Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH DISCOVERY LEARNING

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Modul Keperawatan Medikal Bedah 1

Dosen pengampu : Ernawati, S.Kp.,M.Kep.,Sp.KMB

Disusun oleh :

Saffana Illiyin 11181040000006


Mutmainnah 11181040000010
Asmanah 11181040000018
Idah Faridah 11181040000027
Nanda Syifa Fauzianthi 11181040000043
Annisa Putri Kinanti 11181040000076
Melina Imroatul Handayaningrum 11181040000091

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

DESEMBER / 2019

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kita panjatkan puja dan puji syukur kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada penyusun sehingga
penyusun dapat menyelesaikan makalah berjudul “Penyakit Paru Obstruktif
Kronik“ ini dengan lancar, selawat serta salam kami panjatkan kepada baginda
Nabi Muhammad SAW yang telah menjauhkan kita dari zaman kegelapan dan
membawa kita menuju zaman yang terang benderang seperti sekarang ini.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Modul


Keperawatan Medikal Bedah jurusan Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu
Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penyusun mengucapkan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya
makalah ini. Kami memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan
maka kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami
di lain waktu agar lebih bermanfaat bagi penyusun maupun para pembaca.

Tangerang Selatan, 25 Desember 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................1
1.3 Manfaat Penulisan..........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................2
2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)......................................................2
2.1.1 Definisi.....................................................................................................2
2.1.2 Etiologi.....................................................................................................2
2.1.3 Patofisiologi.............................................................................................5
2.1.5 Manifestasi Klinis....................................................................................7
2.1.6 Klasifikasi................................................................................................7
2.1.7 Derajat PPOK..........................................................................................8
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................8
2.1.9 Penatalaksanaan.......................................................................................9
2.1.10 Asuhan Keperawatan...........................................................................10
BAB III PENUTUP...........................................................................11
3.1 Simpulan..................................................................................................11
3.2 Saran........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obstruksi saluran napas paru dapat disebabkan oleh berbagai kelainan
yang terdapat pada lumen, dinding atau di luar saluran pernapasan. Kelainan
pada lumen dapat dibebkan karena sekret atau benda asing. Dua penyakit yang
sering menjadi masalah dalam penatalaksanaannya yaitu asma bronkial dan
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Asma bronkial didefinisikan sebagai
suatu sindrom klinik yang ditandai dengan hipersensivitas trakeobronkial
terhadap berbagai rangsangan. Penyakit paru obstruktif kronik merupakan
penyakit yang menyerang paru-paru dalam jangka panjang. Penyakit ini
menghalangi aliran udara dalam paru-paru sehingga pengidap akan mengalami
kesulitan bernapas. PPOK akan memburuk secara lambat dan perlu dilakukan
usaha diagnostik yang tepat. Pengobatan yang dapat dilakukan yaitu dengan
berhenti merokok, terapi oksigen, bronkodilator, dan sebagainya.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana penjelasan mengenai penyakit paru obstruktif kronik ?

1.3 Manfaat Penulisan


Untuk meningkatkan pengetahuan tentang penyakit paru obstruktif kronik.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

2.1.1 Definisi
PPOK adalah istilah yang digunakan untuk sejumlah penyakit yang
menyerang paru-paru dalam jangka panjang. Penyakit ini menghalangi aliran
udara dalam paru-paru sehingga pengidap akan mengalami kesulitan bernapas
(Sembiring, 2018). PPOK juga dapat diartikan sebagai penyakit kronik yang
ditandai dengan adanya hambatan aliran udara di saluran pernapasan yang
tidak sepenuhnya reversible. Hambatan aliran udara ini umumnya bersifat
progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi pulmonal terhadap
partikel atau gas berbahaya. Pada PPOK, bronkitis kronik dan emfisema
sering ditemukan secara bersamaan, meskipun keduanya memiliki proses
yang berbeda (Kardiyudiani & Brigitta, 2019).

PPOK umumnya merupakan kombinasi dari dua penyakit pernapasan


yaitu Bronkitis kronis dan emfisema. Bronkitis merupakan infeksi saluran
udara menuju paru-paru yang menyebabkan pembengkakan dinding bronkus
dan produksi cairan di saluran sedangkan Emfisema merupakan kondisi
rusaknya kantung-kantung udara pada paru-paru yang terjadi secara bertahap
(Kemenkes RI, 2015).

2.1.2 Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK) yaitu:

1. Kebiasaan merokok

Faktor utama timbulnya COPD adalah merokok (sigaret). rangsangan terus


menerus dari asap rokok mengakibatkan hipertropi dari sel-sel pembentuk

2
mukus di saluran pernapasan yang merupakan ciri patologis yang
konsisten dari bronkitis kronis.

(Tjay & Kirana, 2015)

Secara fisiologis rokok berhubungan langsung dengan hiperplasia kelenjar


mukosa bronkusdan metaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan. Juga
dapat menyebabkan bronkokonstriksi akut. Menurut Crofton & Doouglas
merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage
alveolar dan surfaktan.

a. Riwayat Perokok : 1. Perokok Aktif

2. Perokok Pasif

3. Bekas Perokok

b. Derajat berat merokok

( Indeks Brinkman = Jumlah rata-2 batang rokok /hr X lama merokok /th):

1. Ringan: 0 - 200

2. Sedang: 200 - 600

3. Berat: >600

(Cahyono, 2009)

3
2. Polusi udara

Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis adalah zat
pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon,
aldehid dan ozon.

a) Polusi di dalam ruangan:


i. Asap rokok
ii. Asap kompor
b) Polusi di luar ruangan:
i. Gas buang kendaranan bermotor
ii. Debu jalanan
c) Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)

3. Riwayat infeksi saluran nafas.

Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita bronchitis


koronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta
menyebabkan kerusakan paru bertambah. Eksaserbasi bronchitis kronis
disangka paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudian
menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.

4. Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin. defisiensi alfa antitripsin


merupakan predisposisi untuk berkembangnya PPOK dini (Davey, 2010).

5. Pekerjaan

4
Para pekerja tambang emas atau batu bara, industri gelas dan keramik
yang terpapar debu silika, atau pekerja yang terpapar debu katun, debu
gandum, dan debu asbes, mempunyai risiko yang lebih besar daripada
yang bekerja di tempat selain yang disebutkan di atas.

Sedangkan risiko yang berasal dari host/pasiennya antara lain adalah:

a. Usia
Semakin bertambah usia semakin besar risiko menderita PPOK. Pada
pasien yang didiagnosa PPOK sebelum usia 40 tahun, kemungkinan besar
dia menderita gangguan genetik berupa defisiensi α1 antitripsin. Namun
kejadian ini hanya dialami < 1% pasien PPOK.
b. Jenis kelamin
Laki-laki lebih berisiko terkena PPOK daripada wanita, mungkin ini
terkait dengan kebiasaan merokok pada pria. Namun ada kecenderungan
peningkatan prevalensi PPOK pada wanita karena meningkatnya jumlah
wanita yang merokok.
c. Adanya gangguan fungsi paru
Adanya gangguan fungsi paru-paru merupakan faktor risiko terjadinya
PPOK, misalnya defisiensi Immunoglobulin A (IgA/hypogammaglobulin)
atau infeksi pada masa kanak-kanak seperti TBC dan bronkiektasis.
Individu dengan gangguan fungsi paru-paru mengalami penurunan fungsi
paru-paru lebih besar sejalan dengan waktu daripada yang fungsi parunya
normal, sehingga lebih berisiko terhadap berkembangnya PPOK.
Termasuk di dalamnya adalah orang yang pertumbuhan parunya tidak
normal karena lahir dengan berat badan rendah, ia memiliki risiko lebih
besar untuk mengalami PPOK.
(Rehatta dkk, 2019)

5
2.1.3 Patofisiologi
Hambatan aliran udara yang progresif memburuk merupakan perubahan
fisiologi utama pada PPOK yang disebabkan perubahan saluran nafas secara
anatomi di bagian proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru
dikarenakan adanya suatu proses peradangan atau inflamasi yang kronik dan
perubahan struktural pada paru. Dalam keadaan normal, radikal bebas dan
antioksidan berada dalam keadaan dan jumlah yang seimbang, sehingga bila
terjadi perubahan pada kondisi dan jumlah ini maka akan menyebabkan
kerusakan di paru. Radikal bebas mempunyai peranan besar menimbulkan
kerusakan sel dan menjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru. Pajanan
terhadap faktor pencetus PPOK yaitu partikel noxius yang terhirup bersama
dengan udara akan memasuki saluran pernapasan dan mengendap hingga
terakumulasi. Partikel tersebut mengendap pada lapisan mukus yang melapisi
mukosa bronkus sehingga menghambat aktivitas silia. Akibatnya pergerakan
cairan yang melapisi mukosa berkurang dan menimbulkan iritasi pada sel
mukosa sehingga merangsang kelenjar mukosa, kelenjar mukosa akan
melebar dan terjadi hiperplasia sel goblet sampai produksi mukus berlebih.
Produksi mukus yang berlebihan menimbulkan infeksi serta menghambat
proses penyembuhan, keadaan ini merupakan suatu siklus yang menyebabkan
terjadinya hipersekresi mukus. Manifestasi klinis yang terjadi adalah batuk
kronis yang produktif.

Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus,


metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi
akibat fibrosis. Pada emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli yang menyebabkan
berkurangnya daya regang elastis paru. Terdapat dua jenis emfisema yang
relevan terhadap PPOK, yaitu emfisema pan-asinar dan emfisema sentri-
asinar. Pada jenis pan-asinar kerusakan asinar bersifat difus dan dihubungkan
dengan proses penuaan serta pengurangan luas permukaan alveolus. Pada

6
jenis sentri-asinar kelainan terjadi pada bronkiolus dan daerah perifer asinar,
yang erat hubungannya dengan asap rokok.

(Sudoyo, dkk, 2009)

Bronkitis Kronis

Diagnosis klinis bronkitis kronis ditetapkan berdasarkan adanya batuk


produktif selama tiga bulan berturut-turut. Beberapa faktor tertentu juga
berperan dalam hal ini seperti merokok, polusi udara, paparan debu, infeksi
paru berulang, dan riwayat keluarga. Obstruksi saluran napas terjadi akibat
inflamasi saluran napas yang berlanjut menjadi hipertrofi kelenjar mukosa
bronkus sehingga menghasilkan sekret berlebih disertai edema mukosa.
Infeksi paru berulang akibat virus dan bakteri umum sekali terjadi dan sering
diiringi dengan spasme bronkus (Rehatta, dkk, 2019).

Emfisema

Emfisema merupakan kelainan patologis yang ditandai dengan


pembesaran jalan napas distal hingga terminal disertai kerusakan septum
alveolar yang irreversible. Diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan CT
scan dada. Merokok merupakan faktor utama yang berkaitan dengan
terjadinya emfisema, sedangkan defisiensi alfa-1 antitripsin dapat menjadi
faktor penyebab terjadinya emfisema pada semua umur. Alfa-1 antitripsin
merupakan inhibitor protease yang dapat mencegah aktivitas enzim
proteolitik yang berlebihan pada kedua paru. Enzim ini diproduksi oleh
neutrofil dan makrofag paru sebagai respons terhadap infeksi dan polutan.

Kerusakan struktur kapiler alveolus dan hilangnya struktur asinar pada


area paru akan menyebabkan penurunan kapasitas difusi paru dan gangguan
pertukaran udara. Destruksi pada kapiler paru dalam septa alveolar
menyebabkan hipertensi pulmonal ringan hingga sedang. Saat sesak, pasien
emfisema mengerutkan bibir untuk menunda penutupan jalan napas kecil

7
sehingga dikenal dengan istilah “pink puffer”. Sebagian besar pasien PPOK
memiliki kombinasi bronkitis dan emfisema.

(Rehatta, dkk, 2019)

2.1.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis adalah
perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK yaitu:

a. Batuk kronik dengan dahak yang tidak kunjung sembuh

b. Lemas (Kehilangan kemampuan)

c. Rasa berat di dada

d. penurunan berat badan

e. Mengi atau sesak napas disertai bunyi

f. Makin sering tersengal-sengal, bahkan saat melakukan aktifitas fisik


yang ringan seperti memasak atau mengenakan pakaian.

(Kemenkes RI, 2015)

g. Nafas pendek dan cepat (Takipnea).


h. Anoreksia.
i. Penurunan berat badan dan kelemahan.
j. Takikardia, berkeringat.
k. Hipoksia, sesak dalam dada.
(Cahyono,2009)

2.1.6 Klasifikasi

a) Asma Bronkhial: dikarakteristikkan oleh konstruksi yang dapat pulih dari


otot halus bronkhial, hipersekresi mukoid, dan inflamasi, cuaca dingin,
latihan, obat, kimia dan infeksi.

8
b) Bronkitis kronis: ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai
pengeluaran dahak sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu
tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari
tuberkulosis paru, bronkiektasis, tumor paru, dan asma bronkial.
c) Emfisema: suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan
melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal,
disertai kerusakan dinding alveolus.

(Udin, 2019)

2.1.7 Derajat PPOK


a) Derajat I (PPOK Ringan) : Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada
tetapi tidak sering. Pada derajat ini pasien 7 sering tidak menyadari bahwa
menderita PPOK.
b) Derajat II (PPOK Sedang) : Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan
kadang ditemukan gejala batuk dan produksi sputum. Pada derajat ini
biasanya pasien mulai memeriksakan kesehatannya.
c) Derajat III (PPOK Berat) : Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas,
rasa lelah dan serangan eksasernasi semakin sering dan berdampak pada
kualitas hidup pasien.
d) Derajat IV (PPOK Sangat Berat) : Gejala di atas ditambah tanda-tanda
gagal napas atau gagal jantung kanan dan ketergantungan oksigen. Pada
derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dapat mengancam jiwa
biasanya disertai gagal napas kronik.

(Padila, 2012)

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Kebanyakan PPOK tidak terdiagnosis sampai penyakitnya berkembang.
Untuk mendiagnosis kondisi, dokter akan meninjau gejala, melihat riwayat
medis, dan mendiskusikan paparan apapun yang terjadi, terutama asap rokok.

9
Dokter akan melakukan beberapa tes untuk mendiagnosis pasien, tes tersebut
diantaranya adalah:
a. Tes fungsi paru-paru. Spirometri adalah tes fungsi paru yang paling
umum. Selama menjalani tes ini pasien akan bernapas melalui tabung besar
yang terhubung ke mesin kecil yang disebut spirometer. Mesin ini mengukur
berapa banyak udara yang masuk ke paru-paru dan seberapa cepat pasien
dapat mengeluarkan udara dari paru-paru.
b. X-ray dada. Foto toraks dapat menunjukkan emfisema yang merupakan
salah satu penyebab PPOK.
c. CT scan. CT scan paru-paru dapat membantu mendeteksi emfisema dan
membantu menentukan apakah pasien membutuhkan prosedur operasi.
d. Analisis Gas Darah. Tes ini mengukur seberapa baik paru-paru membawa
oksigen ke dalam darahTes Laboratorium. Tes laboratorium dapat digunakan
untuk menentukan penyebab gejala PPOK (Davey, 2010)

2.1.9 Penatalaksanaan

a) Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara.


b) Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan :
 Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi.
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenzae dan S.
Pneumonia, maka digunakan ampisillin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau
eritromisin 4 x 0,5 g/hari.
 Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika
kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenzae dan B. Catarhalis
yang memproduksi beta laktamase.
 Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau
doksisilin pada pasien yang mengalami eksasebrasi akut terbukti
mempercepat penyembuhan dam membantu mempercepat
kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama

10
periode eksasebrasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda
pneumonia, maka dianjurkan antibiotic yang lebih kuat.
 Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.
 Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan
baik.
 Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan
adrenergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau
ipratorium bromide 250 mikrogram diberikan tiap 6 jam dengan
nebulizer atau aminofilin 0,25-0,5 g iv secara perlahan.
c) Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
 Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisillin 4
x 0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksasebrasi akut.
 Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran
nafas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan
pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
 Fisioterapi.
 Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
 Mukolitik dan ekspektoran.
 Terapi jangka penjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas tipe
II dengan PaO2<7,3kPa (55 mmHg).

(Djojodibroto, 2009)

2.1.10 Asuhan Keperawatan

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Dengan pembahasan mengenai materi diatas dapat disimpulkan
bahwasanya PPOK merupakan penyakit paru yang menyebabkan obstruksi jalan
napas, termasuk emfisema dan asma. Penyakit ini paling sering disebabkan karena
paparan zat iritan kimia dari rokok. Tanda dan gejalanya biasanya batuk produktif
kronis, pembentukan sputum purulen, sesak napas, penurunan berat badan, dan
sebagainya. Hal yang bisa dilakukan untuk mengobati penyakit tersebut salah
satunya dengan edukasi pemberhentian mengonsumsi rokok. Dengan
diterapkannya hal tersebut, maka dapat mengurangi resiko tinggi terkena PPOK.

3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan makalah diatas, telah diketahui bagaimana
manifestasi klinis dan penyebab dari PPOK. Oleh karena itu, diharapkan kepada
pembaca (masyarakat) agar dapat mencegah dari faktor-faktor yang dapat
menyebabkan PPOK.

12
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, Suharjo B.2009. Gaya Hidup & Penyakit Modern. Yogyakarta: Kasinus

Davey, Patrick. 2010. At a Glance Medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi. Jakarta : EGC


Kardiyudiani, Ni Ketut & Brigitta Ayu Dwi Susanti. 2019. Keperawatan Medika
Bedah 1. Yogyakarta : PT. PUSTAKA BARU
Kementrian Kesehatan RI. 2015. Rencana Strategis Kementrian Kesehatan
Tahun 2015–2019. Jakarta: Keputusan Menteri Kesehatan

Padila. 2012. Buku Ajar : Keperawatan Medical Bedah. Yogyakarta : Nuha


Medika

Rehatta, N Margarita dkk.2019. Anestesiologi dan Terapi Intensif. Jakarta:


Gramedia

Sembiring, Samuel. 2018. Mengapa Kita Batuk ?. Medan: SamelKarta

Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja. 2015. Obat-obat Penting. Jakarta: Elex media
Komputindo

Udin, Muchammad Fahru.2019. Penyakit Respirasi pada Anak. Malang: UB Press

13

Anda mungkin juga menyukai