Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

WAHAM

Laporan Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praklinik Keperawatan Jiwa

Dosen Pengampu : Ns. Fajriyah Nur Afriyanti, M.Kep., S.Kep.J

Disusun oleh :

Nanda Syifa Fauzianthi 11181040000043


PSIK A 2018

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

JUNI / 2021
1. Waham

A. Pengertian

Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara


kuat atau terusmenerus, tapi tidak sesuai dengan kenyataan. Waham adalah
termasuk gangguan isi pikiran. Pasien meyakini bahwa dirinya adalah seperti
apa yang ada di dalam isi pikirannya. Waham sering ditemui pada gangguan
jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada
penderita skizofrenia
(Yusuf, 2015).
Waham atau delusi itu sendiri didefinisikan seabagai suatu keyakinan
palsu yang didasari pada kesimpulan yang salah tentang realitas eksternal yang
tetap bertahan meskipun sudah terbukti sebaliknya dan keyakinan ini biasanya
tidak diterima oleh anggota lain dari budaya atau subkultur seseorang
(Direja, 2011).

B. Etiologi

Gangguan orientais realitas menyebar dalam lima kategori utama fungsi


otak Menurut Kusumawati 2010, yaitu:

1. Gangguan fungsi kognitif dan persepsi menyebabkan kemampuan


menilai dan menilik terganggu.
2. Gangguan fungsi emosi, motoric, dan sosial mengakibatkan kemampuan
berespons terganggu, tampak dari perilaku nonverbal (ekspresi dan
gerakan tubuh) dan perilaku verbal
3. Gangguuan realitas umumnya ditemukan pada skizofrenia

4. Gejala primer skizofrenia : 4a + 2a yaitu gangguan asosiasi, efek,


ambivelen, autistic, serta gangguab atensi dan aktivitas
5. Gejala sekunder: halusinasi, waham, dan gangguan daya ingat.
C. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi dapat dibagi menjadi dua teori yang diuraikan


sebagai berkut:

1. Teori Biologis

a. Faktor-faktor genetic yang asti mungkin terlibat dala perkembangan


suatu kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga
dengan kelainan yang sama (orang tua, saudara kandung, sanak sudara
lain)
b. Secara relative ada penelitian baru yang menyatakan bahwa kelainan
skizofrenia mungkin pada kenyataannya merupakan suatu kecacatan
sejak lahir terjadi pada bagian hipokampus otak. Pengamatan
memperlihatkan suatu kekacauan dari sel-sel pyramidal di dalam otak
dari orang-orang yang menderita skizofrenia.
2. Teori Biokimia

Teori ini menyatakan adanya peningkatan dari dopamine


neurotransmitter yang dipertukarkan mnghasilkan gejala-gejala
peningkatan aktivitas yang berlebihan dari pemecahan asosiasi-asosiasi
yang umumnya diobservasi pada psikosis

(Keilat B, 2011).

D. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi waham dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :

a) Faktor Biokimia

Pada pasien dengan waham. Pemeriksaan MRI menunjakan bahwa


derajat lobus temporal tidak simetris. Akan tetapi perbedaan ini sangat
kecil, sehingga keterlibatan waham kemungkinan melibatkan komponen
degeneratif pada neuron. Waham somatic terjadi kemungkinan karena
disebabkan adanya gangguan sensori pada sistem saraf atau
kesalahan penafsiran dari input sensori karena terjadi sedikit perubahan
pada saraf kortikal akibat penuaan. Obat-obat farmakologis seperti
dopamine, norepineprine, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat
menjadi penyebab waham. (Purba dkk 2008)
b) Faktor Psikologis

Kecemasan serta terbatasnya kemampuan individu dalam


mengatasi masalah dapat menyebabkan waham. Seseorang yang tidak
mampu mengembangkan koping efektif cenderung menghindari
kenyataan dan hidup dalam fantasi menyenangkan yang di buatnya
sendiri
c) Faktor Sosial Budaya

Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang


berarti. Selain itu pengasingan atau pengucilan dari kelompok
masyarakat juga dapat menjadi pemicu waham

(Direja, 2011).
E. Kriteria Waham

1) Pasien percaya 100% bahwa isi pikirnya benar

2) Bersifat egosentrik

3) Tidak sesuai dengan ratio logika

4) Tidak bisa dikoreksi dengan cara apapun, termasuk dengan cara apapun,
termasuk dengan cara logis dan realistik
5) Pasien hidup atau berpilaku menurut wahamnya

F. Jenis-Jenis Waham

1) Waham kebesaran

Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki kekuatan


khusus atau berlebihan yang berbeda dengan orang lain , diucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai kenyataan.
2) Waham agama

Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan


berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
3) Waham curiga
Keyakinan seseorang atau sekelompo orang berusaha merugikan
atau mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan
4) Waham somatik

Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu


atau terserang penyakit, diucapkan berulang –ulang tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan
5) Waham nihilistik

Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia,


diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyatan
6) Waham dosa

Keyakinan seseorang terhadap dirinya telah atau selalu salah atau


berbuat dosa atau perbuatannya tidak dapat atau mustahil untuk
diampuni
7) Waham yang bizar

Terdiri dari sisp pikir, siar pikir/broadcasting, dan kontrol pikir.


Sisp pikir yaitu keyakinan klien terhadap suatu pikiran atau orang lain
disisipkan ke dalam pikiran dirinya. Siar pikir/Broadcasting yaitu
keyakinan klien bahwa ide dirinya dipakai oleh/disampaikan kepada
orang lain mengetahui apa yang ia pikirkan meskipun ia tidak pernah
secara nyata mengatakan pada orang tersebut. Kontrol pikir/ waham
pengaruh yaitu keyakianan seseorang bahwa pikiran, emosi dan
perbuatannya selalu dikontrol/dipengaruhi oleh kekuatan diluar diriya
yang aneh.
G. Respon Neurobiologis

Adapun rentang respon manusia terhadap stress yang menguraikan tentang respon
gangguan adaptif dan maladaptive dapat dijelaskan sebagai berikut :

Rentang Respon
Neurobiologis

Pikiran Logis Distorsi Pikiran Respon maladaptif


- Persepsi akurat. - Ilusi - Gangguan proses
- Emosi konsisten - Reaksi emosi pikir/delusi/waham
dengan berlebihan atau - Halusinasi
pengalaman. kurang - Sulit berespon emosi
- Perilaku sesuai - Prilaku aneh - Perilaku
- Berhubungan - Menarik diri disorganisasi
sosial. - Isolasi sosial
(Azizah, 2016)
Dari rentang respon neurobilogis diatas dapat dijelaskan bila individu merespon
secara adaptif maka individu akan berfikir secara logis. Apabila individu berada pada
keadaan diantara adaptif dan maladaptive kadang – kadang pikiran menyimpang atau
perubahan isi pikir terganggu. Bila individu tidak mampu berfikir logis dan pikiran
individu mulai menyimpang maka ia akan berespon secara maladaptive dan ia akan
mengalami gangguan isi pikir : waham curiga.
Agar individu tidak berespon secara maladaptive maka setiap individu harus
mempunyai mekanisme pertahanan koping yang baik. Mekanisme koping dapat
dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang disadari dan berorientasi
pada tindakan untuk memenuhi secara realistic tuntunan situasi stress.
a. Perilaku menyerang, digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan
pemenuhan kebutuhan.
b. Perilaku menarik diri, digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk
memindahkan seseorang dari sumber stress.
c. Perilaku kompromi, digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoperasikan, mengganti tujuan atau mengorbankan aspek kebutuhan
personel seseorang.
2. Mekanisme pertahanan ego, merupakan mekanisme yang dapat membantu
mengatasi cemas ringan dan sedang, jika berlangsung pada tingkat dasar dan
melibatkan penipuan diri dan disorientasi realitas, maka mekanisme ini dapat
merupakan respon maladaptive terhadap stress.
H. Manifestasi

Menurut Herman (2011 dalam Prakasa, 2020) bahwa tanda dan gejala gangguan proses
pikir waham terbagi menjadi 8 gejala yaitu, menolak makan, perawatan diri, emosi, gerakan
tidak terkontrol, pembicaraan tidak sesuai, menghindar, mendominasi pembicaraan, berbicara
kasar.

1. Waham Kebesaran

a. DS : Klien mengatakan bahwa ia adalah presiden, Nabi, Wali, artis dan lainnya
yang tidak sesuai dengan kenyataan dirinya.

b. DO :

1) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya

2) Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak berhubungan, secara
keseluruhan tidak dapat dimengerti

3) Klien mudah marah

4) Klien mudah tersinggung

2. Waham Curiga

a. DS :

1) Klien curiga dan waspada berlebih pada orang tertentu

2) Klien mengatakan merasa diintai dan akan membahayakan dirinya.

b. DO :
1) Klien tampak waspada

2) Klien tampak menarik diri

3) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya

4) Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak berhubungan, secara
keseluruhan tidak dapat dimengerti)

3. Waham Agama

a. DS : Klien yakin terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulang-


ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.

b. DO :

1) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya

2) Klien tampak bingung karena harus melakukan isi wahamnya

3) Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak berhubungan, secara
keseluruhan tidak dapat dimengerti)

4. Waham Somatik

a. DS :

1) Klien mengatakan merasa yakin menderita penyakit fisik

2) Klien mengatakan merasa khawatir sampai panic

b. DO :

1) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya

2) Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak berhubungan, secara
keseluruhan tidak dapat dimengerti)

3) Klien tampak bingung


4) Klien mengalami perubahan pola tidur

5) Klien kehilangan selera makan

5. Waham Nihilistik

a. DS : Klien mengatakan bahwa dirinya sudah meninggal dunia, diucapkan


berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.

b. DO :

1) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya

2) Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak berhubungan, secara
keseluruhan tidak dapat dimengerti)

3) Klien tampak bingung

4) Klien mengalami perubahan pola tidur

5) Klien kehilangan selera makan

6. Waham Bizar

a. Sisip Pikir :

1) DS :

a) Klien mengatakan ada ide pikir orang lain yang disisipkan dalam pikirannya
yang disampaikan secara berulang dan tidak sesuai dengan kenyataan.

b) Klien mengatakan tidak dapat mengambil keputusan

2) DO :

a) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya

b) Klien tampak bingung


c) Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak berhubungan,
secara keseluruhan tidak dapat dimengerti)

d) Klien mengalami perubahan pola tidur

b. Siar Pikir

1) DS :

a) Klien mengatakan bahwa orang lain mengetahui apa yang dia pikirkan yang
dinyatakan secara berulang dan tidak sesuai dengan kenyataan.

b) Klien mengatakan merasa khawatir sampai panik

c) Klien tidak mampu mengambil keputusan

2) DO :

a) Klien tampak bingung

b) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya

c) Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak berhubungan,
secara keseluruhan tidak dapat dimengerti)

d) Klien tampak waspada

e) Klien kehilangan selera makan

c. Kontrol Pikir

1) DS :

a) Klien mengatakan pikirannya dikontrol dari luar

b) Klien tidak mampu mengambil keputusan

2) DO :

a) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya


b) Klien tampak bingung

c) Klien tampak menarik diri

d) Klien mudah tersinggung

e) Klien mudah marah

f) Klien tampak tidak bisa mengontrol diri sendiri

g) Klien mengalami perubahan pola tidur

h) Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak berhubungan,
secara keseluruhan tidak dapat dimengerti)

I. Sumber Koping

Menurut Hernawati (2008), perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien
dari pengalaman yang berhubungan dengan respon neurobiologist yang mal adaptif
meliputi :
1. Regresi : berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi
ansietas.
2. Proyeksi : sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi
3. Menarik diri
4. Pada keluarga : mengingkari.

Ada beberapa sumber koping individu yang harus dikaji yang dapat berpengaruh
terhadap gangguan otak dan prilaku kekuatan dalam sumber koping dapat meliputi
seperti : modal intelegensi atau kreativitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif
mendidik anak-anaknya, dewasa muda tentang keterampilan koping karena mereka
biasanya tidak hanya belajar dan pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa
pengetahuan tentang penyakit, finansial yang cukup, ketersediaan waktu dan tenaga dan
kemampuan untuk memberikan dukungan secara berkesinambungan. (Stuart, 2013)
Koping individu dalam pelaksanaan tentu saja akan dipengaruhi atau bahkan
ditentukan oleh berbagai hal. Bergabai ahli menunjukan ketertarikan untuk meneliti
berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi koping Brehm & Kassin (1990)
berpendapat bahwa koping dipengaruhi oleh:

a. Faktor-faktor internal seperti pikiran, perasaan, genetik, fisiologis, dan


kepribadian
b. Faktor-faktor eksternal seperti peristiwa-peristiwa atau fenomena alam yang
terjadi dalam hidup individu, konteks budaya dimanaindividu berada dan
hubungan-hubungan sosial yang dihadapinya

Pervin & John (1997) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi
individu dalam melakukan koping adalah waham. Cara individu dengan kepribadian
introvert atau ekstrovert misalnya, jelas akan berbeda. Pada individu introvert dia akan
lebih memfokuskan pada koping yang mendukung kepribadiannya yang lebih melihat
ke dalam dirinya. Sedangkan individu yang yang ekstrovert akan memilih koping yang
lebih banyak melihat atau melibatkan hal hal yang diluar dirinya.

Menurut Sment, 1984 berpendapat bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi
bagaimana individu melakukan koping terhadap tekanan. Faktor-faktor tersebut adalah:

a. Kondisi individu yang bersangkutan, seperti umurnya, apa jenis kelaminnya,


bagaimana tempramennya, fakror genetik yang di dapat, tingkat intelegensinya,
tingkat pendidikannnya, suku asalnya, kebudayaan, status ekonomi, dan fisik
secara umum
b. Karakteristik kepribadian seperti pesimis atau optimis, dan jenis kepribadian
lainnya
c. Kondisi sosial kognitif seperti dukungan sosial dan kontrol pribadi
d. Hubungan yang terjadi antara individu dengan lingkungan sosial atau jaringa
sosialnya
Strategi mengatasi masalah, seperti berfokus pada emosi, menghindar dari masalah,
atau menggangap masalah tersebut tidak ada
K. Penatalaksanaan

Perawatan dan pengobatan harus secepat mungkin dilaksanakan karena,


kemungkinan dapat menimbulkan kemunduran mental. Tetapi jangan memandang klien
dengan waham pada gangguan skizofrenia ini sebagai pasien yang tidak dapat
disembuhkan lagi atau orang yang aneh dan inferior bila sudah dapat kontak maka
dilakukan bimbingan tentang hal-hal yang praktis. Biar pun klien tidak sembuh
sempurna, dengan pengobatan dan bimbingan yang baik dapat ditolong untuk bekerja
sederhana di rumah ataupun di luar rumah. Keluarga atau orang lain di lingkungan klien
diberi penjelasan (manipulasi lingkungan) agar mereka lebih sabar menghadapinya.
Penatalaksanaan klien dengan waham meliputi farmako terapi, ECT dan terapi
lainnya seperti: terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi somatik, terapi seni, terapi
tingkah laku, terapi keluarga, terapi spritual dan terapi okupsi yang semuanya bertujuan
untuk memperbaiki prilaku klien dengan waham pada gangguan skizoprenia.
Penatalaksanaan yang terakhir adalah rehablitasi sebagai suatu proses refungsionalisasi
dan pengembangan bagi klien agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar
dalam kehidupan masyarakat.

1. Farmakoterapi

Tatalaksana pengobatan skizofrenia paranoid mengacu pada penatalaksanaan


skizofrenia secara umum menurut Kaplan dan Sadock (2010) antara lain :

1) Anti Psikotik

Jenis- jenis obat antipsikotik antara lain :

a) Chlorpromazine

Untuk mengatasi psikosa, premidikasi dalam anestesi, dan mengurangi


gejala emesis. Untuk gangguan jiwa, dosis awal : 3×25 mg, kemudian dapat
ditingkatkan supaya optimal, dengan dosis tertinggi : 1000 mg/hari secara oral.

b) Trifluoperazine

Untuk terapi gangguan jiwa organik, dan gangguan psikotik menarik diri.
Dosis awal : 3×1 mg, dan bertahap dinaikkan sampai 50 mg/hari.
c) Haloperidol

Untuk keadaan ansietas, ketegangan, psikosomatik, psikosis,dan mania.


Dosis awal : 3×0,5 mg sampai 3 mg. Obat antipsikotik merupakan obat terpilih
yang mengatasi gangguan waham. Pada kondisi gawat darurat, klien yang
teragitasi parah, harus diberikan obat antipsikotik secara intramuskular.
Sedangkan jika klien gagal berespon dengan obat pada dosis yang cukup dalam
waktu 6 minggu, anti psikotik dari kelas lain harus diberikan. Penyebab
kegagalan pengobatan yang paling sering adalah ketidakpatuhan klien minum
obat. Kondisi ini harus diperhitungkan oleh dokter dan perawat. Sedangkan
terapi yang berhasil dapat ditandai adanya suatu penyesuaian sosial, dan bukan
hilangnya waham pada klien.

2) Anti Parkinson

a. Triheksipenydil (Artane), untuk semua bentuk parkinsonisme, dan untuk


menghilangkan reaksi ekstrapiramidal akibat obat. Dosis yang digunakan :
1-15 mg/hari
b. Difehidamin = Dosis yang diberikan : 10- 400 mg/hari

3) Anti Depresan

a. Amitriptylin, untuk gejala depresi, depresi oleh karena ansietas, dan keluhan
somatik. Dosis : 75-300 mg/hari.
b. Imipramin, untuk depresi dengan hambatan psikomotorik, dan depresi
neurotik. Dosis awal : 25 mg/hari, dosis pemeliharaan : 50-75 mg/hari.

4) Anti Ansietas

Anti ansietas digunakan untuk mengotrol ansietas, kelainan somatroform,


kelainan disosiatif, kelainan kejang, dan untuk meringankan sementara gejala-
gejala insomnia dan ansietas. Obat- obat yang termasuk anti ansietas antara lain:

Fenobarbital : 16-320 mg/hari

Meprobamat : 200-2400 mg/hari

Klordiazepoksida : 15-100 mg/hari


2. Psikoterapi

Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling percaya.


Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok. Terapis tidak boleh mendukung
ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus-menerus membicarakan tentang
wahamnya. Terapis harus tepat waktu, jujur dan membuat perjanjian seteratur mungkin.
Tujuan yang dikembangkan adalah hubungan yang kuat dan saling percaya dengan
klien. Kepuasan yang berlebihan dapat meningkatkan kecurigaan dan permusuhan klien,
karena disadari bahwa tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi. Terapis perlu
menyatakan pada klien bahwa keasyikan dengan wahamnya akan menegangkan diri
mereka sendiri dan mengganggu kehidupan konstruktif. Bila klien mulai ragu-ragu
dengan wahamnya, terapis dapat meningkatkan tes realitas.

Sehingga terapis perlu bersikap empati terhadap pengalaman internal klien, dan
harus mampu menampung semua ungkapan perasaan klien, misalnya dengan berkata :
“Anda pasti merasa sangat lelah, mengingat apa yang anda lalui,” tanpa menyetujui
setiap mis persepsi wahamnya, sehingga menghilangnya ketegangan klien. Dalam hal
ini tujuannya adalah membantu klien memiliki keraguan terhadap persepsinya. Saat
klien menjadi kurang kaku, perasaan kelemahan dan inferioritasnya yang menyertai
depresi, dapat timbul. Pada saat klien membiarkan perasaan kelemahan memasuki
terapi, suatu hubungan terapeutik positif telah ditegakkan dan aktifitas terpeutik dapat
dilakukan.

3. Terapi Keluarga

Pemberian terapi perlu menemui atau mendapatkan keluarga klien, sebagai sekutu
dalam proses pengobatan. Keluarga akan memperoleh manfaat dalam membantu ahli
terapi dan membantu perawatan klien.

2. Proses Terjadinya Masalah

a) Fase kebutuhan manusia rendah (lack of human need)

Waham diawali dengan terbatasnya berbagai kebutuhan pasien baik secara fisik
maupun psikis. Secara fisik, pasien dengan waham dapat terjadi pada orang dengan status
sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya pasien sangat miskin dan menderita.
Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan
kompensasi yang salah. Hal itu terjadi karena adanya kesenjangan antara kenyataan
(reality), yaitu tidak memiliki finansial yang cukup dengan ideal diri (self ideal) yang
sangat ingin memiliki berbagai kebutuhan, seperti mobil, rumah, atau telepon genggam.

b) Fase kepercayaan diri rendah (lack of self esteem)

Kesenjangan antara ideal diri dengan kenyataan serta dorongan kebutuhan yang tidak
terpenuhi menyebabkan pasien mengalami perasaan menderita, malu, dan tidak berharga.

c) Fase pengendalian internal dan eksternal (control internal and external)

Pada tahapan ini, pasien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau
apa yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan, dan tidak sesuai dengan
kenyataan. Namun, menghadapi kenyataan bagi pasien adalah sesuatu yang sangat berat,
karena kebutuhannya untuk diakui, dianggap penting, dan diterima lingkungan menjadi
prioritas dalam hidupnya, sebab kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara
optimal. Lingkungan sekitar pasien mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang
dikatakan pasien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena
besarnya toleransi dan keinginan menjadi perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar
pasif tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan pasien tidak
merugikan orang lain.

d) Fase dukungan lingkungan (environment support)

Dukungan lingkungan sekitar yang mempercayai (keyakinan) pasien dalam


lingkungannya menyebabkan pasien merasa didukung, lama-kelamaan pasien menganggap
sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang.
Oleh karenanya, mulai terjadi kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma
(superego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.

e) Fase nyaman (comforting)

Pasien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap


bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan sering
disertai halusinasi pada saat pasien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya, pasien
lebih sering menyendiri dan menghindari interaksi sosial (isolasi sosial).

f) Fase peningkatan (improving)

Apabila tidak adanya konfrontasi dan berbagai upaya koreksi, keyakinan yang salah
pada pasien akan meningkat. Jenis waham sering berkaitan dengan kejadian traumatik
masa lalu atau berbagai kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang). Waham
bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri
dan orang lain.

(Yusuf, 2015)

3. Pohon Diagnosis

Gangguan Komunikasi Verbal Effect

Gangguan Proses Pikir: Waham Core Problem

Harga diri rendah kronis


Causa

4. Diagnosa Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji

Hal yang perlu di kaji

Menurut Kaplan dan Sadock (1997, dalam Yusuf (2015) beberapa hal yang harus dikaji
antara lain sebagai berikut.

a. Identitas Klien Informan

Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang:
Nama klien, panggilan klien, Nama perawat, tujuan, waktu pertemuan, topik pembicaraan.
b. Alasan Masuk

Tanyakan pada keluarga atau klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke
Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah dan perkembangan
yang dicapai.

c. Riwayat Kesehatan Sekarang

Tanyakan pada klien atau keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada
masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari
lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.

d. Aspek Fisik

Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD, nadi, suhu, pernafasan. Ukur tinggi
badan dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi organ kalau ada keluhan.

e. Aspek Psikososial

Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang dapat menggambarkan
hubungan klien dan keluarga, masalah yang terkait dengan komunikasi, pengambilan
keputusan dan pola asuh.

f. Konsep Diri.

a) Citra tubuh

Biasanya pasien dengan waham miliki perasaan negatif terhadap diri sendiri.

b) Identitas diri

Pada pasien dengan waham kebesaran misalnya mengaku seorang polisi


padahalkenyataan nya tidak benar.

c) Peran Klien

Misalnya berperan sebagai kepala keluarga dalam keluarganya.


d) Ideal diri

Klien berharap agar bisa cepat keluar dari RSJ karena ia bosan sudah lama di RSJ.

e) Harga diri

Adanya gangguan konsep diri : harga diri rendah karena perasaan negatif terhadapdiri
sendiri,hilangnya rasa percaya diri dan merasa gagal mencapai tujuan.

g. Hubungan Sosial

Pasien dengan waham biasanya memiliki hubungan sosial yang tidak haramonis.

h. Spiritual Nilai dan Keyakinan

a) Kegiatan Ibadah
Biasanya pada pasien dengan waham agama melakukan ibadah secara berlebihan.
i. Status Mental.
Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktvitas motorik klien,
alam perasaan klien (sedih, takut, khawatir), afek klien, interaksi selama wawancara,
persepsi klien, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentasi dan
berhitung, kemampuan penilaian dan daya tilik diri.
j. Penampilan
Pada pasien waham biasanya penampilan nya sesuai dengan waham yang ia
rasakan.Misalnya pada waham agama berpakaian seperti seorang ustadz.
k. Pembicaraan
Pada pasien waham biasanya pembicaraan nya selalu mengarah ke wahamnya,bicara
cepat,jelas tapi berpindah-pindah,isi pembicaraan tidak sesuai dengankenyataan.
l. Aktivitas Motorik
Pada waham kebesaran bisa saja terjadi perubahan aktivitas yang berlebihan.
m. Alam Perasaan
Pada waham curiga biasanya takut karena merasa orang-orang akan melukai dan
mengancam membunuhnya.Pada waham nihilistik merasa sedih karena meyakini kalau
dirinya sudah meninggal.
n. Interaksi Selama Wawancara

Pada pasien waham biasanya di temukan :

a) Defensif : selalu berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran dirinya.

b) Curiga : menunjukkan sikap / perasaan tidak percaya pada orang lain.

o. Isi Pikir

Pada pasien dengan waham kebesaran biasanya : klien mempunyai keyakinan yang
berlebihan terhadap kemampuannya yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai
dengan kenyataan.

p. Proses Pikir

Pada pasien waham biasanya pikiran yang tidak realistis, flight of ideas, pengulangan kata-
kata.

q. Tingkat Kesadaran

Biasanya masih cukup baik

Analisis Data

Data Masalah Etiologi


DS: Mengungkapkan isi
Faktor biologis : kelainan
waham
genetic, kelainan
DO : Menunjukkan perilaku
neurologis, Faktor
sesuai isi waham, isi pikir Waham
psikodinamik,
tidak sesuai realita, Isi
Maladaptasi, Stres
pembicaraan sulit
berlebihan
dimengerti
DS : Menilai diri negative, Terpapar situasi traumatis,
merasa malu/bersalah, Harga Diri Rendah Kronis kegagalan berulang,
merasa tidak mampu gangguan psikiatri
melakukan apapun,
meremehkan kemampuan
mengatasi masalah, merasa
tidak memiliki kelebihan
atau kemampuan positif,
melebih-lebihkan penilaian
negative tentang diri sendiri,
menolak penilaian positif
terhadap diri sendiri.
DO : Enggan mencoba hal
baru, berjalan menunduk,
postur tubuh menunduk
DS : -
DO : Tidak mampu
berbicara atau mendengar, Gangguan Komunikasi Verbal Hambatan psikologis
menunjukkan respon tidak
sesuai

Diagnosa Keperawatan

SDKI SLKI SIKI


Gangguan Proses Pikir : Setelah dilakukan Manajemen waham
Waham intervensi manajemen Observasi
waham selama 7 x 24 jam − Monitor waham yang
diharapkan klien sudah isinya membahhayakan diri
tidak mengalami waham sendiri, orang lain, dan
lagi dengan kriteria hasil: lingkungan.
Status orientasi − Motitor efek terapeutik dan
− Tidak mengatakan yang efek samping obat
berkaitan dengan waham.
− Tidak menunjukkan
perilakuwaham. Terapeutik
− Perilaku sesuai dengan − Bina hubungan
realita. interpersonal saling
− Isi pikir sesuai percaya.
dengan realitas − Tunjukkan sikap tidak
− Pembicaraan sesuai dengan menghakimi secara
realita. konsisten
− Diskusikan waham dengan
berfokus pada perasaan
yang mendasari waham.
− Hindari perdebatan tentang
keyakinan yang keliru,
nyatakan keraguan sesuai
fakta.
− Hindari memperkuat
gagasanwaham.
− Sediakan lingkungan aman
dan nyaman
− Berikan aktivitas rekreasi
dan pengalihan sesuai
kebutuhan.
− Lakukan intervensi
pengontrolan perilaku
waham.
Edukasi

− Anjurkan
mengungkapkan dan
memvalidasi waham.

− Anjurkan melakukan
rutinitas harian secara
konsisten.
− Jelaskan tentang waham
serta penyakit terkait, cara
mengatasi dan obat yang
diberikan

Kolaborasi
− Kolaborasipemberian obat
Harga Diri Rendah Kronis Setelah dilakukan intervensi Manajemen Perilaku
keperawatan selama 3x24 jam, Observasi
diharapkan harga diri − Identifikasi harapan untuk
meningkat dengan kriteria mengendalikan perilaku
hasil: Terapeutik
− penilaian diri posisi − diskusikan tanggung jawab
meningkatkan terhadap perilaku
− perasaan memiliki − jadwalkan kegiatan
kelebihan positif terstruktur
meningkatkan − ciptakan dan pertahankan
− perasaan tidak mampu lingkungan dan kegiatan
melakukan apapun perawatan konsisten setiap
menurun dinas
− meremehkan kemampuan − tingkatkan aktivitas fisik
mengatasi masalah sesuai kemampuan
menurun − batasi jumlah pengunjung
− bicara dengan nada rendah
dan tenang
− lakukan kegiatan
pengalihan terhadap
sumber agitasi
− cegah perilaku pasif dan
agresif
− beri penguatan positif
terhadap keberhasilan
mengendalikan perilaku
− lakukan pengekangan fisik
sesuai indikasi
− hindari bersikap
menyudutkan dan
menghentikan pembicaraan
− hindari sikap mengancam
dan berdebat
− hindari berdebat atau
menawar batas perilaku
yang telah ditetapkan
Edukasi
− informasikan keluarga
Bahwa keluarga sebagai
dasar pembentukan kognitif

Promosi Harga Diri


Observasi
− Identifikasi budaya, agama,
ras, jenis kelamin dan usia
terhadap harga diri
− monitor verbalisasi yang
merendahkan diri sendiri
− monitor tingkat harga diri
setiap waktu, sesuai
kebutuhan
Terapeutik
− motivasi terlibat dalam
verbalisasi positif untuk
diri sendiri
− motivasi menerima
tantangan atau hal baru
− diskusikan pernyataan
tentang harga diri
− diskusikan kepercayaan
terhadap penilaian diri
− diskusikan pengalaman
yang meningkatkan harga
diri
− diskusikan persepsi negatif
diri
− diskusikan alasan
mengkritik diri atau rasa
bersalah
− diskusikan penetapan
tujuan realistis untuk
mencapai harga diri yang
lebih tinggi
− diskusikan bersama
keluarga untuk menetapkan
harapan dan batasan yang
jelas
− berikan umpan balik positif
atas peningkatan mencapai
tujuan
− fasilitasi lingkungan dan
aktivitas yang
meningkatkan harga diri
Edukasi
− Jelaskan kepada keluarga
pentingnya dukungan
dalam perkembangan
konsep positif diri pasien
− anjurkan mengidentifikasi
kekuatan yang dimiliki
− anjurkan mempertahankan
kontak mata saat
berkomunikasi dengan
orang lain
− anjurkan membuka diri
terhadap kritik negatif
− anjurkan mengevaluasi
perilaku
− ajarkan cara mengatasi
bullying
− latih peningkatan tanggung
jawab untuk diri sendiri
− latih pernyataan atau
kemampuan positif diri
− latih cara berpikir dan
berperilaku positif
− latih meningkatkan
kepercayaan pada
kemampuan dalam
menangani situasi
Promosi Koping
Observasi
− Identifikasi kegiatan jangka
pendek dan panjang sesuai
tujuan
− identifikasi kemampuan
yang dimiliki
− identifikasi sumber daya
yang tersedia untuk
memenuhi tujuan
− identifikasi pemahaman
proses penyakit
− identifikasi dampak situasi
terhadap peran dan
hubungan
− identifikasi metode
penyelesaian masalah
− identifikasi kebutuhan dan
keinginan terhadap
dukungan sosial
Terapeutik
− diskusikan perubahan peran
yang dialami
− gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
− diskusikan alasan
mengkritik diri sendiri
− diskusikan untuk
mengklarifikasi
kesalahpahaman dan
mengevaluasi perilaku
sendiri
− diskusikan konsekuensi
tidak menggunakan rasa
bersalah dan rasa malu
− diskusikan risiko yang
menimbulkan bahaya pada
diri sendiri
− fasilitasi dalam
memperoleh informasi
yang dibutuhkan
− berikan pilihan realistis
mengenai aspek-aspek
tertentu dalam perawatan
− motivasi untuk menentukan
harapan yang realistis
− tinjau kembali kemampuan
dalam mengambil
keputusan
− hindari mengambil
keputusan saat pasien
berada di bawah tekanan
− motivasi terlibat dalam
kegiatan sosial
− motivasi mengidentifikasi
sistem pendukung yang
tersedia
− dampingi saat berduka
− perkenalkan dengan orang
atau kelompok yang
berhasil mengalami
pengalaman sama
− dukung penggunaan
mekanisme pertahanan
yang tepat
− kurangi rangsangan
lingkungan yang
mengancam
Edukasi
− anjurkan menjalin
hubungan yang memiliki
kepentingan dan tujuan
sama
− anjurkan penggunaan
sumber spiritual, Jika perlu
− anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
− anjurkan keluarga terlibat
− anjurkan membuat tujuan
yang lebih spesifik
− ajarkan cara memecahkan
masalah secara konstruktif
− latih penggunaan teknik
relaksasi
− latih keterampilan sosial,
sesuai kebutuhan
− latih mengembangkan
penilaian objektif
Gangguan Komunikasi Verbal Setelah dilakukan intervensi Promosi Komunikasi: Defisit
selama 5x24 jam diharapkan Bicara
komunikasi verbal klien Observasi
meningkat dengan kriteria − Monitor kecepatan,
hasil: tekanan, kuantitas, volume
− Kemampuan berbicara dan diksi bicara
meningkat − monitor proses kognitif,
− Kontak mata meningkat anatomis dan fisiologis
− Respon perilaku membaik yang berkaitan dengan
bicara
− monitor frustasi, arah
depresi atau hal lain yang
mengganggu bicara
− identifikasi perilaku
emosional dan fisik secara
bentuk komunikasi
Terapeutik
− gunakan metode
komunikasi alternatif
− sesuaikan gaya komunikasi
dengan kebutuhan
− modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bantuan
− ulangi apa yang
disampaikan pasien
− berikan dukungan
psikologis
Edukasi
− anjurkan berbicara perlahan
− ajarkan pasien dan keluarga
proses kognitif, anatomis
dan fisiologis yang
berhubungan dengan
kemampuan berbicara
Kolaborasi
− rujuk ke ahli patologi
bicara atau terapis

Promosi Komunikasi: Defisit


Pendengaran
Observasi
− periksa kemampuan
pendengaran
− monitor akumulasi serumen
berlebihan
− identifikasi metode
komunikasi yang disukai
pasien
Terapeutik
− Gunakan bahasa sederhana
− menggunakan bahasa
isyarat, jika perlu
− verifikasi apa yang
dikatakan atau ditulis
pasien
− fasilitasi penggunaan alat
bantu dengar
− berhadapan dengan pasien
secara langsung selama
berkomunikasi
− pertahankan kontak mata
selama berkomunikasi
− hindari merokok
mengunyah makanan atau
permen karet dan menutup
mulut saat berbicara
− hindari kebisingan saat
berkomunikasi
− hindari berkomunikasi
lebih dari 1 m dari pasien
− lakukan irigasi telinga, jika
perlu
− pertahankan kebersihan
telinga
Edukasi
− anjurkan menyampaikan
perasaan dengan isyarat
− ajarkan cara membersihkan
serumen dengan tepat

Promosi Komunikasi: Defisit


Visual
Observasi
− Periksa kemampuan
penglihatan
− monitor dampak gangguan
penglihatan
Terapeutik
− fasilitasi peningkatan
stimulasi indra lainnya
− pastikan kacamata atau
lensa kontak berfungsi
dengan baik
− sediakan pencahayaan
cukup
− berikan bacaan dengan
huruf besar
− hindari penataan letak
lingkungan tanpa
memberitahu
− sediakan alat bantu
− fasilitasi membaca surat,
surat kabar atau media
informasi lainnya
− gunakan warna terang dan
kontras di lingkungan
− sediakan kaca pembesar,
jika perlu
Edukasi
− Jelaskan lingkungan pada
pasien
− ajarkan keluarga cara
membantu pasien
berkomunikasi
Kolaborasi
− rujuk pasien pada terapis,
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L., Zainuri, I., & Akbar, A. 2016. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta:
Indomedia Pustaka.

Direja, Ade Herman S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :
Nuha Medika
Kaplan HI, Sadock. 2010. Psikiatri Jilid II. Jakarta: Binarupa Aksara

Keliat, B.A. 2009. Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: PPNI

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: PPNI

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: PPNI

Prakasa, A., & Milkhatun, M. 2020. Analisis Rekam Medis Pasien Gangguan Proses Pikir
Waham dengan Menggunakan Algoritma C4.5 di Rumah Sakit Atma Husada Mahakam
Samarinda. Borneo Student Research (BSR), 2(1), 8-15. Diakses dari
https://scholar.googleusercontent.com/scholar?q=cache:98_XaqlexBUJ:scholar.google.co
m/+prevalensi+WAHAM&hl=id&as_sdt=0,5 . Pada tanggal 8 Juni 2021

Stuart, G.W., and Sundenen, S.J. 2013. Buku Saku Keperawatan Jiwa. 6 Th Editon. St.
______Louis: Mosby Yeart Book.

Yusuf, A., dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba

Anda mungkin juga menyukai