KEPERAWATAN JIWA
TAHUN AKADEMIK 2021/ 2022
Jl. Cempaka Putih Tengah I/1 Jakarta Pusat, Kode Pos 10510
Telp/Fax: 021-42802202
LAPORAN PENDAHULUAN
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah,
keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya,
ketidakmampuan merespon stimulus internal dan ekternal melalui proses interaksi atau
informasi secara akurat (Keliat, 1999).
B. Faktor Predisposisi
Menurut Direja (2011), faktor predisposisi dari gangguan isi pikir, yaitu:
1. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan menganggu hubungan interpersonal seseorang. Hal ini
dapat meningkatkan stres dan ansietas yang berakhir dengan gangguan persepsi, klien
menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
2. Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan timbulnya
waham.
3. Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda atau bertentangan, dapat menimbulkan
ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan.
4. Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran vertikel di otak, atau
perubahan pada sel kortikal dan limbic.
5. Faktor genetic
C. Faktor Presipitasi
Menurut Direja (2011) faktor presipitasi dari gangguan isi pikir: waham, yaitu :
1. Faktor sosial budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang berarti atau
diasingkan dari kelompok.
2. Faktor biokimia
Dopamine, norepineprin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat menjadi penyebab
waham pada seseorang.
3. Faktor psikologis
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi masalah
sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang
menyenangkan.
D. Proses Terjadinya
Menurut Yosep (2009), adapun proses terjadinya waham, yaitu:
1. Fase lack of human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara fisik
maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang
dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan
menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk
melakuakn kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi
terpenuhi tetapi kesenjangan antara reality dengan self ideal sangat tinggi. Misalnya ia
seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang sebagai seorang yang dianggap sangat
cerdas, sangat berpengalaman dan diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham terjadi
karena sangat pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi
juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang (life span history).
2. Fase lack of self esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self
ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan yang
tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui kemampuannya.
Misalnya, saat lingkungan sudah banyak yang kaya, menggunakan teknologi
komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan yang luas,
seseorang tetap memasang self ideal yang melebihi lingkungan tersebut. Padahal self
reality-nya sangat jauh. Dari aspek pendidikan klien, materi, pengalaman,
pengaruh, support system semuanya sangat rendah.
6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu keyakinan
yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering berkaitan
dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai
yang hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat
menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk menggung kayakinan
klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya kayakinan religiusnya bahwa apa-apa
yang dilakukan menimbulkan dosa besar serta konsekuensi sosial.
F. Penatalaksanaan Medis
Terapi pada gangguan jiwa, khususnya skizofrenia dewasa ini sudah dikembangkan sehingga
klien tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih manusiawi daripada masa
sebelumnya. Penatalaksanaan medis pada gangguan proses pikir yang mengarah pada diagnosa
medis skizofrenia, khususnya dengan gangguan proses pikir: waham, yaitu:
1. Psikofarmakologi
Menurut Hawari (2003), jenis obat psikofarmaka, dibagi dalam 2 golongan yaitu:
Golongan generasi pertama (typical)
Obat yang termasuk golongan generasi pertama, misalnya: Chorpromazine HCL
(Largactil, Promactil, Meprosetil), Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine
HCL (Melleril), dan Haloperidol (Haldol, Govotil, Serenace).
Golongan kedua (atypical)
Obat yang termasuk generasi kedua, misalnya: Risperidone (Risperdal, Rizodal,
Noprenia), Olonzapine (Zyprexa), Quentiapine (Seroquel), dan Clozapine
(Clozaril).
2. Psikotherapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada klien, baru dapat diberikan apabila klien dengan
terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana kemampuan menilai realitas sudah
kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikotherapi pada klien dengan gangguan
jiwa adalah berupa terapi aktivitas kelompok (TAK).
Dari rentang respon neurobiologik diatas digambarkan bahwa bila klien/individu mendapat
suatu stressor maka individu akan berespon menuju respon adaptif maupun respon maladaptif.
Bila individu berespon adaptif, cenderung dapat berpikir logis, persepsi akurat, emosi
konsisten dengan pengalaman, perilaku sesuai dan dapat berhubungan sosial. Bila individu
berespon antara respon adaptif dan maladaptif maka akan menimbulkan pemikiran kadang –
kadang menyimpang, ilusi, reaksi emosional berlebihan atau berkurang, perilaku ganjil dan
menarik diri. Namun bila individu berespon maladaptif maka cenderung mengalami kelainan
pemikiran/delusi/waham, halusinasi, ketidakmampuan untuk mengalami emosi,
ketidakteraturan dan isolasi sosial.
Isolasi Sosial
b. TUK 2 :
Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Intervensi :
Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang
realistis.
Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya saat ini
(kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan perawatan diri).
Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham tidak
ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting.
c. TUK 3 :
Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Intervensi :
Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah maupun di
rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah)
Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan waktu
dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya.
d. TUK 4 :
Klien dapat Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan
waktu).
Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien
e. TUK 5 :
Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Intervensi :
Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek samping
minum obat
Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis,
cara dan waktu).
Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan
Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
f. TUK 6 :
Klien dapat dukungan dari keluarga
Intervensi :
Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang: gejala waham, cara
merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up obat.
Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga.