Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN WAHAM


PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN JIWA I
RSJ Dr. SOEHARTO HEERDJAN JAKARTA

Dosen Pembimbing : Ns. Duma Lumban Tobing, M.Kep, Sp. Kep. J

Disusun oleh :
Nama : Nada Mutiara
NIM : 1710711028

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2019
1. Pengertian Waham
Myers, dkk (2017) menyatakan bahwa waham adalah keyakinan atau persepsi
palsu yang tetap tidak dapat diubah meskipun ada bukti yang membantahnya.
Gangguan proses pikir waham mengacu pada suatu kondisi seseorang yang
menampilkan satu atau lebih khayalan ganjil selama paling sedikit satu bulan.
Waham merupakan suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat atau
terus-menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Klien meyakini bahwa dirinya
adalah seperti apa yang ada di dalam isi pikirannya.
Waham merupakan gejala spesifik psikosis. Psikosis sendiri merupakan
gangguan jiwa yang berhubungan dengan ketidakmampuan seseorang dalam menilai
realita dan fantasi yang ada dalam dirinya. Terlepas dari khayalan mereka, orang-
orang dengan gangguan waham mungkin terus bersosialisas, bertindak secara
normal, dan perilaku mereka tidak sesalu tampak aneh.
Waham sering ditemui pada penderita gangguan jiwa berat. Selain itu,
beberapa bentuk waham yang spesifik, sering ditemukan pada penderita skizofrenia.
Akan tetapi, gangguan waham berbeda dengan skizofrenia. Jika seseorang memiliki
gangguan waham, fungsi umumnya tidak terganggu dan perilaku tidak jelas aneh,
kecuali khayalan. Selain itu, waham ini bukan merupakan kondisi medis atau kondisi
akibat penyalahgunaan zat.

2. Fase Terjadinya Waham


a. Fase kurangnya kebutuhan manusia (lack of human need)
Waham dimulai dengan terbatasnya kebutuhan fisik, klien dengan gangguan
waham memiliki keterbatasan status sosial dan ekonomi. Keinginan klien yang
biasanya sangat miskin dan menderita untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
mendorongnya untuk melakukan kompensasi (pencarian kepuasan dalam suatu
bidang tertentu) yang salah.
Selain klien dengan keterbatasan ekonomi, gangguan waham ini juga dapat
terajdi pada klien yang cukup secara finansial, tetapi memiliki kesenjangan antara
realita (reality) dan ideal diri (self-ideal) yang sangat tinggi. Waham terjadi
karena klien merasa bahwa pengakuan atas keeksisan atau kehadirannya adalah
sesuatu hal yang sangat penting. Gangguan ini juga dapat terajdi akibat minimnya
penghargaan saat tumbuh kembang (life span history).
Misalnya ia seorang sarjana tetap menginginkan dipandang sebagai seorang
yang dianggap sangat cerdas, sangat berpengalaman dan diperhitungkan dalam
kelompoknya.
b. Fase kurangnya kepercayaan diri (lack of self esteem)
Ketiadaan pengakuan dari lingkungan, tingginya kesenjangan antara ideal diri
dan realita, dan kebutuhan yang tak terpenuhi sesuai dengan standar lingkungan
membuat seseorang merasa menderita, malu, dan merasa tidak berharga.
Misalnya saat lingkungan sudah banyak yang kaya, menggunakan teknologi
komunikasi yang canggih , berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan yang
luas, seseorang tetap memasang self ideal yang melebihi lingkungan tersebut.
c. Fase kendali internal dan eksternal (control internal and external)
Bagi klien dengan gangguan waham, menghadapi kenyataan adalah suatu hal
yang sulit. Klien mencoba berpikir secara logis bahwa apa yang diyakani dan apa
yang dikatakannya adalah suatu kebohongan yang dilakukan untuk menutupi
kekurangan. Kekurangan itu seperti ketidakcukupan materi, kebutuhan akan
pengakuan dan penerimaan, merupakan sesuatu yang belum terpenuhi secara
optimal sejak keil.
Oleh karena itu, kebutuhan akan pengakuan dan penerimaan dilingkungan
tersebut menjadi prioritas utama dan mendominasi dalam hidupnya. Disisi lain,
lingkungan sekitar menjadi pendengar pasif dan kurang memberikan koreksi
secara memadai kepada klien dengan alasan toleransi dan menjaga perasaan.
d. Fase dukungan lingkungan (environment support)
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama-kelamaan klien menganggap sesuatu
yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang.
Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tiak berfungsinya
norma (super ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan doa saat
berbohong.
e. Fase kenyamanan (comforting)
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya, ia juga
menganggap bahwa semua orang sama, yaitu mereka akan mempercayai dan
mendukungnya.
Keyakinan ini sering disertai dengan halusinasi dan terjadi ketika klien
menyenderi dari lingkungannya, pada tahap selanjutnya, klien lebih sering
menyenderi dan menghindar interkasi sosial (isolasi sosial).
f. Fase peningkatan (improving)
Ketiadaan konfrontasi dan upaya-upaya koreksi dapat meningkatkan
keyakinan yang salah pada klien. Tema waham yang sering muncul adalah tema
seputar pengalaman traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak
terpenuhi (rantai yang hilang). Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan
orang lain.
Waham memang bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Akan tetapi,
penting sekali untuk mengguncang keyakinan klien dengan cara konfrontatif dan
memperkaya keyakinan religiusnya.

3. Jenis-jenis waham
a. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus, diucapkan
berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “saya ini titisan Bung Karno punya banyak perusahaan, punya rumah di
berbagai negara dan bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit.”
b. Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan atau
mecederai dirinya, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “banyak polisi mengintai saya, tetangga saya ingin menghancurkan
hidup saya, suster akan meracuni makanan saya”.
c. Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan
berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “Tuhan telah menunjuk saya nmenjadi wali, saya harus terus-menerus
memakai pakaian putih setiap hari agar masuk surga”.
d. Waham somatik
Meyakini bahwa tubuh klien atau bagian tubuhnya terganggu, diucapkan
berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “sumsum tulang saya kosong, saya pasti terserang kanker, dalam tubuh
saya banyak kotoran, tubuh saya telah membusuk, tubuh saya telah menghilang”.
e. Waham nihilistik
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia atau meninggal, diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “saya sudah menghilang dari dunia ini, semua yang ada disini adalah
roh-roh, sebenarnya saya sudah tidak ada di dunia”.

4. Rentang Respon
Rentang respons neurobiologi waham

Adaftif Maladaptif

Pikirin logis Pikiran kadang menyimpang Gangguan preses pikir


ilusi waham
persepsi akurat
Reaksi emosional berlebihan Halusinasi
emosi konsisten dengan
atau kurang ilusi
pengalaman Kesulitan memproses emosi
Perilaku aneh atau tak lazim
perilaku sesuai hubungan Ketidakteraturan dalam
sosial Menarik diri perilaku

Isolasi sosial
5. Pengkajian
1) Faktor predisposisi (predisposing factor)
Faktor predisposisi terdiri dari tiga faktor, yaitu faktor biologis, faktor psikologis,
dan faktor sosial budaya.
a) Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran ventrikel di
otak atau perubahan pada sel kortikal dan lindik. Abnormalitas otak yang
menyebabkan respons neurologis yang maladaptif yang baru mulai dipahami.
Hal ini termasuk hal-hal sebagai berikut:
1. Penelitian pencitraan otak sudah mulai menunjukan keterlibatan otak yang
luas dan dalam perkembangan skizofrenia. Hal yang paling berhubungan
dengan perilaku psikotik adalah adanya lesi pada area frontal, temporal,
dan limbik.
2. Beberapa senyawa kimia otak dikaitkan dengan skizofrenia. Hasil
penelitian menunjukan hal-hal berikut ini:
 Kadar dopamin neurotransmitter yang berlebihan.
 Ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotransmitter lain.
 Masalah-masalah yang terjadi pada sistem respons dopamin.
b) Faktor psikologis
Teori psikodinamika yang mempelajari terjadinya respons neurobiologi yang
maladaptif belum di dukung oleh penelitian. Teori psikologi terdahulu
menyalahkan keluarga sebagai penyebab gangguan ini, sehingga
menimbulkan kurangnya rasa percaya (keluarga terhadap tenaga kesehatan
jiwa profesional). Waham ini juga dapat disebabkan oleh perbedaan
perlakuan dari keluarga. Misalnya saja, sosok ibu adalah tipe pencemas,
sedangkan sosok ayah adalah tipe yang kurang atau tidak peduli.
c) Faktor sosial budaya
Secara teknis, kebudayaan merupakan ide atau tingkah laku yang dapat dilihat
maupun yang tidak terlihat. Kebudayaan turut mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan kepribadian seseorang, misalnya melalui aturan-aturan
kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan tersebut. Unsur-unsur dari faktor
sosial budaya dapat mencakup kestabilan keluarga, pola mengasuh anak,
tingkat ekonomi, perumahan (perkotaan lawan pedesaan), masalah kelompok
minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, pendidikan, dan
kesejahteraan yang tidak memadai, pengaruh rasial dan keagamaan serta
nilai-nilai (Yosep, 2009). Disisi lain, timbulnya waham dapat disebabkan oleh
perasaan terasing dari lingkungannya dan kesepian (Direja, 2011).
2) Faktor biologis
Berbagai zat dan kondisi non-psikiatrik dapat menyebabkan waham, sehingga
menyatakan bahwa faktor biologis yang jelas dapat menyebabkan waham. Akan
tetapi, tidak semua orang dengan tumor memiliki waham. Klien yang wahamnya
disebabkan oleh penyakit neurologis serta yang tidak memperlihatkan gangguan
intelektual, cenderung mengakami waham kompleks yang serupa dengan
penderita gngguan waham. Sebaliknya, penderita gangguan neurologis dengan
gangguan intelektual sering mengalami waham sederhana. Jenis waham
sederhana ini tidak seperti waham pada klien dengan gangguan waham.
Timbulnya gangguan waham bisa menyebabkan respons normal tehadap
pengalaman abnormal pada lingkungan, sistem saraf tepi atau sistem saraf pusat.
Jadi, jika klien mengalami pengalaman sensorik yang salah, seperti merasa diikuti
(mendengar langkah kaki), klien mungkin percaya bahwa mereka sebenarnya
diikuti. Hipotesis tersebut tergantung pada pengalaman seperti halusinasi yang
perlu dijelaskan. Sementara itu, pengalaman halusinasi tersebut pada gangguan
waham tidak terbukti.
3) Faktor psikodinamik
. Teori psikodinamik spesifik mengenai penyebab dan evolusi gejala waham
melibatkan anggapan seputar orang hipersensitif dan mekanisme ego spesifik,
pembentukan reaksi, proyeksi dan penyangkalan.
4) Penilaian stressor atau tanda dan gejala
a. Kognitif
Waham mencakup ketidakmampuan dalam membedakan realita dan
fantasi, kepercayaan yang sangat kuat terhadap keyakinan palsunya, memiliki
kesulitan dalam berpikir realita dan ketidakmampuan dalam mengambil
keputusan.
b. Afektif
Mencakup situasi yang tidak sesuai dengan kenyataan dan afek tumpul
(blunted affect). Karakter khas dari afek tumpul adalah tidak
mengekspresikan perasaan, baik secara verbal, dengan membicarakan
kejadiaan emosional dengan cara emotif atau secara nonverbal dengan
menggunakan bahasa tubuh emosional, ekspresi wajah dan geraak tubuh.
c. Perilaku dan hubungan social
Mencakup hipersensitifitas, depresif, ragu-ragu, hubungan interpersonal
dengan orang lain yang bersifat daangkal, mengaancam secara verbal,
aktivitas tidak tepat, impulsif, curiga, dan pola piker stereotip`
d. Fisik
Ditandai dengan kebersihan diri yang kurang, muka pucat, sering menguap,
turunnya berat badan dan nafsu makan, serta sulit tidur.
5) Sumber koping
a. Kemampuan personal (personal ability)
1. Klien mampu mengenal dan menilai aspek positif (kemampuan) yang
dimiliki.
2. Klien mampu melatih kemampuan yang masih dapat dilakukan di rumah
sakit.
3. Klien mampu melakukan aktivitas secara rutin di ruangan.
b. Dukungan sosial (social support)
1. Keluarga mengetahui cara merawat klien dengan waham.
2. Klien mendapatkan dukungan dari masyarakat.
c. Aset material (material assets)
1. Sosial ekonomi rendah.
2. Rutin berobat.
3. Adanya kader kesehatan jiwa.
4. Jarak ke pelayanan kesehatan mudah dijangkau.
d. Kepercayaan (beliefs)
1. Klien mempunyai keinginan untuk sembuh.
2. Klien mempunyai keyakinan positif terhadap program pengobatan.
6) Mekanisme koping
Klien dengan gangguan waham menggunakan mekanisme defensi berupa
proyeksi, penyangkalan, dan pembentukan reaksi. Pembentukan reaksi digunakan
oleh klien sebagai pertahanan terhadap agresi, kebutuhan untuk bergantung, dan
perasaan afeksi serta transformasi kebutuhan akan ketergantungan menjadi
ketidaktergantungan yang berkepanjangan. Untuk menghindari kesadaran
terhadap realita yang menurutnya menyakitkan, klien menggunakan mekanisme
penyangkalan (Sadock & Sadock, 2010). Ditimbun oleh perasaan dendam,
marah, dan permusuhan kepada orang lain, klien menggunakan proyeksi untuk
melindungi diri mereka sendiri dari pengenalan impuls yang tidak dapat diterima
dalam diri mereka.

6. Pohon Masalah

Resiko tinggi
perilaku kekerasan

Gangguan isi
pikir: Waham

Harga diri
rendah

Sumber (Iyus Yosep, 2009)

7. Diagnosa Keperawatan

Gangguan Proses Pikir : Waham

8. Rencana keperawatan pasien dengan Gangguan Proses Pikir: Waham

DIAGNO PERENCANAAN
SIS
Tujuan Kriteria
KEPERA Intervensi Rasional
( Tuk/Tum) Evaluasi
WATAN
Gangguan TUM: 1.Ekspresi 1.1. Bina hubunga Hubungan saling
Proses wajah saling percaya dengan percaya
Klien secara
Pikir: bersahabat mengemukakan prinsip merupakan dasar
umum
Waham menunjukkan komunikasi terapeutik:  untuk interaksi
berhubungan
Kebesaran rasa senang , yang selanjutnya
(Grandiosi dengan realitas ada kontak akan dilakukan.
ty) atau kenyata- mata, mau Tindakan akan
a. Mengucapkan salam
an. berjabat tangan, membina klien
terapeutik. Sapa
mau dalam
klien dengan ramah,
menyebutkan berinteraksi
baik verbal maupun
nama, secara baik dan
norn verbal 
TUK 1: Klien menjawab b. Berjabat tangan
benar, sehingga

dapat membina salam, klien


dengan klien
klien bersedia

hubungan mau duduk mengungkapkan


c. Perkenalan diri
saling percaya berdampingan isi hatinya.
dengan sopan
dengan
d. Tanyakan nama
perawat, mau
lengkap klien dan
mengutarakan
nama panggilan yang
masalah yang
disukai klien. 
dihadapinya,
e. Jelaskan tujuan
tidak
pertemuan.
menunjukkan
f. Membuat kontrak
tanda-tanda
topik, waktu, dan
kecurigaan,
tempat setiap kali
mau menerima
bertemu klien.
bantuan dari
g. Tunjukkan sikap
perawat
empati dan Meningkatkan
menerima klien apa orientasi klien
adanya. terhadap realita
h. Beri perhatian dan meningkatkan
kepada klien dan rasa percaya klien
perhatian kebutuhan pada perawat.
dasar klien.

1.2. Jangan membantah


dan mendukung waham
klien.
a.Katakan bahwa
perawat menerima
Suasana
kepercayaan klien.
lingkungan yang
b. Katakan bahwa
bersahabat tu- rut
perawat tidak
mendukung
mendukung
koMunikasi
keyakinan klien.
teraupetik.

1.3. Yakinkan klien


bahwa ia dalam
keadaan aman dan
terlindungi.
a. “Anda berada ditem-
pat aman dan terlin-
dung".
b. Gunakan keterbu-
kaan dan kejujuran
dan jangan mening-
galkan klien dalam
keadaan sendiri.
1.4. Observasi apakah
waham mengganggu
aktivitas sehari-hari dan Mengetahui
perawatan diri klien. penyebab waham
curiga dan
intervensi yang
selanjutnya akan
dilakukan oleh
klien
TUK 2: Kriteria 2.1. Berikan pujian Penguatan (rein-
Evaluasi: pada penampilan dan forcement) positif
Klien dapat
kemampuan klien yang dapat
merekam 1. Klien dapat
realistis. meningkatan
kemampuan mempertahan
kemampuan yang
yang kan aktivitas 2.2. Diskusikan
dimiliki oleh
dimilikiinya. sehari-hari. bersama dengan klien
klien dan harga
2. Klien dapat mengenai kemampuan
diri klien.
mengontrol yang dimilikinya
waham nya. dahhulu dan saat ini.

2.3. Tanyakan apa yang Klien terdorong


bisa dilakukan (kaitkan untuk memilih
dengan hal seputar aktivitas, seperti
aktivitas sehari-hari dan sebelumnya
perawatan diri klien), tentang aktivitas
kemudian anjurkan yang pernah
untuk melakukannya dimiliki oleh
saat ini. klien.

2.4. Jika klien selalu Dengan


berbicara tentang mendengarkan
wahamnya, dengarkan klien akan merasa
sampai kebutuhan lebih diperhatikan
waham tersebut tidak sehingga klien
ada atau klien berhenti akan
membicarakan mengungkapkan
wahamnya. Perawat perasaannya
perlu memperhatikan
bahwa klien sangat
penting.

TUK 3: Kriteria 3.1. Observasi Observasi dapat


Evaluasi: kebutuhan klien digunakan untuk
Klien dapat me-
sehari-hari. mengetahui
ngidentifikasi 1. Kebutuhan 3.2. Diskusikan kebutuhan klien.
kebutuhan yang klien kebutuhan klien
tidak dimiliki terpenuhi. waham yang tidak
2. Klien dapat terpenuhi selama di Dengan
melakukan rumah maupun di mengetahui
aktivitas rumah sakit. kebutuhan yang

secara 3.3. Menghubungka tidak terpenuhi,

terarah n kebutuhan yang perawat dapat

3. Klien tidak tidak terpenuhi mengetahui


menggunaka dengan timbulnya kebutuhan yang
n atau waham. akan diperlukan

membicaraka 3.4. Tingkatkan oleh klien waham.

n wahamnya aktivitas klien yang


dapat memenuhi
Dengan
kebutuhan klien serta
melakukan
aktivitas yang
aktivitas, klien
memerlukan waktu
tidak akan lagi
dan tenaga.
menggunakan isi
3.5. Mengatur situasi
atau ide
agar klien tidak
wahamnya.
memiliki waktu
untuk menggunakan
wahamnya.
Dengan situasi
tertentu, klien
akan dapat
mengendalikan
wahamnya
TUK 4: Kriteria 4.1. Berbicara dengan Penguatan
Evaluasi: klien dalam konteks (reinforcement)
Klien dapat
realita (realitas diri, penting untuk
berhubungan 1. Klien
realitas orang lain, serta meningkatkan
dengan realitas dapat
ralitas waktu dan kesadaran klien
atau kenyataan berbicara
tempat) akan realitas.
atau mampu dengan
berorientasi realitas. 4.2. Ikut sertakan klien
dengan realistis 2. Klien dalam terapi aktivitas
Pujian dapat
secara bertahap. dapat kelompok dalam
menaikkan harga
menyebutkan kaitannya dengan
diri klien dan
perbedaan orientasi realitas.
memotivasi klien
pengalaman
4.3. Berikan pujian untuk
nyata dan
pada setiap kegiatan meningkatkan
pengalaman
positif yang dilakukan aktivitas
wahamnya.
oleh klien. positifnya.
3. Klien
mengikuti
TerapiAktivit
as Kelompok
(TAK)
TUK 5: Kriteria 5.1. Diskusikan dengan Perhatian dan
Evaluasi: keluarga tentang: pen- gertian
Klien mendapat
keluarga akan
dukungan dari 1. Keluarga a. Gejala waham
dapat membantu
keluarga dapat b. Cara merawat
klien dalam
membina c. Lingkungan
mengendalikan
hubungan keluarga
wahamnya
saling d. Follow up dan obat
percaya 5.2. Anjurkan keluarga
dengan melaksanakannya
perawat. dengan bantuan perawat
2. Keluarga
dapat
menyebutkan
pengertian,
tanda, dan
tindakan
perawatan
klien dengan
waham
TUK 6: Kriteria 6.1. Diskusikan dengan Obat dapat
Evaluasi: klien dan keluarga mengontrol
Klien dapat
tentang obat, dosis, waham kliern dan
menggunakan 1. Klien dapat
frekuensi, efek samping dapat membantu
obat dengan mengetahui
obat, dan akibat dari penyembuhan
benar. manfaat
penghentian obat. klien.
minum obat,
kerugian 6.2. Diskusikan
tidak minum perubahan perasaan
Mengontrol
obat. klien setelah minum
kegiatan klien
2. Klien obat
minum obat dan
mengetahui
6.3. Berikan obat mencegah klien
nama, warna,
dengan prinsip 5 benar putus obat.
dosis, efek
dan observasi setelah
samping,
minum obat.
efek terapi.
3. Klien mende-
monstrasikan
penggunaan
obat dengan
benar.
4. Klien dapat
mendemonstr
asikan akibat
berhenti
minum obat
tanpa
berkonsultasi
pada dokter.
5. Klien dapat
mendemonstr
asikan
prinsip 5
benar dalam
penggunaan
obat.

DAFTAR PUSTAKA

Sutejo. 2017. Keperawatan Jiwa. Jakarta : Pustaka Baru Press

Yusuf, Ah. Fitriyasai. Nihayati. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai