Disusun oleh :
Nama : Nada Mutiara
NIM : 1710711028
3. Jenis-jenis waham
a. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus, diucapkan
berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “saya ini titisan Bung Karno punya banyak perusahaan, punya rumah di
berbagai negara dan bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit.”
b. Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan atau
mecederai dirinya, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “banyak polisi mengintai saya, tetangga saya ingin menghancurkan
hidup saya, suster akan meracuni makanan saya”.
c. Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan
berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “Tuhan telah menunjuk saya nmenjadi wali, saya harus terus-menerus
memakai pakaian putih setiap hari agar masuk surga”.
d. Waham somatik
Meyakini bahwa tubuh klien atau bagian tubuhnya terganggu, diucapkan
berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “sumsum tulang saya kosong, saya pasti terserang kanker, dalam tubuh
saya banyak kotoran, tubuh saya telah membusuk, tubuh saya telah menghilang”.
e. Waham nihilistik
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia atau meninggal, diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “saya sudah menghilang dari dunia ini, semua yang ada disini adalah
roh-roh, sebenarnya saya sudah tidak ada di dunia”.
4. Rentang Respon
Rentang respons neurobiologi waham
Adaftif Maladaptif
Isolasi sosial
5. Pengkajian
1) Faktor predisposisi (predisposing factor)
Faktor predisposisi terdiri dari tiga faktor, yaitu faktor biologis, faktor psikologis,
dan faktor sosial budaya.
a) Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran ventrikel di
otak atau perubahan pada sel kortikal dan lindik. Abnormalitas otak yang
menyebabkan respons neurologis yang maladaptif yang baru mulai dipahami.
Hal ini termasuk hal-hal sebagai berikut:
1. Penelitian pencitraan otak sudah mulai menunjukan keterlibatan otak yang
luas dan dalam perkembangan skizofrenia. Hal yang paling berhubungan
dengan perilaku psikotik adalah adanya lesi pada area frontal, temporal,
dan limbik.
2. Beberapa senyawa kimia otak dikaitkan dengan skizofrenia. Hasil
penelitian menunjukan hal-hal berikut ini:
Kadar dopamin neurotransmitter yang berlebihan.
Ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotransmitter lain.
Masalah-masalah yang terjadi pada sistem respons dopamin.
b) Faktor psikologis
Teori psikodinamika yang mempelajari terjadinya respons neurobiologi yang
maladaptif belum di dukung oleh penelitian. Teori psikologi terdahulu
menyalahkan keluarga sebagai penyebab gangguan ini, sehingga
menimbulkan kurangnya rasa percaya (keluarga terhadap tenaga kesehatan
jiwa profesional). Waham ini juga dapat disebabkan oleh perbedaan
perlakuan dari keluarga. Misalnya saja, sosok ibu adalah tipe pencemas,
sedangkan sosok ayah adalah tipe yang kurang atau tidak peduli.
c) Faktor sosial budaya
Secara teknis, kebudayaan merupakan ide atau tingkah laku yang dapat dilihat
maupun yang tidak terlihat. Kebudayaan turut mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan kepribadian seseorang, misalnya melalui aturan-aturan
kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan tersebut. Unsur-unsur dari faktor
sosial budaya dapat mencakup kestabilan keluarga, pola mengasuh anak,
tingkat ekonomi, perumahan (perkotaan lawan pedesaan), masalah kelompok
minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, pendidikan, dan
kesejahteraan yang tidak memadai, pengaruh rasial dan keagamaan serta
nilai-nilai (Yosep, 2009). Disisi lain, timbulnya waham dapat disebabkan oleh
perasaan terasing dari lingkungannya dan kesepian (Direja, 2011).
2) Faktor biologis
Berbagai zat dan kondisi non-psikiatrik dapat menyebabkan waham, sehingga
menyatakan bahwa faktor biologis yang jelas dapat menyebabkan waham. Akan
tetapi, tidak semua orang dengan tumor memiliki waham. Klien yang wahamnya
disebabkan oleh penyakit neurologis serta yang tidak memperlihatkan gangguan
intelektual, cenderung mengakami waham kompleks yang serupa dengan
penderita gngguan waham. Sebaliknya, penderita gangguan neurologis dengan
gangguan intelektual sering mengalami waham sederhana. Jenis waham
sederhana ini tidak seperti waham pada klien dengan gangguan waham.
Timbulnya gangguan waham bisa menyebabkan respons normal tehadap
pengalaman abnormal pada lingkungan, sistem saraf tepi atau sistem saraf pusat.
Jadi, jika klien mengalami pengalaman sensorik yang salah, seperti merasa diikuti
(mendengar langkah kaki), klien mungkin percaya bahwa mereka sebenarnya
diikuti. Hipotesis tersebut tergantung pada pengalaman seperti halusinasi yang
perlu dijelaskan. Sementara itu, pengalaman halusinasi tersebut pada gangguan
waham tidak terbukti.
3) Faktor psikodinamik
. Teori psikodinamik spesifik mengenai penyebab dan evolusi gejala waham
melibatkan anggapan seputar orang hipersensitif dan mekanisme ego spesifik,
pembentukan reaksi, proyeksi dan penyangkalan.
4) Penilaian stressor atau tanda dan gejala
a. Kognitif
Waham mencakup ketidakmampuan dalam membedakan realita dan
fantasi, kepercayaan yang sangat kuat terhadap keyakinan palsunya, memiliki
kesulitan dalam berpikir realita dan ketidakmampuan dalam mengambil
keputusan.
b. Afektif
Mencakup situasi yang tidak sesuai dengan kenyataan dan afek tumpul
(blunted affect). Karakter khas dari afek tumpul adalah tidak
mengekspresikan perasaan, baik secara verbal, dengan membicarakan
kejadiaan emosional dengan cara emotif atau secara nonverbal dengan
menggunakan bahasa tubuh emosional, ekspresi wajah dan geraak tubuh.
c. Perilaku dan hubungan social
Mencakup hipersensitifitas, depresif, ragu-ragu, hubungan interpersonal
dengan orang lain yang bersifat daangkal, mengaancam secara verbal,
aktivitas tidak tepat, impulsif, curiga, dan pola piker stereotip`
d. Fisik
Ditandai dengan kebersihan diri yang kurang, muka pucat, sering menguap,
turunnya berat badan dan nafsu makan, serta sulit tidur.
5) Sumber koping
a. Kemampuan personal (personal ability)
1. Klien mampu mengenal dan menilai aspek positif (kemampuan) yang
dimiliki.
2. Klien mampu melatih kemampuan yang masih dapat dilakukan di rumah
sakit.
3. Klien mampu melakukan aktivitas secara rutin di ruangan.
b. Dukungan sosial (social support)
1. Keluarga mengetahui cara merawat klien dengan waham.
2. Klien mendapatkan dukungan dari masyarakat.
c. Aset material (material assets)
1. Sosial ekonomi rendah.
2. Rutin berobat.
3. Adanya kader kesehatan jiwa.
4. Jarak ke pelayanan kesehatan mudah dijangkau.
d. Kepercayaan (beliefs)
1. Klien mempunyai keinginan untuk sembuh.
2. Klien mempunyai keyakinan positif terhadap program pengobatan.
6) Mekanisme koping
Klien dengan gangguan waham menggunakan mekanisme defensi berupa
proyeksi, penyangkalan, dan pembentukan reaksi. Pembentukan reaksi digunakan
oleh klien sebagai pertahanan terhadap agresi, kebutuhan untuk bergantung, dan
perasaan afeksi serta transformasi kebutuhan akan ketergantungan menjadi
ketidaktergantungan yang berkepanjangan. Untuk menghindari kesadaran
terhadap realita yang menurutnya menyakitkan, klien menggunakan mekanisme
penyangkalan (Sadock & Sadock, 2010). Ditimbun oleh perasaan dendam,
marah, dan permusuhan kepada orang lain, klien menggunakan proyeksi untuk
melindungi diri mereka sendiri dari pengenalan impuls yang tidak dapat diterima
dalam diri mereka.
6. Pohon Masalah
Resiko tinggi
perilaku kekerasan
Gangguan isi
pikir: Waham
Harga diri
rendah
7. Diagnosa Keperawatan
DIAGNO PERENCANAAN
SIS
Tujuan Kriteria
KEPERA Intervensi Rasional
( Tuk/Tum) Evaluasi
WATAN
Gangguan TUM: 1.Ekspresi 1.1. Bina hubunga Hubungan saling
Proses wajah saling percaya dengan percaya
Klien secara
Pikir: bersahabat mengemukakan prinsip merupakan dasar
umum
Waham menunjukkan komunikasi terapeutik: untuk interaksi
berhubungan
Kebesaran rasa senang , yang selanjutnya
(Grandiosi dengan realitas ada kontak akan dilakukan.
ty) atau kenyata- mata, mau Tindakan akan
a. Mengucapkan salam
an. berjabat tangan, membina klien
terapeutik. Sapa
mau dalam
klien dengan ramah,
menyebutkan berinteraksi
baik verbal maupun
nama, secara baik dan
norn verbal
TUK 1: Klien menjawab b. Berjabat tangan
benar, sehingga
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, Ah. Fitriyasai. Nihayati. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika