga dimana diameter interiscial tuberous sebagai basisnya.
Kesempitan pintui bawah panggul tanpa disertai adanya kesemputan panggul tengah adalah sangat
jarang.

76

PEMERIKSAAN OBSTETRI
NAMA :
NIM
NO

:
ASPEK YANG DINILAI

1.
2.
3.
4.
5
6.
7.

Baca catatan medik klien


Cuci tangan dan siapkan alat-alat
Beri salam, panggil klien dengan namanya
Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan
Beri kesempatan bertanya
Sebelum melakukan tindakan, anjurkan klien untuk buang air kecil
Pastikan privacy klien terjaga, kemudian anjurkan klien untuk melepaskan pakaian luar dan
dalam
Persilahkan klien untuk berbaring ditempat tidur dengan satu bantal dibagian kepala, kemudian
tutupi dengan alat tenun bagian tubuh klien yang tidak termasuk area yang akan diperiksa.

8.
9.

Melakukan pemeriksaan 4 T ( Tinggi badan, Timbang Berat badan, Suhu, Tekanan darah )
Melakukan manuver leopold I :

10. -

Posisi pemeriksa menghadap ke kepala klien

11. -

Letakkan kedua belah telapak tangan di bagian fundus uteri klien

12. -

Lakukan palpasi dengan menggunakan ujung jari untuk menentukan apa yang ada dibagian
fundus uteri

13.

Tentukan apa yang ada di bagian fundus uteri.


Melakukan pengukuran tinggi fundus uteri :

14

Letakkan ujung alat ukur (meteran) di batas atas simphisis pubis.

15

Ukur spanjang garis tengah fundus uteri hingga batas atas mengikuti kurve fundus (atau
tanpa mengikuti fundus bagian atas).

16
17

18
19
20
21

Tentukan tinggi fundus uteri


Hitung perkiraan usia kehamilan dengan menggunakan rumus
McDonalds.
Melakukan manuver leopold II :
Posisi pemeriksa menghadap ke kepala klien
Letakkan kedua belah telapak tangan di kedua sisi abdomen klien.
Pertahankan letak uterus dengan menggunakan tangan yang satu
Gunakan tangan yang lain untuk melakukan palpasi uterus disisi yang lain

77

NILAI
0 1 2

Tentukan dimana letak punggung janin


Lakukan manuver leopold III :

22

23

Posisi pemeriksa menghadap ke kepala klien.

24

25

Dengan menggunakan ibu jari dan 4 jari lainnya pada satu tangan, bagian terbawah
abdomen maternal dicengkeram sedikit di atas symphisis osiss pubis
Anjurkan klien untuk menarik nafas dalam dan menghembuskannya.

26

27

Tekan jari tangan ke bawah secara perlahan dan dalam kesekitar bagian presentasi, pada saat
klien menghembuskan nafas.
Tentukan apakah bagian terbawah janin sudah masuk panggul atau belum
Lakukan manuver leopold IV :

28

Posisi pemeriksa menghadap ke kaki klien

29

Letakkan kedua belah telapak tangan di sisi kanan kiri abdomen

30

Gerakkan jari tangan secara perlahan kearah pelvis sambil palpasi menyusuri bagian bawah
janin

31

Tentukan seberapa jauh bagian bawah janin telah masuk ke dalam rongga panggul dengan
melihat sudut yang dibentuk oleh kedua tangan saat menyususri bagian bawah janin
( konvergen, sejajar atau divergen ).
Deteksi Ruftur Selaput Ketuban ( cukup disebutkan saja )
Dari anamnesis

32
33

34
35
36
37
38
39
40
41
42

In spekulo ( dilihat ada tidaknya cairan yang terkumpul di forniks


posterior, ada tidaknya cairan yang keluar dari OUE, dengan tes kertas
lakmus perubahan warna kertas lakmus menjadi biru
Pemeriksaan Auskultasi DJJ
Stetoskop Laenec diletakkan di punggung bayi sambil agak ditekan
Hitung DJJ pada 5 detik 1, 3 dan 5
Pemeriksaan Kapasitas Panggul
Menentukan Konjugata Diagonalis dan konjugata Vera dari
promontorium
Menilai Linea terminalis/inominata
Menilai Kelengkungan sakrum
Menilai Penonjolan Spina Ischiadica
Menilai mobilitas/kelenturan os coxigis
Evaluasi pemeriksaan klien dan simpulkan hasil kegiatan
Cuci tangan dan catat hasil pemeriksaan leopold di dalam catatan medis
TOTAL SKOR

78

IX. PEMERIKSAAN MAMMAE

Payudara sebagai kelenjar subkutis mulai tumbuh sejak minggu keenam masa embrio yaitu berupa
penebalan ektodermal sepanjang garis yang disebut garis susu yang terbentang dari aksila sampai regio
inguinal.
Beberapa hari setelah lahir, pada bayi dapat terjadi pembesaran unilateral atau bilateral diikuti
dengan sekresi cairan keruh (mastitis neonatorum), yang disebabkan oleh berkembangnya sistem duktus
dan tumbuhnya asinus serta vaskularisasi pada stroma yang dirangsang secara tidak langsung olah
tingginya kadar estrogen ibu di dalam sirkulasi darah bayi.

1.

Anatomi
Normalnya kelenjar payudara rudimenter pada anak-anak dan laki-laki. Pada wanita pertumbuhan
mulai saat pubertas.
Kelenjar susu bentuknya bulat, merupakan kelenjar kulit atau apendiks kulit yang terletak di fasia
pektoralis. Payudara kiri biasanya lebih besar daripada payudara kanan. Pada bagian lateral atas,
jaringan kelenjar ini keluar dari bulatannya ke arah aksila, disebut penonjolan Spence atau ekor payudara.
Setiap payudara terdiri dari 15-20 lobulus kelenjar, yang menyalurkan ekskresinya ke duktus laktiferus
pada papila mamae. Kelenjar lemak memenuhi di antara kelenjar susu dan fasia pektoralis serta di antara
kulit dan kelenjar, sehingga kelenjar sulit untuk teraba. Di antara lobulus tersebut ada jaringan ikat yang
disebut ligamentum Cooper yang memberi rangka untuk payudara.
Papila mamae bentuknya silinder dan letaknya di tengah payudara. Papila mamae dikelilingi oleh
areola mamae. Warna kulit areola mamae berkerut dan lebih berpigmen tergantung dari jenis warna kulit
individu.
Penyaliran limfe dari payudara kurang lebih 75% ke aksila, sebagian lagi ke kelenjar parasternal,
terutama dari bagian yang sentral dan medial dan ada pula penyaliran ke kelenjar interpektoralis. Di
aksila terdapat rata-rata 50 buah kelenjar getah bening yang berada di sepanjang arteri dan vena
brakhialis. Saluran limfe dari payudara ke aksila, menyalir ke kelompok anterior aksila, kelompok sentral
aksila, kelenjar aksila bagian dalam, dan berlanjut ke kelenjar servikal bagian kaudal dalam di
supraklavikular.

79

2.

Fisiologi
Payudara mengalami perubahan mulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, fertilitas dan
klimakterium-menopause. Sejak pubertas, pengaruh estrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium
dan hormon hipofise telah menyebabkan duktus dan asinus berkembang.
Perubahan semasa masa fertilitas sesuai dengan siklus menstruasi. Sekitar hari kedelapan
menstruasi payudara menjadi lebih besar dan pada beberapa hari sebelum menstruasi berikutnya terjadi
pembesaran maksimal. Kadang-kadang timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata. Waktu pemeriksaan
payudara yang tepat berdasarkan siklus fisiologis wanita adalah setelah menstruasi, dimana payudara
tidak tegang dan nyeri dan mencegah pemeriksaan yang false positif.
Pada kehamilan dan menyusui, payudara menjadi besar karena kelenjar mengalami hipertropi.
PEMERIKSAAN FISIK
Payudara dibagi dalam empat kuadran oleh garis horisontal dan vertikal yang melalui papilla
mamae (kuadran kanan atas, kanan bawah, kiri atas dan kiri bawah). Untuk menunjukkan lokasi lesi pada
payudara dapat ditunjuk dengan jam dan dengan jarak tertentu dalam sentimeter dari papila mamae.
Pada wanita
1. Inspeksi
a. Posisi duduk tegak, kedua lengan menggantung di samping badan.
Amati payudara secara keseluruhan :
- Bentuk kedua payudara
- Ukuran dan simetrinya, apakah terdapat perbedaan ukuran mamae, areola mamae dan papila
mamae.
- Warna kulit, adakah penebalan atau udem, adanya kulit berbintik seperti kulit jeruk, ulkus,
gambaran pembuluh darah vena.
- Adakah tampak massa, retraksi/lekukan, tonjolan/benjolan.
Papila mamae diamati :
- Ukuran dan bentuk
- Arahnya
- Ujud kelainan kulit atau ulserasi
- Discharge
b. Posisi mengangkat kedua lengan di atas kepala.
c. Posisi kedua tangan di pinggang.
Kedua posisi ini adalah untuk melihat lebih jelas adanya kelainan retraksi atau benjolan.
Amati sekali lagi bentuk payudara, perubahan posisi dari papila mamae, lokasi retraksi, benjolan
d. Posisi duduk/berdiri dengan membungkukkan badan ke depan, bersandar pada punggung kursi
atau lengan pemeriksa.
Posisi ini diperlukan jika payudara besar atau pendular. Payudara akan bebas dari dinding dada,
perhatikan adakah retraksi atau massa.

80

2.

Palpasi
Penderita disuruh berbaring, jika payudara tidak mengecil, tempatkan bantal tipis di punggung,
sehingga payudara terbentang rata, dan lebih memudahkan menemukan suatu nodul. Palpasi dilakukan
menggunakan permukaan volar tiga jari yang ditengah, dengan gerakan perlahan-lahan, memutar
menekan secara halus jaringan mamae terhadap dinding dada. Lakukan palpasi pada setiap kuadran,
payudara bagian perifer, kauda aksilaris dan areola mamae, bandingkan payudara kanan dan kiri.

Bila ditemukan adanya nodul perhatikan dan catat :


Lokasi, dengan cara menggunakan kuadran atau jam dengan jarak berapa centimeter dari papila
mamae.
Ukuran (cm)
Bentuk, bulat/pipih, halus/berbenjol-benjol
Konsistensi, kenyal/keras
Batas dengan jaringan sekitar, jelas atau tidak
Nyeri tekan atau tidak
Mobilitas terhadap kulit, fascia pektoralis dan dinding dada di sebelah bawahnya.
Palpasi papila mamae, tekan papila dan areola mamae sekitar dengan ibu jari dan telunjuk,
perhatikan adakah pengeluaran discharge. Jika dijumpai discharge, atau riwayat mengeluarkan discharge,
coba cari asalnya dengan menekan areola mamae dengan ibu jari dan telunjuk dan pada sebelah radial
sekitar papila mamae. Perhatikan adakah discharge yang keluar dari salah satu duktus papila mamae.

81

Pada pria
Karena rudimenter, pemeriksaan payudara pada pria lebih mudah daripada wanita. Prinsip
pemeriksaannya sama dengan wanita.
Pembesaran payudara bisa terjadi pada laki-laki mulai dari usia muda sampai tua, yang biasanya
disebabkan karena pengaruh hormonal.
Pemeriksaan :
1. Inspeksi
Inspeksi papila mamae dan areola mamae, adakah ulserasi, nodul, atau pembengkakan.
2. Palpasi
Palpasi areola mamae, adakah nodul.
Pemeriksaan fisik aksila
Jika ditemukannya karsinoma mamae, kemungkinan sudah terjadi metastasis ke limfe nodi
regional.
Posisi penderita duduk, kedua lengan rikleks di samping badan.
1. Inspeksi
Inspeksi kulit aksila, perhatikan adakah rash, infeksi, ulkus, benjolan.
2. Palpasi
Letakkan jari-jari tangan kanan di bawah aksila kiri, rapatkan untuk mencapai sejauh mungkin
apek fossa aksilaris. Suruh lengan kiri penderita rileks, dan topang lengannya dengan
tangan/lengan kiri pemeriksa. Kemudian tekan jari-jari pemeriksa ke dinding dada, coba cari
nnll grup aksila sentralis yang terletak di tengah dinding dada dari aksila. Angkat lengan
penderita lebih jauh, raba dan cari nnll grup aksila lateral yang terletak di lengan atas dekat
pangkal humerus, kemudian raba dan cari nnll grup pectoral yang terletak di tepi lateral m.
pektoralis mayor, serta raba dan cari nnll grup subskapular yang terletak di tepi depan m.
latisimus dorsi. Nnll. aksila sering dapat diraba, biasanya lunak, kecil dan tidak nyeri.
Pemeriksaan dilanjutkan dengan meraba nnll grup infraklavikular dan supraklavikular.
Perhatikan dan catat, adakah pembesaran nnll, perubahan konsistensi, bentuk dan adakah nyeri
tekan.
Untuk pemeriksaan aksila kanan, pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan tangan kiri
pemeriksa.
DIAGNOSIS KLINIS KANKER PAYUDARA

82

83

84

85

86

87

88

89

90

91

92

93

94

95

96

97

98

99

100

101

CHEKLIST KETRAMPILAN KLINIK


PEMERIKSAAN MAMMAE
No

Prosedur
0

1
2
3

4
5
6
7

8
9
10
11

12
13
14

Persiapan
a.Meminta persetujuan penderita dan menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan.
b.Meminta penderita membuka pakaian sebatas pinggang.
c.Asepsis (cuci tangan dengan sabun/larutan detol/antiseptis) dan keringkan dengan handuk
kering.
Pemeriksaan fisik payudara
a. Inspeksi :
- Kedua lengan di samping badan, inspeksi payudara dan papila mamae.
- Kedua lengan di atas kepala, inspeksi payudara dan papila mamae.
- Kedua tangan di pinggang, inspeksi payudara dan papila mamae.
- Posisi duduk/berdiri dengan membungkukkan badan ke depan, bersandar pada punggung
kursi atau lengan pemeriksa, jika payudara penderita besar atau pendular, inspeksi
payudara dan papila mamae.
b. Palpasi
- Penderita berbaring, jika perlu gunakan bantal tipis di bawah punggung.
- Palpasi pada setiap kuadran, payudara bagian perifer, kauda aksilaris dan areola mamae,
bandingkan payudara kanan dan kiri. Adakah nodul.
- Palpasi papila mamae, tekan papila dan areola mamae sekitar dengan ibu jari dan
telunjuk, perhatikan adakah pengeluaran discharge.
- Jika dijumpai discharge, atau riwayat mengeluarkan discharge, coba cari asalnya dengan
menekan areola mamae dengan ibu jari dan telunjuk dan pada sebelah radial sekitar
papila mamae.
Pemeriksaan fisik aksila
a. Inspeksi
- Penderita duduk, kedua lengan rikleks di samping badan.
- Inspeksi kulit aksila, perhatikan adakah rash, infeksi, ulkus, benjolan.
b. Palpasi
- Letakkan jari-jari tangan kanan di bawah aksila kiri, rapatkan untuk mencapai sejauh

102

Score
1 2

mungkin apek fossa aksilaris. Suruh lengan kiri penderita rileks, dan topang lengannya
dengan tangan/lengan kiri pemeriksa.
- Tekan jari-jari pemeriksa ke dinding dada, cari nnll grup aksila sentralis, nnll grup aksila
lateral, nnll grup pectoral, nnll grup subskapular, adakah pembesaran nnll, perubahan
konsistensi, bentuk dan adakah nyeri tekan..
- Lakukan pula untuk aksila kanan dengan menggunakan tangan kiri pemeriksa.
- Palpasi nnll grup supraklavikular dan infraklavikular, adakah pembesaran nnll,
perubahan konsistensi, bentuk dan adakah nyeri tekan, bandingkan kanan dan kiri.
Pemeriksaan selesai, penderita dipersilakan mengenakan pakaian kembali dan duduk di kursi
yang telah disediakan.
Asepsis (cuci tangan dengan sabun/larutan detol/antiseptis) dan keringkan dengan handuk
kering.
TOTAL SKOR

15
16
17
18
19

X. PEMERIKSAAN FISIK NEONATUS


Penilaian Keterampilan Pemeriksaan Fisik Neonatus
Nama

NIM

No
1.

Aspek Yang Dinilai

2.

Menyapa pasien dengan ramah, memperkenalkan diri dan menanyakan identitas pada pasien
/ orang tua pasien
Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.

Mempersilahkan pasien berbaring pada meja pemeriksaan

4.

Mencuci tangan (sesuai WHO, 2005)

5.

Melakukan pemeriksaan umum pasien


1. KU : kesadaran ; tangis kuat /lemah, kulit : anemis/sianosis/ikterik/kemerahan, Keadaan
Gizi : pernapasan spontan teratur/cepat dan dalam, tanda prematuritas : kulit tipis transparan,
pembuluh darah terlihat, kulit keriput, lanugo banyak, payudara belum tampak
2. Tanda vital
Melakukan
pemeriksaan
kepala
:anencephal,
mesochepal,ubun

ubun
cembung/cekung/datar
Melakukan Pemeriksaan muka : hipertelorisme,mongoloid,facies cholerica

6.

7.

Melakukan pemeriksaan mata: conjungtiva anemis/tidak,sklera ikterik/tidak,mata cekung


atau tidak,air mata ada/tidak,discharge,edem,palpebra normal/tidak

103

Nilai
2

8.

Melakukan pemeriksaan hidung : nafas cuping hidung,discharge

9.

Melakukan pemeriksaan mulut : sianosis,basah/kering,mukosa bucal

10.

Melakukan pemeriksaan telinga : low set ear, discharge, tulang rawan sempurna

11.

Melakukan pemeriksaan leher : Melakukan pemeriksaan kelenjar getah bening leher;

12.

Melakukan pemeriksaan thorak (inspeksi, perkusi, palpasi, auskultasi)


Pemeriksaan paru : (dilakukan)
1. inspeksi : ada retraksi intercostal/tidak
2. perkusi : sonor diseluruh lapang paru
3. palpasi : vocal fremitus kanan = kiri
4. auskultasi : suara dasar,tidak ada suara tambahan ronkhi/wheezing
(auskultasi dilakukan dari depan dan belakang)
pemeriksaan jantung
SJ I II N, tidak ada suara bising/galop
Melakukan pemeriksaan kelenjar getah bening axila
Melakukan pemeriksaan abdomen:
1. inspeksi : datar,cembung,ada venektasi atau tidak
2. Auskultasi : Bising Usus meningkat/tidak
3. Perkusi : tympani diseluruh lapang abdomen
4. Palpasi :nyeri tekan ada/tidak

13.

14.

Melakukan pemeriksaan ekstremitas: akral dingin/hangat,capilary reffil, sianosis

15.

Melakukan pemeriksaan genitalia : jenis kelamin wanita atau pria, testis +/+

16.

Melakukan pemeriksaan anus : anus ada/tidak, dalam batas normal

17.

Pemeriksaanrefleks primitif: R moro, R menghisap, R palmar, R plantar

18.

Cuci tangan dan dokumentasikan hasil pemeriksaan


TOTAL

Keterangan :
0=tidak dilakukan
1=dilakukan tapi salah
2=dilakukan tetapi kurang sempurna
3=dilakukan dengan sempurna
Nilai = ( Jumlah/57) x 100%

Purwokerto, .
Penguji
......................................

104

XI. PEMERIKSAAN TUMBUH KEMBANG ANAK


Qodri Santosa
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak FK Unsoed Purwokerto

Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) 2012 menyebutkan bahwa (1)


pengukuran antropometri dan (2) penilaian pertumbuhan dan perkembangan anak
(termasuk penilaian motorik halus dan kasar, psikososial, bahasa), termasuk dalam
ketrampilan klinis yang harus dikuasai oleh dokter layanan primer Indonesia sampai
dengan tingkat kemampuan 4A. (mampu melaksanakan dengan benar secara mandiri).
Pemantauan pertumbuhan merupakan hal yang sangat penting dalam ilmu kesehatan
anak. Pertumbuhan seorang anak hanya dapat dinilai dengan melihat trend/ arah hasil
ukuran antropomerti dalam kurve pertumbuhan normal. Penilaian pertumbuhan secara
antropomerti harus dilakukan secara serial, sehingga bila terjadi pertumbuhan yang
tidak adekuat (menyimpang dari kurva pertumbuhannya) bisa dilakukan intervensi dini
untuk mencegah terjadinya malnutrisi. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pemantauan
pertumbuhan yaitu mendeteksi dini adanya gangguan pertumbuhan, memantau status
gizi dan meningkatkan gizi anak, menilai dampak kegiatan intervensi medis dan nutrisi,
serta deteksi dini penyakit yang mendasari gangguan pertumbuhan.
Pertumbuhan anak akan mengikuti pola pertumbuhan yang hampir sama, tetapi selalu
terdapat perbedaan atau variasi pola pertumbuhan dari setiap populasi disebabkan oleh
perbedaan
etnik, ras, geografis, faktor lingkungan serta sosioekonomi yang
menyebabkan perbedaan pola maturasi dan tinggi akhir.
Pemantauan pertumbuhan memerlukan alat, teknik, standar/referensi, interpretasi dan
waktu yang tepat. Standar pertumbuhan yang lama mempunyai beberapa keterbatasan.
Standar Pertumbuhan Harvard dan Tanner mengambil sampel sedikit dan kurang
mewakili faktor genetik. Standar National Center for Health Statistic (NCHS 1977),
CDC 2000 tidak menggambarkan pertumbuhan anak, karena populasi yang di pakai
seharusnya mendapat perawatan kesehatan yang optimal terutama yang berhubungan
dengan nutrisi. Sampel yang digunakan adalah anak-anak hanya berasal dari satu
negara, dan tidak mempertimbangkan lingkungan atau perilaku sehat anak tersebut.
Word Health Organization (WHO) menyadari beberapa keterbatasan tersebut dan telah
membuat standar pertumbuhan di seluruh dunia berdasarkan sampel anak yang berasal
dari 6 negara yaitu: Brazil, Ghana, Norwegia, Oman, India dan USA (United States of
America). WHO Multicentre Growth Reference Study (WHO MGRS) dibentuk untuk
dapat menyediakan data bagaimana seharusnya anak tumbuh, dengan kriteria seleksi
yang direkomendasikan berupa perilaku sehat seperti mendapatkan ASI eksklusif
hingga 4 bulan, menyediakan standar perawatan anak, dan ibu tidak merokok. Penelitian
dilakukan secara longitudinal dari bayi baru lahir sampai anak berumur 2 tahun. Pada
kelompok umur 18 bulan sampai 71 bulan dilakukan penelitian potong lintang dengan
melakukan pengukuran satu kali. Data yang didapat kemudian dikombinasikan untuk
mendapatkan standar pertumbuhan anak baru lahir sampai umur 5 tahun dan dinamakan
Kurva Standar Pertumbuhan WHO 2005. Adapun untuk anak 5-19 tahun, WHO
merevisi kurva hasil survei NCHS, hasil revisi disebut dengan Kurva Referensi
Pertumbuhan WHO.

105

Kartu menuju sehat (KMS) revisi tahun 2008 (yang saat ini dipakai), telah mengikuti /
menyesuaikan dengan WHO MGRS. KMS tersebut mendasarkan pada kurva
pertumbuhan normal berat badan menurut umur dan hanya bisa dipakai untuk anak
sampai dengan 60 bulan (5 tahun). KMS versi sebelumnya tidak dipakai lagi pada
fasilitas kesehatan pemerintah.
Alat-alat Pemantauan Pertumbuhan Anak
Perlengkapan pengukuran dasar seperti timbangan yang sudah ditera, papan
pengukur panjang /tinggi badan, pita pengukur lingkar kepala
Perlengkapan untuk mencatat hasil pengukuran dan membandingkan dengan standar
pertumbuhan .

WHO Child Age Calculator berupa rotating disk yang dipakai untuk menghitung
umur anak dalam minggu, bulan, atau tahun dan bulan
Grafik standar pertumbuhan anak (WHO Child Growth Standards) yang meliputi
kurva: (sebagian kurva WHO terlampir)
1. Length/height-for-age boys (birth to 5 years)
2. Weight-for-age boys (birth to 5 years)
3. Weight-for-length boys (birth to 5 years)
4. Weight-for-height boys (birth to 5 years)
5. BMI-for-age boys (birth to 5 years)
6. Length/height-for-age girls (birth to 5 years)
7. Weight-for-age girls (birth to 5 years)
8. Weight-for-length girls (birth to 5 years)
9. Weight-for-height girls (birth to 5 years)
10. BMI-for-age girls (birth to 5 years)
11. Height-for-age boys ( 5 to 19 years)
12. Weight-for-age boys (5 to 10 years)
13. BMI-for-age boys (5 to 19 years)
14. Height-for-age girls ( 5 to 19 years)
15. Weight-for-age girls (5 to I0 years)
16. BMI-for-age girls (5 to 19 years)

106

Untuk pengukuran lingkar kepala, kurva lingkar kepala Nellhaus (lampiran) masih
dianjurkan mengingat cakupan usia yang lebih luas namun kurva WHO juga dapat
digunakan untuk menilai lingkar kepala anak usia 0-5 tahun.
Tabel BMI, dapat dipakai untuk mengukur BMI anak tanpa kalkulator, dengan
mencari panjang/tinggi anak (dalam meter) terhadap berat (dalam kg).
Kartu Menuju Sehat (KMS) yang saat ini berlaku di pelayanan kesehatan di
Indonesia ( KMS revisi tahun 2008) berisi kurva pertumbuhan normal (hanya BB/
umur). KMS terdiri dari 2 jenis untuk laki-laki (warna biru) dan utuk perempuan
( warna merah muda). (terlampir)

Langkah-langkah Penilaian Pertumbuhan


Penilaian pertumbuhan meliputi beberapa langkah : (1). Persiapan (2).
Mengukur pertumbuhan anak (3). Melakukan plotting ke kurva pertumbuhan
(4).Interpretasi Indikator-indikator pertumbuhan (5). Konseling pertumbuhan dan
asupan makanan .

1.Persiapan
Langkah persiapan meliputi penyediaan instrumen seperti yang dicantumkan di
atas. Khusus mengenai timbangan berat badan yang direkomendasikan adalah
sbb:
Untuk anak <2 tahun: timbangan pediatrik dengan alas tidur (pediatric scale
with pan). (Gambar 1)
Untuk anak >2 tahun: beam balance scale (Gambar 2),
UNISCALE (timbangan elektronik untuk menimbang ibu dan anak sekaligus

107

(Gambar 3).

108

Timbangan berat badan yang direkomendasikan adalah sbb:


Solidity built dan durable
Elektronik (digital)
Dapat mengukur berat sampai 150 kg
Mengukur sampai ketelitian 0,1 kg (100g)
Penimbangan berat badan dengan cara ditera
Timbangan harus ditera secara berkala .
Timbangan kamar mandi (bathroom scale) tidak direkomendasikan.
Anak dalam kondisi tidak berpakaian atau berpakaian minimal .
2. Mengukur pertumbuhan anak
Mulai dari catatan pertumbuhan (growth record) anak, cari halaman pada buku
pencatatan tersebut sesuai dengan umur anak saat kunjungan
Tentukan umur anak pada saat pengukuran
Kenali tanda-tanda klinis marasmus dan kwashiorkor
Ukur dan catat berat badan anak
Ukur dan catat panjang badan atau tinggi badan
Ukur dan catat lingkar kepala anak
Tentukan BMI dengan menggunakan tabel atau kalkulator
BB (kg)
BMI = ----------[TB ] 2 (m2)

Penentuan Umur Anak :


Umur yang tepat diperlukan untuk menentukan indikator pertumbuhan yang pasti.
Penentuan umur dapat dengan cara mengurangi tanggal pemeriksaan dengan tanggal
lahir atau menggunakan child age calculator. Child age calculator adalah sebuah disk
yang dapat diputar untuk menghitung umur anak dalam minggu atau bulan pada satu
tahun .
Jika anak berumur lebih dari satu tahun, dinyatakan dalam bulan dan tahun.

109

Pada anak yang lahir kurang bulan/prematur, umur dihitung berdasarkan usia
koreksi. Setelah mencapai umur 2 tahun, tidak diperlukan koreksi lagi.
Pada anak yang lahir kecil untuk masa kehamilan, pada usia 2 tahun diharapkan
harus sudah catch-up sesuai potensi genetiknya.
Tanda-tanda marasmus dan kwashiorkor
Tanda-tanda klinis marasmus dan kwashiorkor perlu diketahui karena perlu
penanganan khusus segera yang meliputi pemberian asupan khusus, pemantauan ketat,
antibiotika, dll.
Anak dengan kondisi seperti ini sebaiknya segera dirujuk.

Pengukuran berat badan


Mengukur berat badan anak usia di bawah dua tahun :
Penimbangan juga dapat dilakukan dengan timbangan pediatrik. Pada
penimbangan dengan menggunakan alat ini, harus dipastikan anak
ditempatkan di alas baring sehingga berat badan terdistribusi secara merata.
Setelah anak berbaring dengan tenang, berat badan dicatat. Untuk anak usia
kurang dari 1 tahun, catat berat badan sampai 10 gram terdekat (Gambar 1).

Bila tidak ada alternatif, dapat digunakan UNISCALE. (Gambar 3)


Sebelum digunakan pastikan UNISCALE ditempatkan di alas yang datar
dan keras serta mendapat pencahayaan yang cukup.
Untuk menyalakan UNISCALE, tutupi bagian panel hingga muncul angka
0.0.
Pastikan ibu sudah melepas sepatunya dan anak yang akan ditimbang sudah
telanjang namun diselimuti.
Ibu diminta berdiri di tengah timbangan, kaki tidak dirapatkan, pakaian
tidak menutupi panel, dan tetap tenang di atas timbangan sampai anaknya
ditimbang.
Tera timbangan kembali setelah muncul angka berat badan ibu dengan cara
menutupi panel hingga muncul gambar ibu dan bayi serta angka 0.0
kembali.
Perlahan berikan anak pada ibu dan minta ibu untuk tetap berdiri tenang dan
berat badan bayi akan terlihat di panel.

110

Catat berat badan bayi dari arah atas seakan-akan pemeriksa dalam posisi
berdiri di timbangan.
Bila berat badan ibu terlalu besar (misal > 100 kg) dan berat badan anak
sangat kecil (missal <2,5 kg), berat badan anak tidak akan muncul di panel
sehingga harus ditimbang bersama orang lain yang lebih ringan.
Berat badan anak dihitung dengan mengurangi berat badan total (ibu dan
anak) dengan berat badan ibu secara otomatis. Ketepatan penimbangan
dengan cara ini adalah 100 gram.
Mengukur berat badan anak usia >2 tahun dengan beam balance scale atau
timbangan elektronik

Penimbangan sebaiknya dilakukan setelah anak mengosongkan kandung


kemih dan sebelum makan.

Timbangan harus ditempatkan di alas yang keras dan datar serta dipastikan
ada pada angka nol sebelum digunakan.
Anak berdiri tenang di tengah timbangan dan kepala menghadap lurus ke
depan, tanpa dipegangi.
Adanya edema atau massa harus dicatat.
Berat badan dicatat hingga 0,1 kg terdekat.
Waktu pengukuran harus dicatat karena dapat terjadi variasi diurnal berat
badan.

Pengukuran Panjang Badan


Bayi dan anak berusia <2 tahun
Panjang badan diukur menggunakan papan pengukur kayu atau Perspex (Perspex
measuring board),(Gambar 4). Bila karena sesuatu hal, ketentuan tersebut tidak
dipenuhi, hasil pengukuran harus dikoreksi 0,7 cm. Hal ini berkaitan dengan
referensnya. Bila anak berusia <2 tahun diukur tinggi badannya (misalnya karena
anak lebih suka berdiri), maka untuk mendapatkan panjang badannya: tinggi
badan + 0,7 cm.
Pengukuran harus dilakukan oleh dua pemeriksa untuk memastikan posisi anak
secara benar agar hasilnya akurat dan dapat dipercaya.
Anak diposisikan dengan wajah menghadap ke atas, kepala menempel pada sisi
yang terfiksasi (Gambar 5), bahu menempel di permukaan papan, dan tubuh
paralel terhadap aksis papan.
111

Pemeriksa kedua memegang kaki anak, tanpa sepatu, jari kaki menghadap ke atas,
dan lutut anak lurus.
Ujung papan yang dapat digerakkan, didekatkan hingga tumit anak dapat
menginjak papan (Gambar 6).
Bila anak tidak dapat diam, pengukuran dapat dilakukan hanya dengan mengukur
tungkai kiri.
Pengukuran dilakukan hingga milimeter terdekat.

Pengukuran tinggi badan


Anak usia 2 tahun atau lebih
Pengukuran tinggi badan harus dilakukan dalam posisi berdiri. Bila usia 2 tahun
diukur panjang badannya karena anak tak dapat berdiri, tinggi badan = panjang
badan 0.7 cm.

112

Jika memungkinkan, gunakan free-standing stadiometer atau anthropometer


(Gambar 7). Pengukuran juga dapat dilakukan dengan right-angle headboard dan
batang pengukur, pita yang tidak meregang dan terfiksasi kedinding, atau wallmounted stadiometer.
Pakaian anak seminimal mungkin sehingga postur tubuh dapat dilihat dengan jelas.
Sepatu dan kaos kaki harus dilepas.
Anak diminta berdiri tegak, kepala dalam posisi horisontal, kedua kaki dirapatkan,
lutut lurus, dan tumit, bokong, serta bahu menempel pada dinding atau permukaan
vertikal stadiometer atau anthropometer. Kedua lengan berada disisi tubuh dan
telapak tangan menghadap ke paha; kepala tidak harus menempel pada permukaan
vertikal. Untuk anak yang lebih muda, tumit perlu dipegang agar kaki tidak
diangkat (Gambar 8).
Papan di bagian kepala yang dapat bergerak (movable head-board) diturunkan
perlahan hingga menyentuh ujung kepala.
Tinggi badan dicatat saat anak inspirasi maksimal dan posisi mata pemeriksa paralel
dengan papan kepala.
Tinggi badan diukur hingga milimeter terdekat.
Catat waktu pengukuran karena dapat terjadi variasi diurnal.

Pengukuran lingkar kepala

113

Pengukuran lingkar kepala dilakukan pada semua bayi dan anak secara rutin untuk
mengetahui adanya mikrosefali, makrosefali, atau normal sesuai dengan umur dan jenis
kelamin.Alat yang dipakai adalah pita pengukur fleksibel, terbuat dari bahan yang tidak
elastik (pita plastik atau metal yang fleksibel). Sebaiknya ada yang membantu
memegang kepala bayi/anak selama pemeriksaan agar posisi kepala anak tetap.
Cara mengukur :
Kepala pasien harus diam selama diukur
Pita pengukur ditempatkan melingkar di kepala pasien melalui bagian yang paling
menonjol (protuberantia occipitalis) dan dahi (glabella), pita pengukur harus kencang
mengikat kepala.
Cantumkan (plotting) hasil pengukuran pada grafik lingkar kepala sesuai dengan
jenis kelamin. (gambar 9a dan 9b)
Pemeriksaan lingkar kepala secara serial dapat menentukan pertumbuhan dan
perkembangan otak: normal, terlalu cepat (keluar dari jalur pertumbuhan normal)
seperti pada hidrosefalus , terlambat atau tidak tumbuh yang dapat disebabkan oleh
berbagai penyakit.
Interpretasi :
Jika lingkar kepala lebih besar dari 2 SD di atas angka rata-rata untuk umur dan
jenis kelamin/ras (> + 2 SD) disebut makrosefali.
Jika lingkar kepala lebih kecil dari 2 SD di bawah angka rata-rata untuk umur dan
jenis kelamin/ras (< - 2 SD) disebut mikrosefali.

114

Gambar 9 a. Lingkar kepala Nellhause perempuan

Gambar 9 b. Lingkar kepala Nellhouse laki-laki. (Nellhause G. Pediatrics 1968;41:106)


3. Melakukan plotting ke kurva pertumbuhan
Cara menggunakan grafik pertumbuhan WHO :
Setelah mendapatkan hasil pengukuran (umur, panjang badan / tinggi badan,
berat badan), hasil tersebut diplotkan (plotting) ke kurva pertumbuhan (berat
badan menurut umur, tinggi badan menurut umur, berat badan menurut tinggi
badan, dll.).
Tentukan angka yang berada pada garis horisontal / mendatar pada kurva
(sumbu X). Sumbu X pada beberapa kurva pertumbuhan WHO
menggambarkan umur dan sebagian menunjukkan panjang / tinggi badan.
Umur di plotting secara komplit/ penuh dalam : minggu pada umur s.d. <3
bulan, dalam bulan pada umur 3-12 bulan dan selanjutnya (pada umur >12
bulan) dalam tahun dan bulan. Yang dimaksud umur secara penuh/ komplit,
sebagai contoh adalah anak umur 2 bulan 29 hari, maka dihitung umur 2 bulan.
Lakukan plotting umur tepat pada garis umur (vertikal) tersebut, tidak boleh
pada pertengahan garis umur.

115

Tentukan angka yang berada pada garis vertikal pada kurva (sumbu Y). Sumbu
Y bisa menggambarkan panjang/panjang badan, berat badan dan IMT. Berat
badan bisa di plotting tepat pada garis atau diantara dua garis berat badan
(garis horisontal).
Hubungkan angka pada garis horisontal dengan angka pada garis vertikal
hingga mendapat titik temu (plotted point). Titik temu ini merupakan
gambaran perkembangan anak berdasarkan kurva pertumbuhan WHO.
Lihat contoh cara plotting berikut : ( Bayi laki-laki, umur 6 minggu, berat
badan 5 kg )

Gambar 10. Contoh plotting pada kurva pertumbuhan


Pada tinggi badan perlu diperhitungkan juga tinggi potensi genetik anak
berdasarkan tinggi badan kedua orang tua, yaitu tinggi potensi genetik :
o Anak laki-laki
o Anak perempuan

= (TB ayah + TB ibu + 13) / 2 8,5 cm.


= (TB ayah - 13 + TB ibu ) / 2 8,5 cm.

Jika menggunakan kurva pertumbuhan dalam KMS revisi 2008 (berat badan menurut
umur), plotting bisa dilakukan dengan cara yang sama.
4. Interpretasi Indikator-indikator pertumbuhan
Cara menginterpretasikan kurva pertumbuhan WHO, berdasarkan ketentuan berikut :
1. Garis 0 pada kurva pertumbuhan WHO menggambarkan median
atau rata-rata

116

2. Garis yang lain dinamakan garis z-score. Pada kurva pertumbuhan


WHO garis ini diberi angka positif (1, 2, 3) atau negatif (-1, -2, -3).
Titik temu yang berada jauh dari garis median menggambarkan
masalah pertumbuhan.
3. Titik temu yang berada diantara garis z-score -2 dan -3 diartikan
di bawah -2 (< -2 )
4. Titik temu yang berada diantara garis z-score 2 dan 3 diartikan di
atas 2 ( > +2 )
Interpretasi indikator-indikator pertumbuhan pada kurva pertumbuhan WHO
dilakukan dengan melakukan (a).Interpretasi arti plotted point dan (b).Interpretasi
kecenderungan (Interpret trends)
a. Menginterpretasi arti titik temu (Interpret plotted points) pada kurva
pertumbuhan WHO dapat menggunakan tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Indikator Pertumbuhan

Catatan :
1. Anak pada rentang ini tergolong sangat tinggi (>2 SD). Tinggi jarang menjadi
masalah, kecuali tinggi sangat berlebihan yang mengindikasikan adanya
gangguan endokrin seperti tumor yang memproduksi hormon pertumbuhan.
Rujuk anak jika dicurigai adanya gangguan endokrin (misalnya jika tinggi
kedua orang tua normal, namun anaknya mengalami tinggi yang berlebihan
tidak sesuai dengan usianya). Apabila ditemukan anak dengan skor SD tinggi
badan menurut umur cenderung terus meningkat atau laju pertumbuhan lebih

117

cepat dari seharusnya, rujuk anak untuk kecurigaan gangguan endokrin (risiko
pubertas prekoks, dll).
2. Anak yang berat badan terhadap umur berada pada rentang ini mempunyai
masalah pertumbuhan, namun lebih baik dinilai dari pengukuran berat terhadap
panjang/ tinggi atau BMI terhadap umur.
3. Point yang diplot pada z-score di atas 1 menunjukkan adanya kemungkinan
risiko (possible risk). Adanya kecenderungan menuju garis z-score 2
menunjukkan pasti berisiko (definite risk). Untuk anak usia lebih dari 2 tahun,
bila sudah termasuk dalam kategori possible risk of overweight, overweight,
atau obesitas, hitung BMI dan plot pada kurva BMI CDC-NCHS 2000 untuk
penentuan lebih lanjut.
4. Adanya kemungkinan stunted atau severely stunted menjadi overweight. Rujuk
anak dengan kecurigaan gangguan endokrin apabila ditemukan stunted atau
pendek. Apabila ditemukan anak dengan skor SD tinggi badan menurut umur
cenderung tidak nnengikuti kurva pertumbuhan atau pertumbuhan lebih lambat
dari seharusnya rujuk anak untuk dicari penyebabnya apakah faktor nutrisi,
endokrin atau sebab lainnya.

b. Interpretasi kecenderungan (Interpret trends) pada kurva pertumbuhan dan


menentukan apakah anak tumbuh normal, mempunyai masalah pertumbuhan
atau berisiko mengalami masalah pertumbuhan
Menyeberang/memotong garis z-score
Peningkatan dan penurunan tajam pada garis pertumbuhan (growth line)
Garis pertumbuhan datar (flat growth line / stagnation)
Kecenderungan pada BMI terhadap umur. BMI tidak meningkat sesuai dengan
umur. Pada kurva normal, BMI pada bayi meningkat tajam dimana pencapaian
berat cepat relatif terhadap panjang badan pada 6 bulan kehidupan. BMI
kemudian menurun kemudian setelah itu dan relatif stabil dari umur 2 tahun
sampai 5 tahun. BMI terhadap umur bermaanfaat untuk skrining overweight
dan obesitas.Jika mengatakan anak overweight, perhatikan berat badan
orangtuanya. Jika salah satu orangtua obese, 40% kemungkinan menjadi
overweight, jika keduanya, 70% kemungkinan anak mengalami overweight.
Interpretasi tinggi badan menurut umur memerlukan data tinggi badan kedua
orang tua untuk menentukan tinggi potensi genetik.Apabila tinggi badan
menurut umur tidak sesuai dengan tinggi potensi genetik atau
meningkat/menurun tajam atau mendatar perlu dipikirkan kelainan endokrin.
Perlu diketahui bahwa anak dengan kondisi khusus seperti sindrom Down,Turner,
akondroplasia, dll menggunakan kurva khusus tersendiri.
5. Konseling pertumbuhan dan asupan makanan
Konseling diberikan sesuai dengan hasil pemantauan pertumbuhan.

118

Jadwal pengukuran antropometri


Pada anak balita, idealnya pengukuran antropometri dilakukan setiap bulan. Anjuran
dari AAP adalah:
Berat Badan: lahir, I minggu, 1, 2, 4, 6, 9, 12, 18 bulan, 2, 3, 4 dan 5 tahun.
Tinggi badan diperiksa berkala. Jadwal pemeriksaan dan pemantauan sebagai
berikut:
< I tahun, saat lahir, 1,2,4,6,9, 12 bulan
1-2 tahun setiap 3 bulan
> 3-21 tahun setiap tahun
Lingkaran Kepala: lahir, 1 minggu, 1, 2, 4, 6, 9, 12, dan 15 bulan

Kepustakaan
1.

IDAI. Pedoman pelayanan medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009

2.

World Health Organization. Training Course on Child Growth


Assessment.Version I - November 2006. Geneva:WHO; 2006.

3.

Osborn LM. Preventive Pediatrics. Dalam: Kliegman, Behrman, Jenson,


Stanton, penyunting. IV ed. Nelson Textbook of Pediatrics

4.

Kurva Pertumbuhan WHO. http://idai.or.id/professional-resources/growthchart/kurva-pertumbuhan-who.html

5.

Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI. Penggunaan KMS


Balita dalam Pemantauan Pertumbuhan Balita. 2009

119

Lampiran :
1. Length/height-for-age boys (birth to 5 years)

120

2. Weight-for-age boys (birth

to 5 years)
3. Weight-for-height boys (birth to 2 years)

121

4. BMI-for-age boys (birth to 5 years)

122

5. Length/height-for-age girls (birth to 5 years)

6. Weight-for-age girls (birth to 5 years)

123

7. Weight-for-length girls (birth to 2 years)

124

8. Weight-for-height girls (2 to 5 years)

125

9. BMI-for-age girls (birth to 5 years)

126

10. Stature for age and Weight for age percentil (CDC, Laki-laki, 2-20 tahun)

127

128

11. Statureforageand Weight for age ( percentil ) (Perempuan,


CDC, 2-20 tahun)

129

130

12.Body Mass Indek for age 2-20 years ( percentil ) (CDC,


Perempuan, 2-20 tahun)

131

13. KMS untuk laki-laki (halaman pertama) ( Berat badan menurut umur )

132

14.KMS untuk Laki-laki ( lemba kedua ) ( Berat badan menurut umur )

133

134

15.KMS untuk Perempuan (halaman pertama) ( Berat badan menurut


umur )

135

16.KMS untuk Perempuan (halaman kedua) ( Berat badan menurut


umur )

136

CHECKLIST PENILAIAN
KETERAMPILAN PENGUKURAN ANTROPOMETRI ANAK

ASPEK PENILAIAN

NO.
1
2
3
4

Menyampaikan salam
Memperkenalkan diri
Mencatat nama, kelamin dan umur (tanggal lahir)
anak
Menjelaskan cara dan tujuan pengukuran :
berat badan,
panjang (tinggi badan)
lingkar kepala

10

PENGUKURAN BERAT BADAN


Memilih dengan benar alat yag akan dipakai
Memastikan jarum penunjuk skala pengukuran pada
angka 0
Memastikan anak memakai pakaian minimal dan
tanpa alas kaki
Memposisikan anak secara benar di atas timbangan
Membaca dengan benar skala yang ditunjukkan
oleh jarum pada timbangan
Mencatat hasil pengukuran

11
12
13

PENGUKURAN PANJANG / TINGGI BADAN


Memilih dengan benar alat yang akan dipakai
Memastikan anak tidak memakai topi dan alas kaki
Memposisikan anak secara benar

5.
6.
7
8
9

14
15

Anak berdiri tegak, kepala dalam posisi


horisontal, kedua kaki dirapatkan, lutut lurus, dan
tumit, bokong, serta bahu menempel pada
dinding atau permukaan vertikal stadiometer atau
anthropometer.
Papan di bagian kepala yang dapat bergerak
(movable headboard) diturunkan perlahan hingga
menyentuh ujung kepala.
Membaca skala dengan benar, tinggi badan dicatat
saat anak inspirasi maksimal dan posisi mata pemeriksa
paralel dengan papan kepala.

Mencatat hasil pengukuran hingga milimeter


terdekat
MENGHITUNG BMI/ IMT DENGAN KALKULATOR

16

Tentukan BMI dengan menggunakan kalkulator


BB (kg)

137

N I LAI
1

BMI (IMT) = ------------[TB ]2 (cm2)


17

NO
18
19
20

21

22

23

24
25

Memasukkan nilai BMI ke dalam kurva yang sesuai


menurut kelamin.
PENGUKURAN LINGKARAN KEPALA BAYI /
ANAK
Memilih dengan benar alat yang akan dipakai
Meletakkan bayi / anak pada posisi yang benar

Meletakkan pita pengukur dengan erat melingkar di


kepala pasienmelalui bagian yang paling menonjol
(protuberantia occipitalis) dan
dahi (glabella).

Mencatat hasil pengukuran hingga milimeter


terdekat
INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN
Memasukkan semua hasil pengukuran ke dalam
kurva yang sesuai menurut kelamin dan umur
untuk : berat badan, panjang / tinggi badan, lingkar
kepala .
Menilai hasil pengukuran berat badan, panjang /
tinggi badan, lingkar kepala berdasarkan standar
dan menyebutkan hasilnya : normal atau tidak
normal.
Dapat menjelaskan hasil yang tidak normal ( berdasarkan
klasifikasi hasil pemeriksaan )
Menyampaikan salam
TOTAL SKOR

Keterangan :
Penilaian :
Checklist no. 1 dan 2 :
1 = Tidak dilakukan
2 = Dilakukan
Checklist no. 3 24 :
1. = tidak dilakukan
2. = dilakukan tidak sempurna
3. = dilakukan dengan sempurna
Nilai = skor total X 100
75
Purwokerto ,
Instruktur,

138

()

XII. PEMERIKSAAN FISIK ANAK


A.

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah menjalani kepaniteraan klinik muda, mahasiswa diharapkan mampu melakukan pemeriksaan fisik
anak.
B.

TINJAUAN PUSTAKA

Pemeriksaan fisik pada anak berbeda dengan dewasa, ada beberapa hal yang tidak boleh diabaikan dan
cara pemeriksaan harus disesesuaikan dengan umur anak/bayi. Suasana harus tenang dan nyaman karena
jika anak ketakutan, kemungkinan dia akan menolak untuk diperiksa. Untuk anak usia 1 3 tahun,
kebanyakan diperiksa dalam pelukan ibu, sedangkan pada bayi usia 6 bulan, biasanya bisa diperiksa di
atas meja periksa.
Tata cara dan urutan pemeriksaan fisik pada anak tetap dimulai dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi.
Inspeksi, ditujukan untuk melihat perubahan yang terjadi secara umum dengan membandingkan
tempat yang diperiksa dengan daerah sekitarnya atau organ yang sama pada sisi yang berbeda.
Palpasi, dilakukan dengan telapak tangan dan atau jari-jari tangan. Palpasi diperlukan untuk
menentukan bentuk, ukuran, tepi, permukaan dan untuk mengetahui intensitas nyeri serta konsistensi.
Palpasi dapat dilakukan dengan kedua tangan, terutama untuk mengetahui adanya cairan atau
ballottement.
Perkusi, ditujukan untuk mengetahui perbedaan suara ketukan sehingga dapat ditentukan batasbatas organ atau massa abnormal. Suara perkusi dibagi menjadi 3 macam yaitu sonor (perkusi paru
normal), timpani (perkusi abdomen), dan pekak (perkusi otot). Suara lain yang terdapat diantara dua
suara tersebut seperti redup (antara sonor dan pekak) dan hipersonor (antara sonor dan timpani).
Auskulatasi, pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop untuk mendengar suara pernafasan,
bunyi dan bising jantung, peristaltic usus dan aliran darah dalam pembuluh darah.
C.

ALAT DAN BAHAN


1. Stetoskop
2. Manset anak
3. Tensimeter
4. Timbangan anak
5. Termometer
6. Meteran tinggi badan
7. Midline
8. Palu refleks

D.

PROSEDUR TINDAKAN/PELAKSANAAN

a. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum
Kesan sakit
Kesadaran
Kesan status gizi
b. Tanda Vital
Tekanan Darah
Pengukuran seperti pada dewasa, tetapi memakai manset khusus untuk anak, yang ukurannya
lebih kecil dari manset dewasa. Besar manset antara setengah sampai dua per tiga lengan atas.
Tekanan darah waktu lahir 60 90 mmHg sistolik, dan 20 60 mmHg diastolik. Setiap tahun
biasanya naik 2 3 mmHg untuk kedua-duanya dan sesudah pubertas mencapai tekanan darah
dewasa.

139

2.

2.
3.

4.

Nadi
Perlu diperhatikan, frekuensi/laju nadai (N: 60-100 x/menit), irama, isi/kualitas nadi dan
ekualitas (perabaan nadi pada keempat ekstrimitas
Nafas
Perlu diperhatikan laju nafas, irama, kedalaman dan pola pernafasan.
Suhu
Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan dengan beberapa cara :
1.
Rectal
Anak tengkurap di pangkuan ibu, ditahan dengan tangan kiri, dua jari tangan kiri memisahkan
dinding anus kanan dengan kiri, dan termometer dimasukkan anus dengan tangan kanan
ibu.
2.
Oral
Termometer diletakkan di bawah lidah anak. Biasanya dilakukan untuk anak 6 tahun.
3.
Aksiler
Termometer ditempelkan di ketiak dengan lengan atas lurus selama 3 menit. Umumnya suhu
yang diperoleh 0,5 lebih rendah dari suhu rektal.
c. Data Antropometrik
Berat Badan
Berat badan merupakan parameter yang paling sederhana dan merupakan indeks untuk status
nutrisi sesaat.
Interpretasi :
1. BB/U dipetakan pada kurve berat badan
BB< sentil ke 10
: defisit
BB> sentil ke 90
: kelebihan
1. BB/U dibandingkan dengan acuan standar, dinyatakan persentase :

> 120%
: gizi lebih

80% 120%
: gizi baik

60% - 80%
: tanpa edema, gizi
kurang; dengan edema, gizi buruk

< 60%
: gizi buruk, tanpa
edema (marasmus), dengan edema (kwasiorkhor).

Tinggi Badan
Dinilai dengan :
1. TB/U pada kurva

< 5 sentil
: deficit berat

Sentil 5-10
: perlu evaluasi untuk membedakan apakah
perawakan pendek akibat defisiensi nutrisi kronik atau konstitusional
2. TB/U dibandingkan standar baku (%)

90% - 110%
: baik/normal

70% - 89%
: tinggi kurang

< 70%
: tinggi sangat kurang
3. BB/TB
Kulit
Pada pemeriksaan kulit yang harus diperhatikan adalah : warna kulit, edema, tanda perdarahan, luka
parut (sikatrik), pelebaran pembuluh darah, hemangioma, nevus, bercak caf au kait, pigmentasi,
tonus, turgor, pertumbuhan rambut, pengelupasan kulit, dan stria.
Kelenjar Limfe
Kelenjar limfe yang perlu diraba adalah : submaksila, belakang telinga, leher, ketiak, bawah lidah, dan
sub oksipital. Apabila teraba tentukan lokasinya, ukurannya, mobil atau tidak.
Kepala
Pada pemeriksaan kepala perlu diperhatikan : besar, ukuran, lingkar kepala, asimetri, sefalhematom,
maulase, kraniotabes, sutura, ubun-ubun, pelebaran pembuluh darah, rambut, tengkorak dan muka.
Kepala diukur pada lingkaran yang paling besar, yaitu melalui dahi dan daerah yang paling menonjol
daripada oksipital posterior.
Muka

140

Pada pemeriksaan muka perhatikan : simetri tidaknya, paralisis, jarak antara hidung dan mulut,
jembatan hidung, mandibula, pembengkakan, tanda chovstek, dan nyeri pada sinus.
5. Mata
Pada pemeriksaan mata perhatikan : fotofobia, ketajaman melihat, nistagmus, ptosis, eksoftalmus,
endoftalmus, kelenjar lakrimalis, konjungtiva, kornea, pupil, katarak, dan kelainan fundus. Strabismus
ringan dapat ditemukan pada bayi normal di bawah 6 bulan.
6. Hidung
Untuk pemeriksaan hidung, perhatikan : bentuknya, gerakan cuping hidung, mukosa, sekresi,
perdarahan, keadaan septum, perkusi sinus.
7. Mulut
Pada pemeriksaan mulut, perhatikan :
Bibir
: warna, fisura, simetri/tidak, gerakan.
Gigi
: banyaknya, letak, motling, maloklusi, tumbuh lambat/tidak.
Selaput lendir mulut : warna, peradangan, pembengkakan.
Lidah
: kering/tidak, kotor/tidak, tremor/tidak, warna, ukuran, gerakan, tepi
hiperemis/tidak.
Palatum
: warna, terbelah/tidak, perforasi/tidak.
8. Tenggorok
Pemeriksaan tenggorok dilakukan dengan menggunakan alat skalpel, anak disuruh mengeluarkan
lidah dan mengatakan ah yang keras, selanjutnya spaltel diletakkan pada lidah sedikit ditekan
kebawah. Perhatikan : uvula, epiglotis, tonsil besarnya, warna, paradangan, eksudat, kripte)
9. Telinga
Pada pemeriksaan telinga, perhatikan : letak telinga, warna dan bau sekresi telinga, nyeri/tidak
(tragus,antitragus), liang telinga, membrana timpani. Pemeriksaan menggunakan heat lamp dan
spekulum telinga.
10. Leher
Pada leher perhatikanlah : panjang/pendeknya, kelenjar leher, letak trakhea, pembesaran kelenjar
tiroid, pelebaran vena, pulsasi karotis, dan gerakan leher.
11. Thorax
Untuk pemeriksaan thorax seperti halnya pada dewasa, meliputi urutan :
Inspeksi
Pada anak < 2 tahun : lingkar dada lingkar kepala
Pada anak > 2 tahun : lingkar dada lingkar kepala.
Perhatikan
a. Bentuk thorax : funnel chest, pigeon chest, barell chest, dll
b. Pengembangan dada kanan dan kiri : simetri/tidak, ada retraksi.tidak
c. Pernafasan : cheyne stokes, kusmaul, biot
d. Ictus cordis
Palpasi
Perhatikan :
1.
Pengembangan dada : simetri/tidak
2.
Fremitus raba : dada kanan sama dengan kiri/tidak
3.
Sela iga : retraksi/tidak
4.
Perabaan iktus cordis

Perkusi
Dapat dilakukan secara langsung dengan menggunakan satu jari/tanpa bantalan jari lain, atau
secara tidak langsung dengan menggunakan 2 jari/bantalan jari lain. Jangan mengetok terlalu
keras karena dinding thorax anak lebih tipis dan ototnya lebih kecil.
Tentukan :
1. Batas paru-jantung
2. Batas paru-hati : iga VI depan
3. Batas diafragma : iga VIII X belakang.
Bedakan antara suara sonor dan redup.

Auskultasi
Tentukan suara dasar dan suara tambahan :

141

Suara dasar
: vesikuler, bronkhial, amforik, cog-wheel breath sound, metamorphosing
breath sound.
Suara tambahan : ronki, krepitasi, friksi pleura, wheezing
Suara jantung normal, bising, gallop.
12. Abdomen
Seperti halnya pada dewasa pemeriksaan abdomen secara berurutan meliputi ;
Inspeksi
Perhatikan dengan cara pengamatan tanpa menyentuh :
1.
Bentuk
: cekung/cembung
2.
Pernafasan
: pernafasan abdominal normal pada bayi dan anak
kecil
3.
Umbilikus
: hernia/tidak
4.
Gambaran vena : spider navy
5.
Gambaran peristaltic

Auskultasi
Perhatikan suara peristaltik, normal akan terdengar tiap 10 30 detik.

Perkusi
Normal akan terdengar suara timpani.
Dilakukan untuk menentukan udara dalam usus, atau adanya cairan bebas/ascites.
Palpasi
Palpasi dilakukan dengan cara : anak disuruh bernafas dalam, kaki dibengkokkan di sendi lutut,
palpasi dilakukan dari kiri bawah ke atas, kemudian dari kanan atas ke bawah. Apabila
ditemukan bagian yang nyeri, dipalpasi paling akhir.
Perhatikan : adanya nyeri tekan , dan tentukan lokasinya. Nilai perabaan terhadap hati, limpa,
dan ginjal.
HATI
Palpasi dapat dapat dilakukan secara mono/bimanual
Ukur besar hati dengan cara :
1. Titik persilangan linea medioclavicularis kanan dan arcus aorta dihubungkan dengan umbilikus.
2. Proc. Xifoideus disambung dengan umbilicus.
Normal : 1/3 1/3 sampai usia 5 6 tahun.
Perhatikan juga : konsistensi, permukaan, tepi, pulsasi, nyeri tekan.
LIMPA
Ukur besar limpa (schuffner) dengan cara :
Tarik garis singgung a dengan bagian arcus aorta kiri.
Dari umbilikus tarik garis b tegak lurus a bagi dalam 4 bagian. Garis b diteruskan ke bawah
sampai lipat paha, bagi menjadi 4 bagian juga. Sehingga akan didapat S1 S8.
GINJAL
Cara palpasi ada 2 :
Jari telunjuk diletakkan pada angulus kostovertebralis dan menekan keras ke atas, akan teraba ujung
bawah ginjal kanan.
Tangan kanan mengangkat abdomen anak yang telentang. Jari-jari tangan kiri diletakkan di bagian
belakang sedemikian hingga jari telunjuk di angulus kostovertebralis kemudian tangan kanan
dilepaskan. Waktu abdomen jatuh ke tempat tidur, ginjal teraba oleh jari-jari tangan kiri.
13. Ekstremitas
Perhatikan : kelainan bawaan, panjang dan bentuknya, clubbing finger, dan pembengkakan tulang.
Persendian
Periksa : suhu, nyeri tekan, pembengkakan, cairan, kemerahan, dan gerakan.
Otot
Perhatikan : spasme, paralisis, nyeri, dan tonus.
14. Alat Kelamin

142

a.
b.
c.
d.

a.
b.
c.
d.
e.

Perhatikan :
Untuk anak perempuan :
Ada sekret dari uretra dan vagina/tidak.
Labia mayor
: perlengketan / tidak
Himen
: atresia / tidak
Klitoris
: membesar / tidak.
Untuk anak laki-laki :
Orifisium uretra
:
hipospadi = di ventral / bawah penis
Epsipadia = di dorsal / atas penis.
Penis : membesar / tidak
Skrotum : membesar / tidak, ada hernia / tidak.
Testis : normal sampai puber sebesar kelereng.
Reflek kremaster : gores paha bagian dalam testis
akan naik dalam skrotum

15. Anus dan Rektum


Anus diperiksa rutin sedangkan rektum tidak.
Untuk anus, perhatikan :
a.
Daerah pantat adanya tumor, meningokel, dimple, atau abces perianal.
b.
Fisura ani
c.
Prolapsus ani
Pemeriksaan rektal : anak telentang, kaki dibengkokkan, periksa dengan jari kelingking masuk ke
dalam rektum.
Perhatikan :
a.
Atresia ani
b.
Tonus sfingter ani
c.
Fistula rektovaginal
d.
Ada penyempitan / tidak.
E.

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.

Behrman.1999. NELSON : Ilmu Kesehatan Anak.EGC.Jakarta.


Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak.1998. Penerbit FK UI
Lubantobing. Diagnosis Fisik anak. 2002.

143

Penilaian Keterampilan Pemeriksaan Fisik Anak


Nama

NIM

No
1.

Aspek Yang Dinilai

2.

Menyapa pasien dengan ramah, memperkenalkan diri dan menanyakan identitas pada pasien
/ orang tua pasien
Menjelaskan tujuan dan prosedur

3.

Mempersilahkan pasien berbaring pada meja pemeriksaan

4.

Mencuci tangan (sesuai WHO, 2005)

5.

Melakukan pemeriksaan umum pasien


1. KU : kesadaran, kulit : anemis/ sianosis/ ikterik/ kemerahan, keadaan gizi, pernapasan
spontan teratur / cepat dan dalam
2. Tanda vital

7.

9.

Melakukan pemeriksaan kepala : mesochepal,ubun ubun cembung/cekung/normal


Melakukan Pemeriksaan muka : hipertelorisme,mongoloid,facies cholerica
Melakukan pemeriksaan kelenjar getah bening kepala
Melakukan pemeriksaan mata: conjungtiva anemis/tidak,sklera ikterik/tidak,mata cekung
atau tidak,air mata ada/tidak,discharge,edem,palpebra normal/tidak
Melakukan pemeriksaan hidung : nafas cuping hidung,discharge

10.

Melakukan pemeriksaan mulut : sianosis,basah/kering,mukosa bucal

11.

Melakukan pemeriksaan telinga : low set ear, discharge

12.

Melakukan pemeriksaan leher : simetris/ tidak, Melakukan pemeriksaan kelenjar getah


bening leher; JVP meningkat/tidak
Melakukan pemeriksaan thorak (inspeksi, perkusi, palpasi, auskultasi)
Pemeriksaan paru : (dilakukan)
5. inspeksi : ada retraksi intercostal/tidak
6. perkusi : sonor diseluruh lapang paru
7. palpasi : vocal fremitus kanan = kiri
8. auskultasi : suara dasar,tidak ada suara tambahan ronkhi/wheezing
(auskultasi dilakukan dari depan dan belakang)
pemeriksaan jantung

8.

13.

144

Nilai
2

14.

1. inspeksi : posisi ictus cordis,ictus cordis tampak atau tidak


2. palpasi : ictus cordis teraba di SIC 4/5, kuat angkat/tidak
3. perkusi : dari axilaris anterior ke arah medial
4. auskultasi : S I-II normal, suara tambahan (-)
Melakukan pemeriksaan kelenjar getah bening axila
Melakukan pemeriksaan abdomen:
5. Auskultasi : Bising Usus meningkat/tidak
6. inspeksi : datar,cembung,ada venektasi atau tidak
7. Perkusi : tympani diseluruh lapang abdomen
8. Palpasi :nyeri tekan ada/tidak, perabaan hepar dan lien

15.

Pemeriksaan hepar :
metode Blank Hart: 1.dari umbilikus ke processus xiphoidues dan dari umbilikus ke
angulus costae
Pemeriksaan limfa : schuffner: Tarik garis sias dekstra ke 1/3 medial costae terakhir
sinistra melewati umbilicus, dibagi 8 bagian.Normal tidak teraba
Melakukan pemeriksaan kelenjar getah bening inguinal
Melakukan pemeriksaan ekstremitas: akral dingin/hangat,capilary reffil, sianosis

16.

Melakukan pemeriksaan genitalia : jenis kelamin wanita atau pria, testis

17.

Melakukan pemeriksaan anus : anus ada/tidak, dalam batas normal

18.

Pemeriksaan tenggorok : faring hiperemis/tidak,tonsil membesar/tidak


(menggunakan spatel tongue dan pen light)

19.

Cuci tangan dan dokumentasikan hasil pemeriksaan


TOTAL

Keterangan :
0=tidak dilakukan
1=dilakukan tapi salah
2=dilakukan tetapi kurang sempurna
3=dilakukan dengan sempurna
Nilai = ( Jumlah/57) x 100%

Purwokerto, .
Penguji
......................................

145

Anda mungkin juga menyukai