Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN WAHAM

Tanggal Bimbingan : 21 Oktober 2020

Ns. Dewa Putu Arwidiana, S.Kep., M.A.P.

NIK. 2.04.08.020
OLEH

ANAK AGUNG SRI PARTIWI (209012464)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PROSES PIKIR WAHAM

A. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara kukuh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan
dengan realita normal (Stuart dan Sundeen, 2010).
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian
realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual
dan latar belakang budaya, ketidakmampuan merespon stimulus internal dan
ekternal melalui proses interaksi atau informasi secara akurat (Keliat, 2009).

2. Faktor Predisposisi
Menurut Direja (2011), faktor predisposisi dari gangguan isi pikir, yaitu:
a. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan menganggu hubungan interpersonal
seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stres dan ansietas yang berakhir
dengan gangguan persepsi, klien menekan perasaannya sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
b. Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan
timbulnya waham.
c. Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda atau bertentangan, dapat
menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap
kenyataan.
d. Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran vertikel
di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic.
e. Faktor genetic

3. Faktor Presipitasi
Menurut Direja (2011) faktor presipitasi dari gangguan isi pikir: waham,
yaitu :
a. Faktor sosial budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang
berarti atau diasingkan dari kelompok.
b. Faktor biokimia
Dopamine, norepineprin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat
menjadi penyebab waham pada seseorang.
c. Faktor psikologis
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk
mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk
menghindari kenyataan yang menyenangkan.

4. Mekanisme Koping
1. Klien : identifikasi koping kekuatan dan kemampuan yang masih
dimiliki klien.
2. Sumber daya dan duungan sosial : pengetahuan keluarga, finansial
keluarga, waktu dan tenaga keluarga yang tersedia, kemampuan
keluarga memberikan asuhan.

5. Proses terjadinya
Menurut Yosep (2009), adapun proses terjadinya waham, yaitu:
a. Fase lack of human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik
secara fisik maupun psikis.Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi
pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat
terbatas.Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakuakn
kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi
terpenuhi tetapi kesenjangan antara reality dengan self ideal sangat tinggi.
Misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang sebagai
seorang yang dianggap sangat cerdas, sangat berpengalaman dan
diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham terjadi karena sangat
pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi juga
oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang (life span history).
b. Fase lack of self esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan
antara self ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta
dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan
sudah melampaui kemampuannya.Misalnya, saat lingkungan sudah
banyak yang kaya, menggunakan teknologi komunikasi yang canggih,
berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap
memasang self ideal yang melebihi lingkungan tersebut.Padahal self
reality-nya sangat jauh.Dari aspek pendidikan klien, materi, pengalaman,
pengaruh, support system semuanya sangat rendah.
c. Fase control internal external
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa
yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak
sesuai dengan kenyataan. Tetapi mengahadapi kenyataan bagi klien adalah
sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan
untuk dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi prioritas dalam
hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara
optimal.Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa
sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan
secara adequate karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga
perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau
konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak
merugikan orang lain.
d. Fase environment support
Ada beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap
sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya
diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan
tidak berfungsinya norma (Super ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi
perasaan dosa saat berbohong.
e. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering diserati halusinasi pada saat klien
menyendiri dari lingkungannya.Selanjutnya klien lebih sering menyendiri
dan menghindari interkasi sosial (isolasi sosial).
f. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang
muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-
kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang).Waham bersifat
menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan
ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk menggung kayakinan
klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya kayakinan religiusnya
bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan dosa besar serta konsekuensi
sosial.

6. Klasifikasi, Jenis dan Sifat Masalah


Proses berpikir meliputi 3 aspek yaitu bentuk pikiran, isi pikiran dan arus
pikiran. Menurut Kaplan, berfikir merupakan aliran gagasan, symbol dan
asosiasi yang diarahkan oleh tujuan, dimulai oleh suatu masalah atau tugas
dan mengarah pada kesimpulan yang berorientasi pada kenyataan.
a. Gangguan Bentuk Pikir
Dalam kategori ini termasuk semua penyimpangan dari pemikiran
rasional, logic dan terarah pada tujuan.
1) Dereisme/ pikiran dereistik
Titik berat pada tidak adanya sangkut paut terjadi antara proses
mental individu dan pengalamannya yang sedang berjalan. Proses
mentalnya tidak sesuai dengan atau tidak mengikuti kenyataan,
logika atau pengalaman.
2) Pikiran otistik
Menandakan bahwa penyebab distorsi arus asosiasi adalah dari
dalam pasien itu sendiri dalam bentuk lamunan, fantasi, waham,
atau halusinasi. Cara berfikir seperti ini hanya akan memuaskan
keinginannya yang tidak terpenuhi tanpa memperdulikan keadaan
seitarnya yang tidak terpenuhi tanpa memperdulikan keadaan
sekitarnya. Hidup dalam alam pikirannya sendiri.
3) Bentuk pikiran non realistic
Bentu pikiran yang sama sekali tidak berdasaran pada kenyataan,
mengambil sesuatu kesimpulan yang aneh dan tidak masuk akal.
b. Gangguan Arus Pikir
Yaitu tentang cara dan lajunya proses asosiasi dalam pemikiran yang
timbul dalam berbagai jenis :
1) Perseverasi : berulang-ulang menceritakan suatu ide, pikiran atau
tema secara berlebihan.
2) Asosiasi longgar : mengatakan hal-hal yang tidak ada
hubungannya satu sama lain, misalnya “saya mau makan semua
orang dapat berjalan-jalan”. Bila ekstrim, maka akan terjadi
inkoherensi.
3) Inkoherensi : gangguan dalam bentuk bicara, sehingga satu
kalimat pun sudah sulit ditangap atau diikuti maksudnya.
4) Kecepatan bicara : untuk mengutarakan pikiran mungkin lambat
sekali atau sangat cepat.
5) Benturan : piiran tiba-tiba berhenti atau berhenti di tengah sebuah
kalimat. Pasien tidak dapat menerangkan mengapa ia berhenti.
6) Logorea : banyak bicara, kata-kata dikeluaran bertubi-tubi tanpa
kontrol, mungkin koherent atau incoherent.
7) Pikiran melayang (flight of ideas) :perubahan yang mendadak lagi
cepat dalam pembicaraan, sehingga satu ide yang belum selesai
diceritakan sudah disusul oleh ide yang lain.
8) Asosiasi bunyi : mengucapkan perkataan yang mempunyai
persamaan bunyi, misalnya pernah disengar “saya mau makan”
diutarakan seakan berontak.
9) Neologisme : membentuk kata-kata baru yang tida dipahami oleh
umum, misalnya : saya radiitu, semua partinum.
10) Irelevansi : isi pikiran atau ucapan yang tidak ada hubungannya
dengan pertanyaan atau dengan hal yang sedang dibicarakan.
11) Pikiran berputar-putar (circumstantiality) : menuju secara tidak
langsung kepada ide pkok dengan menambahan banyak hal yang
remeh-remeh yang majemuk dan tidak relevan.
12) Main-main dengan kata-kata : membuat sejak secara tidak wajar.
13) Afasi : mungkin sensori (tidak atau sukar mengerti biacara orang
lain) atau motorik (tidak dapat atau sukar bicara), sering kedua-
duanya sekaligus dan terjadi kerusakan otak.
c. Gangguan Isi Pikir
Dapat terjadi baik pada isi pikiran nonverbal maupun pada isi pikiran
yang diceritakan misalnya :
1) Kegembiraan yang luar biasa (ecstasy) : dapat timbul secara
mengambang pada orang yang normal selama fase permulaan
narkosa (anastesi umum)
2) Fantasi : isi pikiran tentang suatu keadaan atau kejadian yang
diharapkan/ diinginkan, tetapi dikenal sebagai tidak nyata.
3) Fobia : rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau
keadaan yang tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien,
biarpun diketahui bahwa hal itu irasional adanya.
4) Obsesi : Isi pikiran yang kukuh (persisten) timbul, biarpun tidak
dikendalikannya dan diketahui bahwa hal itu tidak wajar atau tidak
mungkin.
5) Preokupasi : Pikiran terpaku hanya pada sebuah ide saja yang
biasanya berhubungan dengan keadaan yang bernada emosional
yang kuat.
6) Pikiran yang tak memadai (Inadequate) : pikiran yang ekstrinsik,
tidak cocok dengan banyak hal, terutama dalam pergaulan dan
pekerjaan seseorang.
7) Pikiran bunuh diri (Suicide thoughts / ideation) : mulai dari
kadang-kadang memikirkan hal bunuh dari sampai terus menerus
memikirkan cara bagaimana ia dapat membunuh dirinya
8) Pikiran hubungan : pembicaraan orang lain, benda-benda, atau
sesuatu kejadian dihubungkan dengan dirinya.
9) Rasa terasing (aleanasi) : perasaan bahwa dirinya sudah menjadi
lain, berbeda asing, umpamanya heran, siapakah dia itu
sebenarnya, rasanya ia berbeda sekali dengan orang lain.
10) Pikiran isolasi sosial (social isolation) : rasa terisolasi, tersekat,
terkunci, terpencil dari masyarakat, rasa ditolak, tidak disukai
orang lain, rasa tidak enak bila berkumpul dengan orang lain, lebih
suka menyendiri.
11) Pikiran rendah diri : Merendahkan, menghinakan dirinya sendiri,
menyalahkan dirinya tentang suatu hal yang pernah atau tidak
pernah dilakukannya.
12) Merasa dirugikan oleh orang lain : menghina atau menyangka ada
orang lain yang telah merugikannya, sedang mengambil
keuntungan dari dirinya, atau sedang mencelakakannya.
13) Merasa dirinya dalam bidang seksual : acuh tak acuh tentang hal
seksual, kegairahan seksual berkurang secara umum
(hiposeksualitas).
14) Rasa salah : sering mengatakan ia telah bersalah; ini bukanlah
waham dosa.
15) Pesimisme : mempunyai pandangan yang suram mengenai banyak
hal pada bidangnya.
16) Sering curiga : mengutarakan ketidakpercayaannya kepada orang
lain; buan waham curiga.
17) Waham : keyakinan tentang sesuatu isi pikiran yang tidak sesuai
dengan kenyataannya atau tidak cocok dengan intelegensi dan latar
belakang kebudayaannya, biarpun dibutikan kemustahilan hal itu.
Menurut Direja (2011) dan Azizah (2011), adapun jenis-jenis
waham, yaitu :
a) Waham Kebesaran
Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki kekuatan
khusus atau berlebihan yang berbeda dengan orang lain,
diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
b) Waham Agama
Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
c) Waham Curiga
Keyakinan seseorang atau sekelompok orang berusaha
merugikan atau mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
d) Waham Somatik
Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
terganggu atau terserang penyakit, diucapkan berulang-ulang
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
e) Waham Nihilistik
Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia,
diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
f) Waham Dosa
Keyakinan klien terhadap dirinya telah atau selalu salah atau
berbuat dosa atau perbuatannya tidak dapat diampuni lagi.
g) Waham yang bizar terdiri dari:
1) Sisp pikir yaitu keyakinan klien terhadap suatu pikiran
orang lain disisipkan ke dalam pikiran dirinya.
2) Siar pikir/broadcasting yaitu keyakinan klien bahwa ide
dirinya dipakai oleh/disampaikan kepada orang lain
mengetahui apa yang ia pikirkan meskipun ia tidak pernah
secara nyata mengatakan pada orang tersebut.
3) Kontrol pikir/waham pengaruh yaitu keyakinan klien bahwa
pikiran, emosi dan perbuatannya selalu
dikontrol/dipengaruhi oleh kekuatan di luar dirinya yang
aneh.

7. Penatalaksanaan Medis
Terapi pada gangguan jiwa, khususnya skizofrenia dewasa ini sudah
dikembangkan sehingga klien tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya
lebih manusiawi daripada masa sebelumnya. Penatalaksanaan medis pada
gangguan proses pikir yang mengarah pada diagnosa medis skizofrenia,
khususnya dengan gangguan proses pikir: waham, yaitu:
a. Psikofarmakologi
Menurut Hawari (2009), jenis obat psikofarmaka, dibagi dalam 2
golongan yaitu:
1) Golongan generasi pertama (typical)
Obat yang termasuk golongan generasi pertama, misalnya:
Chorpromazine HCL (Largactil, Promactil, Meprosetil),
Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine HCL (Melleril), dan
Haloperidol (Haldol, Govotil, Serenace).
2) Golongan kedua (atypical)
Obat yang termasuk generasi kedua, misalnya: Risperidone
(Risperdal, Rizodal, Noprenia), Olonzapine (Zyprexa), Quentiapine
(Seroquel), dan Clozapine (Clozaril).
b. Psikotherapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada klien, baru dapat diberikan
apabila klien dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana
kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri
sudah baik.Psikotherapi pada klien dengan gangguan jiwa adalah berupa
terapi aktivitas kelompok (TAK).
c. Terapi somatik
Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan tujuan
mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang adaptif dengan
melakukan tindakan dalam bentuk perlakuan fisik (Riyadi dan Purwanto,
2009).Beberapa jenis terapi somatik, yaitu:
1) Restrain
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau
manual untuk membatasi mobilitas fisik klien (Riyadi dan Purwanto,
2009).
2) Seklusi
Seklusi adalah bentuk terapi dengan mengurung klien dalam ruangan
khusus (Riyadi dan Purwanto, 2009).
3) Foto therapy atau therapi cahaya
Foto terapi atau sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini diberikan
dengan memaparkan klien sinar terang (5-20 kali lebih terang dari sinar
ruangan) (Riyadi dan Purwanto, 2009).
4) ECT (Electro Convulsif Therapie)
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik
dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik
(Riyadi dan Purwanto, 2009).
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan suatu kelompok atau komunitas dimana terjadi
interaksi antara sesama penderita dan dengan para pelatih (sosialisasi).

8. Rentang Respon Sosial


Menurut Stuart and Sundeen (2010) waham merupakan salah satu
respon persepsi paling maladaptif dalam rentang respon neurobiologi.
Rentang respon tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Respon Adaptif Respon maladaptif

Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan proses


pikir / delusi / waham
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten Reaksi emosi Sulit berespon emosi
dengan pengalaman berlebihan atau kurang
Perilaku sesuai Perilaku aneh atau Perilaku disorganisasi
tidak biasa
Berhubungan sosial Menarik diri Isolasi sosial

Dari rentang respon neurobiologik diatas digambarkan bahwa bila


klien/individu mendapat suatu stressor maka individu akan berespon
menuju respon adaptif maupun respon maladaptif.Bila individu berespon
adaptif, cenderung dapat berpikir logis, persepsi akurat, emosi konsisten
dengan pengalaman, perilaku sesuai dan dapat berhubungan sosial. Bila
individu berespon antara respon adaptif dan maladaptif maka akan
menimbulkan pemikiran kadang – kadang menyimpang, ilusi, reaksi
emosional berlebihan atau berkurang, perilaku ganjil dan menarik diri.
Namun bila individu berespon maladaptif maka cenderung mengalami
kelainan pemikiran/delusi/waham, halusinasi, ketidakmampuan untuk
mengalami emosi, ketidakteraturan dan isolasi sosial.

B. Pohon Masalah
Menurut Fitria (2009) dan Yosep (2009), pohon masalah pada pasien
dengan waham adalah sebagai berikut:
Risiko Perilaku Kekerasan Effect

Gangguan proses Pikir: Waham Core Problem

Isolasi Sosial Causa

Harga Diri Rendah Kronik


C. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
gangguan isi pikir: waham (Fitria, 2009), adalah:
a. Gangguan proses pikir: waham
b. Risiko perilaku kekerasan
c. Isolasi sosial
d. Harga diri rendah kronik
Sedangkan data yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan isi
pikir: waham (Fitria, 2009 dan Yosep, 2009), adalah:
a. Data subyektif
1) Klien mengatakan bahwa dirinya adalah orang yang paling hebat
2) Klien mengatakan bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan
khusus.
b. Data obyektif
1) Klien terus berbicara tentang kemampuan yang dimilikinya.
2) Pembicaraan klien cenderung berulang-ulang
3) Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan.

D. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan Proses Pikir: Waham
b. Risiko perilaku kekerasan
c. Isolasi sosial
d. Harga diri rendah kronik
E. Intervensi Keperawatan

Tgl No. Dx. Perencanaan


Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Dx Keperawatan
Gangguan Isi TUM :
1 Pikir : Waham. Klien dapat mengontrol 1. Setelah 2x interaksi klien : 1. Bina hubungan saling percaya dengan
wahamnya.  Mau menerima menggunakan prinsip komunikasi
kehadiran perawat di terapeutik :
sampingnya.  Beri salam.
TUK 1 :  Mengatakan mau  Perkenalkan diri, tanyakan nama
Klien dapat membina menerima bantuan serta nama panggilan yang disukai.
hubungan saling percaya perawat.  Jelaskan tujuan interaksi.
dengan perawat.  Tidak menunjukkan  Yakinkan klien dalam keadaan aman
tanda-tanda curiga. dan perawat siap menolong dan
 Mengijinkan duduk di mendampinginya.
samping.  Yakinkan bahwa kerahasiaan klien
akan tetap terjaga.
 Tunjukkan sikap terbuka dan jujur.
 Perhatikan kebutuhan dasar dan beri
bantuan untuk memenuhinya.

TUK 2 : 2. Setelah 2x interaksi klien : 2. Bantu klien untuk mengungkapkan


Klien dapat  Klien menceritakan perasaan dan pikirannya.
mengidentifikasi perasaan ide-ide dan perasaan  Diskusikan dengan klien
yang muncul secara yang muncul secara pengalaman yang dialami selama ini
berulang dalam pikiran berulang dalam termasuk hubungan dengan orang
klien. pikirannya. yang berarti, lingkungannya kerja,
sekolah,dsb.
 Dengarkan pernyataan klien dengan
empati tanpa dukungan atau
menentang pernyataan wahamnya.
 Katakan perawat dapat memahami
apa yang diceritakan klien.

TUK 3: 3. Setelah 2x interaksi klien : 3. Bantu klien untuk mengidentifikasi


Klien dapat  Dapat menyebutkan kebutuhan yang tidak terpenuhi serta
mengidentifikasi stressor kejadian-kejadian kejadian yang menjadi faktor pencetus
atau pencetus wahamnya sesuai dengan urutan wahamnya.
( triggers factor ). waktu serta harapan / 3.1 Diskusikan dengan klien tentang
kebutuhan dasar yang kejadian-kejadian traumatik yang
tidak terpenuhi seperti menimbulkan rasa takut, ansietas,
: harga diri, rasa maupun perasaan tidak dihargai.
aman, dsb. 3.2 Diskusikan kebutuhan / harapan yang
 Dapat menyebutkan belum terpenuhi.
hubungan antara 3.3 Diskusikan dengan klien cara-cara
kejadian traumatis / mengatasi kebutuhan yang tidak
kebutuhan tidak terpenuhi dan kejadian yang traumatik.
terpenuhi dengan 3.4 Diskusikan dengan klien apakah ada
wahamnya. halusinasi yang meningkatkan pikiran /
perasaan yang terkait wahamnya.
3.5 Diskusikan dengan klien antara
kejadian-kejadian tersebut dengan
wahamnya.
TUK 4: 4. Setelah 2x interaksi klien : 4. Bantu klien mengidentifikasi
Klien dapat menyebutkan perbedaan keyakinanya yang salah tentang situasi
mengidentifikasi pengalaman nyata dengan yang nyata ( bila klien sudah siap ).
wahamnya. pengalaman wahamnya.  Diskusikan dengan klien
pengalaman wahamnya tanpa
berargumentasi.
 Katakan kepada klien akan
keraguan perawat terhadap
pernyataan klien.
 Diskusikan dengan klien respon
perasaan terhadap wahamnya.
 Diskusikan frekuensi, intensitas,
dan durasi terjadinya waham.
 Bantu klien membedakan situasi
nyata dengan situasi yang
dipersepsikan salah oleh klien.
TUK 5 : 5. Setelah 2x interaksi : klien 5.1 Diskusikan dengan klien pengalaman-
Klien dapat menjelaskan gangguan pengalaman yang tidak
mengidentifikasi fungsi hidup sehari-hari menguntungkan sebagai akibat dari
konsekuensi dari yang diakibatkan ide-ide / wahamnya seperti :
wahamnya. pikirannya yang tidak  Hambatan dalam berinteraksi dengan
sesuai dengan kenyataan keluarga.
seperti :  Hambatan dalam berinteraksi dengan
 Hubungan dengan orang lain.
keluarga.  Hambatan dalam melakukan
 Hubungan dengan orang aktivitas sehari- hari.
lain.  Perubahan dalam prestasi kerja /
 Aktivitas sehari-hari. sekolah.
 Pekerjaan. 5.2 Ajak klien melihat bahwa waham
 Sekolah. tersebut adalah masalah yang

 Prestasi, dsb. membutuhkan bantuan dari orang lain.


5.3 Diskusikan dengan klien orang /
tempat ia minta bantuan apabila
wahamnya timbul / sulit dikendalikan.
TUK 6 : 6. Setelah 2x interaksi klien : 6.1 Diskusikan hobi / aktivitas yang
Klien dapat melakukan klien melakukan aktivitas disukainya.
teknik distraksi sebagai yang konstruktif sesuai 6.2 Anjurkan klien memilih dan
cara menghentikan pikiran dengan minatnya yang melakukan aktivitas yang
yang terpusat pada dapat mengalihkan fokus membutuhkan perhatian dan
wahamnya. klien dari wahamnya. keterampilan fisik.
6.3 Ikut sertakan klien dalam aktivitas fisik
yang membutuhkan perhatian sebagai
pengisi waktu luang.
6.4 Libatkan klien dalam TAK orientasi
realita.
6.5 Bicara dengan klien topik-topik yang
nyata.
6.6 Anjurkan klien untuk bertanggung
jawab secara personal dalam
mempertahankan / meningkatkan
kesehatan dan pemulihannya.
6.7 Beri penghargaan bagi setiap upaya
klien yang positif.
TUK 7 : 7.1 Setelah 2x interaksi 7.1 Diskusikan pentingnya peran serta
Klien mendapat dukungan keluarga dapat keluarga sebagai pendukung untuk
keluarga. menjelaskan tentang : mengatasi waham.
 Pengertian waham. 7.2 Diskusikan potensi keluarga untuk
 Tanda dan gejala membantu klien mengatsi waham.
waham. 7.3 Jelaskan pada keluarga tentang :
 Penyebab dan akibat  Pengertian waham.
waham.  Tanda dan gejala waham.
 Cara merawat klien  Penyebab dan akibat waham.
waham.  Cara merawat klien waham.
7.2 Setelah ….x interaksi 7.4 Latih keluarga cara merawat klien
keluarga dapat waham.
mempraktekan cara 7.5 Tanyakan perasaan keluarga setelah
merawat klien waham. mencoba cara yang telah dilatihkan.
7.6 Beri pujian kepada keluarga atas
keterlibatannya merawat klien di
rumah sakit.
TUK 8 : 8.1 Setelah 2 x interaksi klien 8.1 Diskusikan dengan klien tentang
Klien dapat memanfaatkan menyebutkan : manfaat dan kerugian tidak minum
obat dengan baik.  Manfaat minum obat. obat, nama, warna, dosis, cara, efek
 Kerugian tidak minum terapi dan efek samping penggunaan
obat. obat.
 Nama, warna, dosis, 8.2 Pantau klien saat penggunaan obat.
efek terapi dan efek  Beri pujian jika klien menggunakan
samping obat. obat dengan benar.
8.2 Setelah 1x interaksi klien 8.3 Diskusikan akibat berhenti minum obat
mendemonstrasikan tanpa konsultasi dengan dokter.
penggunaan obat dengan  Anjurkan klien untuk konsultasi
benar. kepada dokter / perawat jika terjadi
8.3 Setelah 1x interaksi klien hal-hal yang tidak diinginkan.
menyebutkan akibat
berhenti minum obat
tanpa konsultasi dokter.
F. Implementasi Tindakan Keperawatan

Pasien Keluarga
SP 1. SP 1.
1. Mengidentifikasi kebutuhan pasien. 1. Mengidentifikasi masalah keluarga
2. Membicarakan konteks realita dalam merawat pasien.
( tidak mendukung atau membantah 2. Menjelaskan proses terjadinya
waham pasien ). waham.
3. Latih pasien untuk memenuhi 3. Menjelaskan tentang cara merawat
kebutuhannya “ dasar ”. pasien waham.
4. Melatih ( simulasi ) cara merawat.
5. RTL keluarga / jadwal merawat
pasien.
SP 2. SP 2.
1. Mengevaluasi kegiatan yang lalu 1. Mengevaluasi kegiatan yang lalu
( SP 1 ). ( SP 1 ).
2. Mengidentifikasi potensi / 2. Melatih keluarga cara merawat
kemampuan yang dimiliki. pasien ( langsung ke pasien ).
3. Memilih dan latih potensi / 3. RTL keluarga.
kemampuan yang dimiliki.
4. Memasukan dalam jadwal kegiatan
pasien.
SP 3. SP 3.
1. Mengevaluasi kegiatan yang lalu 1. Mengevaluasi kemampuan keluarga
( SP 1 dan 2 ). ( SP 2 ).
2. Memilih kemampuan yang dapat 2. Mengevaluasi kemampuan pasien.
dilakukan. 3. RTL keluarga
3. Memilih dan latih potensi a. Follow up.
kemampuan lain yang dimiliki. b. Rujukan.
4. Memasukan dalam jadwal kegiatan
pasien.
G. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien (keliat, dkk 2009)
Hasil yang ingin dicapai pada klien dengan waham yaitu :
1. Klien dapat mengontrol wahamnya.
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
b. Klien dapat mengidentifikasi perasaan yang muncul secara berulang
dalam pikiran klien.
c. Klien dapat mengidentifikasi stressor atau pencetus wahamnya (triggers
factor).
d. Klien dapat mengidentifikasi wahamnya.
e. Klien dapat mengidentifikasi konsekuensi dari wahamnya.
f. Klien dapat melakukan teknik distraksi sebagai cara menghentikan
pikiran yang terpusat pada wahamnya.
g. Klien mendapat dukungan keluarga.
h. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M. 2011. Keperawatan Jiwa: Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta:


Graha Ilmu.
Direja, A.H.S. 2011.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Medikal
Book.
Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika.
Keliat, B.A. 2009. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Riyadi, S. dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Stuart & Sundden. 2010. Principle & Praktice of Psychiatric Nursing, ed. Ke-5.
St Louis: Mosby Year Book.
Townsed, M. C. 2009. Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa. Jakarta: Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai