WAHAM
A. Definisi
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-
menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan atau kebenaran (Keliat dkk,
2006). Waham merupakan keyakinan klien yang didasarkan pada informasi
pada kenyataan. Keyakinan seseorang tidak konsisten atau tidak sesuai
dengan tingkat kecerdasan dan latar belakang budaya klien (Aziz R, 2003).
Waham yaitu keyakinan yang salah tidak sesuai dengan kenyataan,
dipertahankan walaupun tidak ada orang lain yang mengatur, disampaikan
berulang-ulang dan bertentangan dengan realita (Stuart & Sunden, 2015).
B. Etiologi
1. Faktor predisposisi
Adapun faktor-faktor predisposisi terjadinya waham, antara lain (Keliat &
Akemat, 2009):
1. Faktor Perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal
seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakhir
dengan gangguan persepsi, klien menekan perasaannya sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
2. Faktor Sosial Budaya
Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan
timbulnya waham.
3. Faktor Psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda/bertentangan, dapat
menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap
kenyataan.
4. Faktor Biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran ventrikel
di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbik.
2. Faktor presipitasi
Adapun faktor-faktor presipitasi terjadinya waham, antara lain (Keliat &
Akemat, 2009):
1. Stressor Sosial-Budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang paling penting, atau diasingkan
dari kelompok.
2. Faktor Biokimia
Penelitian tentang pengaruh inorefinefrin dan zat halusinogen diduga
berkaitan dengan orientasi realita.
3. Faktor Psikologi
Intensitas kecemasan yang ekstrim dan menunjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkurangnya orientasi
realiata. Perasaan bersalah dan berdosa, penghukuman diri, rasa tidak
mampu, fantasi yang tak terkendali, serta dambaan-dambaan atau
harapan yang tidak kunjung sampai, merupakan sumber dari waham.
D. Jenis-Jenis Waham
Jenis waham berdasarkan tanda dan gejala sebagai berikut (Direja, 2011).
1. Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kekuatan atau
kelebihan khusus dan diucapkan secara berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Misalnya, “Saya ini pejabat di kementrian semarang!”
“Saya punya perusahaan paling besar lho”.
2. Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap suatu agama
secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan. Contoh, “Saya adalah tuhan yang bisa menguasai
dan mengendalikan semua makhluk”.
3. Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok
yang berusaha ingin merugikan/menciderai dirinya dan diucapkan
berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Saya tahu mereka
mau menghancurkan saya, karena iri dengan kesuksesan saya”.
4. Waham somatik: individu meyakini bahwa sebagian tubuhnya
terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh, “Saya menderita sakit kanker”.
(Padahal kenyataannya pada hasil pemeriksaan laboratorium tidak
ditemukan tanda-tanda sel kanker, tetapi pasien mengatakan berulang-
ulang bahwa ia sakit kanker).
5. Waham nihilistk: individu meyakini bahwa dirinya sudah meniggal dan
diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kadaan nyata.
Misalnya, “Ini saya berada di alam kubur ya, semua yang ada disini
adalah roh-roh nya”.
E. Fase Waham
Proses terjadinya waham meliputi 6 fase, yaitu (Yosep, 2009):
1. Fase of human need (fase kebutuhan manusia rendah)
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik
secara fisik maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat
terjadi pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat
terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan
kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi
terpenuhi tetapi kesenjangan antara realiti dengan self ideal sangat
tinggi.
2. Fase lack of self esteem (fase kepercayaan diri rendah)
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan
antara self ideal dengan self reality (keyataan dengan harapan) serta
dorongn kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan
sudah melampaui kemampuannya.
3. Fase control internal external (Fase pengendalian internal dan
eksternal)
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa
yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak
sesuai dengan keyataan, tetapi menghadapi keyataan bagi klien adalah
suatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan
untuk dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi prioritas
dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil
secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan koreksi
bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak
dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan
menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi
tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien
tidak merugikan orang lain.
4. Fase envinment support (fase dukungan sosial)
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien
menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran
karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan
kontrol diri dan tidak berfungsinya norma (super ego) yang ditandai
dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase comforting (fase nyaman)
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien sering menyendiri
dan menghindari interaksi sosial (isolasi sosial).
6. Fase improving (fase peningkatan)
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang
muncul sering berkaitan dengan kejadian traumatik masa lalu atau
kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang). Waham
bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat
menimbulkan ancaman diri dan orang lain.
F. Rentang Respon Waham
2. Pohon Masalah
3. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan proses pikir: Waham
b. Isolasi sosial: menarik diri
c. Risiko perilaku kekerasan
4. Rencana Tindakan Keperawatan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Klien Waham
Individu Keluarga
Strategi Pelaksanaan 1 Strategi Pelaksanaan 1
1. Identifikasi tanda dan gejala waham 1. Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
2. Bantu orientasi realita : panggil nama, orientasi waktu, merawat pasien
orang dan tempat / lingkungan. 2. Jelaskan pengertian waham, tanda dan gejala serta proses
3. Diskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi terjadinya waham (gunakan booklet)
4. Bantu pasien memenuhi kebutuhan realistis 3. Jelaskan cara merawat : tidak disangkal, tidak diikuti /
5. Masukkan pada jadwal kegiatan pemenuhan kebutuhan diterima (netral)
4. Latih cara mengetahui kebutuhan pasien dan mengetahui
kemampuan pasien.
5. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi
pujian.
Strategi Pelaksanaan 2 Strategi Pelaksanaan 2
1. Evaluasi kegiatan pemenuhan kebutuhan pasien dan 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing pasien
berikan pujian. memenuhi kebutuhannya, beri pujian.
2. Diskusikan kemampuan yang dimiliki 2. Latih cara memenuhi kebutuhan pasien
3. Latih kemampuan yang dipilih, berikan pujian 3. Latih cara melatih kemampuan yang dimiliki pasien
4. Masukkan pada jadwal kegiatan pemenuhan dan kegiatan 4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan beri pujian.
yang telah dilatih
Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang: RSJD Dr.
Amino Gunohutomo.
Direja, AHS. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Buha
Medika
Fitria, Nita. 2014. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7
Diagnosa Keperawatan Jiwa Berat Bagi Program S-1 Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Keliat, Budi Anna, dkk. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2.
Jakarta: EGC.
Kusumawati, Farida & Yudi, H. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
Sundeen & Stuart. 2015. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.