Disusun Oleh :
Nama Mahasiswa : Dewi Agustiani
NIM : 221FK09008
2. Analisa Data
Data Fokus Masalah
Gejala dan tanda mayor : Waham (D.0105)
Subjektif :
1. Mengungkapkan isi
waham
Objektif
1. Menunjukkan prikalu
sesuai isi waham
2. Isi pikir tidak sesuai
realitas
3. Isi pembicaraan sulit
dimengerti
Gejala dan Tanda Minor :
Subjektif
1. Merasa sulit
berkonsentrasi
2. Merasa Khawatir
Objektif
1. Curiga berlebihan
2. Waspada berlebihan
3. Bicara berlebihan
4. Sikap menentang atau
permusuhan
5. Wajah tegang
6. Pola tidur berubah
7. Tidak mapu mengambil
keputusan
8. Flight of idea
9. Produktifitas kerja
menurun
10. Tidak mampu merawat diri
11. Menarik diri
3. Diagnosa keperawatan
Gangguan proses pikir : Waham
4. Intervensi
Perencanaan
Tgl Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Gangguan Pasien mampu : Setelah pertemuan pasien SP 1
Proses Pikir : Berorientasi kepada dapat memenuhi Identifikasi kebutuhan pasien
Waham realitas secara bertahap kebutuhannya Bicara konteks realita (tidak mendukung
Mampu berinteraksi dgn atau membantah waham pasien)
orang lain & lingkungan Latih pasien untuk memenuhi
Menggunakan obat dgn kebutuhannya
prinsip 6 benar Masukkan dalam jadwal harian pasien
Setelah pertemuan SP 2
keluarga mampu : Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
Menyebutkan kegiatan Latih keluarga cara merawat (langsung
yang sesuai dilakukan ke pasien)
Mampu memperagakan RTL keluarga
cara merawat pasien
Setelah pertemuan SP 3
keluarga mampu : Evaluasi kemampuan keluarga
Mengidentifikasi Evaluasi kemampuan pasien
masalah dan mampu RTL keluarga
menjelaskan cara Follow up
merawat pasien Rujukan
Intervensi Menurut SDKI :
Diagnosa Keperawatan Tujuan Rencana tindakan
3) Sosial budaya
Stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap gangguan psikotik
lain tetapi diyakini sebagai penyebab utama gangguan.
d) Faktor Presipitasi
1) Biologi
Stressor biologi yang berhubungan dengan respon neurobiologi yang
maladaptif, termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang
mengatur proses informasi dan abnormalisasi pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
selektif menghadapi rangsangan.
2) Stress Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang
berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan
terjadinya gangguan perilaku.
3) Pemicu Gejala
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologi yang
maladaptif berhubungan dengan kesehatan (gizi buruk, infeksi),
lingkungan rasa bermusuhan/lingkungan yang penuh kritik, gangguan
dalam hubungan interpersonal, sikap dan perilaku (keputus asaan,
kegagalan).
e) Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon
neurobiologi:
1) Regresi
Menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku
kembali seperti pada perilaku perkembangan anak atau
berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
menanggulangi ansietas.
2) Proyeksi
Keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada
orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai
upaya untuk menjelaskan keraguan persepsi).
3) Menarik Diri
Reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghidar
sumber stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas,
beracun dan lain-lainn, sedangkan reaksi psikologis individu
menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat,
sering disertai rasa takut dan bermusuhan. Kemudian data yang
diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua macam sebagai
berikut :
a. Data Subjektif
Data yang disampaikan secara lisan oleh pasien dan keluarga.
Data ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada pasien
dan keluarga. Data langsung didapat oleh perawat disebut data
primer, dan data yang di ambil dari hasil catatan tim
kesehatan lain sebagai data sekunder.
b. Data Objektif
Data yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan
melalui observasi atau pemeriksaan langsung.
D. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori (D.0085)
E. Analisa Data
No. Data Fokus Masalah
Kolaborasi
1. Kolaborasi dalam meminimalkan
prosedur/tindakan
2. Kolaborasi pemberian obat yang
mempengaruhi persepsi stimulus
Strategi Pelaksanaan :
DAFTAR PUSTAKA
Adaptif Maladaptif
V. ANALISA DATA
No Data Masalah Keperawatan
Do :
b. Strategi Pelaksanaan
No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
1 Risiko 1. Klien 1. Menjawab SP 1
Bunuh mendapat salam 1. Menemani klien secara terus
Diri perlindungan 2. Ada kontak menerus sampai iadapat
dari mata dipindahkan ketempat yang aman
lingkungannya 3. Menerima 2. Menjauhkan semua benda yang
2. Klien dapat perawat berbahaya (mis., pisau, silet, gelas,
mengungkapka 4. Mau berjabat tali pinggang)
n perasaannya tangan 3. Memeriksa apakah klien benar-
3. Klien dapat 5. Menceritakan benar telah meminum obatnya,
meningkatkan penderitaan secara jika klien mendapatkan obat
harga dirinya terbuka dengan 4. Menjelaskan padaKlien bahwa
4. Klien dapat orang lain akan melindungi kliensampai tidak
menggunakan 6. Klien dapat ada keinginan bunuh diri
cara menyebutkan cara SP 2
penyelesaian mengatasi 1. Mendiskusikan tentang cara
yang baik keinginan Bunuh mengatasi keinginan bunuh diri,
Diri dan yaitu denganmeminta bantuan dari
menyelesaikan Perawat atau teman
masalah yang 2. Meningkatkan harga diri
sudah mampu klien dengan cara :
dilakukan a.Memberi kesempatan klien untuk
mengungkapkanpersaannya
Memberikan pujian bila klien
mengatakan perasaan yang
positif
c. Meyakinkan Klien bahwa
dirinya penting
d. Membicarakantentang keaadaan
yang sepatutnya disyukuri oleh
Klien
3. Meningkatkan kemampuan
menyelesaikan masalah dengan
cara :
a. Mendiskusikan dengan klien
cara menyelesaikanmasalah
SP 3
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1
dan SP 2)
2. Diskusikan dengan Klien
efektivitas masing-masing cara
penyelesaian masalah
3. Diskusikan dengan Klien cara
menyelesaikan masalah yang lebih
baik
DAFTAR PUSTAKA
Nanda, 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Buku
Kedokteran : EGC.
Fitria, N. (2009), Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, dan Hanik Endang Nihayati, 2015, Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa, Salemba Medika, Jakarta
Stuart & Laraia. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Jakarta: EGC.
Sadock, BJ., Sadock, V.A. dan Kaplan & Sadock’s., 2010. Ganggaun Pervasif dalam
: Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed 2. Jakarta : EGC
Ariani, M., Soeselo, D. A., & Surilena. (2014). Karakteristik Pola Asuh dan
Psikopatologi Orang Tua Penyandang Retardasi Mental Ringan di
Sekolah Luar Biasa-C (SLBC) Harapan Ibu. Damianus Journal of
Medicine, 13(2) (74-83).
2. Instrumental agression
Suatu tindak kekerasan yang dipakai sebagai alat untuk mencapai tujuan
tertentu. Misalnya untuk mencapai tujuan politik tertentu dilakukan tindak
kekerasan secara sengaja dan terencana.
3. Mass agression
Suatu tindak agresi yang dilakukan oleh massa sebagai akibat kehilangan
individualitas dari masing-masing individu. Pada saat orang berkumpul
terdapat kecenderungan berkurangnya individualitas, bila ada ada seseorang
yang mempelopori tindak kekerasan maka secara otomatis semua akan ikut
melakukan kekerasan yang dapat semakin meninggi karena saling
membangkitkan. Pihak yang menginisiasi tindak kekerasan tersebut bisa saja
melakukan agresi instrumental (sebagai provokator) maupun agresi
permusuhan karena kemarahan tidak terkendali (Keliat, 1996 dalam Muhith,
2015).
N. Rentang Respon
Menurut yosep (2010) rentang respon marah dibagi menjadi 5 yaitu:
2. Factor Psikologis
1) Frustation Aggresion Theory (Teory Agresif-Frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari akumulasi
frustasi. Frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu
gagal atau menghambat. Keadaan tersebut dapat mendorong individu
berprilaku agresif karena perasaan prustasi akan berkurang melalui perilaku
kekerasan.
3. Faktor Sosiokultural
1) Sosial Environment Theory (Teori Lingkungan Sosial)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Norma budaya dapat mendukung individu untuk
merespon asertif atau agresif.
P. Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu bersifat unik.
Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar (serangan fisik, kehilangan, kematian)
amaupun dalam (putus hubungan dengan orang yang berarti, kehilangan rasa cinta,
takut terhadap penyakit fisik). Selain itu lingkungan yang terlalu rebut, padat,
kritikan yang mengaruh pada penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu
perilaku kekerasan (Dedendan Rusdin, 2013)
Q. Mekanisme Koping
Menurut Prastya, & Arum (2017). Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme
koping klien, sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan koping yang
konstruktif dalam mengekpresikan kemarahannya.Mekanisme koping yang umum
digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi,
proyeksi, represif, denial dan reaksi formasi. Perilaku yang berkaitan dengan risiko
perilaku kekerasan antara lain:
a. Menyerang atau menghindar
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan system syaraf
otonom bereaksi terhadap sekresi epinefrin yang menyebabkan tekanan darah
meningkat, takikardi, wajah marah, pupil melebar, mual, sekresi HCL
meningkat, peristaltik gaster menurun, kewaspadaan juga meningkat, tangan
mengepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
b. Menyatakan secara asertif
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan perilaku asertif adalah
cara yang terbaik, individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa
menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis dan dengan perilaku
tersebut individu juga dapat mengembangkan diri.
c. Memberontak
Perilaku muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik perilaku untuk
menarik perhatian orang lain.
d. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan akibat konflik perilaku untuk
menarik perhatian orang lain.
R. Penatalaksanaan
Penatalaksaan perilaku kekerasan bisa juga dengan melakukan terapi restrain.
Restrain adalah aplikasi langsung kekuatan fisik pada individu, tanpa injin
individu tersebut, untuk mengatasi kebebasan gerak, terapi ini melibatkan
penggunaan alat mekanis atau manual untuk membatasi mobilitas fisik pasien.
Terapi restrain dapat diindikasikan untuk melindungi pasien atau orang lain dari
cidera pada saat pasien lagi marah ataupun amuk (Hastuti, Agustina, &
Widiyatmoko 2019). Tindakan yang dilakukan perawat untuk mengatasi resiko
perilaku kekerasan yaitu melakukan Strategi Pelaksanaan (SP) yang dilakukan
oleh klien dengan perilaku kekerasan adalah diskusi mengenai cara mengontrol
perilaku kekerasan secara fisik, obat, verbal, dan spiritual.
Mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dapat dilakukan dengan cara
latihan tarik nafas dalam, dan pukul kasur atau bantal. Mengontrol secara verbal
yaitu dengan cara menolak dengan baik, meminta dengan baik, dan mengungkapka
dengan baik. Mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual dengan cara shalat
dan berdoa. Serta mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat secara
teratur dengan prinsip lima benar (benar klien, benar nama obat, benar cara minum
obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat), (Sujarwo & Livana, 2018).
IX. PROSES TERJADINYA MASALAH (PSIKODINAMIKA)
Stres, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus
dihadapi oleh setiap individu. Stres dapat menyebabkan kecemasan yang
menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat
menimbulkan kemarahan. Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara,
yaitu: mengungkapkan secara verbal, menekan dan menantang. Kemarahan diawali
oleh adanya stressor yang berasal dari internal atau eksternal. Stressor internal seperti
penyakit, hormonal, dendam, kesal sedangkan stressor ekternal bisa berasal dari
ledekan, cacian, makian, hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan
sebagainya, haltersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem
individu(disruption and loss). Videbeck (2008) mengatakan pemaknaan dari individu
pada setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan menjadi hal terpenting.
X. KEMUNGKINAN DATA FOKUS PENGKAJIAN
Menurut Dermawan dan Rusdi (2013) data perilaku kekerasan dapat diperoleh
melalui observasi atau wawancara tentang perilaku berikut,marah tanpa sebab, muka
merah dan tegang, pandangan tajam, mengatupkan rahang dengan kuat, menggepalkan
tangan, bicara kasar, suara tinggi, menjerit atau berteriak, mengancam secara verbal
dan fisik, melempar atau memukul benda atau orang lain, merusak barang atau benda
dan tidak mempunyai kemampuan mencegah atau mengontrol perilaku kekerasan.
XI. MASALAH KEPERAWATAN
1. Perilaku Kekerasan
1 DS : Resiko perilaku
Objektif :
b. Strategi Pelaksanaan
No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
1 Perilaku 1. Mengidentifikasi 1. Menyebutkan SP 1
Kekerasan penyebab dan penyebab, tanda, 1. Identifikasi penyebab tanda dan
tanda perilaku gejala dan akibat gejala serta akibat perilaku
kekerasan perilaku kekerasan
2. Menyebutkan kekerasan 2. Latih secara fisik 1 : tarik nafas
jenis perilaku 2. Memperagakan dalam
kekerasan yang cara fisik 1 untuk 3. Masukkan dalam jadwal harian
pernah dilakukan mengontrol pasien
3. Menyebutkan perilaku SP 2
cara mengontrol kekerasan 1. Evaluasi SP1
perilaku 2. Latih cara fisik 2 : pukul kasur
kekerasan / bantal
4. Mengontrol 3. Masukkan dalam jadwal harian
perilaku pasien
kekerasan secara SP 3
: fisik, sosial / 1. Evaluasi SP1 dan SP2
verbal spiritual, 2. Latih secara sosial / verbal
terapi 3. Menolak dengan baik
psikofarmaka 4. Memeinta dengan bik
5. Mengungkapkan dengan baik
6. Memasukan dalam jadwal kegiatan
klien
SP 4
1. Evaluasi SP 1, 2 dan 3
2. Latih secara spiritual berdo’a
3. Masukan dalam jadwal klien
SP 5
1. Evaluasi SP 1, 2, 3 dan 4
2. Latih patuh obat : minum obat
secara teratur dengan prinsip 5B
3. Susun jadwal minum obat dengan
teratur
4. Masukan dalam jadwal kegiatan
klien
DAFTAR PUSTAKA
Elshy Pangden Rabba, Dahrianis, S. P. R. (2014). Hubungan Antara Pasien
Halusinasi Pendengaran Terhadap Resiko Perilaku Kekerasan Di Ruang
Kenari RS. Khusus Daerah Provinsi Sul-Sel, 4, 470-475
Hadiyanto. 2016. Teori dan Pengembangan Iklim Kelas dan Iklim Sekolah. Jakarta:
Kencana.
Keliat, B.A., dan Akemat. (2013). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok,
ED. 2
Jeffrey S. Nevid, J.S, Rathus, S.A & Green, B.2006. Psikologi Abnormal Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
Iyus, Yosep., 2010, Keperawatan Jiwa. Bandung : Refia Aditama
Dermawan, R., & Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing.
LAPORAN PENDAHULUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI
Adaptif Maladaptif
G. Mekanisme Koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongan nya di bagi 2 (Stuart &
Sundeen, 2000), yaitu :
Mekanisme Koping Adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi,
pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah :
Klien bisa memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri.
c) Diagnosa keperawatan
Defisit Perawatan Diri : Ketidakmampuan merawat kebersihan diri
Menurunnya motivasi dalam merawat diri
d) Rencana keperawatan
1. Kondisi Klien
Data Subjektif :
Pasien merasa lemah,malas untuk beraktivitas,dan merasa tidak berdaya
Data Objektif :
Rambut kotor dan acak-acakan, badan dan pakaian kotor serta bau, mulut dan
2. Diagnosa Keperawatan
4. Tindakan Keperawatan
c. Ajarkan klien mempraktekan cara perawatan diri : mandi, gosok gigi dan
cuci rambut
1. Fase Orientasi
a. Salam Teurapeutik
“Bagaimana perasaan ibu hari ini..? Apakah ibu sudah mandi & gosok gigi..? ”
c. Kontrak
Topik :
“Berapa kali ibu mandi dalam sehari..?, Menurut ibu, apa sih kegunaan mandi..?,
Apa alasan ibu sehingga tidak mau mandi..?, Menurut ibu, apa manfaatnya kalau
kita menjaga kebersihan dir kiti,,? Kira – kira tanda tanda orang yang merawat diri
dengan baik, seperti apa yaa..? Kalau kita tidak teratur menjaga kebersihan diri,
masalah apa menurut ibu yang bias timbul..? Sekarang coba ibu sebutkan alat apa
saja yang digunakan untuk menjaga kebersihan diri, seperti kalau kita mandi, cuci
rambut, gosok gigi… apa saja yang disiapkan..? Benar sekali..!! Ibu perlu
menyiapkan pakaian ganti, handuk, sabun, sikat gigi, sampo dan odol serta sisir.
Wahhhh… Bagus sekali..!! Ibu bias menyebutkan dengan benar..”.
3. Fase Terminasi
“ Baiklah bu, tadi ibu sudah menyebutkan manfaat bagi kita jika kita menjaga
kebersihan diri, dan kita juga sudah melakukan latihan, cara Merawat diri,
masukan kedalam jadwal yaa..! Selanjutnya jangan lupa untuk melakukan
sesuai jadwal ya bu..! mandi 2 X Sehari, gosok gigi 2 X sehari juga, keramas 2
X Seminggu. Bagaimana bu..? Bisa dilakukan..? Baguss sekali, ibu mau
mencoba melakukannya..!”
c. Kontrak yang akan datang
Topik :
“..Baiklah ibu, cukup untuk hari ini, besok kita akan bertemu lagi, dan
membicarakan tentang kebutuhan dan latihan cara makan dan minum yang
baik dan benar, apakah ibu bersedia..?..”
Waktu :
“.. Ibu mau jam berapa dan berapa lama..? bagaimana kalau jam 11,,? Baik
bu kita akan berbincang selama 15 menit”
Tempat :
6. Mekanisme Koping
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan
yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme
yang sering digunakan pada isolasi sosial adalah regresi, represi, isolasi.
(Damaiyanti, 2012: 84)
2) Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.
3) Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran pikiran yang tidak dapat
diterima secara sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
4) Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan
timbulnya kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku dengan
motivasi atau bertentangan antara sikap dan perilaku.
Mekanisme koping yang muncul yaitu:
1. Perilaku curiga : regresi, represi
2. Perilaku dependen: regresi
3. Perilaku manipulatif: regresi, represi
4. Isolasi/menarik diri: regresi, represi, isolasi (Prabowo, 2014:113)
7. Penatalaksanaan
Menurut dalami, dkk (2009) isolasi sosial termasuk dalam kelompok
penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis yang
bisa dilakukan adalah:
1. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak
dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian temporal
kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand
mall yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon
bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan
biokimia dalam otak.
2. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting
dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi:
memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang
terapeutik, bersifat empati, menerima pasien apa adanya, memotivasi
pasien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara verbal, bersikap
ramah, sopan, dan jujur kepada pasien.
3. Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang
dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan
maksud untuk memperbaiki, memperkuat, dan meningkatkan harga diri
seseorang. (Prabowo, 2014: 113)
A. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitias klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tangggal MRS, informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat
klien.
b. Alasan masuk
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain),
komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak interaksi
dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
c. Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan / frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya;
perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba-tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan, bercerai
dengan suami, putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu yang
terjadi (korban perkosaan, dipenjara tiba-tiba) perlakuan orang lain yang
tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang
berlangsung lama.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek Psikososial
a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b) Konsep diri
1. Citra tubuh : Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang
berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau
yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi
negatif tentang tubuh. Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang,
mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan ketakutan.
2. Identitas diri : Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan
keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.
3. Peran : Perubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit,
proses menua, putus sekolah, PHK.
4. Ideal diri : Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya :
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
5. Harga diri : Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah
terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan
martabat, mencederai diri, dan kurang percaya diri.
c) Klien mempunyai gangguan/hambatan dalam melakukan hubunga sosial
dengan orang lain/terdekat, kelempok masyarakat.
d) Kenyakinan klien terhadap tuhan dan kegiatan untuk ibadah (spiritual).
f. Status Mental
Kontak mata klien kurang/tidak dapat mepertahankan kontak mata, kurang
dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu
berhubungan denga orang lain, Adanya perasaan keputusasaan dan kurang
berharga dalam hidup.
g. Kebutuhan persiapan pulang.
Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan. Klien mampu
BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC, membersikandan
merapikan pakaian. Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat
rapih. Klien dapat melakukan istirahat dan tidur, dapat beraktivitas didalam
dan diluar rumah. Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan
benar.
h. Mekanisme Koping
Apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada
orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri.
i. Aspek Medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi, ECT,
Psikomotor, therapy okopasional, TAK, dan rehabilitas.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi social
2. Harga diri rendah
3. Halusinasi
3. Pohon Masalah
Perilaku kekerasan
effe
Core problem
Isolasi Sosial
Terurapeutik
1. Fasilitasi fokus pada
kemampuan, bukan defisit
yang di alami
2. Fasilitasi memilih aktifitas
dan tetapkan tujuab
aktivitas yang konsisten
sesuai kemampuan fisik,
psiologis, dan sosial.
3. Koordinasikan pemilihan
aktivitas sesuai usia
4. Fasilitasi makna aktivitas
yang dipilih
5. Libatkan keluarga dalam
aktivitas, jika perlu
Edukasi
1. Jelaskan metode aktivitas
fisik sehari – hari, jika
perlu
2. Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang di pilih
3. Anjurkan melakukan
aktifitas fisik, sosial,
spiritual, dan kognitif
dalam menjaga fungsi dan
Kesehatan
4. Ajarkan terlibat dalam
aktivitas kelompok atau
terapi, jika perlu
5. Anjurkan keluarga untuk
memberi penguatan positif
atas partisipasi dala
aktivitas
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan terap
okupasi dalam
merencanakan dan
memonitorprogram
akitivitas, jika sesuai
2. Rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas, jika perlu
5. Sterategi Pelaksanaan
(Stuart, 2013)
1. Respon adaptif : Aktualisasi diri dan konsep diri yang positif serta
bersifat membangun (konstruktif) dalam usaha mengatasi stressor
yang menyebabkan ketidak seimbangan dalam diri sendiri.
a. Aktualisasi diri
Respon adaptif yang tertinggi karena individu dapat
mengespresikan kemampuan yang dimiliki.
b. Konsep diri positif
Individu dapat mengidentifikasi kemampuan dan kelemahan
secara jujur dan dalam menilai suatu masalah individu berfikir
secara positif dan realistis.
2. Respon Maladaptif : Aktualisasi diri dan konsep diri yang negatif
serta bersifat merusak (destruktif) dalam usaha mengatasi stressor
yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam diri sendiri
a. Harga Diri Rendah : Transisi antara respon konsep diri adaptif
dan maladaptif.
b. Keracunan identitas adalah kegagalan individu dalam
kemalangan aspek psikososial dan kepribadian dewasa yang
harmonis.
c. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realitis terhadap
diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan
serta tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain.
(Fajariyah, 2012)
Pohon Masalah
1.5. Psikopatologi
2. Identitas negatif asimsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan
harapan yang diterima masyarakat.
1.10. Penatalaksanaan
Menurut Prabowo (2014) terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa ini
sudah dikembangkan sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi
bahkan metodenya lebih manusiawi dari pada masa sebelumnya. Terapi
yang dimaksud meliputi :
a. Psikofarmaka
1) Chlorpromazine HCL
2) Haloperido
Indikasi: Skizofrenia akut dan kronik, status ansietas, gelisah dan
psikis labil disertai dengan mudah marah, menyerang, astenia,
delusi, halusinasi.
Kontraindikasi: Depresi endogen tanpa agitasi, gangguan saraf
dengangejala piramidal atau ekstrapiramidal, kondisi koma, depresi
SSP berat.
b. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi
dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya
supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia
dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk
mengadakan permainan atau latihan bersama. (Maramis, 2005 dikutip
oleh Prabowo, 2014)
c. Terapi kejang listrik
Electro convulsive therapy adalah pengobatan untuk menimbulkan
kejang granmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik
melalui elektrode yang dipasang satu atau dua temples. Therapi kejang
listrik diberikan pada
d. Terapi Modalitas
Terapi modalitas atau perilaku merupakan pengobatan untuk
skizofrenia yang ditujukan pada kemampuan dan kekurangan pasien.
Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiri
dan latihan praktis dalam komunikasi interpersonal.
II. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Proses Terjadinya Masalah (Psikodinamika)
Harga diri seseorang diperoleh dari diri sendiri dan orang lain.
Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang,
perlakuan orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal yang
buruk. Tingkat harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi sampai
rendah. Individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan
secara aktif dan mampu beradaptasi untuk berubah serta cenderung
merasa aman. Individu yang memiliki harga diri rendah melihat
lingkungan dengan cara negatif dan menganggap sebagai ancaman.
Hal ini sesuai dengan pendapat Barbara Kozier berikut: Level of self
esteem range from high to low. A person who has high self esteem deals
actively with the environtment, adapts effectively to change, and fells
secure.a person with low self esteem sees the environment as negative and
threatening (Driever dalam Kozier, 2003:845).
Self esteem dipengaruhi oleh pengalaman individu dalam
perkembangan fungsi ego, dimana anak-anak yang beradaptasi terhadap
lingkungan internal dan eksternal biasanya memiliki perasaan aman
terhadap lingkungan dan menunjukkan self esteem yang positif.
Sedangkan individu yang memiliki harga diri rendah cenderung untuk
mempersepsikan lingkungan negatif dan sangat mengancam. Mungkin
pernah mengalami depresi atau gangguan dalam fungsi egonya (Otong,
1995:297).
Sebuah hasil riset menyimpulkan bahwa harga diri rendah
diakibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang. Hal ini mengakibatkan
berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan. Tantangan yang rendah
menyebabkan upaya yang rendah. Selanjutnya hal ini menyebabkan
penampilan seseorang yang tidak optimal (Malhi, 2008).
Dalam tinjuan life span history klien, penyebab terjadinya harga diri
rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas
keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya
sering tidak dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima.
Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah, pekerjaan, atau pergaulan.
Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan
menuntut lebih dari kemampuannya.
B. Kemungkingan Data Fokus Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a) Identitas klien : Identitas klien meliputi nama,umur,jenis kelmain,
pendidikan, agama, pekerjaan, status marital, suku/bangsa, alamat,
nomor medrek, ruang rawat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, dan diagnosa medis, dan identitas penanggung jawab.
b) Alasan masuk : Tanya kepada pihak klien/keluarga atau pihak
yang berkaitan dantuliskan hasilnya, apa yang menyebabkan klien
datang kerumah sakit, dan Apa yang sudah dilakukan
klien/keluarga sebelum atau sesudah berobat kerumah sakit.
c) Faktor predisposisi
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep
diri seseorang (Stuart, 2006).
1) Riwayat ganguan jiwa
2) Pengobata
3) Aniaya
4) Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
5) Pengalaman masa lalu yang kurang menyenangkan
d) Pengkajian fisik : Tanda-tanda vital , Ukur dan observasi tanda-
tanda vital: tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan klien, berat
badan, dan tinggi badan.
e) Pengkajian psikososial
1) Genogram
Kaji meliputi gambaran klien dengan tiga generasi ke atas,
pola asuh, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan
hubungan dengan anggota keluarga lainnya. Keluarga dari
klein sebelumnya pernah mengalami penyakit gangguan
kejiwaan,
pola asuh yang kurang dari orang tuanya saat/sejak dari kecil,
jarang diikitsertakan dalam pengambilan keputusan, dan
hubungan klien dengan keluarga lainnya kurang harmonis.
pengambilan keputusan, dan faktor herediter (Azizah : 2011).
2) Konsep diri
a. Gambaran`diri : Disukai dan tidak disukai, klien akan
mengatakan tidak ada keluhan apapun.
b. Identitas diri : Kaji bagaiman kepuasan klien terhadap
jenis kelaminnya, status sebelum dirawat dirumah sakit.
Klien merasa tidak berdaya dan rendah diri sehingga tidak
mempunyai status yang dibanggakan atau diharapkan
dikeluarga maupun masyarakat
c. Peran : Biasanya pasien mengalami penurunan
produktifitas, ketegangan peran dan merasa tidak mampu
dalam melaksanakan tugas.
d. Ideal diri : Tanyakan harapan terhadap tubuh, posisi,
status, tugas/peran. Harapan klien terhadap lingkungan
(keluarga, sekola, tempat kerja, masyarakat),harapan klien
terhadap penyakitnya.
e. Harga diri : Pasien mengejek dan mengkritiki diri sendiri,
menurunkan martabat, menolak kemampuan yang dimiliki
yang nyata dan perasaan dirinya lebih penting.
f) Hubungan sosial
1) Klien tidak mempunyai orang yang berarti untuk mengadu
atau meminta dukungan
2) Pasien merasa berada dilingkungan yang mengancam.
3) Keluarga kurang memberikan penghargaan kepada klien.
4) Klien sulit berinteraksi karena berprilaku kejam dan
mengeksploitasi orang lain
g) Spiritual
1) Falsafah hidup
Pasien merasa perjalanan hidupnya penuh dengan ancaman,
tujuan hidup biasanya jelas, kepercayaannya terhadap sakit
serta engan penyembuhannya.
2) Konsep kebutuhan dan praktek keagamaan
Pasien mengakui adanya tuhan tetapi kurang yakin terhadap
Tuhan, putus asa karena tuhan tidak memberikan sesuatu yang
diharapkan dan tidak mau menjalankan kegiatan keagamaan.
h) Status mental
1) Penampilan
Penampilan tidak rapih, tidak sesuai karena klien kurang minat
untuk melakukan perawatan diri.
2) Pembicaraan
Klien dengan frekuensi lambat, tertahan, volume suara rendah,
sedikit bicara, inkoheren, dan bloking (Yosep, 2013).
3) Aktivitas motorik
Tegang, lambat, gelisah, dan terjadi penurunan aktivitas
interaksi (Yosep, 2013).
4) Alam perasaan
Klien biasanya merasa tidak mamapu dan pandangan hidup
yang pesimis (Yosep, 2013).
5) Afek
Afek klien biasanya tumpul yaitu klien tidak mampu berespon
bila ada stimulus emosi yang bereaksi (Yosep, 2013).
6) Interaksi selama wawancara
Biasanya kurang kooperatif dan mudah tersinggung
(Yosep,2013).
7) Persepsi
Klien mengalami halusinasi dengar/lihat yang mengancam
atau member perintah. (Keliat: 2011).
8) Proses pikir
Data diperoleh dari hasil observasi ketika wawancara tentang
sirkumtansial (pembicaraan yang berbelit-belit, tetapi samapai
pada tujuan pembicaraan). Tangensial (pembicaraan yang
berbelit-belit, tetapi tidak sampai pada tujuan pembicaraan).
Kehilangan asosiasi (pembicaraan tidak memiliki hubungan
antara satu kalimat dengan kalimat lainnya, serta klien tidak
menyadarinya). Fight of ideas (pembicaraan yang meloncat
dari satu toipik ke topik lain, masih ada hubungan yang tidak
logis dan tidak sampai pada tujuan). Blocking (pembicaraan
terhenti secara tiba-tiba tanpa gangguan eksternal kemudian
dilanjutkan kembali). Perseverasi (pembicaraan yang diulang
berkali-kali.
9) Isi pikir
Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak diri
sendiri, mengejek dan mengkritik diri sendiri (Yosep, 2013)
10) Tingkat kesadaran
Data tentang bingung (tampak bingung dan kacau) dan sedasi
(klien mengatakan malu bila bertemu orang lain karena dirinya
mengalami gangguan jiwa) diperoleh melalui wawancara dan
observasi, stupor (gangguan motorik seperti ketakutan,
gerakan yang di ulang-ulang, anggota tubuh klien dalam sikap
canggung yang dipertahankan dalam waktu lama.
11) Memori
Klien dengan harga diri rendah, umumnya tidak terdapat
gangguan pada memorinya, baik memori jangka pendek
ataupun memori jangka panjang. (Keliat : 2011).
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Tingkat konsentrasi terganggu dan mudah beralih atau tidak
mampu mempertahankan konsentrasi dalam waktu lama,
karena merasa cemas. Dan biasanya tidak mengalami
gangguan dalam berhitung. (Keliat : 2011).
13) Kemampuan menilai
Gangguan kemampuan penilaian ringan (dapat mengambil
keputusan yang sederhana dengan bantuan orang lain,
14) Daya tilik diri
Klien tidak tahu alasan dibawa ke Rumah Sakit dan tidak
menyadari mempunyai gangguan jiwa. (Keliat: 2011).
C. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji menurut Kartika (2015) :
1. Masalah utama
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data subyektif :
a) Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya.
b) Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli.
c) Mengungkapkan tidak bisa apa-apa.
d) Mengungkapkan dirinya tidak berguna.
e) Mengkritik diri sendiri.
f) Perasaan tidak mampu.
Data obyektif :
a) Merusak diri sendiri.
b) Merusak orang lain.
c) Ekspresi malu.
d) Menarik diri dari hubungan sosial.
e) Tampak mudah tersinggung.
f) Tidak mau makan dan tidak tidur.
2. Masalah keperawatan
Penyebab tidak efektifan koping individu.
Data subyektif :
a) Mengungkapkan ketidakmampuan dan meminta bantuan orang
lain.
b) Mengungkapkan malu dan tidak bisa ketika diajak melakukan
sesuatu.
c) Mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi.
Data obyektif :
a) Tampak ketergantungan terhadap orang lain.
b) Tampak sedih dan tidak melakukan aktivitas yang seharusnya
dapat dilakukan.
c) Wajah tampak murung.
3. Masalah keperawatan
Akibat isolasi sosial menarik diri
Data subyektif :
a) Mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain
b) Klien mengatakan malu bertemu dan berhadapan dengan orang
lain. Data obyektif :
a) Ekspresi wajah kosong tidak ada kontak mata ketika diajak bicara.
b) Suara pelan dan tidak jelas.
c) Hanya memberi jawaban singkat (ya atau tidak).
d) Menghindar ketika didekati.
D. Analisa Data
Analisa adalah kemampuan mengkaitkan data menghubungkan data
tersebut dengan konsep diri, teori dan prinsip yang relevan untuk
membuat kesimpulan dan menentukan masalah kesehatan dan
keperawatan klien. Menurut SDKI :
Data Fokus Masalah Keperawatan
E. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah situasional
2. Isolasi sosial : Menarik diri
3. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
F. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan Rencana tindakan
Harga diri rendah Setalah dilakukan tindakana Promosi Harga Diri (I.09308)
situasional keperawatan 3x24 jam Tindakan :
diharapkan terjadi Observasi :
peningkatan terhadap 1. Identifikasi budaya, agama,
perasaan poitif terhadap diri ras, jenis kelamin, dan usis
sendiri , dengan kriteria hasil terhadap harga diri
: 2. Monitor verbalisasi yang
1. Penilaian diri positif merendahkan diri sendiri
meningkat (5)
2. Perasaan memiliki 3. Monitor tingkat harga diri
kelebihan atau setiap waktu,sesuai kebutuhan
kemampuan positif Terapeutik :
meningkat (5) 1. Motivasi terlibat dalam
3. Penerimaan penilaian verbalisasi untuk diri sendiri
positif terhadap diri 2. Motivasi menerima tantangan
sendiri menngkat (5) atau hal baru
4. Minat mencoba hal 3. Diskusikan pernyataan harga
baru meningkat (5) diri
5. Berjalan 4. Diskusikan pengalaman yang
menampakkan wajah meningkatkan harga diri
meningkat (5) 5. Diskusikan persepsi diri
6. Postur tubuh negative
menampakkan wajah 6. Diskusikan alasan mengkritik
meningkat (5) diri atau rasa bersalah
7. Konsentrasi 7. Diskusikan penetapan tujuan
meningkat (5) realistis untuk mencapai harga
8. Tidur meningkat (5) diri yang lebih tinggi
9. Perasaan malu 8. Diskusikan bersama keluarga
menurun (5) untuk menetapkan harapab
10. Perasaan bersalah dan batasan yang jelas
menurun (5) 9. Berikan umpan balik postif
11. Perasaan tidak mampu atas peningkatan mencapai
melakukan apapun tujuan
menurun (5) 10.Fasilitasi lingkungan dan
aktivitas yang meningkatkan
harga diri
Edukasi :
1. Jelaskan kepada keluarga
pentingnya dukungan dalam
perkembangan konsep positif
diri pasein
2. Anjurkan mengidantifikasi
kekuatan yang dimiliki
3. Anjurkan mempertahankan
kontak mata saat
berkomunikasi dengn orang
lain
4. Anjurkan membuka diri
terhadap kritik negative
5. Anjurkan mengevaluasi
perilaku
6. Ajarkan cara mengatasi
bullying
7. Latih peningkatan tanggung
jawab untuk diri sendiri
8. Latih pernyataan/kemampuan
positif diri
9. Latih cara berpikir dn
berperilaku postitif
10. Latih meningkatkan
kepercayaan pada kemampuan
dalam menangani situasi
ASUHAN PADA PASIEN DENGAN HARGA DIRI
RENDAH
TGL DX PERENCANAAN
TUJUAN KRITERIA INTERVENSI
EVALUASI
1 2 3 4 5
Gangguan konsep diri: Pasien mampu: Setelah…..pertemuan klien mampu: SP.1 (Tgl..............................)
harga diri rendah Mengidentifikasi Mengidentifikasi kemampuan aspek Identifikasi kemampuan positif yang
kemampuan positif yang dimiliki dimiliki
danaspek posiif yang Memiliki kemampuan yang dapat - Diskusikan bahwa pasien
dimiliki digunakan. Memilih kegiatan sesuai masihmemiliki sejumlah kemampuan
Menilai kemampuan dari aspek positif seperti kegiatan
kemampuan yang Melakukan kegiatan yang sudah dipilih. pasien di rumah adanya keluarga dan
dapat digunakan Merencanakan kegiatan yang sudah dilatih. lingkungan terdekat pasien.
Menetapkan/ - Beri pujian yang realistis dan hindarkan
memilih kegiatan setiap kali bertemu dengan pasien
yang sesuai dengan penilaian yang negative.
kemampuan Nilai kemampuan yang dapat dilakukan saat
Melatih kegiatan yang ini
sudah dipilih, sesuai - Diskusikan dengan pasien kemampuan
kemampuan yang masih digunakan saat ini
Merencanakan - Bantu pasien menyebutkannya dan
kegiatan yang memberi penguatan terhadapkemampuan
sudah dilatihnya diri yang diungkapkan pasien
- Perlihatkan respon yang kondusif
dan menjadi pendengar yang aktif
Pilih kemampuan yang akan dilatih
- Diskusikan dengan pasien beberapa
aktivitas yang dapat dilakukan dan
dipilih sebagai kegiatan yang akan
pasien lakukan sehari-hari
- Bantu pasien menetapkan aktivitas mana
yang dapat pasien lakukan
secaramandiri
Aktivitas yang memerlukan bantuan
minimal dari keluarga
Aktivitas apa saja yang perlu bantuan
penuh dari keluarga atau lingkungan
terdekat pasien
Beri contoh pelaksanaan aktivitas
yang dapat dilakukan pasien
Susun bersama pasien aktivitas atau
kegiatan sehari-hari pasien
Nilai kemampuan pertama yang telah dipilih
- Diskusikan dengan pasien untuk
menetapkan urutan kegiatan (yang
sudah dipilih pasien)yang akan
dilatihkan
- Bersama pasien dan keluarga
memeperagakan beberapa kegiatan yang
akan dilakukan pasien
- Berikan dukungan dan pujian yang
nyata sesuai kemajuan yang
diperlihatkan pasien.
Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
- Beri kesempatan pada pasien untuk
mencoba kegiatan
- Beri pujian atas aktivitas/kegiatan
yang dapat dilakukan pasien setiap hari
- Tingkatkan kegiatan sesuai
dengan toleransi dan setiap perubahan
- Susun daftar aktivitas yang
sudah dilatihkan bersama pasien dan
keluarga
- Berikan kesempatan mengungkapkan
perasaannya setelah
pelaksanaan kegiatan. Yakinkan
bahwa keluarga mendukung setiap
aktivitas yang dilakukan pasien
SP.2 (Tgl......................................)
Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
Pilih kemampuan kedua yang dapat
dilakukan
Latih kemampuan yang dipilih
Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP.3 (Tgl......................................)
Evaluasi kegiatan yang lalu (SP.1 dan 2)
Memilih kemampuan ketiga yang
dapat dilakukan
Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
Keluarga mampu: Setelah……pertemuan keluarga mampu: SP.1 (Tgl..............................)
Merawat pasien dengan Mengidentifikasi kemampuan yang Identifikasi masalah yang dirasakan
harga diri rendah dimiliki pasien dalam merawat pasien
di rumah Menyediakan fasilitas untuk Jelaskan proses terjadinya HDR
dan pasien melakukan kegiatan Jelaskan tentang cara merawat pasien
menjadi system Mendorong pasien melakukan kegiatan Main peran dalam merawat pasien HDR
pendukung yang efektif Memuji pasien saat pasien dapat Susun RTL keluarga/jadwal keluarga
bagi pasien melakukan kegiatan untuk merawat pasien
Membantu melatih pasien
Membantu menyusun jadwal kegiatan pasien
Membantu perkembangan pasien
SP.2 (Tgl..............................)
Evaluasi kemampuan SP.1
Latih keluarga langsung ke pasien
Menyusun RTL keluarga/jadwal
keluarga untuk merawat pasien
SP.3 (Tgl….................................)
Evaluasi kemampuan keluarga
Evaluasi kemampuan pasien
RTL keluarga:
- Follow up
- Rujukan
DAFTAR PUSTAKA
: Refika Aditama.
Yogyakarta.
Jakarta : TIM.
Jakarta. Fitria, Nita. (2014). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan LP Dan SP
Tindakan
Definisi dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Stuart, W.Gail. (2013). Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa. (Edisi
Elsevier.:Singapoer.
Medika: Jakarta.