Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Profesi Ners Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh :

Senny Aprilia

221FK04035

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

BANDUNG

2023
I. GANGGUAN PROSES PIKIR :WAHAM
A. Definisi
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat atau
terusmenerus,tapi tidak sesuai dengan kenyataan. Waham adalah termasuk gangguan
isi pikiran. Pasien meyakini bahwa dirinya adalah seperti apa yang ada di dalam isi
pikirannya. Waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk
waham yang spesiik sering ditemukan pada penderita skizofrenia (Keliat, 2013).
Waham adalah keyakinan pasien yang tidak sesuai dengan kenyataan yang tetap
dipertahankan dan tidak dapat dirubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini
berasal dari pemikiran pasien yang sudah kehilangan kontrol. (Fauziah &
Kesumawati, 2021).
Waham merupakan suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat
atau terus menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Klien meyakini bahwa
dirinya adalah seperti apa yang ada di dalam isi pikirannya (Sutejo, 2017).
Jadi waham adalah suatu keyakinan seseorang/individu yang tidak sesuai dengan
kenyataan dan bertentangan dengan realita normal tetapi terus dipertahankan dan
tidak dapat dirubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran
klien yang sudah kehilangan control dalam proses pikirnya.

B. Tanda dan Gejala


Menurut Keliat (2013) Tanda dan gejala waham dapat juga dikelompokkan
sebagai berikut :
1. Kognitif
a. Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata
b. Individu sangat percaya pada keyakinannya
c. Sulit berpikir realita
d. Tidak mampu mengambil keputusan.
2. Afektif
a. Situasi tidak sesuai dengan kenyataan
b. Afek tumpul
3. Perilaku dan hubungan sosial
a. Hipersensitif
b. Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal
c. Depresif
d. Ragu-ragu
e. Mengancam secara verbal
f. Aktivitas tidak tepat
g. Streotif
h. Impulsif
i. Curiga
4. Fisik
a. Kebersihan kurang
b. Muka pucat
c. Sering menguap
d. Berat badan menurun
e. Nafsu makan berkurang dan sulit tidur

C. Fase-Fase
1. Fase kebutuhan manusia rendah (lack of human need)
Waham diawali dengan terbatasnya berbagai kebutuhan pasien baik secara isik
maupun psikis. Secara fisik, pasien dengan waham dapat terjadi pada orang
dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya pasien sangat miskin
dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya
untuk melakukan kompensasi yang salah. Hal itu terjadi karena adanya
kesenjangan antara kenyataan (reality), yaitu tidak memiliki inansial yang cukup
dengan ideal diri (self ideal) yang sangat ingin memiliki berbagai kebutuhan,
seperti mobil, rumah, atau telepon genggam.
2. Fase kepercayaan diri rendah (lack of self esteem)
Kesenjangan antara ideal diri dengan kenyataan serta dorongan kebutuhan yang
tidak terpenuhi menyebabkan pasien mengalami perasaan menderita, malu, dan
tidak berharga.
3. Fase pengendalian internal dan eksternal (control internal and external)
Pada tahapan ini, pasien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau
apa yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan, dan tidak sesuai
dengan kenyataan. Namun, menghadapi kenyataan bagi pasien adalah sesuatu
yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui, dianggap penting, dan
diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, sebab kebutuhan tersebut
belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar pasien mencoba
memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan pasien itu tidak benar, tetapi
hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan
menjadi perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau
konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan pasien tidak merugikan
orang lain.
4. Fase dukungan lingkungan (environment support)
Dukungan lingkungan sekitar yang mempercayai (keyakinan) pasien dalam
lingkungannya menyebabkan pasien merasa didukung, lama-kelamaan pasien
menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena
seringnya diulang-ulang. Oleh karenanya, mulai terjadi kerusakan kontrol diri dan
tidak berfungsinya norma (superego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan
dosa saat berbohong.

D. Klasifikasi
1. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus, serta diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya ini direktur sebuah
bank swasta lho..”atau “Saya punya beberapa perusahaan multinasional”.
2. Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan/mencederai dirinya, serta diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai
kenyataan. Misalnya, “Saya tahu..kalian semua memasukkan racun ke dalam
makanan saya”.
3. Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, serta diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Kalau saya mau masuk
surga saya harus membagikan uang kepada semua orang.”
4. Waham somatik
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/terserang penyakit, serta
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya sakit
menderita penyakit menular ganas”, setelah pemeriksaan laboratorium tidak
ditemukan tandatanda kanker, tetapi pasien terus mengatakan bahwa ia terserang
kanker.
5. Waham nihilistik
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal, serta diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Ini kan alam kubur ya,
semua yang ada di sini adalah roh-roh.

E. Faktor Penyebab
Gangguan orientasi realitas menyebar dalam lima kategori utama fungsi otak
Menurut Kusumawati, (2010) yaitu:
a. Gangguan fungsi kognitif dan persepsi menyebabkan kemampuan menilai dan
menilik terganggu.
b. Gangguan fungsi emosi, motorik, dan sosial mengakibatkan kemampuan
berespons terganggu, tampak dari perilaku nonverbal (ekspresi dan gerakan
tubuh) dan perilaku verbal (penampilan hubungan sosial).
c. Gangguan realitas umumnya ditemukan pada skizofrenia.
d. Gejala primer skizofrenia (bluer): 4a + 2a yaitu gangguan asosiasi, efek,
ambivalen, autistik, serta gangguan atensi dan aktivitas.
F. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Pikiran logis Disorientasi pikiran Gangguan


pikiran/waham
- Presepsi akurat - Ilusi
- Emosi konsisten - Reaksi Emosi - Sulit berespon
- Prilaku sesuai Ber (+/-) - Perilaku kacau
Berhubungan - Perilaku aneh - Isolasi sosial
sosial /tidak biasa
- Menarik diri

Dari rentang respon neurobilogis diatas dapat dijelaskan bila individu merespon
secara adaptif maka individu akan berfikir secara logis. Apabila individu berada pada
keadaan diantara adaptif dan maladaptive kadang-kadang pikiran menyimpang atau
perubahan isi pikir terganggu. Bila individu tidak mampu berfikir logis dan pikiran
individu mulai menyimpang maka ia akan berespon secara maladaptive dan ia akan
mengalami gangguan isi pikir: waham curiga.

Agar individu tidak berespon secara maladaptive maka setiap individu harus
mempunyai mekanisme pertahanan koping yang baik. Mekanisme koping dapat
dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang disadari dan
berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realistic tuntunan situasi
stress.
a. Perilaku menyerang, digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan
pemenuhan kebutuhan.
b. Perilaku menarik diri, digunakan baik secara fisik maupun psikologik
untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.
c. Perilaku kompromi, digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoperasikan, mengganti tujuan atau mengorbankan aspek kebutuhan
personel seseorang.
2. Mekanisme pertahanan ego, merupakan mekanisme yang dapat membantu
mengatasi cemas ringan dan sedang, jika berlangsung pada tingkat dasar dan
melibatkan penipuan diri dan disorientasi realitas, maka mekanisme ini dapat
merupakan respon maladaptive terhadap stress.

G. Faktor Predisposisi
a. Genetis
Diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon biologis yang maladaptif.
b. Neurobiologis
Adanya gangguan pada korteks pre frontal dan korteks limbic
c. Neurotransmitter
Abnormalitas pada dopamine, serotonin dan glutamat.
d. Psikologis
ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.

H. Faktor Presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
c. Adanya gejala pemicu
Pemicu merupakan prekursor dan stimulus yang yang sering menunjukkan
episode baru suatu penyakit. Pemicu yang biasa terdapat pada respon
neurobiologik yang maladaptif berhubungan dengan kesehatan. Lingkungan, sikap
dan perilaku individu.

I. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yaitu semua aktivitas kognitif dan motorik yang dilakukan
oleh seseorang yang sakit untuk mempertahankan intrgritas tubuh dan psikisnya,
memulihkan fungsi yang rusak dan membatasi adanya kerusakan yang tidak bisa
dipulihkan (dipowski, 2009). Mekanisme koping yaitu:
1. Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang disadari dan berorientasi
pada tindakan untuk memenuhi secara reakstik tuntunan situasi stress.
2. Perilaku menyerang, digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan
pemenuhan kebutuhan.
3. Perilaku menarik diri, digunakan baik secara fisik maupun psikologic untuk
memindahkan seseorang dari sumber stress.
4. Perilaku kompromi, digunakan untuk mengubah cara seseoprang mengoprasikan,
menmgganti tujuan atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang.

J. Sumber Koping
Ada beberapa sumber koping individu yang harus dikaji yang dapat berpengaruh
terhadap gangguan otak dan prilaku kekuatan dalam sumber koping dapat meliputi
seperti : modal intelegensi atau kreativitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif
mendidik anak-anaknya, dewasa muda tentang keterampilan koping karena mereka
biasanya tidak hanya belajar dan pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa
pengetahuan tentang penyakit, finansial yang cukup ketersediaan waktu dan tenaga
dan kemampuan untuk memberikan dukungan secara berkesinambungan.

K. Penatalaksanaan
Penatalaksnaan klien dengan waham meliputi farmko terapi, ECT dan terapi
lainnya seperti: terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi somatic, terapi seni, terapi
tingkah laku, terapi keluarga, terapi spritual dan terapi okupsi yang semuanya
bertujuan untuk memperbaiki perilaku klien dengan waham pada gangguan
skizofrenia. Penatalaksanaan yang terakhir adalah rehablitasi sebagai suatu proses
refungsionalisasi dan pengembangan bagi klien agar mampu melaksanakan fungsi
sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
1. Farmakologi
Obat antipsikotik merupakan obat terpilih yang mengatasi gangguan waham.
Pada kondisi gawat darurat, klien yang teragitasi parah, harus diberikan obat
antipsikotik secara intramuskular. Sedangkan jika klien gagal berespon dengan obat
pada dosis yang cukup dalam waktu 6 minggu, anti psikotik dari kelas lain harus
diberikan. Penyebab kegagalan pengobatan yang paling sering adalah
ketidakpatuhan klien minum obat. Kondisi ini harus diperhitungkan oleh dokter dan
perawat. Sedangkan terapi yang berhasil dapat ditandai adanya suatu penyesuaian
sosial, dan bukan hilangnya waham pada klien.
2. Psikoterapi
Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling
percaya. Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok. Terapis tidak
boleh mendukung ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus-menerus
membicarakan tentang wahamnya. Terapis harus tepat waktu, jujur dan membuat
perjanjian seteratur mungkin. Tujuan yang dikembangkan adalah hubungan yang
kuat dan saling percaya dengan klien. Kepuasan yang berlebihan dapat
meningkatkan kecurigaan dan permusuhan klien, karena disadari bahwa tidak
semua kebutuhan dapat dipenuhi. Terapis perlu menyatakan pada klien bahwa
keasyikan dengan wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan
mengganggu kehidupan konstruktif. Bila klien mulai ragu-ragu dengan wahamnya,
terapis dapat meningkatkan tes realitas.
Sehingga terapis perlu bersikap empati terhadap pengalaman internal klien, dan
harus mampu menampung semua ungkapan perasaan klien, misalnya dengan
berkata : “Anda pasti merasa sangat lelah, mengingat apa yang anda lalui, “tanpa
menyetujui setiap mis persepsi wahamnya, sehingga menghilangnya ketegangan
klien. Dalam hal ini tujuannya adalah membantu klien memiliki keraguan terhadap
persepsinya. Saat klien menjadi kurang kaku, perasaan kelemahan dan
inferioritasnya yang menyertai depresi, dapat timbul. Pada saat klien membiarkan
perasaan kelemahan memasuki terapi, suatu hubungan terapeutik positif telah
ditegakkan dan aktifitas terpeutik dapat dilakukan.
3. Terapi Keluarga
Pemberian terapi perlu menemui atau mendapatkan keluarga klien, sebagai
sekutu dalam proses pengobatan. Keluarga akan memperoleh manfaat dalam
membantu ahli terapi dan membantu perawatan klien.
II. PROSES TERJADINYA MASALAH (PSIKODINAMIKA)
Resiko Tinggi, mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perubahan Isi Pikir : Waham Kerusakan Komunikasi


Verbal

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri

III. KEMUNGKINAN DATA FOKUS PENGKAJIAN


A. Identitas Klien Informan
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien
tentang: Nama klien, panggilan klien, Nama perawat, tujuan, waktu pertemuan, topik
pembicaraan.
B. Alasan Masuk
Tanyakan pada keluarga atau klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah dan
perkembangan yang dicapai.
C. Riwayat Kesehatan Sekarang
Tanyakan pada klien atau keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.
D. Aspek Fisik
Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD, nadi, suhu, pernafasan. Ukur
tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi organ kalau ada keluhan.
E. Aspek Psikososial
Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang dapat
menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang terkait dengan
komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
F. Konsep Diri
1. Citra tubuh : Biasanya pasien dengan waham miliki perasaan negatif terhadap
diri sendiri.
2. Identitas diri : Pada pasien dengan waham kebesaran misalnya mengaku seorang
polisi padahal kenyataan nya tidak benar.
3. Peran Klien : Berperan sebagai kepala keluarga dalam keluarganya.
4. Ideal diri : Klien berharap agar bisa cepat keluar dari RSJ karena ia bosan
sudah lama di RSJ.
5. Harga diri : Adanya gangguan konsep diri : harga diri rendah karena perasaan
negatif terhadapdiri sendiri,hilangnya rasa percaya diri dan merasa gagal
mencapai tujuan.
G. Hubungan Sosial
Pasien dengan waham biasanya memiliki hubungan sosial yang tidak haramonis.
H. Spiritual
Nilai dan Keyakinan: Biasanya pada pasien dengan waham agama meyakini
agamanya secara berlebihan seperti Kegiatan Ibadah Biasanya pada pasien dengan
waham agama melakukan ibadah secara berlebihan.
I. Status Mental
J. Penampilan
Pada pasien waham biasanya penampilan nya sesuai dengan waham yang ia
rasakan.Misalnya pada waham agama berpakaian seperti seorang ustadz.
K. Pembicaraan
Pada pasien waham biasanya pembicaraan nya selalu mengarah ke wahamnya,
bicara cepat, jelas tapi berpindah-pindah, isi pembicaraan tidak sesuai dengan
kenyataan.
L. Aktivitas Motorik
Pada waham kebesaran bisa saja terjadi perubahan aktivitas yang berlebihan.
M. Alam Perasaan
Pada waham curiga biasanya takut karena merasa orang-orang akan melukai dan
mengancam membunuhnya.Pada waham nihilistik merasa sedih karena meyakini
kalau dirinya sudah meninggal.
N. Interaksi Selama Wawancara
Pada pasien waham biasanya di temukan:
a) Defensif : selalu berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran
dirinya.
b) Curiga : menunjukkan sikap / perasaan tidak percaya pada orang lain.
O. Isi Pikir
Pada pasien dengan waham Kebesaran biasanya: klien mempunyai keyakinan
yang berlebihan terhadap kemampuannya yang disampaikan secara berulang yang
tidak sesuai dengan kenyataan.
P. Proses Pikir
Pada pasien waham biasanya pikiran yang tidak realistis, flight of ideas,
pengulangan kata-kata.
Q. Tingkat Kesadaran
Biasanya masih cukup baik

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Perubahan Isi Pikir : Waham
2. Resiko mencederai diri sendiri dan lingkungan
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
4. Kerusakan komunikasi verbal

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Gangguan Proses Pikir : Waham

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Pasien mampu: Setelah….pertemuan SP1


pasien dapat memenuhi
- Berorientasi kepada - Identifiksi kebutuhan pasien
kebutuhannya
realitas secara - Bicara konteks realita (tidak
bertahap mendukung atau membantah
- Mampu berinteraksi waham pasien)
dengan orang lain - Latih pasien untuk memenuhi
dan lingkungan kebutuhannya
- Menggunakan obat - Masukan dalam jadwal
dengan prinsip 6 harian pasien
benar.
Setelah ….x pertemuan, SP 2
pasien mampu :
- Evaluasi kegiatan yang lalu
- Menyebutkan (SP 1)
kegiatan yang sudah
- Tanyakan program
dilakukan
pengobatan
- Menyebutkan
- Jelaskan pentingnya
manfaat dari program
penggunaan obat pada
pengobatan
gangguan jiwa

- Jelaskan akibat bila tidak


digunakan sesuai program

- Jelaskan akibat bila putus


obat

- Jelaskan cara mendapatkan


obat/ berobat

- Jelaskan pengobatan (5B)

- Latih pasien minum obat

- Masukkan dalam jadwal


harian pasien

Setelah ….x pertemuan SP 3


pasien mampu :
- Evaluasi kegiatan yang
- Menyebutkan
kegiatan yang lalu (SP.1)
sudah dilakukan
- Identifikasi potensi /
dan
kemampuan yang
- Mampu dimiliki
menyebutkan serta
- Pilih dan latih
memilih
potensi/kemapuan yang
kemampuan yang
dimiliki
dimiliki
- Masukan dalam jadwal
harian pasien

Setelah ….x pertemuan, SP 4


pasien mampu :
- Evaluasi kegiatan yang lalu
- Menyebutkan
- Pilih kemampuan yang dapat
kegiatan yang
dilatih
sudah dilakukan
dan mampu - Pilih dan latih potensi
memilih kemapuan lain yang dimilik
kemampuan yang
- Masukan dalam jadwal
lain
pasien

Keluarga mampu : Setelah ….x pertemuan SP 1


keluarga mampu
- Mengidentifikasi - Identifikais masalah keluarga
Mengidentifikasi masalah,
waham pasien dalam merawat pasien
menjelaskan cara merawat
- Memfasilitasi pasien
pasien - Jelaskan proses terjadinya
untuk memenuhi
waham
kebutuhannya
- Mempertahankan - Jelaskan tentang cara
program pengobatan merawat pasien waham
pasien secara - Latih (simulasi) cara merawat
optimal
- RTL keluarga/jadwal
merawat pasien

Setelah ….x pertemuan SP 2


keluarga mampu :
- Evaluasi kemampuan
- Menyelesaikan keluarga (SP 1)
kegiatan yang
- Latih keluarga merawat
sudah dilakukan
pasien
- Memperagakan
- RTL keluarga / jadwal
cara merawat
keluarga untuk merawat
pasien
pasien

Setelah ….x pertemuan SP 3


keluarga mampu :
- Evaluasi kemampuan
- Menyebutkan keluarga (SP 2)
kegiatan yang
- Latih keluarga merawat
sudah dilakukan
pasien
- Memperagakan
- RTL keluarga / jadwal
cara merawat
keluarga untuk merawat
pasien serta
pasien
mampu membuat
RTL

Setelah ….x pertemuan SP 4


keluarga mampu :
- Evaluasi kemampuan
- Menyebutkan keluarga
kegiatan yang
- Evaluasi kemampuan pasien
sudah dilakukan - RTL Keluarga :

- Melaksanakan - Follow Up
Follow Up rujukan
- Rujukan

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik Ma’rifatul, dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta:
Indomedia Pustaka.
Fitria, N. (2009). Prinsip Dasar Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan. Jakarta : Salemba Medika.
Herdman Ade. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
Keliat, B.A., Akemat, Helena, N.C.D., dan Nurhaeni, H. 2007. Keperawatan Kesehatan Jiwa
Komunitas: CMHN (Basic Courese). Jakarta: EGC
Kusumawati, Farida, & Yudi Hartono. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi
1. Bandung: RSJP.
Townsend M.C. 1998. Diagnose keperawatan pada keperawatan psikiatri; Pedoman untuk
pembuatan rencana keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai