Anda di halaman 1dari 24

A.

PENGERTIAN DAN JENIS


1. Definisi
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas
yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan
latar belakang budaya klien (Aziz R, dkk, 2003). Waham adalah kesalahan
dalam menilai diri sendiri, atau keyakinan dengan isi pikirannya padahal
tidak sesuai dengan kenyataan. Atau kepercayaan yang telah
terpaku/terpancang kuat dan tidak dapat dibenarkan berdasarkan fakta dan
kenyataan tetapi tetap dipertahankan. Jika disuruh membuktikan berdasar
akal sehatnya, tidak bias. Atau disebut juga kepercayaan yang palsu dan
sudah tidak dapat dikoreksi (Baihaqi, 2007). Waham adalah suatu
keyakinan kokoh yang salah dantidak sesuai dengan fakta dan keyakinan
tersebut mungkin “aneh” (misalnya”saya adalah nabi yang menciptakan
biji mata manusia”) atau bias pula “tidak aneh” (hanya sangat tidak
mungkin, contoh masyarakat di surge selalu menyertai saya kemanapun
saya pergi”) dan tetap dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-
bukti yang jelas untuk mengoreksinya (Purba dkk, 2008).
2. Jenis Waham
a. Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran
atau kekuasaan khusus dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Misalnya, “saya ini pejabat departemen kesehatan lho!”
atau, “saya punya tambang emas”.
b. Waham curiga: Individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang
berusaha merugikan/menceerai dirinya dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai kenyataan. Contoh, “saya tahu seluruh saudara saya ingin menghancurka
hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya”.
c. Waham agama: Individu memiliki keyakinan terhadap suatu agama
secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan. Contoh, “kalau saya mau masuk surga, saya harus
menggunakan pakaian putih setip hari”.
d. Waham somatic: Individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh, “saya sakit kanker”.
(Kenyataannya pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-
tanda kanker, tetapi pasien terus mengataka bahwa ia sakit kanker.)
e. Waham nihilistic: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada
didunia/meniggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
dengan kadaan nyata. Misalnya, “Ini kana lam kubur ya, semua yang
ada disini adalah roh-roh.”
f. Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang
disisipkan ke dalam pikirannya.
g. Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa
yang dia pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya
kepada orang tersebut
h. Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol
oleh kekuatan di luar dirinya.
3. Tingkatan
a. Fase Lack of Human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhn-kebutuhan klien baik
secara fisik maupun psikis. Secar fisik klien dengan waham dapat
terjadi pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat
terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan
kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi
terpenuhi tetapi kesenjangan antara Reality dengan selft ideal sangat
tinggi. Misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang
sebagai seorang dianggap sangat cerdas, sangat berpengalaman dn
diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham terjadi karena sangat
pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi
juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang ( life span
history ).
b. Fase lack of self esteem
Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan
antara self ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta
dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar
lingkungan sudah melampaui kemampuannya. Misalnya, saat
lingkungan sudah banyak yang kaya, menggunakan teknologi
komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi serta memiliki
kekuasaan yang luas, seseorang tetap memasang self ideal  yang
melebihi lingkungan tersebut. Padahal self reality-nya sangat jauh.
Dari aspek pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh, support
system semuanya sangat rendah.
c. Fase control internal external
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa
yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak
sesuai dengan kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien
adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui,
kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi
prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi
sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba
memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak
benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya
toleransi dan keinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi
pendengar pasif tetapi  tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan
alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.
d. Fase environment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien
menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran
karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya
kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma ( Super Ego )
yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
e. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering
menyendiri dan menghindar interaksi sosial ( Isolasi sosial ).
f. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap
waktu keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham
yang muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau
kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi ( rantai yang hilang ).
Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat
menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk
mengguncang keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta
memperkaya keyakinan relegiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan
menimbulkan dosa besar serta ada konsekuensi sosial.
B. PENYEBAB/ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya waham yang dijelaskan
oleh Towsend (2011) adalah :
a. Teori Biologis
Teori biologi terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
waham:
1) Faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam
perkembangan suatu kelainan ini adalah mereka yang memiliki
anggota keluarga dengan kelainan yang sama (orang tua, saudara
kandung, sanak saudara lain).
2) Secara relatif ada penelitian baru yang menyatakan bahwa kelainan
skizofrenia mungkin pada kenyataannya merupakan suatu kecacatan
sejak lahir terjadi pada bagian hipokampus otak. Pengamatan
memperlihatkan suatu kekacauan dari sel-sel pramidal di dalam otak
dari orang-orang yang menderita skizofrenia.
3) Teori biokimia menyatakan adanya peningkatan dari dopamin
neurotransmiter yang dipertukarkan menghasilkan gejala-gejala
peningkatan aktivitas yang berlebihan dari pemecahan asosiasi-
asosiasi yang umumnya diobservasi pada psikosis.
b. Teori Psikososial
1) Teori sistem keluarga Bawen dalam Towsend (2011) menggambarkan
perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi
keluarga. Konflik diantara suami istri mempengaruhi anak. Penanaman
hal ini dalam anak akan menghasilkan keluarga yang selalu berfokus
pada ansielas dan suatu kondsi yang lebih stabil mengakibatkan
timbulnya suatu hubungan yang saling mempengaruhi yang
berkembang antara orang tua dan anak-anak. Anak harus meninggalkan
ketergantungan diri kepada orang tua dan anak dan masuk ke dalam
masa dewasa, dan dimana dimasa ini anak tidak akan mamapu
memenuhi tugas perkembangan dewasanya.
2) Teori interpersonal menyatakan bahwa orang yang mengalami psikosis
akan menghasilkan hubungan orang tua anak yang penuh akan
kecemasan. Anak menerima pesan-pesan yang membingungkan dan
penuh konflik dari orang tua dan tidak mampu membentuk rasa percaya
terhadap orang lain.
3) Teori psikodinamik menegaskan bahwa psikosis adalah hasil dari suatu
ego yang lemah. Perkembangan yang dihambat dan suatu hubungan
saling mempengaruhi antara orang tua, anak. Karena ego menjadi lebih
lemah penggunaan mekanisme pertahanan ego pada waktu kecemasan
yang ekstrim menjadi suatu yang maladaptif dan perilakunya sering kali
merupakan penampilan dan segmen id dalam kepribadian.
2. Faktor Presipitasi
a. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan neurobiologis yang
maladaptif termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang
mengatur perubahan isi informasi dan abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
secara selektif menanggapi rangsangan.
b. Stres Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stres yang
berinterasksi dengan sterssor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan prilaku.
c. Pemicu Gejala
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis yang
maladaptif berhubungan dengan kesehatan lingkungan, sikap dan
prilaku individu, seperti : gizi buruk, kurang tidur, infeksi, keletihan,
rasa bermusuhan atau lingkungan yang penuh kritik, masalah
perumahan, kelainan terhadap penampilan, stres gangguan dalam
berhubungan interpersonal, kesepain, tekanan, pekerjaan, kemiskinan,
keputusasaan dan sebagainya.
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Kognitif
a. Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata
b. Individu sangat percaya pada keyakinannya
c. Sulit berfikir realita
d. Tidak mampu mengambil keputusan
2. Afektif
a. Situasi tidak sesuai dengan kenyataan
b. Afek tumpul
3. Prilaku dan Hubungan Sosial
a. Hipersensitif
b. Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal
c. Depresi
d. Ragu-ragu
e. Mengancam secara verbal
f. Aktifitas tidak tepat
g. Streotif
h. Impulsive
i. Curiga
2. Fisik
a. Higiene kurang
b. Muka pucat
c. Sering menguap
d. BB menurun

D. PSIKOPATOLOGI/POHON MASALAH

Resiko tinggi mencederai


Kerusakan komunikasi diri, orang lain dan
verbal lingkungan

Perubahan isi pikir :


waham

Gangguan konsep diri :


harga diri rendah
E. PENATALAKSANAAN
Menurut Harnawati (2008) penanganan pasien dengan gangguan jiwa waham
antara lain :
1. Psikofarmalogi
a. Litium Karbonat
1) Farmakologi
Litium Karbonat adalah jenis litium yang paling sering digunakan
untuk mengatasi gangguan bipolar, menyusul kemudian litium
sitial. Sejak disahkan oleh “Food and Drug Administration”
(FDA). Pada 1970 untuk mengatasi mania akut litium masih
efektif dalam menstabilkan mood pasien dengan gangguan
bipolar. Meski demikian, efek samping yang dilaporkan pada
gangguan litium cukup serius. Efek yang ditimbulkan hampir
serupa dengan efek mengkonsumsi banyak garam, yakni tekanan
darah tinggi, retensi air, dan konstipasi. Oleh karena itu, selama
penggunaan obat ini harus dilakukan tes darah secara teratur untuk
menentukan kadar litium.
2) Indikasi
Mengatasi episode waham dari gangguan bipolar. Gejala hilang
dalam jangka waktu 1-3 minggu setelah minum obat litium juga
digunakan untuk mencegah atau mengurangi intensitas serangan
ulang pasien bipolar dengan riwayat mania.
3) Dosis
Untuk tablet atau kapsul immendiate rease biasanya diberikan 3
dan 4 kali sehari, sedangkan tablet controlled release diberikan 2
kali sehari interval 12 jam. Pemberian dosis litium harus dilakukan
hati-hati dan individual, yakni berdasarkan kadar dalam serum dan
respon klinis. Untuk menukar bentuk tablet dari immediate release
maka diusahakan agar dosis total harian keduanya tetap sama.
Control jangka panjang : kadar serum litium yang diinginkan
adalah 0,6-1,2 mEq/L. dosis bervariasi per individu,tapi biasanya
berkisar 900mg-1200mg per hari dalam dosis berbagi. Monitor
dilakukan setiap bulan, pasien yang supersensitive biasanya
memperlihatkan tanda toksik pada kadar serum dibawah
10mEq/L.
4) Efek Samping
Insiden dan keparahan efek samping tergantung pada kadar litium
dalam serum. Adapun efek yang mungkin dijumpai pada awal
terapi. Misalnya tremor ringan pada tangan, poliuria nausea, dan
rasa haus. Efek ini mungkin saja menetap selama pengobatan.
5) Contoh obat
Berbentuk tablet ataupun kapsul immediate release dan tablet
controlled release.
6) Mekanisme kerja
Menghambat pelepasan serotonin dan mengurangi sensitivitas dari
reseptor dopamine.
b. Haloperidol
1) Farmakologi : Haloperidol merupakan obat antipsikotik (mayor
tranquiliner) pertama dari turunan butirofenon. Mekanisme
kerjanya yang pasti tidak diketahui.
2) Indikasi : Haloperidol efektif untuk pengobatan kelainan tingkah
laku berat pada anak-anak yang sering membangkang an eksplosif.
Haloperidol juga efektif untuk pengobatan jangka pendek, pada
anak yang hiperaktif juga melibatkan aktivitas motorik berlebih
disertai kelainan tingkah laku seperti : impulsive, sulit
memusatkan perhatian, agresif, suasana hati yang labil dan tidak
tahan frustasi.
3) Dosis
a) Dewasa
Gejala sedang : 0,5-2mg, 2 atau 3 kali sehari
Gejala berat : 3-5mg, 2 atau 3 kali sehari
Untuk mencapai diperlukan dosis control yang cepat, kadang-
kadang diperlukan dosis yang lebih tinggi. Pasien usia lanjut
atau labil :1/2-2 mg, 2 atau 3 kali sehari. Pasien yang tetap
menunjukkan gejala yang berat atau adekuat perlu disesuaikan
dosisnya. Dosis harian sampai 100mg mungkin diperlukan
pada kasus-kasus tertentu untuk mencapai respon optimal.
Jarang sekali haloperidol diberikan dengan dosis diatas 100mg
untuk pasien berat yang resisten.
b) Anak-anak
Haloperidol tidak boleh diberikan pada anak-anak usia kurang
dari 3tahun. Pada anak-anak dengan usia 3-12 tahun (berat
badan 15-40kg). obat mulai diberikan dengan dosis terkecil
(0,5mg sehari). Jika perlu dosis dapat ditingkatkan sebesar 5-7
hari sampai tercapai efek terapi yang diinginkan. Dosis total
dapat dibagi yaitu 2 atau 3 kali sehari.
Kelainan psikotik : 0,05-0,15mg/kg/hari.
4) Efek samping
a) Susunan saraf pusat
Gejala ekstrapiramidal, diskinesia Tardif, distonia tardif,
gelisah, cemas, perubahan pengaturan temperature tubuh,
agitasi, pusing. Depresi, lelah, sakit kepala, mengantuk,
bingung, vertigo, kejang.
b) Kardivaskuler
Takikardi, hipertensi/hipotensi, kelainan EKG (gelombang T
abnormal dengan perpanjangan repolarisasi ventrikel), aritmia.
c) Hematologik : Timbul leucopenia dan leukositosis ringan.
d) Hati : Gangguan fungsi hati
e) Kulit
Makulopapular dan akneiform, dermatitis kontak,
hiperpigmentasi alopesia.
f) Endokrin dan metabolic
Laktasi, pembesaran payudara, martalgia, gangguan haid,
amenore, gangguan seksual, nyeri payudara, hiponatremia.
g) Saluran cerna : Anoreksia, konstipasi, diare dan mual muntah.
h) Mata : Penglihatan kabur
i) Pernapasan : Spasme laring dan bronkus.
j) Saluran genitourinaria : Retensi urin.
5) Kontraindikasi
Hipersensitifitas terhadap haloperidol atau komponen lain
formulasi, penyakit Parkinson, depresi berat SSP, supresi sumsum
tulang, penyakit jantung atau penyakit hati berat, koma.
6) Mekanisme kerja
Memblok reseptor dopaminergik D1 dan D2 di postsinaptik
mesolimbik otak. Menekan pelepasan hormon hipotalamus dan
hipofisa, menekan Reticular Activating System (RAS) sehingga
mempengaruhi metabolism basal. Temperature tubuh, tonus
vasomotor dan emesis.
c. Karbamazepin
1) Farmakologi
Karbamazepin terbukti efektif, dalam pengobatan kejang
psikomotor, serta neuralgia trigeminal. Karbamazepin secara
kimiawi tidak berhubungan dengan obat antikonvulsan lain
maupun obat-obat lain yang digunakan untuk mengobati nyeri
pada neuralgia trigeminal.
2) Indikasi
Karbamazepin diindikasikan sebagai obat antikonvulsan yaitu
jenis :
a) Kejang parsial dengan symptom atologi komplek (psikomotor,
lobus temporalis) pasien dengan jenis kejang ini menunjukkan
perbaikan yang lebih besar dibandingkan jenis yang lain.
b) Pola kejang campuran termasuk jenis diatas dan kejang parsial
maupun kejang umum yang lain. Kejang jenis petitmal
tampaknya tidak efektif diobati dengan karbamazepin.
c) Neuralgia trigeminal
Karbamazepin diindikasikan untuk pengobatan nyeri akibat
neuralgia trigeminal murni. Obat ini bukan merupakan
analgesic dan tidak boleh diberikan untuk mengobati
sakit/nyeri.
3) Dosis
a) Dewasa dan anak-anak : diatas 12tahun
Dosis awal : 200mg 2x sehari untuk tablet/ 1 sendok teh 4x1
hari suspense (400mg sehari). Umumnya dosisnya tidak
melebihi 1000mg sehari pada anak usia 12-15 tahun dan
1200mg sehari pada diatas 15tahun.
b) Anak usia 6-12tahun
Dosis awal : 100mg 2 kali sehari, untuk tablet atau ½ sendok
teh 4x1 hari. Untuk suspense (200mg sehari), umumnya dosis
tidak melebihi 1000mg sehari.
c) Neuorologi trigeminal
Dosis awal pada hari pertama diberikan 100mg 2x1 hari
untuk tablet atau ½ sendok teh 4x1 hari untuk suspense
dengan dosis total 200mg x 1 hari. Dosis ini dapat
ditingkatkan sampai 200mg sehari dengan peningkatan
sebesar 100mg tiap 12jam untuk tablet /50mg (setengah
sendok teh) 4x 1 hari untuk suspense, hanya jika diperlukan
untuk obat nyeri. Jangan melebihi dosis 1200mgx 1 hari.
4) Efek samping
Efek samping paling berat terjadi pada system liemopoetik, kulit
dan kardivaskular. Efek samping yang paling sering timbul yang
terutama terjadi pada awal terapi adalah pusing, ngantuk, mual,
dan muntah.
Contoh obat:
a) Tegritol (ciba)
b) Temporal (orion)
c) Karbamazepin (generic)
5) Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap karbamazepin, antidepresan trisiklik, atau
komponen sediaan, depresi sumsum tulang belakang.
6) Mekanisme kerja
Selain sebagai antikonvulsan, karbamazepin mempunyai efek
sebagai antikolinergik, antineuralgik, antideuritik, pelemas otot,
antimanik, antidepresif dan antiariunia. Menekan aktifitas senralis
nucleus pada thalamus/menurunkan jumlah stimulasi temporal
yang menyebabkan neural discharge dengan cara membatasi
influks ion natrium yang menembus membran sel atau mekanisme
lain yang belum diketahui, menstimulasi pelepasan ADH untuk
mereabsorbsi air, secara kimiawi terkait dengan antidepresan
trisiklik.
2. Pasien hiperaktif atau agitasi anti psikotik low potensial
Penatalaksanaan ini berarti mengurangi dan menghentikan agitasi untuk
pengamanan pasien. Hal ini berkaitan dengan penggunaan obat anti
psikotik untuk pasien waham. Dimana pedoman penggunaan antipsikotik
adalah:
a. Tentukan target symptom
b. Antipsikosis yang telah berhasil masa lalu sebaiknya tetap digunakan
c. Penggantian antipsikosis baru dilakukan setelah penggunaan
antipsikosis yang lama 4-6 minggu
d. Hindari polifarmasi
e. Dosis maintenans adalah dosis efektif terendah.
Contoh obat antipsikotik adalah:
3.Antipsikosis atipikal (olanzapin, risperidone).
1) Pilihan awal Risperidone tablet 1mg, 2mg, 3mg atau
Clozapine tablet 25mg, 100mg.
2) Keuntungan : angka keberhasilan tinggi, ekstra pyramidal
symptom minimal.
3) Kerugian : harganya mahal
4. Tipikal (chlorpromazine, haloperidol), chlorpromazine 25-100mg
1) Keuntungan : harganya relatif lebih murah, efektif untuk
mmenghilangkan gejala positif.
2) Kerugian : angka keberhasilan rendah, efek samping pyramidal
(gejala mirip Parkinson, distonia akut, akathisia, tardive
dyskinesia, (pada 24% pasien), neuroleptic malignant
syndrome, dan hyperprolactinaemia) kurang efektif untuk
menghilangkan gejala negative.
5. Penarikan diri high potensial
Selama seseorang mengalami waham. Dia cenderung menarik diri dari
pergaulan dengan orang lain dan cenderung asyik dengan dunianya
sendiri (khayalan dan pikirannya sendiri). Oleh karena itu, salah satu
penatalaksanaan pasien waham adalah penarikan diri high potensial. Hal
ini berarti penatalaksanaannya ditekankan pada gejala dari waham itu
sendiri, yaitu gejala penarikan diri yang berkaitan dengan kecanduan
morfin biasanya dialami sesaat sebelum waktu yang dijadwalkan
berikutnya, penarikan diri dari lingkungan sosial.
6. ECT tipe katatonik
Electro Convulsive Terapi (ECT) adalah sebuah prosedur dimana arus
listrik melewati otak untuk memicu kejang singkat. Hal ini tampaknya
menyebabkan perubahan dalam kimiawi otak yang dapat mengurangi
gejala penyakit mental tertentu, seperti skizofrenia katatonik. ECT bisa
menjadi pilihan jika gejala yang parah atau jika obat-obatan tidak
membantu meredakan katatonik episode.
7. Psikoterapi
Walaupun obat-obatan penting untuk mengatasi pasien waham, namun
psikoterapi juga penting. Psikoterapi mungkin tidak sesuai untuk semua
orang, terutama jika gejala terlalu berat untuk terlibat dalam proses terapi
yang memerlukan komunikasi dua arah. Yang termasuk dalam
psikoterapi adalah terapi perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga,
terapi supportif.

F. PENGKAJIAN FOKUS
1. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
a. Data subjektif
Klien memberi kata-kata ancaman, mengatakan benci dan kesal pada
seseorang, klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal, atau marah, melukai / merusak
barang-barang dan tidak mampu mengendalikan diri
b. Data objektif
Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dank eras, bicara
menguasai, ekspresi marah, pandangan tajam, merusak dan melempar
barang-barang.
2. Kerusakan komunikasi : verbal
a. Data subjektif : klien mengungkapkan sesuatu yang tidak realistik
b. Data objektif : Flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-
kata yang didengar dan kontak mata kurang
3. Perubahan isi pikir : waham ( ………….)
a. Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara
berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
b. Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan,
merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat
waspada, tidak tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah
klien tegang, mudah tersinggung
4. Gangguan harga diri rendah
a. Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri
b. Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternative tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidup

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Kerusakan komunikasi verbal
c. Perubahan isi pikir : waham(……………..)

H. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan waham
a. Tujuan umum : Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
b. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Rasional : hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran
hubungan interaksinya
Tindakan :
1) Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas topik, waktu, tempat).
2) Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat
menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda"
disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung
disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham
klien.
3) Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi:
katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat
yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan
klien sendirian.
4) Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan
perawatan diri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Rasional : dengan mengetahui kemampuan yang dimiliki klien, maka
akan memudahkan perawat untuk mengarahkan kegiatan
yang bermanfaat bagi klien dari pada hanya
memikirkannya
Tindakan :
1) Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
2) Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu
lalu dan saat ini yang realistis.
3) Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari - hari dan
perawatan diri).
4) Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa
klien sangat penting.
3. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Rasional : dengan mengetahui kebutuhan klien yang belum terpenuhi
perawat dapat merencanakan untuk memenuhinya dan lebih
memperhatikan kebutuhan kien tersebut sehungga klien
merasa nyaman dan aman
Tindakan :
1) Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
2) Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di
rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
3) Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya
waham.
4) Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
5) Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk
menggunakan wahamnya.
4. Klien dapat berhubungan dengan realitas
Rasional : menghadirkan realitas dapat membuka pikiran bahwa realita
itu lebih benar dari pada apa yang dipikirkan klien sehingga
klien dapat menghilangkan waham yang ada
Tindakan :
1) Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain,
tempat dan waktu).
2) Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi
realitas.
3) Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien
5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Rasional : Penggunaan obat yang secara teratur dan benar akan
mempengaruhi proses penyembuhan dan memberikan
efek dan efek samping obat
Tindakan :
1) Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping minum obat.
2) Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama
pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
3) Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
4) Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
6. Klien dapat dukungan dari keluarga
Rasional : dukungan dan perhatian keluarga dalam merawat klien akan
mambentu proses penyembuhan klien
Tindakan :
1) Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang:
gejala waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan
follow up obat.
2) Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga
Diagnosa Keperawatan 2: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Tujuan Umum: Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.
Tujuan Khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
2) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
4) Beri perhatian dan penghargaan : teman klien walau tidak menjawab.
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
1) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2) Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
3) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
1) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
2) Observasi tanda perilaku kekerasan.
3) Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang dialami
klien.
d. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
1) Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
2) Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
3) Tanyakan “apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?”
e. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
1) Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
2) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
3) Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
f. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Tindakan :
1) Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
2) Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika
sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
3) Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /
tersinggung
4) Secara spiritual : berdo’a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk
diberi kesabaran.
g. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
1) Bantu memilih cara yang paling tepat.
2) Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
3) Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
4) Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
5) Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
h. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
1) Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga.
2) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
i. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
1) Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan
efek samping)
2) Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien,
obat, dosis, cara dan waktu).
3) Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.

Diagnosa Keperawatan 3: Perubahan isi pikir : waham ( …….. )


Tujuan umum : Klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri
rendah/klien akan meningkat harga dirinya.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
2) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
3) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
4) Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya
sendiri
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
Tindakan :
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
utamakan memberi pujian yang realistis
3) Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
c. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah
d. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan
2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan


Tindakan :
1) Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
2) Beri pujian atas keberhasilan klien
3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang adA
Tindakan :
1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien
2) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
4) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Aziz R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr.
Amino Gondoutomo. 2003
Baihaqi, M. (2007). Psikiatri Konsep Dasar Dan Gangguan - Gangguan.
Bandung: Refika Aditama.
Keliat, B. A. (2009). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Townsend M.C. (2011). Diagnosa keperawatan pada keperawatan
psikiatri; pedoman untuk pembuatan rencana keperawatan. Edisi
V.Jakarta: EGC
Setiono, Wiwing. 2013. Laporan Pendahuluan Waham . Diunduh dari
http://lpkeperawatan.blogspot.com/2013/12/laporan-pendahuluan-
waham.html pada hari sabtu, 27 September 2014

Anda mungkin juga menyukai