Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN


MASALAH GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM

Laporan ini diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah : Keperawatan Jiwa

Dosen Mata Kuliah : Lailatul Fadilah, S.Kep, Ners, M.Kep

Disusun Oleh :

Dwi Kristianti

P27904117011

Tingkat II D4 Keperawatan

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN

JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG

TAHUN AKADEMIK 2018-2019


A. Masalah Utama
Ganggguan Proses Pikir : Waham

B. Proses terjadinya masalah


1. Definisi Waham
Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai
dengan fakta dan keyakinan tersebut mungkin “aneh” (misalnya”saya adalah
nabi yang menciptakan biji mata manusia”) atau bias pula “tidak aneh” (hanya
sangat tidak mungkin, contoh masyarakat di surge selalu menyertai saya
kemanapun saya pergi”) dan tetap dipertahankan meskipun telah diperlihatkan
bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya (Purba dkk, 2013).
Kesalahan dalam menilai diri sendiri, atau keyakinan dengan isi
pikirannya padahal tidak sesuai dengan kenyataan. Atau kepercayaan yang
telah terpaku/terpancang kuat dan tidak dapat dibenarkan berdasarkan fakta
dan kenyataan tetapi tetap dipertahankan. Jika disuruh membuktikan berdasar
akal sehatnya, tidak bias. Atau disebut juga kepercayaan yang palsu dan sudah
tidak dapat dikoreksi (Baihaqi, 2012).
Delusi atau waham merupakan gagasan (idea) atau pendapat bahwa
seorang individu meyakini sutu kebenaran, yang kemungkinan besar bahkan
hamper pasti, jelas, tidak mungkin. Tentu saja, banyak orang memegang
keyakinan yang kemungkinan besar bias menjadi salah, seperti keyakinan
akan menang lotre. Self deception (penipuan atau pembodohan diri sendiri )
semacam ini berbeda dengan delusi, setidaknya dalam tiga cara atau tiga hal
hal berikut :
Pertama, self-deception tidaklah secara penuh mustahil, sedangkan
waham memang sering begitu. Memang mungkin memenangi lotre, tetapi
tidak mungkin bahwa tubuh anda menghilang/melarut atau mengambang di
udara.

1
Kedua, orang yang memiliki self deception ini kadang-kadang
memikirkan keyakinan tersebut, tetapi orang yang mengalami waham
cenderung terokupasi (dikuasai) keyakinan sendiri. Orang-orang yang
mengalami delusi atau waham mencari bukti-bukti untuk mendukung
keyakinan mereka, berusaha untuk menyakinkan orang lain, dan melakukan
tindakan-tindakan yang didasari keyakinannya itu, seperti mengajukan
tuntutan secara hokum melawan orang-orang yang mereka yakini mencoba
mengendalikan pikiran mereka.
Ketiga, orang-orang dengan self-deception secara tipikal (khas)
mengakui bahwa keyakinan mereka bisa jadi salah, tetapi orang-orang yang
mengalami delusi sering kali sangat bertahan untuk mendebat fakta-fakta yang
berlawanan (contradicting) dengan keyakinan mereka. Mereka mungkin
memandang argumen atau pendapat orang lain yang melawan keyakinan
mereka sebagai sebuah konspirasi (persekongkolan) untuk membungkam atau
membunuh mereka, dan sebagai bukti benarnya keyakinan mereka
(Wiramihardja, 2013).

2. Faktor penyebab Waham

A. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya waham yang dijelaskan
oleh Towsend 2014 adalah :
1) Teori Biologis
Teori biologi terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
waham:
a. Faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam
perkembangan suatu kelainan ini adalah mereka yang memiliki
anggota keluarga dengan kelainan yang sama (orang tua, saudara
kandung, sanak saudara lain).

2
b. Secara relatif ada penelitian baru yang menyatakan bahwa kelainan
skizofrenia mungkin pada kenyataannya merupakan suatu kecacatan
sejak lahir terjadi pada bagian hipokampus otak. Pengamatan
memperlihatkan suatu kekacauan dari sel-sel pramidal di dalam otak
dari orang-orang yang menderita skizofrenia.
c. Teori biokimia menyatakan adanya peningkatan dari dopamin
neurotransmiter yang dipertukarkan menghasilkan gejala-gejala
peningkatan aktivitas yang berlebihan dari pemecahan asosiasi-
asosiasi yang umumnya diobservasi pada psikosis.

2) Teori Psikososial
a. Teori sistem keluarga Bawen dalam Towsend (2014 : 147)
menggambarkan perkembangan skizofrenia sebagai suatu
perkembangan disfungsi keluarga. Konflik diantara suami istri
mempengaruhi anak. Penanaman hal ini dalam anak akan
menghasilkan keluarga yang selalu berfokus pada ansielas dan suatu
kondsi yang lebih stabil mengakibatkan timbulnya suatu hubungan
yang saling mempengaruhi yang berkembang antara orang tua dan
anak anak. Anak harus meninggalkan ketergantungan diri kepada
orang tua dan anak dan masuk ke dalam masa dewasa, dan dimana
dimasa ini anak tidak akan mamapu memenuhi tugas perkembangan
dewasanya.
b. Teori interpersonal menyatakan bahwa orang yang mengalami psikosis
akan menghasilkan hubungan orang tua anak yang penuh akan
kecemasan. Anak menerima pesan-pesan yang membingungkan dan
penuh konflik dari orang tua dan tidak mampu membentuk rasa
percaya terhadap orang lain.
c. Teori psikodinamik menegaskan bahwa psikosis adalah hasil dari suatu
ego yang lemah. Perkembangan yang dihambat dan suatu hubungan

3
saling mempengaruhi antara orang tua, anak. Karena ego menjadi lebih
lemah penggunaan mekanisme pertahanan ego pada waktu kecemasan
yang ekstrim menjadi suatu yang maladaptif dan perilakunya sering
kali merupakan penampilan dan segmen id dalam kepribadian.

B. Faktor Presipitasi
1) Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan neurobiologis yang
maladaptif termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang
mengatur perubahan isi informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi rangsangan.
Pada pasien dengan waham, pemeriksa MRI menunjukkan bahwa
derajat lobus temporal €tidak simetris. Akan tetapi perbedaan ini sangat
kecil, sehingga terjadinya waham kemungkinan melibatkan komponen
degeneratif dari neuron. Waham somatic terjadi kemungkinan karena
disebabkan adanya gangguan sensori pada sistem saraf atau kesalahan
penafsiran dari input sensori karena terjadi sedikit perubahan pada saraf
kortikal akibat penuaan (Purba dkk, 2013).

2) Stres Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stres yang
berinterasksi dengan sterssor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan prilaku.

3) Pemicu Gejala
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis yang
maladaptif berhubungan dengan kesehatan lingkungan, sikap dan prilaku
individu, seperti : gizi buruk, kurang tidur, infeksi, keletihan, rasa

4
bermusuhan atau lingkungan yang penuh kritik, masalah perumahan,
kelainan terhadap penampilan, stres gangguan dalam berhubungan
interpersonal, kesepain, tekanan, pekerjaan, kemiskinan, keputusasaan dan
sebagainya.

3. Sumber Koping
Ada beberapa sumber koping individu yang harus dikaji yang dapat
berpengaruh terhadap gangguan otak dan prilaku kekuatan dalam sumber
koping dapat meliputi seperti : modal intelegensi atau kreativitas yang tinggi.
Orang tua harus secara aktif mendidik anak-anaknya, dewasa muda tentang
keterampilan koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar dan
pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit,
finansial yang cukup, ketersediaan waktu dan tenaga dan kemampuan untuk
memberikan dukungan secara berkesinambungan.

4. Tanda dan Gejala Waham

Tanda dan gejala dari perubahan isi pikir waham yaitu : klien menyatakan
dirinya sebagai seorang besar mempunyai kekuatan, pendidikan atau
kekayaan luar biasa, klien menyatakan perasaan dikejar-kejar oleh orang lain
atau sekelompok orang, klien menyatakan perasaan mengenai penyakit yang
ada dalam tubuhnya, menarik diri dan isolasi, sulit menjalin hubungan
interpersonal dengan orang lain, rasa curiga yang berlebihan, kecemasan yang
meningkat, sulit tidur, tampak apatis, suara memelan, ekspresi wajah datar,
kadang tertawa atau menangis sendiri, rasa tidak percaya kepada orang lain,
gelisah.

Menurut Kaplan dan shadok( 2013)

1) Status Mental

5
a. Pada pemeriksaan status mental, menunjukkan hasil yang sangat
normal, kecuali bila ada sistem waham abnormal yang jelas.
b. Mood klien konsisten dengan isi wahamnya.
c. Pada waham curiga didapatkannya perilaku pencuriga
d. Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan
identitas diri, mempunyai hubungan khusus dengan orang yang terkenal
e. Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya
kualitas depresi ringan.
f. Klien dengan waham, tidak memiliki halusinasi yang
menonjol/menetap., kecuali pada klien dengan waham raba atau cium.
Pada beberapa klien kemungkinan ditemukan halusinasi dengar.

2) Sensorium dan kognisi


a. Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang
memiliki wham spesifik tentang waktu, tempat, dan situasi.
b. Daya ingat dan proses kognitif klien dengan intak (utuh)
c. Klien waham hampir seluruh memiliki insight (daya tilik diri) yang
jelek.
d. Klien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan
dirinya, keputusan yang terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan
kondisi klien adalah dengan menilai perilaku masa lalu, masa sekarang
dan yang direncanakan.

Tanda dan gejala waham berdasarkan jenis waham menurut Keliat (2011):

a. Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran


atau kekuasaan khusus dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai kenyataan. Misalnya, “saya ini pejabat departemen kesehatan
lho!” atau, “saya punya tambang emas”.

6
b. Waham curiga: Individu meyakini bahwa ada seseorang atau
kelompok yang berusaha merugikan/menceerai dirinya dan
diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, “saya
tahu seluruh saudara saya ingin menghancurka hidup saya karena
mereka iri dengan kesuksesan saya”.
c. Waham agama: Individu memiliki keyakinan terhadap suatu agama
secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan. Contoh, “kalau saya mau masuk surga, saya harus
menggunakan pakaian putih setip hari”.
d. Waham somatic: Individu meyakini bahwa tubuh atau bagian
tubuhnya terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang
kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh, “saya sakit
kanker”. (Kenyataannya pada pemeriksaan laboratorium tidak
ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien terus mengataka bahwa
ia sakit kanker.)
e. Waham nihilistic: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada
didunia/meniggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
dengan kadaan nyata. Misalnya, “Ini kana lam kubur ya, semua yang
ada disini adalah roh-roh.”

5. Kemampuan Pasien Waham

Kemampuan seseorang untuk menilai realitas. Kemampuan ini akan


menentukan persepsi, respons emosi dan perilaku dalam berelasi dengan
realitas kehidupan. Kekacauan perilaku, waham, dan halusinasi adalah salah
satu contoh penggambaran gangguan berat dalam kemampuan menilai realitas
(RTA). Daya nilai adalah kemampuan untuk menilai situasi secara benar dan
bertindak yang sesuai dengan situasi tersebut.

7
1) Daya Nilai Sosial: kemampuan seseorang untuk menilai situasi secara benar
(situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari) dan bertindak yang sesuai dalam
situasi tersebut dengan memperhatikan kaidah sosial yang berlaku di dalam
kehidupan sosial budayanya. Pada gangguan jiwa berat atau kepribadian
antisosial maka daya nilai sosialnya sering terganggu.
2) Uji Daya Nilai: kemampuan untuk menilai situasi secara benar dan bertindak
yang sesuai dalam situasi imajiner yang diberikan (Kaplan dan Shadock,
2011)

Kemampuan menilai realita berkaitan dengan kemampuan untuk


menerima realitas, banyak sekali masalah-masalah kehidupan yang muncul.
Perbedaan (discrepancy) antara impuls-impuls, harapan-harapan dan ambisi
seseorang bias dilihat di pihak lain, kesempatan dan kemampuan yang bersifat
aktual di pihak lainnya. Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa pada
dasarnya kita dapat menghadapi dua pihak yang bertentangan antara
keinginan dan kenyataan (Wiramihardja, 2014)

Pada orang-orang yang tidak normal, keinginan dan harapan seringkali


terlalu jauh dibandingkan dengan kenyataan. Hal ini disebabkan oleh
orientaasi orang tersebut terlalu bersifat subyektif atau terhadap dirinya
sendiri saja. Orang orang dewasa atau normal dalam membuat suatu
keputusan bahkan merumuskan keinginan senantiasa memperhatikan
mengenai kemungkinan suatu keinginan tercapai. Artinya,
mempertimbangkan realitas, orientasi bukan hanya pada diri sendiri, tetapi
juga pada pihak-pihak lain yang tersangkut. Sebaliknya, pada mereka yang
kurang sehat mental, antara keinginan dan kenyataan tidak banyak berbeda,
sehingga tidak memperlihatkan adanya motivasi dan usaha (Wiramihardja,
2014).

8
Pada mereka yang dinilai tidak mampu mengenali realitas, sering
melakukan apa yang disebut oleh Freud sebagai defends mechanism. Defends
mechanism ini bersifat alamiah dan timbul karena individu berkeinginan
untuk mempertahankan diri dari ancaman-ancaman yang timbul dari realitas
yang tidak mampu ia tanggulangi. Bentuk-bentuk defends mechanism
semakin hari semakin banyak, karena pada dasarny manusia ingin bertahan
dari jenis-jenis ancaman tersebut. Jenis-jenis ancaman ini akan bertambah
banyak pada kehidupan yang lebih kompleks atau modern, diantaranya:

1) Denial, yaitu menolak, dalam bentuk melupakan atau melakukan


tindakantindakan lain yang bertentangan dengan suatu realitas yang tidak
menyenangkannya.
2) Fantasi, yaitu realitas-realitas yang tidak menyenangkan ia persepsikan justru
sebagai hal yang menyenangkan.
3) Projection, yaitu menumpahkan pengalaman dan penghayatan atau ingatan
yang tidak menyenangkan di dalam dirinya pada hal lain atau pihak lain.
4) Kompensasi, yaitu melakukan tindakan untuk “mengurangi atau
menyembunyikan “kekurangan yang dirasakannya. Kompensasi berlebih atau
“over compensation” merupakan istilah yang lebih penting dalam wacana
gangguan kejiwaan, yang berarti tindakan berlebihan (Wiramihardja, 2014)

Menurut Keliat, gangguan orientasi realita adalah ketidakmampuan klien


menilai dan berespon pada realitas. Klien tidak dapat membedakan lamunan
dan kenyataan. Klien tidak mampu memberikan respon secara akurat,
sehingga tampak perilaku yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan.
Hal ini disebabkan karena terganggunya fungsi kognitif dan proses pikir,
fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik dan fungsi sosial. Gangguan
pada fungsi kognitif dan persepsi mengakibatkan kemampuan menilai dan
menilik terganggu. Gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial
mengakibatkan kemampuan berespon terganggu yang tampak dari perilaku

9
non verbal (ekspresi muka, gerakan tangan) dan perilaku verbal (penampilan
hubungan sosial).

6. Strategi Pertemuan Pada Pasien Waham


1) Defenisi
Strategi pertemuan adalah pelaksanaan standar asuhan keperawatan
terjadwal yang diterapkan pada klien dan keluarga pasien yang bertujuan
untuk mengurangi masalah keperawatan jiwa yang ditangani, dalam
asuhan keperawatan jiwa pada pasien waham.

2) Tujuan
1. Pasien dapat berorientasi pada realitas secara bertahap
2. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar
3. Pasien mampu berinteraksi denan orang lain dan lingkungannya
4. Pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

3) Tindakan
1. Membina Hubungan saling percaya
Sebelum memulai mengkaji pasien waham, perawat harus membina
hubungan saling percaya terlebih dahulu agar pasien merasa aman dan
nyaman saat berinteraksi dengan perawat, tindakan yang harus perawat
lakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya, yaitu
a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Berjabat tangan
c. Menjelaskan tujuan interaksi
d. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu
pasien.

10
2. Membantu orientasi realitas
a. Tidak mendukung atau membantah waham
b. Meyakinkan pasien berada dalam keadaan aman
c. Mengobservasi pengaruh waham pada aktifitas sehari-hari
d. Jika pasien terus-menerus membicarakan wahamnya, dengarkan
tanpa memberikan dukungan atau menyangkal sampai pasien
berhenti membicarakannya.
e. Memberikan pujian jika penampilan dan orientasi pasien sesuai
dengan realitas.

3. Mendiskusikan kebutuhan psikologis/emosional yang tidak terpenuhi


sehingga menimblkan kecemasan, rasa takut da marah.
4. Meningkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan
emosional pasien
5. Mendikusikan tentang kemampuan positif yang dimiliki
6. Membantu melakukan kemampuan yang dimiliki
7. Mendiskusikan tentang obat yang diminum
8. Melatih minum obat yang benar (Keliat & Akemat, 2009).

4) Pembagian Strategi Pertemuan (SP) Pasien Waham

SP 1 pasien: Membina hubungan saling percaya; mengidetifikasi


kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan;
mempraktikan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi.

SP 2 pasien: Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu


mempraktikannya.

SP 3 pasien: Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar.

11
Strategi Pertemuan Pada Pasien Waham

No. Kemampuan/Kompetensi
A Kemampuan Merawat Pasien
1. 1. Membantu orientasi realita
(SP 1) 2. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
3. Membantu pasien memenuhi kebutuhannya
4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
2. 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
(SP 2) 2. Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki
3. Melatih kemampuan yang dimiliki
3. 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
(SP 3) 2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat
secara
teratur
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

5) Evaluasi
Proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada pasien atau kemampuan, hasil yang diharapkan dari
pasien yang mengalami waham setelah diberikan tindakan keperawatan.
Pasien mampu:

a. Mengungkapkan keyakinannya sesuai dengan kenyataan

b. Berkomunikasi sesuai dengan kenyataan

c. Menggunakan obat dengan benar dan patuh (Purba, 2008).

12
Daftar Pustaka

Yudi Hartono Dkk;2012;Buku ajar keperawatan jiwa;Jakarta;salemba medika

Iskandar Dkk;2012;Asuhan Keperawatan Jiwa;Bandung;Refika aditama

Budi ana dkk;2011;Keperawatan kesehatan jiwa;jakarta;EGC

13

Anda mungkin juga menyukai