Anda di halaman 1dari 15

PRAKTIK PROFESI NERS

KEPERAWATAN JIWA
TAHUN AKADEMIK 2021/ 2022

Nama Preceptee : MOHAMMAD RIFKI FAHRUROJI


NPM : 20210940100225

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

Jl. Cempaka Putih Tengah I/1 Jakarta Pusat, Kode Pos 10510
Telp/Fax: 021-42802202
LAPORAN PENDAHULUAN

I.  Kasus (Masalah Utama)


Gangguan Proses Pikir: Waham

II.  Proses Terjadinya Masalah


A. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah,
keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya,
ketidakmampuan merespon stimulus internal dan eksternal melalui proses iteraksi atau
informasi secara akurat (Yosep, 2009). Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang
salah dan secara kukuh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan realita normal (Stuart dan Sundeen, 1998).

Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah,
keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya,
ketidakmampuan merespon stimulus internal dan ekternal melalui proses interaksi atau
informasi secara akurat (Keliat, 1999).

B. Faktor Predisposisi
Menurut Direja (2011), faktor predisposisi dari gangguan isi pikir, yaitu:
1. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan menganggu hubungan interpersonal seseorang. Hal ini
dapat meningkatkan stres dan ansietas yang berakhir dengan gangguan persepsi, klien
menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
2. Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan timbulnya
waham.
3. Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda atau bertentangan, dapat menimbulkan
ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan.
4. Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran vertikel di otak, atau
perubahan pada sel kortikal dan limbic.
5. Faktor genetic

C. Faktor Presipitasi
Menurut Direja (2011) faktor presipitasi dari gangguan isi pikir: waham, yaitu :
1. Faktor sosial budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang berarti atau
diasingkan dari kelompok.
2. Faktor biokimia
Dopamine, norepineprin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat menjadi penyebab
waham pada seseorang.
3. Faktor psikologis
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi masalah
sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang
menyenangkan.

D. Proses Terjadinya
       Menurut Yosep (2009), adapun proses terjadinya waham, yaitu: 
1. Fase lack of human need 
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara fisik
maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang
dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan
menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk
melakuakn kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi
terpenuhi tetapi kesenjangan antara reality dengan self ideal sangat tinggi. Misalnya ia
seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang sebagai seorang yang dianggap sangat
cerdas, sangat berpengalaman dan diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham terjadi
karena sangat pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi
juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang (life span history).
2. Fase lack of self esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self
ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan yang
tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui kemampuannya.
Misalnya, saat lingkungan sudah banyak yang kaya, menggunakan teknologi
komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan yang luas,
seseorang tetap memasang self ideal yang melebihi lingkungan tersebut. Padahal self
reality-nya sangat jauh. Dari aspek pendidikan klien, materi, pengalaman,
pengaruh, support system semuanya sangat rendah.

3. Fase control internal external


Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia
katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan kenyataan.
Tetapi mengahadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat berat, karena
kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima
lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum
terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan
koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak
dilakukan secara adequate karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan.
Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif
berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.

4. Fase environment support


Ada beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya menyebabkan
klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu yang dikatakan
tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai
terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma (Super ego) yang
ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap bahwa
semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan sering
diserati halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien
lebih sering menyendiri dan menghindari interkasi sosial (isolasi sosial).

6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu keyakinan
yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering berkaitan
dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai
yang hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat
menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk menggung kayakinan
klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya kayakinan religiusnya bahwa apa-apa
yang dilakukan menimbulkan dosa besar serta konsekuensi sosial.

E. Klasifikasi, Jenis dan Sifat Masalah


Proses berpikir meliputi 3 aspek yaitu bentuk pikiran, isi pikiran dan arus pikiran. Menurut
Kaplan, berfikir merupakan aliran gagasan, symbol dan asosiasi yang diarahkan oleh tujuan,
dimulai oleh suatu masalah atau tugas dan mengarah pada kesimpulan yang berorientasi pada
kenyataan.
1. Gangguan Bentuk Pikir
Dalam kategori ini termasuk semua penyimpangan dari pemikiran rasional, logic dan
terarah pada tujuan.
a. Dereisme/ pikiran dereistik
Titik berat pada tidak adanya sangkut paut terjadi antara proses mental individu dan
pengalamannya yang sedang berjalan. Proses mentalnya tidak sesuai dengan atau tidak
mengikuti kenyataan, logika atau pengalaman.
b. Pikiran otistik
Menandakan bahwa penyebab distorsi arus asosiasi adalah dari dalam pasien itu sendiri
dalam bentuk lamunan, fantasi, waham, atau halusinasi. Cara berfikir seperti ini hanya
akan memuaskan keinginannya yang tidak terpenuhi tanpa memperdulikan keadaan
seitarnya yang tidak terpenuhi tanpa memperdulikan keadaan sekitarnya. Hidup dalam
alam pikirannya sendiri.
c. Bentuk pikiran non realistic
Bentu pikiran yang sama sekali tidak berdasaran pada kenyataan, mengambil sesuatu
kesimpulan yang aneh dan tidak masuk akal.

2. Gangguan Arus Pikir


Yaitu tentang cara dan lajunya proses asosiasi dalam pemikiran yang timbul dalam berbagai
jenis :
a. Perseverasi : berulang-ulang menceritakan suatu ide, pikiran atau tema secara berlebihan.
b. Asosiasi longgar : mengatakan hal-hal yang tidak ada hubungannya satu sama lain,
misalnya “saya mau makan semua orang dapat berjalan-jalan”. Bila ekstrim, maka akan
terjadi inkoherensi.
c. Inkoherensi : gangguan dalam bentuk bicara, sehingga satu kalimat pun sudah sulit
ditangap atau diikuti maksudnya.
d. Kecepatan bicara : untuk mengutarakan pikiran mungkin lambat sekali atau sangat cepat.
e. Benturan : piiran tiba-tiba berhenti atau berhenti di tengah sebuah kalimat. Pasien tidak
dapat menerangkan mengapa ia berhenti.
f. Logorea : banyak bicara, kata-kata dikeluaran bertubi-tubi tanpa kontrol, mungkin koherent
atau incoherent.
g. Pikiran melayang (flight of ideas) :perubahan yang mendadak lagi cepat dalam
pembicaraan, sehingga satu ide yang belum selesai diceritakan sudah disusul oleh ide yang
lain.
h. Asosiasi bunyi : mengucapkan perkataan yang mempunyai persamaan bunyi, misalnya
pernah disengar “saya mau makan” diutarakan seakan berontak.
i. Neologisme : membentuk kata-kata baru yang tida dipahami oleh umum, misalnya : saya
radiitu, semua partinum.
j. Irelevansi : isi pikiran atau ucapan yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaan atau
dengan hal yang sedang dibicarakan.
k. Pikiran berputar-putar (circumstantiality) : menuju secara tidak langsung kepada ide pkok
dengan menambahan banyak hal yang remeh-remeh yang majemuk dan tidak relevan.
l. Main-main dengan kata-kata : membuat sejak secara tidak wajar.
m. Afasi : mungkin sensori (tidak atau sukar mengerti biacara orang lain) atau motorik (tidak
dapat atau sukar bicara), sering kedua-duanya sekaligus dan terjadi kerusakan otak.

3. Gangguan Isi Pikir


Dapat terjadi baik pada isi pikiran nonverbal maupun pada isi pikiran yang diceritakan
misalnya
a. Kegembiraan yang luar biasa (ecstasy) : dapat timbul secara mengambang pada orang yang
normal selama fase permulaan narkosa (anastesi umum)
b. Fantasi : isi pikiran tentang suatu keadaan atau kejadian yang diharapkan/ diinginkan, tetapi
dikenal sebagai tidak nyata.
c. Fobia : rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau keadaan yang tidak dapat
dihilangkan atau ditekan oleh pasien, biarpun diketahui bahwa hal itu irasional adanya.
d. Obsesi : Isi pikiran yang kukuh (persisten) timbul, biarpun tidak dikendalikannya dan
diketahui bahwa hal itu tidak wajar atau tidak mungkin.
e. Preokupasi : Pikiran terpaku hanya pada sebuah ide saja yang biasanya berhubungan
dengan keadaan yang bernada emosional yang kuat.
f. Pikiran yang tak memadai (Inadequate) : pikiran yang ekstrinsik, tidak cocok dengan
banyak hal, terutama dalam pergaulan dan pekerjaan seseorang.
g. Pikiran bunuh diri (Suicide thoughts / ideation) : mulai dari kadang-kadang memikirkan hal
bunuh dari sampai terus menerus memikirkan cara bagaimana ia dapat membunuh dirinya
h. Pikiran hubungan : pembicaraan orang lain, benda-benda, atau sesuatu kejadian
dihubungkan dengan dirinya.
i. Rasa terasing (aleanasi) : perasaan bahwa dirinya sudah menjadi lain, berbeda asing,
umpamanya heran, siapakah dia itu sebenarnya, rasanya ia berbeda sekali dengan orang
lain.
j. Pikiran isolasi sosial (social isolation) : rasa terisolasi, tersekat, terkunci, terpencil dari
masyarakat, rasa ditolak, tidak disukai orang lain, rasa tidak enak bila berkumpul dengan
orang lain, lebih suka menyendiri.
k. Pikiran rendah diri : Merendahkan, menghinakan dirinya sendiri, menyalahkan dirinya
tentang suatu hal yang pernah atau tidak pernah dilakukannya.
l. Merasa dirugikan oleh orang lain : menghina atau menyangka ada orang lain yang telah
merugikannya, sedang mengambil keuntungan dari dirinya, atau sedang mencelakakannya.
m. Merasa dirinya dalam bidang seksual : acuh tak acuh tentang hal seksual, kegairahan
seksual berkurang secara umum (hiposeksualitas).
n. Rasa salah : sering mengatakan ia telah bersalah; ini bukanlah waham dosa.
o. Pesimisme : mempunyai pandangan yang suram mengenai banyak hal pada bidangnya.
p. Sering curiga : mengutarakan ketidakpercayaannya kepada orang lain; buan waham curiga.
q. Waham : keyakinan tentang sesuatu isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataannya atau
tidak cocok dengan intelegensi dan latar belakang kebudayaannya, biarpun dibutikan
kemustahilan hal itu.
r. Menurut Direja (2011) dan Azizah (2011), adapun jenis-jenis waham, yaitu :
 Waham Kebesaran
 Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki kekuatan khusus atau berlebihan
yang berbeda dengan orang lain, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
 Waham Agama
 Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulang-ulang tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan.
 Waham Curiga
 Keyakinan seseorang atau sekelompok orang berusaha merugikan atau mencederai
dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
 Waham Somatik
 Keyakinan  seseorang bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau terserang
penyakit, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
 Waham Nihilistik
 Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia, diucapkan berulang-ulang
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
 Waham Dosa
 Keyakinan klien terhadap dirinya telah atau selalu salah atau berbuat dosa atau
perbuatannya tidak dapat diampuni lagi.
 Waham yang bizar terdiri dari:
 Sisi pikir yaitu keyakinan klien terhadap suatu pikiran orang lain disisipkan ke
dalam pikiran dirinya.
 Siar pikir/broadcasting yaitu keyakinan klien bahwa ide dirinya dipakai
oleh/disampaikan kepada orang lain mengetahui apa yang ia pikirkan meskipun
ia tidak pernah secara nyata mengatakan pada orang tersebut.
 Kontrol pikir/waham pengaruh yaitu keyakinan klien bahwa pikiran, emosi dan
perbuatannya selalu dikontrol/dipengaruhi oleh kekuatan di luar dirinya yang
aneh.

F. Penatalaksanaan Medis
Terapi pada gangguan jiwa, khususnya skizofrenia dewasa ini sudah dikembangkan sehingga
klien tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih manusiawi daripada masa
sebelumnya. Penatalaksanaan medis pada gangguan proses pikir yang mengarah pada diagnosa
medis skizofrenia, khususnya dengan gangguan proses pikir: waham, yaitu:

1. Psikofarmakologi
Menurut Hawari (2003), jenis obat psikofarmaka, dibagi dalam 2 golongan yaitu:
 Golongan generasi pertama (typical)
 Obat yang termasuk golongan generasi pertama, misalnya: Chorpromazine HCL
(Largactil, Promactil, Meprosetil), Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine
HCL (Melleril), dan Haloperidol (Haldol, Govotil, Serenace).
 Golongan kedua (atypical)
 Obat yang termasuk generasi kedua, misalnya: Risperidone (Risperdal, Rizodal,
Noprenia), Olonzapine (Zyprexa), Quentiapine (Seroquel), dan Clozapine
(Clozaril).
2.    Psikotherapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada klien, baru dapat diberikan apabila klien dengan
terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana kemampuan menilai realitas sudah
kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikotherapi pada klien dengan gangguan
jiwa adalah berupa terapi aktivitas kelompok (TAK).

3.    Terapi somatik


Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan tujuan mengubah perilaku
yang maladaptif menjadi perilaku yang adaptif dengan melakukan tindakan dalam bentuk
perlakuan fisik (Riyadi dan Purwanto, 2009). Beberapa jenis terapi somatik, yaitu:
 Restrain
Restrain adalah terapi dengan menggunakan alat-alat mekanik atau manual untuk
membatasi mobilitas fisik klien (Riyadi dan Purwanto, 2009).
 Seklusi
Seklusi adalah bentuk terapi dengan mengurung klien dalam ruangan khusus (Riyadi
dan Purwanto, 2009).
 Foto therapy atau therapi cahaya
Foto terapi atau sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini diberikan dengan
memaparkan klien sinar terang (5-20 kali lebih terang dari sinar ruangan) (Riyadi dan
Purwanto, 2009).
 ECT (Electro Convulsif Therapie)
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan
kejang pada penderita baik tonik maupun klonik (Riyadi dan Purwanto, 2009).
 Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan suatu kelompok atau komunitas dimana terjadi interaksi antara
sesama penderita dan dengan para pelatih (sosialisasi).
G.   Rentang Respon Sosial
Menurut Stuart and Sundeen (1998) waham merupakan salah satu respon persepsi paling
maladaptif dalam rentang respon neurobiologi. Rentang respon tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:
Respon Adaptif Respon Maladaptif

− Berpikiran logis − Distorsi pikiran


− Gangguan proses
− Persepsi akurat − Ilusi
pikir/delusi/ waham
− Emosi konsisten − Reaksi emosi lebih atau − Halusinasi
dengan pengalaman jurang
− Sulit berespon emosi
− Perilaku sesuai − Perilaku aneh atau
− Perilaku disorganisasi
− Berhubungan sosial tidak biasa
− Isolasi sosial
− Menarik diri

Dari rentang respon neurobiologik diatas digambarkan bahwa bila klien/individu mendapat
suatu stressor maka individu akan berespon menuju respon adaptif maupun respon maladaptif.
Bila individu berespon adaptif, cenderung dapat berpikir logis, persepsi akurat, emosi
konsisten dengan pengalaman, perilaku sesuai dan dapat berhubungan sosial. Bila individu
berespon antara respon adaptif dan maladaptif maka akan menimbulkan pemikiran kadang –
kadang menyimpang, ilusi, reaksi emosional berlebihan atau berkurang, perilaku ganjil dan
menarik diri. Namun bila individu berespon maladaptif maka cenderung mengalami kelainan
pemikiran/delusi/waham, halusinasi, ketidakmampuan untuk mengalami emosi,
ketidakteraturan dan isolasi sosial.

III.  A. Pohon Masalah


Resiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Proses Pikir Waham

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronik

 B. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji


Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan gangguan isi pikir: waham
(Fitria, 2009), adalah:
1. Gangguan proses pikir: waham
2. Risiko perilaku kekerasan
3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah kronik
Sedangkan data yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan isi pikir: waham (Fitria, 2009
dan Yosep, 2009), adalah:
a.    Data subyektif
 Klien mengatakan bahwa dirinya adalah orang yang paling hebat
 Klien mengatakan bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus.
b.    Data obyektif
 Klien terus berbicara tentang kemampuan yang dimilikinya.
 Pembicaraan klien cenderung berulang-ulang
 Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan.

VI.  Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan Proses  Pikir: Waham


2. Risiko perilaku kekerasan
3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah kronik

VI.   Rencana Keperawatan 


1.  TUM :
Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
2.  TUK :
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
3. Intervensi
a. TUK 1 :
Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan
interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas topik, waktu,
tempat).
 Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat menerima
keyakinan klien “saya menerima keyakinan anda” disertai ekspresi menerima, katakan
perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi
waham klien.
 Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi: katakan perawat akan
menemani klien dan klien berada di tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan
kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
 Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri.

b.  TUK 2 :
Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Intervensi :
 Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
 Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang
realistis.
 Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya saat ini
(kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan perawatan diri).
 Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham tidak
ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting.

c. TUK 3 :
Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Intervensi :
 Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
 Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah maupun di
rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah)
 Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
 Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan waktu
dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
 Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya.

d. TUK 4 :
Klien dapat Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan
waktu).
 Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
 Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien

e. TUK 5 :
Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Intervensi :
 Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek samping
minum obat
 Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis,
cara dan waktu).
 Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan
 Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.

f.  TUK 6 :
Klien dapat dukungan dari keluarga
Intervensi :
 Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang: gejala waham, cara
merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up obat.
 Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga.

Anda mungkin juga menyukai