Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS JURNAL DENGAN METODE PICO

KEPERAWATAN SPIRITUALITAS PADA PASIEN SKIZOFRENIA


(Spirituality Nursing among Patients with Schizophrenia)

RIZKI RENATA AMELIA


2120060

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
PROGRAM PROFESI NERS
TAHUN 2020-2021
BAB I
PENDAHLUAN
A. PENGERTIAN

Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budaya, ketidakmampuan merespon stimulus internal dan eksternal melalui proses
interaksi atau informasi secara akurat (Keliat, 1999). Waham adalah keyakinan terhadap
sesuatu yang salah dan secara kukuh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang
lain dan bertentangan dengan realita normal (Stuart dan Sundeen, 1998)
Waham adalah keyakinan atau persepsi palsu yang tetap tidak dapat diubah meskipun
ada bukti yang membantahnya. Gangguan proses piker waham mengacu pada suatu
kondisi seseorang yang menampilkan satu atau lebih khayalan ganjil selama selama
paling sedikit satu bulan. Waham merupakan suatu keyakinan yang salah yang
dipertahankan secara kuat atau terusmenerus, tetapi tidak sesuai kenyataan, klien
meyakini bahwa dirinya adlaha seperti apa yang ada didalam pikirannya (Myers,2007)
Waham merupakan gejala spesifik psikosis. Psikosis sendiri merupakan gangguan
jiwa yang berhubungan dengan ketidakmampuaan seseorang dalam menilai realita dan
fantasi yang ada di dalam dirinya. Terlepas dari khyalan mereka,orang-orang dengan
gangguan waham mungkin terus bersosialisasi, bertindak secara normal, dan perilaku
mereka tidak selalu tampak aneh.
Waham sering ditemui pada penderita gangguan jiwa berat. Beberapa bentuk waham
yang spesifik sering ditemukan pada penderita skizofrenia. Akan tetapi gangguan waham
berbeda dengan skizofrenia jika seseorang memiliki gangguan waham, umumnya tidak
terganggu dan perilaku tidak jelas atau aneh keciali khayalan. Selain itu waham bukan
merupakan kondisi medis atau kondisi akibat penyalahgunaan zat.
B. FASE TERJADINYA WAHAM

1. Fase kurangnya kebutuhan manusia (Lack of human need)

Waham dimulai dengan terabtasnya kebutuhan fisik maupun psikis klien. Secara fisik
klien dengan gangguan waham memiliki keterbatsaan status social dan ekonomi,
keinginan klien yang biasanya sangat miskin dan menderita untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya mendorongnya untuk melakukan kompensasi (pencairan kepuasan dalam suatu
bidang tertentu yang salah.
Gangguan waham ini juga dapat terjadi pada klien yang cukup secara financial, tetapi
memiliki kesenjangan antara realita dan ideal diri yang sangat tinggi waham ini terjadi
karena klien merasa bahwa pengakuan atas keeksisan atau kehadirannya adalah sesuatu
hal yang sangat penting. Gangguan ini juga terjadi akibat minimnya penghargaan saat
tumbuh kembang (Life span history)

2. Fase kurangnya kepercayaan (Lack of self esteem)

Ketiadaan pengakuan dari lingkungan, tingginya kesenjangan antara ideal diri dan
realita dan kebutuhan yang tak terpenuhi sesuai dengan standar lingkungan membuat
seseorang merasa menderita, malu, dan merasa tidak berharga.

3. Fase kendali internal dan eksternal (Control internal and external)

Klien dengan gangguan waham menghadapi kenyataan adalah suatu hal yang sulit.
Klien mencoba berpikir secara logis bahwa apa yang diyakini dan apa yang dikatakannya
adalah suatu kebohongan yang dilakukan untuk menutupi kekurangannya. Kekurangan
itu seperti ketidakcukupan materi, kebutuhan akan pengakuan dan penerimaan,
merupakan sesuatu yang belum terpenuhi secara optimal sejak kecil. Oleh karena itu
kebutuhan akan pengakuan dan penerimaan dilingkungan tersebut menjadi prioritas
utama dan mendominasi dalam hidupnya.
4. Fase dukungan lingkunga (Environment support)
Kepercayaan beberapa orang dalam lingkungan terhadap klien membuat klien
merasa didukung. Lama-kelamaan perkataan yang terus-menerus diulang oleh orang
dilingkungannya tersebut membuat klien kehilangan kendali diri dan mengakibatkan
tidak berfungsinya norma (super ego) yang ditandai dengan ketiadaan perasaan berdosa
saat berbohong.

5. Fase kenyamaman (Comforting)


Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya, ia juga
menganggap bahwa semua orang sama yaitu mereka akan memercayai dan
mendukungnya.keyakinan ini sering disertai dengan halusinasi dan terjadi ketika klien
menyendiri dari lingkungannya. Pada tahap selanjutnya klien lebih sering menyendiri dan
menghindari interaksi social (Isolasi social).

6. Fase peningkatan (Improving)


Ketiadaan konfrontasi dan upaya-upaya koreksi dapat meningkatkan keyakinan
yang salah pada klien. Tema waham yang sering muncul adalah tema seputar pengalaman
traumatic masa lalu atau kebutuha-kebutuhan yang tidak terpenuhi. Isi waham dapat
menimbulkan ancaman diri dan orang lain.

C. ETIOLOGI

Etiologi secara umum dari waham ini ialah gangguan pada konsep diri, harga diri
rendah, dengan perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya kepercayaan
diri dan meras gagal dalam mencapai keinginannya.

D. MANIFESTASI KLINIS WAHAM

Klien mengungkapkan suatu yang diyaakininya yaitu tentang (agama, kebesaran,


kecurigaan, dan keadaan lainnya) secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan, klien
tampak tidak mempunyai orang lain, curiga bermusuhan, merusak diri orang lain dan
lingkungan, tidak memiliki rasa takut, teradang panic, sangat waspada tidak dapat menilai
lingkungan/realita, ekpresi wajah tegang, dan sangat mudah tersinggung.

E. AKIBAT

Akibat dari pasien waham ialah mengalami kerusakan komunikasi verbal yang
ditandai dengan pikiran yang tidak realistis, pengulangan kata-katayang didengar dan
kontak mata yang kurang akibat lainnya dari waham ini bisa beresiko menciderai dari,
orang lain dan lingkungannya.

F. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala dari perubahan isi pikir waham yaitu : klien menyatakan dirinya
sebagai seorang besar mempunyai kekuatan, pendidikan atau kekayaan luar biasa, klien
menyatakan perasaan dikejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok orang, klien
menyatakan perasaan mengenai penyakit yang ada dalam tubuhnya, menarik diri dan
isolasi, sulit menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, rasa curiga yang
berlebihan, kecemasan yang meningkat, sulit tidur, tampak apatis, suara memelan,
ekspresi wajah datar, kadang tertawa atau menangis sendiri, rasa tidak percaya kepada
orang lain, gelisah.

G. FAKTOR PENYEBAB
a) Faktor Predisposisi
1. Teori Biologis Teori biologis terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap waham:
a. Faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam perkembangan suatu
kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan kelainan yang
sama (orang tua, saudara kandung, sanak saudara lain)
b. Secara relatif ada penelitian baru yang menyatakan bahwa kelainan skizofrenia
mungkin pada kenyataannya merupakan suatu kecacatan sejak lahir terjadi pada
bagian hipokampus otak. Pengamatan memperlihatkan suatu kekacauan dari sel-sel
pramidal di dalam otak dari orang-orang yang menderita skizofrenia
c. Teori biokimia menyatakan adanya peningkatan dari dopamin neurotransmiter yang
dipertukarkan menghasilkan gejala-gejala peningkatan aktivitas yang berlebihan dari
pemecahan asosiasi-asosiasi yang umumnya diobservasi pada psikosis.
2. Teori Psikososial
a. Teori sistem keluarga Bawen dalam Towsend menggambarkan perkembangan
skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi keluarga. Konflik diantara suami
istri mempengaruhi anak. Penanaman hal ini dalam anak akan menghasilkan keluarga
yang selalu berfokus pada ansielas dan suatu kondsi yang lebih stabil mengakibatkan
timbulnya suatu hubungan yang saling mempengaruhi yang berkembang antara orang
tua dan anakanak. Anak harus meninggalkan ketergantungan diri kepada orang tua dan
anak dan masuk ke dalam masa dewasa, dan dimana dimasa ini anak tidak akan
mamapu memenuhi tugas perkembangan dewasanya.
b. Teori interpersonal menyatakan bahwa orang yang mengalami psikosis akan
menghasilkan hubungan orang tua anak yang penuh akan kecemasan. Anak menerima
pesan-pesan yang membingungkan dan penuh konflik dari orang tua dan tidak mampu
membentuk rasa percaya terhadap orang lain.
c. Teori psikodinamik menegaskan bahwa psikosis adalah hasil dari suatu ego yang
lemah. Perkembangan yang dihambat dan suatu hubungan saling mempengaruhi
antara orang tua, anak. Karena ego menjadi lebih lemah penggunaan mekanisme
pertahanan ego pada waktu kecemasan yang ekstrim menjadi suatu yang maladaptif
dan perilakunya sering kali merupakan penampilan dan segmen id dalam kepribadian.

b) Faktor Presipitasi
1. Biologis Stressor biologis yang berhubungan dengan neurobiologis yang maladaptif
termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur perubahan isi
informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan.
Pada pasien dengan waham, pemeriksa MRI menunjukkan bahwa derajat lobus
temporal €tidak simetris. Akan tetapi perbedaan ini sangat kecil, sehingga
terjadinya waham kemungkinan melibatkan komponen degeneratif dari neuron.
Waham somatic terjadi kemungkinan karena disebabkan adanya gangguan sensori
Universitas Universitas Sumatera Sumatera Utara pada sistem saraf atau kesalahan
penafsiran dari input sensori karena terjadi sedikit perubahan pada saraf kortikal
akibat penuaan (Boyd, 2005 dalam Purba dkk, 2008).
2. Stres Lingkungan Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stres yang
berinterasksi dengan sterssor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
prilaku.
3. Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis yang maladaptif
berhubungan dengan kesehatan lingkungan, sikap dan prilaku individu, seperti : gizi
buruk, kurang tidur, infeksi, keletihan, rasa bermusuhan atau lingkungan yang
penuh kritik, masalah perumahan, kelainan terhadap penampilan, stres gangguan
dalam berhubungan interpersonal, kesepain, tekanan, pekerjaan, kemiskinan,
keputusasaan dan sebagainya.

H. MACAM-MACAM WAHAM

1) Waham kebesaran : individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan


khusus dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya,
“saya ini pejabat departemen kesehatan lho!” atau, “saya punya tambang
emas”.

2) Waham curiga : Individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang
berusaha merugikan/menceerai dirinya dan diucapkan berulang kali, tetapi
tidak sesuai kenyataan. Contoh, “saya tahu seluruh saudara saya ingin
menghancurka hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya”.

3) Waham agama : Individu memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara


berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Universitas Universitas Sumatera Sumatera Utara Contoh, “kalau saya mau
masuk surga, saya harus menggunakan pakaian putih setip hari”.
4) Waham somatic : Individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu
atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan. Contoh, “saya sakit kanker”. (Kenyataannya pada
pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien
terus mengataka bahwa ia sakit kanker.)

5) Waham nihilistic : Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada


didunia/meniggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan
kadaan nyata. Misalnya, “Ini kana lam kubur ya, semua yang ada disini adalah
roh-roh.”

6) Waham bizar : Yang melibatkan fenomena keyakinan seseorang yang sama


sekali tidak masuk diakal.

I. RENTANG RESPON

Respon Adaptif Respon Maladaptif

- Pikiran logis kadang proses gangguan isi pikir


Piker terganggu halusinasi
- Persepsi akurat ilusi perubahan proses emosi
- Emosi konsisten emosi berlebihan isolasi sosial
Dengan pengalaman
- Perilaku sesuai menarik diri
hubungan social
J. PENATALAKSANAAN
1) Terapi obat
- Obat anti psikosis: Penotizin
- Obat anti depresi: Amitripilin
-  Obat Anti ansietas: Diasepam, bromozepam, clobozam
- Obat anti insomnia: Phneobarbital
2) Terapi Modalitas
a.Terapi keluarga
- Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien dengan
memberikan perhatian
-  BHSP
- Jangan memancing emosi klien
- Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
- Berikan kesempatan klien mengemukaan pendapat
- Dengarkan, bantu dan anjurkan pasien untuk mengemukakan masalah yang
dialaminya
b. Terapi Kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial, atau aktivitas lain
dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan keadaan klien karena masalah
sebagian orang merupakan persaan dan tingkah laku pada orang lain. 

c.Terapi musik
Dengan musik klien terhibur,rileks dan bermain untuk mengebalikan kesadaran klien

K. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

1) Status Mental
a. Pada pemeriksaan status mental, menunjukkan hasil yang sangat normal, kecuali
bila ada sistem waham abnormal yang jelas.
b. Mood klien konsisten dengan isi wahamnya.
c. Pada waham curiga didapatkannya perilaku pencuriga
d. Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan identitas diri,
mempunyai hubungan khusus dengan orang yang terkenal
e. Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya kualitas
depresi ringan. Universitas Universitas Sumatera Sumatera Utara
f. Klien dengan waham, tidak memiliki halusinasi yang menonjol/menetap., kecuali
pada klien dengan waham raba atau cium. Pada beberapa klien kemungkinan
ditemukan halusinasi dengar.

2) Sensorium dan kognisi


a. Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang memiliki wham
spesifik tentang waktu, tempat, dan situasi.

b. Daya ingat dan proses kognitif klien dengan intak (utuh)

c. Klien waham hampir seluruh memiliki insight (daya tilik diri) yang jelek.

d. Klien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan dirinya, keputusan


yang terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan kondisi klien adalah dengan menilai
perilaku masa lalu, masa sekarang dan yang direncanakan.
L. POHON MASALAH

Resiko perilaku kekerasan

Perubahan proses
piker atau waham

Isolasi sosial

Harga diri rendah


BAB II

PEMBAHASAN

A. KASUS
Seorang laki-laki 50 tahun sudah 4 minggu dirawat di rumah sakit jiwa dengan keluhan
sering tertawa sendiri sering salat sering melakukan khotbah sering berdzikir dan dia
mengatakan kepada semua orang bahwa dia adalah nabi setelah nabi Muhammad.

B. PERTANYAAN KLINIS
Intervensi apa yang tepat pada kasus diatas

C. PICO
P : Pasien Tn. S usia 50th
I : Mengaku sebagai nabi setelah Nabi Muhammad

C : Mengontrol Pikiran Negatif Klien Skizofrenia Dengan Terapi Kognitif

O : untuk mengetahui pengaruh terapi kognitif terhadap kemampuan mengontrol


pikiran negatif pada klien Skizofrenia di Wilayah Kerja Puskesmas Mangasa
Makassar.

D. SEARCHING LITERATURE ( JOURNAL )


Setelah dilakukan Searching Literature ( Journal ) di google scholar, didapatkan
6.004 journal yang terkait dan dipilih jurnal dengan judul “Mengontrol Pikiran Negatif
Klien Skizofrenia Dengan Terapi Kognitif”
Dengan alasan :
a. Jurnal tersebut sesuai dengan kasus
b. Jurnal tersebut up to date
E. VIA
Validity:
a) Desain : Quasy-experimental dengan menggunakan rancangan penelitian One-
Group Pre-Post Test Design
b) Sampel : Klien yang mengalami Skizofrenia dengan jumlah responden sebanyak
14 responden.
c) Kriteria inklusi dan ekslusi:
Kriteria inklusi : Klien dengan kasus Skzofrenia yang ada di Wilayah Kerja
Puskesmas Mangasa Makassar
Kriteria eksklusi : Klien yang tidak bersedia dalam penelitian ini, klkien yang tidak
dapat hadir.
d) Randomisasi : Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive
sampling.

1) Importance dalam hasil


a. Karakteristik subjek : Karakteristik subjek dalam penelitian ini meliputi usia
responden, jenis kelamin responden

b. Beda proporsi : Rata-rata responden yang berjumlah 13 orang (92,9%)


pada masing-masing kelompok perlakuan berada pada
kategori buruk dalam mengontrol pikiran negatif.
Sedangkan 1 responden (7,1%) memiliki kemampuan
mengontrol pikiran negatif yang baik. Seluruh responden
yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah klien
skizofrenia. Klien Skizofrenia yang memiliki kemampuan
mengontrol pikiran negatif yang buruk beresiko untuk
mengalami kecemasan, depresi atau bahkan bunuh diri
karena adanya tekanan mental yang berasal dari pemikiran-
pemikiran negatif yang menggangunya
c. Beda mean : Sebagian besar responden memiliki sikap antusias dalam
mengikuti setiap rangkaian proses terapi kognitif terutama
responden yang masuk dalam kategori remaja akhir dan
dewasa awal. Sedangkan untuk respoden yang masuk
dalam kategori dewasa akhir, lansia awal, dan lansia akhir
cenderung lambat dalam memahami penjelasan yang
diberikan sehingga peneliti harus mengulangi setiap
penjelasan untuk lebih memberikan pemahaman pada
responden agar responden dapat mengerti dan dapat
mengikuti proses terapi dengan baik. Namun, secara umum
responden yang ikut berpartisipasi dalam proses terapi ini
mampu mengikuti proses terapi kognitif dengan baik.
2) Applicability
a. Dalam diskusi : Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan sikotik,
dengan gangguan dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses pikir. Gangguan
Skizofrenia, pada umumnya ditandai oleh distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar
dan khas, dan afek yang tidak serasi atau tumpul. Pasien Skizofrenia juga biasanya akan
merasakan gejala- gejala seperti halusinasi, distorsi isi pikir (waham), distorsi dalam
proses pikir dan bahasa dan distorsi perilaku dan pengontrolan diri, keterbatasan dalam
ekspresi emosi, keterbatasan dalam produktifitas berpikir.

b. Karakteristik klien : Tidak dicantumkan

c. Fasilitas biaya :Tidak dicantumkan jumlah biaya yang


Digunakan
5. Diskusi (membandingkan jurnal dan kasus)
Berdasarkan jurnal yang berjudul “Mengontrol Pikiran Negatif Klien
Skizofrenia Dengan Terapi Kognitif “. Dalam penelitian Mengontrol Pikiran Negatif
Klien Skizofrenia Dengan Terapi Kognitif Dalam proses terapi, rata-rata responden masih
memiliki pikiran negatif yang dipikirkan pada sesi I dan II (hari pertama) meskipun
respoden mengatakan bahwa mereka selalu berlatih saat dirumah. Namun, pada sesi
terakhir yakni sesi V rata-rata respoden mengatakan bahwa pikiran negatif mereka mulai
berkurang intensitas kemunculannya dan mereka merasa senang saat mampu mengontrol
pikiran negatif mereka. Namun ada juga responden yang merasa belum berhasil dan masih
selalu berpikir negatif meskipun sudah berlatih.
Dalam proses terapi kognitif, pada sesi keempat dan kelima rata-rata responden
mengungkapkan bahwa mereka merasa senang setelah diberikan terapi kognitif. Beberapa
responden juga sudah mulai terbuka dengan anggota keluarga serta memiliki motivasi dan
dorongan yang lebih untuk menyelesaikan setiap permasalahan mereka. Keluarga yang
ikut berpartisipasi dalam terapi juga mengungkapkan bahwa mereka merasa sedikit
terbantu dengan terapi yang diberikan kepada anggota keluarganya. Jadi, efek yang
ditimbulkan oleh pemberian terapi kognitif ini yakni secara tidak langung selain dapat
meningkatkan kemampuan mengontrol pikiran negatif klien skizofrenia juga mampu
untuk meningkatkan motivasi, rasa senang dan rasa terbuka dalam memecahkan setiap
permasalahan yang setiap saat dipikirkan oleh klien skizofrenia. Penelitian terkait terapi
kognitif juga telah dilakukan oleh Kismanto (2014), mengungkapkan bahwa terdapat
perbedaaan kondisi depresi sesudah pelaksanaan terapi kognitif yang menunjukkan bahwa
penurunan kondisi depresi pada kelompok lansia yang mendapatkan terapi kognitif
(kelompok intervensi) lebih tinggi (p value = 0.001 < 0.05) dibandingkan dengan
penurunan kondisi depresi pada kelompok yang tidak mendapatkan terapi kognitif
(kelompok kontrol).
BAB III
KESIMPULAN

Pengaruh Terapi Kognitif Terhadap Kemampuan Mengontrol Pikiran Negatif


klien Skizofrenia, Dari hasil analisis dengan menggunakan Uji Wilcoxon diperoleh value
0,001 dengan demikian berdasarkan analisis tersebut dapat dilihat bahwa p<0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan Terapi Kognitif terhadap
kemampuan mengontrol pikiran negatif pada klien Skizofrenia. setelah dilakukan Terapi
Kognitif, sebanyak 12 responden (85,7%) memiliki kemampuan mengontrol pikiran
negatif yang baik sedangkan 2 responden (14,3%) masih memiliki kemampuan
mengontrol pikiran negatif yang buruk. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Jesica Pasaribu pada tahun 2013 yang menyatakan bahwa terapi kognitif mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan mengontrol pikiran negatif pada klien
kanker yang dirawat di Rumah Sakit. Penelitian terkait terapi kognitif juga telah
dilakukan oleh Widodo (2013) yang menyatakan bahwa terapi kognitif memiliki
pengaruh terhadap tingkat depresi seseorang, dimana kondisi depresi sebelum dan
sesudah pemberian terapi kognitif (p value < 0,05).
Pikiran negatif akan melahirkan energi-energi negatif yang tentunya sangat
membahayakan daripada apa yang kita bayangkan. Ia merangkai hidup ini menjadi mata
rantai penderitaan. Pada dasarnya, pikiran negatif muncul dari jiwa yang labil atau jiwa
yang memiliki stabilitas spiritual yang kurang baik. Kemudian, pikiran tersebut berulang-
ulang sehingga menjadi sebuah gagasan yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu
seperti apa yang dipikirkannya. Dan disanalah energi negatif sama seperti candu yang
dapat menarik perilakuperilaku negatif yang lainnya. Segala sesuatu yang ada didunia ini
dimulai dari sebuah pikiran, kemudian menjadi sebuah rencana yang akan direalisasikan
dengan tindakan nyata, hingga akhirnya terciptalah sebuah kenyataan Rasa sedih,
kecewa, marah, takut dan lain-lain adalah sesuatu yang sebenarnya muncul dari setting
dan pola pikir yang telah terbentuk. Begitu pula sebaliknya, rasa bahagia, senang,
gembira, berharga, dicintai, dan lain-lain merupakan hasil dari pola berpikir dan setting
dari pikiran yang telah terbentuk. Individu yang menginginkan hidupnya bahagia,
tentunya harus membentuk pola pikirnya menjadi pola pikir yang positif. Artinya proses
kognitif memainkan peran sangat penting dalam mengatur kecemasan dan kebahagiaan
pada seseorang (Butler & Mathews, 2004). Selain itu, proses berpikir sangatlah penting
karena berhubungan dengan perilaku dan berbagai keberhasilan hidup seseorang.
DAFTAR PUSTAKA

Anugrah, Anastanio D. “Karakteristik Penderita Skizofrenia Yang Di Rawat Inap


Di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Periode Januari– Mei 2013”.
Skripsi. Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, 2014.
Arisandy, Widya dan Meita Ismalinda. ”Hubungan Peran Keluarga dengan
Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Dr. Ernaldi
Bahar”. Skripsi, Palembang: Akademi Keperawatan ’Aisyiyah Palembang, 2014.
Hidayati, Arini. “Pengaruh Positive Thinking Terhadap Kemampuan
Menyelesaikan Masalah(Problem Solving) Pada Siswa Kelas II Madrasah Aliyah
Ma’arif Cepogo, Boyolali”.Boyolali: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga, 2010.
Hidayat, Cepi. “Hubungan Masalah Psikososial dengan Kejadian Skizofrenia di
Wilayah Kerja Puskesmas Cibeber Kota Cimahi”. Skripsi. Cimahi: Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Budi

Anda mungkin juga menyukai