Disusun oleh:
I. MASALAH UTAMA
Ganguan Proses Pikir: Waham
Definisi
Myres,dkk.(2017) menyatakan bahwa waham adalah keyakinan atau
persepsi palsu yang tetap tidak dapat diubah meskipun ada bukti yang
membantahnya. Gangguan proses pikir waham mengacu pada suatu kondisi
seseorang yang menampilkan satu atau lebih khayalan ganjil selama paling
sedikit satu bulan. Waham merupakan suatu keyakinan yang salah yang
dipertahankan secara kuat atau terusmenerus,tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan. Klien meyakini bahwa dirinya adalah seperti yang ada di pikirannya.
Waham merupakan gejala spesifik psikosis. Psikosis sendiri merupakan
gangguan jiwa yang berhubungan dengan ketidakmampuan seseorang dalam
menilai realita dan fantasi yang ada di dalam dirinya. Terlepas dari khayalan
mereka,orang-orang dengan gangguan waham mungkin terus bersosialisasi
secara normal,dan perilaku mereka tidak selalu tampak aneh.
Waham sering ditemui pada penderita gangguan jiwa berat. Selain itu,
beberapa bentuk waham yang spesifik,sering ditemukan pada penderita
skizofrenia. Akan tetapi,gangguan waham berbeda dengan skizofrenia. Jika
seseorang memiliki gangguan waham,fungsinya umumnya tidak terganggu dan
perilaku tidak jelas aneh,kecuali khayalan. Selain itu,waham ini bukan
merupakan kondisi medis atau kondisi akibat penyalahgunaan zat.
1. Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak,pembesaran ventrikel di
otak,atau perubahan pada kortikal dan lindik. Abnormalitas otak yang
menyebabkan respon neurologis yang maladaptif yang baru mulai
dipahami. Hal-hal ini termasuk:
2.faktor Psikologis
Teori psikodinamika yang mempelajari terjadinya respons neurobiologis
yang maladaptif belum didukung oleh penelitian. Teori psikologis terdahulu
menyalahkan keluarga sebagai penyebab gangguan ini,sehingga menimbulkan
kurangnya rasa percaya (keluarga terhadap tenaga kesehatan jiwa profesional).
Waham ini juga dapat disebabkan oleh perbedaan perlakuan dari keluarga.
Misalnya saja,sosok ayah adalah tipe yang kurang atau tidak peduli.
b.Faktor Presipitasi
1. Faktor sosial budaya
Waham dapat di picu karena ada nya perpisahan dengan orang yang berarti atau
di asingkan dari kelompok.
c.Mekanisme koping
klien dengan gangguan waham menggunakan mekanisme koping berupa
proyeksi,penyangkalan,dan pembentukan reaksi. Pembentukan reaksi digunakan oleh
klien sebagai pertahanan terhadap agresi,kebutuhan untuk bergantung,dan perasaan afeksi
serta transformasi kebutuhan akan ketergantungan menjadi tidak ketergantungan yang
berkepanjangan. Untuk menghindari kesadaran terhadap realita yang menurutnya
menyakitkan,klien menggunakan mekanisme penyangkalan(sadock&sadock,2010).
Ditimbun oleh perasaan dendam,marah,dan permusuhan kepada orang lain,klien
menggunakan proyeksi untuk melindungi diri mereka sendiri dari pengenalan impuls
yang tidak dapat diterima dalam diri meraka.
d.Rentang Respon
adaptif maladaptif
e. fase-fase waham
1. Fase of human needm
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara fisik maupun
psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang dengan status
sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan menderita.
Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan
kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi
kesenjangan antara realiti dengan self ideal sangat tinggi.
DS:
Klien mengungkapkan sesuatu yang
diyakininya ( tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali
secara berlebihan tetapi tidak sesuai
kenyataan.
DS:
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak
bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri
sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Gangguan konsep diri: harga diri rendah kronis
DO:
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila
disuruh memilih alternative tindakan, ingin
mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidup.
DS:
Klien mengungkapkan sesuatu yang tidak
realistik
DO: Risiko kerusakan Komunikasi verbal
Flight of ideas, kehilangan asosiasi,
pengulangan kata-kata yang didengar dan
kontak mata kurang.
VI.REFERENSI
1. Sutejo.2016.keperawatanjiwa.jakarta.PB
2. Stuart, G.W, dan Sudden, S.J 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta :
EGC
3. Yosep, iyus, 2009. Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Bandung: Refika Aditama