Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PORTOFOLIO INDIVIDU

MATA KULIAH KEPERAWATAN JIWA II

Disusun Oleh :
Mellynia Fitria Rahmi
NIM. 1910071

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
TA. 2021/2022
WAHAM
A. Definisi
Waham adalah suatu keadaan di mana seseorang individu mengalami sesuatu
kekecauan dalam pengoperasian dan aktivitas-aktivitas kognitif (Damaiyanti. 2014).
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan yang tetap
dipertahankan dan tidak dapat dirubah secara logis oleh orang lain.
Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kehilangan
kontrol kontrol (Dermawan. (Dermawan. 2013). Waham adalah keyakinan tentang suatu
isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataan atau tidak sesuai dengan intelegensi dan
latar belakang kebudayaan (Prabowo. 2014).

B. Tanda Gejala
1. Kognitif :
a. Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata
b. Individu sangat percaya pada keyakinannya
c. Sulit berpikir realita
d. Tidak mampu mengambil keputusan
2. Afektif
a. Situasi tidak sesuai dengan kenyataan
b. Afek tumpul
3. Perilaku dan hubungan sosial
a. Hipersensitif
b. Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal
c. Depresi
d. Ragu-ragu
e. Mengancam secara verbal
f. Aktifitas tidak tepat
g. Streotif
h. Impulsive
i. Curiga
4. Fisik
a. Higiene kurang
b. Muka pucat
c. Sering mengucap
d. Berat badan menurun

C. Factor Penyebab
Keadaan yang timbul sebagai akibat dari pada proyeksi dimana seseorang
melemparkan kekurangan dan rasa tidak nyaman kedunia luar. Individu itu biasanya peka
dan mudah tersinggung, sikap dingin dan cenderung menarik diri. Keadaan ini sering kali
disebabkan karena merasa lingkungannya tidak nyaman, merasa benci, kaku, cinta pada
diri sendiri yang berlebihan angkuh dan keras kepala.
Dengan seringnya memakai mekanisme proyeksi dan adanya kecenderungan
melamun serta mendambakan sesuatu secara berlebihan, maka keadaan ini dapat
berkembang berkembang menjadi menjadi waham. Secara berlahan-lahan berlahan-lahan
individu individu itu tidak dapat melepaskan diri dari khayalannya dan kemudian
meninggalkan dunia realitas.
Kecintaan pada diri sendiri, angkuh dan keras kepala, adanya rasa tidak aman,
membuat seseorang berkhayal ia sering menjadi penguasa dan hal ini dapat berkembang
menjadi waham besar. Ada beberapa beberapa faktor yang menyebabkan menyebabkan
terjadinya terjadinya waham (Damaiyanti, (Damaiyanti, 2014), yaitu :
1. Faktor Predisposisi
Meliputi perkembangan sosial kultural, psikologis, genetik. biokimia. Jika tugas
perkembangan terhambat dan hubungan interpersonal terganggu maka individu
mengalami stres dan kecemasan. Barbagai faktor masyarakat dapat membuat
seseorang merasa terisolasi dan kesepian yang mengakibatkan kurangnya
rangsangan eksternal. Stres yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme dalam
tubuh sehingga membuat tidak mampu dalam proses stimulus internal dan
eksternal.
2. Faktor Presipitasi
Rangsangan lingkungan yang sering menjadi pencetus terjadinya waham yaitu
klien mengalami hubungan yang bermusuhan, terlalu lama diajak bicara, objek
yang ada dilingkungannya dan suasana sepi (isolasi). Suasana dapat meningkatkan
stres kecemasan.
3. Faktor Kekurangan kebutuhan manusia (Lack of Human need).
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara fisik
maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang
dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan
menderita. Keinginan ia untuk memenuhi memenuhi kebutuhan hidupnya
mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang
secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara Reality dengan selft
ideal sangat tinggi. Misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang
sebagai seorang yang dianggap sangat cerdas, sangat berpengalaman dan
diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham terjadi karena sangat pentingnya
pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi juga oleh rendahnya
penghargaan saat tumbuh kembang (life span history).
4. Faktor kekura dan harga diri (lack of self esteem).
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self
ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan
yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui
kemampuannya. Misalnya, saat lingkungan sudah banyak yang kaya,
menggunakan teknologi komunikasi, berpendidikan canggih, berpendidikan tinggi
serta memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap memasang self ideal yang
melebihi lingkungan tersebut. Padahal self reality-nya sangat jauh. Dari aspek
pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh, support system semuanya sangat
rendah.
5. Fase cotrol internal external.
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia
katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan
kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagiklien adalah sesuatu yang sangat
berat, karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan
diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut
belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba
memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal
ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan
menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau
konfrontatif. berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan
orang lain.
6. Fase environment support.
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu
yang dikatatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang.
Dari sinilah mulai sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak
berfungsinya normal (Super Ego) yang ditandai ditandai dengan tidak ada lagi
perasaan dosa saat berbohong. 7. Fase comforting.
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. K yakinan sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri
dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih lebih sering menyendiri dan
menghindar interaksi sosial (Isolasi sosial).
7. Fase improving.
Aabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu keyakinan
yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering berkaitan
dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi
terpenuhi (rantai yang hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk ikoreksi.
Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk
mengguncang keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya
keyakinan relegiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan dosa besar
serta ada konsekuensi sosial.
D. Pohon Masalah

E. Tindakan Keperawatan
Pengkajian
1. Aktivitas dan istirahat
2. Gangguan tidur, bangun lebih awal, insomnia, dan hiperaktivitas.
3. Higiene
4. Kebersihan personal kurang, terlihat kusut/ tidak terpelihara.
5. Integritas ego
- Dapat timbul dengan ansietas berat, ketidakmampuan untuk rileks, kesulitan
yang dibesar-besarkan, mudah agitasi.
- Mengekspresikan persaaan tidak adekuat, perasaan tidak berharga, kurang
diterima, dan kurang percaya pada orang lain. Menunjukkan kesulitan koping
terhadap stres, menggunakan mekanisme koping yang tidak sesuai.
6. Neurosensori
Mengalami emosi dan prilaku kongruen dengan sistem keyakinan/ketakutan bahwa
diri ataupun orang terdekat berada dalam bahaya karena diracuni atau diinfeksi,
mempunyai penyakit, merasa tertipu oleh pasangan individu, dicurangi oleh orang
lain, dicintai atau mencintai dari jarak jauh.
7. Keamanan
Dapat menimbulkan prilaku berbahaya/menyerang
8. Interaksi sosial
- Kerusakan bermakna dalam fungsi sosial/perkawinan
- Umumnya bermasalah dengan hukum.
9. Mekanisme Koping
- Menurut Direja (2011), Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri
sendiri dari pengalaman berhubungan dengan respon neurobioligi :
- Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
menanggulangi ansietas, hanya mempunyai sedikit energi yang tertinggal
untuk aktivitas hidup sehari-hari
- Projeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.
10. Menarik diri

Diagnosa Keperawatan
1. Perilaku kekerasan
2. Waham
3. Menarik Diri
4. Harga Diri Rendah

Rencana Asuhan Keperawatan


SP 1
1. Membentu orientasi realita
2. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
3. Membantu pasien memenuhi kebutuhannya
4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
SP 1
1. Menjelaskan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala waham, dan jenis waham yang dialami
pasien, serta proses terjadinya
3. Menjelaskan cara merawat pasien dengan waham
SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Mendiskusikan tentang kemampuan yang dimiliki
3. Melatih kemampuan yang dimiliki
SP 2
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan waham
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pasien waham
SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP 3
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat
(dischange planning)
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
DAFTAR PUSTAKA

Direja, A.H., 2011, Asuhan Keperawatan Jiwa, Nuha Medika : Yogyakarta.

Kusumawati, F, 2010, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Salemba Medika : Jakarta

Kelliat, B.A., 2009, Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa, ECG : Jakarta.

Laraia, S, 2009, Principles and Practice of Pcyshiatric Nursing 8 Edition, Elsevier Mosby:
Philadelphia.

Stuart, G.W., 2007, Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. EGC : Jakarta.

Townsend, M, 2009, Pcyshiatric Mental Health Nursing Concept of Care In evidence Based
Practice 10 edition, F.A David Company : Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai