Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

WAHAM
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa

Disusun oleh:
RETNO DWI LESTARI
P173220120519

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walaupun yag
lain tidak berkeyakinan sama dan kontraindikasi dengan realitas sosial. (Stuart, 2016 : 88 ).
Menurut Bell (2019 dalam Prakasa, 2020) Gangguan proses pikir waham merupakan
suatu keyakinan yang sangat mustahil dan dipegang teguh walaupun tidak memiliki bukti-
bukti yang jelas, dan walaupun semua orang tidak percaya dengan keyakinannya. Gangguan
proses pikir waham ditandai oleh adanya setidaknya selama satu bulan mengalami waham
dan 3 tidak adanya gejala lain yang biasanya termasuk waham itu sendiri. Waham juga
dikategorikan menjadi dua yaitu waham non bizarre dan waham bizarre. waham non bizarre
merupakan kepercayaan yang bisa dibayangkan dengan benar atau nyata, misalnya pasangan
hidup yang berselingkuh dan merasa dimata-matai oleh lembaga pemerintah. Sedangkan
waham bizarre tidak memiliki dasar yang memungkinkan dalam kehidupan nyata, seperti
mengganti semua organ tubuh seseorang tanpa melakukan operasi (Statistical, 2019).
B. Penyebab
Adapun faktor-faktor penyebab waham antara lain
1. Faktor Presipitasi
a. Biologis : Stressor biologis yang berhubungan dengan neurobiologis
yangmaladaptif termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang
mengatur perubahan isi informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi rangsangan.Pada pasien dengan waham,pemeriksa MRI menunjukkan
bahwa derajat lobus temporal tidak simetris.Akan tetapi perbedaan ini sangat kecil,
sehingga terjadinya waham kemungkinan melibatkan komponen degeneratif dari
neuron. Waham somatic terjadi kemungkinan karena disebabkan adanya
gangguan sensori pada sistem saraf atau kesalahan penafsiran dari input sensori
karena terjadi sedikit perubahan pada saraf kortikal akibat penuaan.
b. Stres Lingkungan: Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stres
yang berinterasksi dengan sterssor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan prilaku.
c. Pemicu: Gejala Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis
yang maladaptif berhubungan dengan kesehatan lingkungan, sikap dan prilaku
individu, seperti: gizi buruk, kurang tidur, infeksi, keletihan, rasa bermusuhan atau
lingkungan yang penuh kritik, masalah perumahan, kelainan terhadap penampilan,
stres gangguan dalam berhubungan interpersonal, kesepain, tekanan, pekerjaan,
kemiskinan, keputusasaan dan sebagainya.
2. Faktor Predisposisi
a. Teori Biologis :Teori biologi terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap waham:
1) Faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam perkembangan
suatu kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan
kelainan yang sama (orang tua, saudara kandung, sanak saudara lain).
2) Secara relatif ada penelitian baru yang menyatakan bahwa kelainan
skizofrenia mungkin pada kenyataannya merupakan suatu kecacatan sejak lahir
terjadi pada bagian hipokampus otak. Pengamatan memperlihatkan suatu
kekacauan dari sel-sel pramidal di dalam otak dari orang-orang yang
menderita skizofrenia.
3) Teori biokimia menyatakan adanya peningkatan dari dopamin
neurotransmiter yang dipertukarkan menghasilkan gejala-gejala peningkatan
aktivitas yang berlebihan dari pemecahan asosiasi-asosiasi yang umumnya
diobservasi pada psikosis.
b. Teori Psikososiala.
1) Teori sistem keluarga menggambarkan perkembangan skizofrenia sebagai
suatu perkembangan disfungsi keluarga.Konflik diantara suami istri
mempengaruhi anak.Penanaman hal ini dalam anak akan menghasilkan
keluarga yang selalu berfokus pada ansielas dan suatu kondsi yang lebih
stabil mengakibatkan timbulnya suatu hubungan yang saling mempengaruhi
yang berkembang antara orang tua dan anak-anak. Anak harus
meninggalkan ketergantungan diri kepada orang tua dan anak dan masuk
ke dalam masa dewasa, dan dimana dimasa ini anak tidak akan mamapu
memenuhi tugas perkembangan dewasanya.
2) Teori interpersonal menyatakan bahwa orang yang mengalami psikosis akan
menghasilkan hubungan orang tua anak yang penuh akan kecemasan. Anak
menerima pesan-pesan yang membingungkan dan penuh konflik dari orang tua
dan tidak mampu membentuk rasa percaya terhadap orang lain.
3) Teori psikodinamik menegaskan bahwa psikosis adalah hasil dari suatu ego
yang lemah. Perkembangan yang dihambat dan suatu hubungan saling
mempengaruhi antara orang tua, anak. Karena ego menjadi lebih
lemahpenggunaan mekanisme pertahanan ego pada waktu kecemasan
yang ekstrim menjadi suatu yang maladaptif dan perilakunya sering
kali merupakan penampilan dan segmen id dalam kepribadian.
C. Rentan Respon

D. Tanda dan gejala


Tanda dan Gejala waham terlihat dari perubahan isi pikir waham yaitu : klien
menyatakan dirinya sebagai seorang besar mempunyai kekuatan, pendidikan atau kekayaan
luar biasa, klien menyatakan perasaan dikejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok orang,
klien menyatakan perasaan mengenai penyakit yang ada dalam tubuhnya,menarik diri dan
isolasi, sulit menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, rasa curiga yang
berlebihan, kecemasan yang meningkat, sulit tidur, tampak apatis, suara memelan, ekspresi
wajah datar, kadang tertawa atau menangis sendiri, rasa tidak percaya kepada orang lain
dan gelisah.
1. Status Mental
a. Pada pemeriksaan status mental, menunjukkan hasil yang sangat normal,
kecuali bila ada sistem waham abnormal yang jelas.
b. Mood klien konsisten dengan isi wahamnya.
c. Pada waham curiga didapatkannya perilaku pencuriga
d. Pada waham kebesaran,ditemukan pembicaraan tentang peningkatan identitas
diri, mempunyai hubungan khusus dengan orang yang terkenal
e. Adapun sistem wahamnya,pemeriksa kemungkinan merasakan adanya kualitas
depresi ringan.
f. Klien dengan waham,tidak memiliki halusinasi yang menonjol/menetap kecuali
pada klien dengan waham raba atau cium. Pada beberapa klien kemungkinan
ditemukan halusinasi dengar.
2. Sensorium dan kognisi
a. Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang memiliki
wahm spesifik tentang waktu, tempat, dan situasi.
b. Daya ingat dan proses kognitif klien dengan intak (utuh)
c. Klien waham hampir seluruh memiliki insight (daya tilik diri) yang jelek.
d. Klien dapat dipercaya informasinya,kecuali jika membahayakan dirinya,
keputusan yang terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan kondisi klien adalah
dengan menilai perilaku masa lalu,masa sekarang dan yang direncanakan.
E. Jenis Waham
Jenis jenis waham antara lain:
1. Waham kebesaran yaitu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan
khusus, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh: “Saya ini pejabat
di departemen kesehatan lho..” atau “Saya punya tambang emas”
2. Waham curiga yaitu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan/mecederai dirinya, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “Saya tahu..seluruh saudara saya ingin menghancurkan hidup saya karena
mereka iri dengan kesuksesan saya”
3. Waham agama yaitu memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan,
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh: “Kalau saya mau masuk
surga saya harus menggunakan pakaian putih setiap hari”
4. Waham somatik yaitu waham yang meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
terganggu/terserang penyakit, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “Saya sakit kanker”, setelah pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-
tanda kanker namun pasien terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.
5. Waham nihilistik yaitu waham yang meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal,diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh: “Ini khan
alam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-roh”
F. Proses dan Fase terjadinya Waham
Proses terjadinya waham antara lain:
1. Individu diancam oleh lingkungan, cemas dan merasa sesuatu yang tidak
menyenangkan
2. Individu mengingkari ancaman dari persepsi diri atau objek realitas yang
menyalah artikan kesan terhadap kejadian
3. Individu memproyeksikan pikiran, perasaan dan keinginan negative atau tidak
dapat diterima menjadi bagian eksternal
4. Individu memberikan pembenaran atau interpretasi personal tentang realita pada
diri sendiri atau orang lain.
Adapun fase-fase terjadinya waham Menurut Eriawan (2019) Proses
terjadinya waham dibagi menjadi enam yaitu :
1. Fase Lack of Human need: Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien
baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-
orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan
menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk
melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi terpenuhi
tetapi kesenjangan antara Reality dengan selfideal sangat tinggi. Misalnya ia seorang sarjana
tetapi menginginkan dipandang sebagai seorang dianggap sangat cerdas, sangat
berpengalaman dan diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham terjadi karena sangat
pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi juga oleh rendahnya
penghargaan saat tumbuh kembang (life span history).
2. Fase lack of self esteem : Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya
kesenjangan antara self ideal dengan self reality (kenyataan dengan 10 harapan) serta
dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui
kemampuannya. Misalnya, saat lingkungan sudah banyak yang kaya, menggunakan teknologi
komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan yang luas,
seseorang tetap memasang self ideal yang melebihi lingkungan tersebut. Padahal self reality-
nya sangat jauh. Dari aspek pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh, support system
semuanya sangat rendah.
3. Fase control internal external: Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini
atau apaapa yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai
dengan kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat berat,
karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima
lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi
sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa
sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat
karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi
pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien
tidak merugikan orang lain.
4. Fase environment support: Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam
lingkungannya menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap
sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang.
Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma ( Super
Ego ) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase comforting: Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya.
Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya.
Selanjutnya klien lebih sering menyendiri dan menghindar interaksi sosial (Isolasi sosial). f.
Fase improving Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering
berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai
yang hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat
menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk mengguncang keyakinan
klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya keyakinan relegiusnya bahwa apaapa yang
dilakukan menimbulkan dosa besar serta ada konsekuensi sosial.

G. Pohon Masalah Dan Masalah Keperawatan

Efek Kerusakan Resiko tinggi menciderai diri,


komunikasi verbal orang lain, dan lingkungan
Faktor pencetus:
1. Proses pengolahan
Waham informasi yang
Core Problem berlebihan
2. Mekanisme
penghantaran
listrik yang
abnormal
3. Adanya gejala
pemicu
Causa
Harga diri rendah

Faktor penyebab:
1. Genetis
2. Neurobiologis
3. Neurotransmitter
4. Virus
5. Psikologis

H. Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien Dengan Gangguan Waham


1. Pengkajian
Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang dapat digunakan sebagai panduan untuk
mengkaji pasien dengan waham
a. Apakah pasien memiliki pikiran/isi pikir yang berulang-ulang diungkapkan dan menetap?
b. Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau apakah pasien cemas secara
berlebihan tentang tubuh atau kesehatannya?
c. Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda-benda disekitarnya aneh dan tidak nyata?
d. Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada diluar tubuhnya?
e. Apakah pasien pernah merasa diawasi atau dibicarakan oleh orang lain?
f. Apakah pasien berpikir bahwa pikiran atau tindakannya dikontrol oleh orang lain atau
kekuatan dari luar?
g. Apakah pasien menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan fisik atau kekuatan lainnya atau
yakin bahwa orang lain dapat membaca pikirannya?
Selama pengkajian saudara harus mendengarkan dan memperhatikan semua
informasi yang diberikan oleh pasien tentang wahamnya. Untuk mempertahankan
hubungan saling percaya yang telah terbina jangan menyangkal, menolak, atau
menerima keyakinan pasien.
2. Diagnosa Keperawatan
Waham
3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Rencana Keperawatan

Tujuan Intervensi (Umum dan Khusus) Intervensi Keperawatan


1 Gangguan isi pikir: 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan klien: beri salam
2. Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala,terapeutik (panggil nama klien), sebutkan nama
Waham
penyebab, dan latih orientasi perawat, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan
yang tenang, buat kontrak yang jelas (topik yang
dibicarakan, waktu dan tempat).
1.2 Identifikasi tanda gejala, penyebab, dan akibat waham
1.3 Jelaskan cara mengendalikan waham dengan orientasi
realita
1.4 Masukkan kegiatan orientasi realita kedalam jadwal
harian
3. Klien mampu menggunakan obat dengan benar 3.1 Evaluasi tindakan sebelumnya
3.2 Jelaskan 8 benar obat yang diminum
3.3 Diskusikan manfaat dan kerugian jika tidak minum obat
3.4 Latih klien minum obat secara teratur
3.5 Masukkan kegiatan minum obat kedalam jadwal harian
4. Klien mampu memenuhi kebutuhan dasar dan 4.1 Identifikasi kebutuhan yang terganggu
4.2 Jelaskan cara memenuhi kebutuhan klien yang
menentukan aspek positif yang dimiliki
terganggu
4.3 Latih cara memenuhi kebutuhan yang trganggu akibat
wahamnya serta kemampuan memenuhi kebutuhannya
4.4 Masukkan latihan tersebut kedalam jadwal harian
4.5 Gali aspek positif atau kelebihan yang dimiliki klien
4.6 Masukkan aspek positif yang dimiliki kedalam jadwal
harian
5. Klien mendapatkan dukungan dari keluarga 5.1 Jelaskan kepada keluarga mengenai waham
(Pengertian, penyebab, gejala, dan cara merawat)
5.2 Diskusikan masalah dan akibat yang mungkin terjadi
pada pasien waham
5.3 Jelaskan cara merawat klien waham kepada keluarga
5.4 Jelaskan cara menciptakan lingkungan yang terapeutik
bagi klien waham
5.5 Jelaskan cara memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan untuk follow up, cara rujukan dan mencegah
kekambuhan
DAFTAR PUSTAKA
Bell, V., Raihani, N., & Wilkinson, S. (2019). De-Rationalising Delusions. 1–34.
https://doi.org/10.1177/2167702620951553
Eriawan, A. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn “O” Yang Mengalami Bipolar
Dengan Masalah Keperawatan Waham Paranoid Di Ruangan Palm Rumah Sakit
Khusus Daerah Dadi Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2019.
https://lib.akpermpd.ac.id/index.php?p=show_detail&id=1451
Sofian, R. (2017). Asuhan Keperawatan jiwa dengan kasus waham kebesaran pada Tn. K di
RSJ Radjiman Wediodiningrat Lawang (Doctoral dissertation, STIKes Maharani
Malang). Stuart. 2016. Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC : Jakarta
Yusuf, A., dkk. (2015). Buku ajar keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta : Salemba
Zana, N. d. (2012). Pengaruh Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Pasien Waham
Terhadap Kemampuan Menilai Realita di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan . Repisitori
Universitas Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai