OLEH :
2. Faktor Predisposisi
Menurut Direja (2011), faktor predisposisi dari gangguan isi pikir,
yaitu:
a. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan menganggu hubungan interpersonal
seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stres dan ansietas yang berakhir
dengan gangguan persepsi, klien menekan perasaannya sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
b. Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan
timbulnya waham.
c. Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda atau bertentangan, dapat
menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap
kenyataan.
d. Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran vertikel
di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic.
e. Faktor genetic
3. Faktor Presipitasi
Menurut Direja (2011) faktor presipitasi dari gangguan isi pikir:
waham, yaitu :
a. Faktor sosial budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang
berarti atau diasingkan dari kelompok.
b. Faktor biokimia
Dopamine, norepineprin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat
menjadi penyebab waham pada seseorang.
c. Faktor psikologis
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk
mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk
menghindari kenyataan yang menyenangkan.
4. Mekanisme Koping
1. Klien : identifikasi koping kekuatan dan kemampuan yang masih
dimiliki klien.
2. Sumber daya dan duungan sosial : pengetahuan keluarga, finansial
keluarga, waktu dan tenaga keluarga yang tersedia, kemampuan
keluarga memberikan asuhan.
5. Proses terjadinya
Menurut Yosep (2009), adapun proses terjadinya waham, yaitu:
a. Fase lack of human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik
secara fisik maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat
terjadi pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat
terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk
melakuakn kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial
dan ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara reality dengan self
ideal sangat tinggi. Misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan
dipandang sebagai seorang yang dianggap sangat cerdas, sangat
berpengalaman dan diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham
terjadi karena sangat pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia
ini. Dapat dipengaruhi juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh
kembang (life span history).
b. Fase lack of self esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan
antara self ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta
dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar
lingkungan sudah melampaui kemampuannya. Misalnya, saat
lingkungan sudah banyak yang kaya, menggunakan teknologi
komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi serta memiliki
kekuasaan yang luas, seseorang tetap memasang self ideal yang
melebihi lingkungan tersebut. Padahal self reality-nya sangat jauh.
Dari aspek pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh, support
system semuanya sangat rendah.
c. Fase control internal external
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-
apa yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan
tidak sesuai dengan kenyataan. Tetapi mengahadapi kenyataan bagi
klien adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk
diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan
menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum
terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien
mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu
tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adequate karena
besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan. Lingkungan
hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif
berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan
orang lain.
d. Fase environment support
Ada beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien
menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran
karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya
kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma (Super ego) yang
ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
e. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering diserati halusinasi pada saat klien
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering
menyendiri dan menghindari interkasi sosial (isolasi sosial).
f. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap
waktu keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham
yang muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau
kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang).
Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat
menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk
menggung kayakinan klien dengan cara konfrontatif serta
memperkaya kayakinan religiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan
menimbulkan dosa besar serta konsekuensi sosial.
6. Klasifikasi, Jenis dan Sifat Masalah
Proses berpikir meliputi 3 aspek yaitu bentuk pikiran, isi pikiran
dan arus pikiran. Menurut Kaplan, berfikir merupakan aliran gagasan,
symbol dan asosiasi yang diarahkan oleh tujuan, dimulai oleh suatu
masalah atau tugas dan mengarah pada kesimpulan yang berorientasi pada
kenyataan.
a. Gangguan Bentuk Pikir
Dalam kategori ini termasuk semua penyimpangan dari pemikiran
rasional, logic dan terarah pada tujuan.
1) Dereisme/ pikiran dereistik
Titik berat pada tidak adanya sangkut paut terjadi antara proses
mental individu dan pengalamannya yang sedang berjalan. Proses
mentalnya tidak sesuai dengan atau tidak mengikuti kenyataan,
logika atau pengalaman.
2) Pikiran otistik
Menandakan bahwa penyebab distorsi arus asosiasi adalah dari
dalam pasien itu sendiri dalam bentuk lamunan, fantasi, waham,
atau halusinasi. Cara berfikir seperti ini hanya akan memuaskan
keinginannya yang tidak terpenuhi tanpa memperdulikan keadaan
seitarnya yang tidak terpenuhi tanpa memperdulikan keadaan
sekitarnya. Hidup dalam alam pikirannya sendiri.
3) Bentuk pikiran non realistic
Bentu pikiran yang sama sekali tidak berdasaran pada kenyataan,
mengambil sesuatu kesimpulan yang aneh dan tidak masuk akal.
b. Gangguan Arus Pikir
Yaitu tentang cara dan lajunya proses asosiasi dalam pemikiran yang
timbul dalam berbagai jenis :
1) Perseverasi : berulang-ulang menceritakan suatu ide, pikiran
atau tema secara berlebihan.
2) Asosiasi longgar : mengatakan hal-hal yang tidak ada
hubungannya satu sama lain, misalnya “saya mau makan semua
orang dapat berjalan-jalan”. Bila ekstrim, maka akan terjadi
inkoherensi.
3) Inkoherensi : gangguan dalam bentuk bicara, sehingga satu
kalimat pun sudah sulit ditangap atau diikuti maksudnya.
4) Kecepatan bicara : untuk mengutarakan pikiran mungkin
lambat sekali atau sangat cepat.
5) Benturan : piiran tiba-tiba berhenti atau berhenti di tengah
sebuah kalimat. Pasien tidak dapat menerangkan mengapa ia
berhenti.
6) Logorea : banyak bicara, kata-kata dikeluaran bertubi-tubi
tanpa kontrol, mungkin koherent atau incoherent.
7) Pikiran melayang (flight of ideas) :perubahan yang mendadak
lagi cepat dalam pembicaraan, sehingga satu ide yang belum
selesai diceritakan sudah disusul oleh ide yang lain.
8) Asosiasi bunyi : mengucapkan perkataan yang mempunyai
persamaan bunyi, misalnya pernah disengar “saya mau makan”
diutarakan seakan berontak.
9) Neologisme : membentuk kata-kata baru yang tida dipahami
oleh umum, misalnya : saya radiitu, semua partinum.
10) Irelevansi : isi pikiran atau ucapan yang tidak ada hubungannya
dengan pertanyaan atau dengan hal yang sedang dibicarakan.
11) Pikiran berputar-putar (circumstantiality) : menuju secara tidak
langsung kepada ide pkok dengan menambahan banyak hal yang
remeh-remeh yang majemuk dan tidak relevan.
12) Main-main dengan kata-kata : membuat sejak secara tidak
wajar.
13) Afasi : mungkin sensori (tidak atau sukar mengerti biacara
orang lain) atau motorik (tidak dapat atau sukar bicara), sering
kedua-duanya sekaligus dan terjadi kerusakan otak.
c. Gangguan Isi Pikir
Dapat terjadi baik pada isi pikiran nonverbal maupun pada isi pikiran
yang diceritakan misalnya :
1) Kegembiraan yang luar biasa (ecstasy) : dapat timbul secara
mengambang pada orang yang normal selama fase permulaan
narkosa (anastesi umum)
2) Fantasi : isi pikiran tentang suatu keadaan atau kejadian yang
diharapkan/ diinginkan, tetapi dikenal sebagai tidak nyata.
3) Fobia : rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau
keadaan yang tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien,
biarpun diketahui bahwa hal itu irasional adanya.
4) Obsesi : Isi pikiran yang kukuh (persisten) timbul, biarpun
tidak dikendalikannya dan diketahui bahwa hal itu tidak wajar atau
tidak mungkin.
5) Preokupasi : Pikiran terpaku hanya pada sebuah ide saja yang
biasanya berhubungan dengan keadaan yang bernada emosional
yang kuat.
6) Pikiran yang tak memadai (Inadequate) : pikiran yang
ekstrinsik, tidak cocok dengan banyak hal, terutama dalam
pergaulan dan pekerjaan seseorang.
7) Pikiran bunuh diri (Suicide thoughts / ideation) : mulai dari
kadang-kadang memikirkan hal bunuh dari sampai terus menerus
memikirkan cara bagaimana ia dapat membunuh dirinya
8) Pikiran hubungan : pembicaraan orang lain, benda-benda, atau
sesuatu kejadian dihubungkan dengan dirinya.
9) Rasa terasing (aleanasi) : perasaan bahwa dirinya sudah
menjadi lain, berbeda asing, umpamanya heran, siapakah dia itu
sebenarnya, rasanya ia berbeda sekali dengan orang lain.
10) Pikiran isolasi sosial (social isolation) : rasa terisolasi, tersekat,
terkunci, terpencil dari masyarakat, rasa ditolak, tidak disukai
orang lain, rasa tidak enak bila berkumpul dengan orang lain, lebih
suka menyendiri.
11) Pikiran rendah diri : Merendahkan, menghinakan dirinya
sendiri, menyalahkan dirinya tentang suatu hal yang pernah atau
tidak pernah dilakukannya.
12) Merasa dirugikan oleh orang lain : menghina atau menyangka
ada orang lain yang telah merugikannya, sedang mengambil
keuntungan dari dirinya, atau sedang mencelakakannya.
13) Merasa dirinya dalam bidang seksual : acuh tak acuh tentang
hal seksual, kegairahan seksual berkurang secara umum
(hiposeksualitas).
14) Rasa salah : sering mengatakan ia telah bersalah; ini bukanlah
waham dosa.
15) Pesimisme : mempunyai pandangan yang suram mengenai
banyak hal pada bidangnya.
16) Sering curiga : mengutarakan ketidakpercayaannya kepada
orang lain; buan waham curiga.
17) Waham : keyakinan tentang sesuatu isi pikiran yang tidak
sesuai dengan kenyataannya atau tidak cocok dengan intelegensi
dan latar belakang kebudayaannya, biarpun dibutikan kemustahilan
hal itu.
7. Penatalaksanaan Medis
Terapi pada gangguan jiwa, khususnya skizofrenia dewasa ini sudah
dikembangkan sehingga klien tidak mengalami diskriminasi bahkan
metodenya lebih manusiawi daripada masa sebelumnya. Penatalaksanaan
medis pada gangguan proses pikir yang mengarah pada diagnosa medis
skizofrenia, khususnya dengan gangguan proses pikir: waham, yaitu:
a. Psikofarmakologi
Menurut Hawari (2006), jenis obat psikofarmaka, dibagi dalam 2
golongan yaitu:
1) Golongan generasi pertama (typical)
Obat yang termasuk golongan generasi pertama, misalnya:
Chorpromazine HCL (Largactil, Promactil, Meprosetil),
Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine HCL (Melleril), dan
Haloperidol (Haldol, Govotil, Serenace).
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan suatu kelompok atau komunitas dimana
terjadi interaksi antara sesama penderita dan dengan para pelatih
(sosialisasi).
Isolasi Sosial
Kronik
2. Klien dapat mengidentifikasi perasaan yang muncul secara berulang dalam pikiran
klien.
6. Klien dapat melakukan teknik distraksi sebagai cara menghentikan pikiran yang
I. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. K Umur : 30 Tahun
Tanggal MRS : 7 September 2022 No. CM : 667789
Alamat : Jl. Surapati Denpasar Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : BelumMenikah Pekerjaan : Tidak Bekerja
Sumber Data : Pasien dan Keluarga
Bentuk Tubuh : Kurus
VIII. KELUARGA
GENOGRAM
KETERANGAN:
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Pasien
: Tinggal serumah
1. Pola Pengambilan Keputusan
Dalam keluarga klien yang berhak mengambil keputusan adalah ayah klien
Ayah klien mengatakan untuk saat ini masih bisa merawat klien
IX. PSIKOSOSIAL
1. Konsep Diri
Citra Tubuh: Klien menyukai seluruh tubuhnya dan tidak ada yang cacat
Ideal Diri: Klien merasa malu karena klien dirawat di RSJ dan ingin cepat pulang ke
Harga diri: Klien mengatakan merasa malu berada di RSJ dan merasa bosan dan sedih
Identitas: Klien anak tunggal, klien hanya lulusan SD yang saat ini tidak memiliki
pekerjaan
2. Hubungan Sosial
Klien mengganggap bahwa keluarganya adalah orang yang sangat berarti dalam
3. Spiritual
Nilai dan Keyakinan : Klien beragama Hindu dan yakin dengan agamanya.
4. Status Mental
Penampilan: Klien rapi dan bersih, klien mandi 2x sehari menggunakan shampo dan
nyambung.
6. Alam Perasaan: Klien sedih karena tinggal di RSJ terlebih keluarga jarang datang
Diri Rendah
9. Proses Pikir: Klien berfikir seperti Flight of idea. Klien pada saat di ajak berbicara
tidak nyambung, menjawabnya tidak tepat pada fokus pertanyaan dari pembicaraan,
10. Isi Pikir: Klien mengatakan terobsesi menjadi seorang artis yaitu Andi Lau dan
Kebesaran)
11. Tingkat kesadaran: Klien tampak bingung dengan sekelilingnya karena teman-
Kebesaran)
12. Memori: Klien tidak ada gangguan daya ingat. Klien mampu mengingat suatu hal.
13. Tingkat konsentrasi berhitung : Klien mampu berkonsentrasi cukup baik dan klien
mengambil keputusan
15. Daya tilik diri: Klien merasa bahwa dirinya adalah seorang artis dan ultraman
Pasien dapat mengambil makan dan minum dan dapat kekamar mandi untuk
BAB/BAK.
2. Mandi, berpakaian/berhias
Tidur siang lama : 13.00 WIB s/d 16.30 WIB, tidur malam lama : 22.00 WIB s/d 05.00
Klien mampu berbicara dengan orang lain dengan baik, klien juga mampu berolahraga. Pada
Klien mengatakan bahwa ia tidak tamat SD, Klien mengatakan pernah gagal dalam
pekerjaannya
Diagnosa medis : Skizofrenia Paranoid Terapi medis yang diberikan: Resperidon tablet 2 mg
D. Pohon Masalah
Kerusakan Komunikasi Verbal
Rendah
Koping Individu Inefektif
E. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Intervensi
1 Gangguan Proses Pikir : Sp1:
Waham (Waham Kebesaram) Latihan orientasi realita :
Subjektif : orientasi orang, tempat, dan
Klien merasa dirinya adalah waktu serta lingkungan sekitar
calon bupati, gubernur dan Sp2:
merasa dirinya paling hebat Minum obat secara teratur
Sp 3:
Melatih cara pemenuhan
Objektif : kebutuhan dasar
Klien tampak bingung, banyak Sp 4:
bicara danhiperaktif. Klien Melatih kemampuan positif yang dimiliki
tampak inkoheren (gagasan
satu dengan yang lain tidak
logis, tidak berhubungan,
secara keseluruhan tidak dapat
dimengerti, mudah marah dan
mudah tersinggung.
F. Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan
- Mandi 2xsehari
Sp 3 Waham - Olahraga 2xsehari
1. Menjelaskan cara memenuhi A : Waham (+)
kebutuhan klien yang tidak
terpenuhi akibat wahamnya P:
dan kemampuan memenuhi - Pemenuhan
kebutuhannya kebutuhan dasar
2. Melatih cara memenuhi :
- Makan 3xsehari
kebutuhan dasar klien yang - Mandi 2xsehari
tidak terpenuhi akibat - Olahraga 2xsehari
wahamnya dan
kemampuan
memenuhi kebutuhannya
4.RTL:
Sp 4 Waham
- Menjelaskan kemampuan
positif yang dimiliki
klien
- Mendiskusikan kemampuan
positif yang dimiliki klien
- Melatih kemampuan
positif yang dipilih
Sabtu 9 1. Data : S : Senang
September O:
2022 - Klien mampu
Pukul
10:00 WIB melakukan kemampuan
Tanda dan gejala : banyak berbicara,
positif yang dimiliki
hiperaktif, wajah tegang, bingung,
dengan motivasi
inkoheren, flightof idea. merasa
- Menggambar
dirinya adalah calon bupati, gubernur
- Menulis cerita
dan merasa dirinya paling hebat.
- Menyanyi
2. Diagnosa Keperawatan:
A : Waham (+)
Waham
3. Tindakan keperawatan:
Sp 4 Waham
P:
- Menjelaskan kemampuan
- Pasien melakukan
positif yang dimiliki
kemampuan positif
klien
yang dimiliki :
- Mendiskusikan kemampuan
- Menggambar
positif yang dimiliki klien
- Menulis cerita
- Melatih kemampuan
- Menyanyi
positif yang dipilih
RTL :
Waham : Follow up dan evaluasi
SP 1-4 Waham
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, L. M. 2011. Keperawatan Jiwa: Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Direja, A.H.S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Medikal Book.
Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika.
Riyadi, S. dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Stuart dan Sunden, 2010. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Ed 5. Jakarta. EGC