DISUSUN OLEH:
NIKITA NUR BAITILAH (2208009)
B. Rentang Respon
Fase Waham
Menurut Eriawan (2019) Proses terjadinya waham dibagi menjadi
enam yaitu :
1. Fase Lack of Human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien
baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham
dapat terjadi pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi
sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan menderita.
Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya
untuk melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang
secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara
Reality dengan selfideal sangat tinggi. Misalnya ia seorang sarjana
tetapi menginginkan dipandang sebagai seorang dianggap sangat
cerdas, sangat berpengalaman dan diperhitungkan dalam
kelompoknya. Waham terjadi karena sangat pentingnya pengakuan
bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi juga oleh rendahnya
penghargaan saat tumbuh kembang (life span history).
2. Fase lack of self esteem
Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya
kesenjangan antara self ideal dengan self reality (kenyataan dengan
harapan) serta dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi
sedangkan standar lingkungan sudah melampaui kemampuannya.
Misalnya, saat lingkungan sudah banyak yang kaya, menggunakan
teknologi komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi serta
memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap memasang self
ideal yang melebihi lingkungan tersebut. Padahal self reality-nya
sangat jauh. Dari aspek pendidikan klien, materi, pengalaman,
pengaruh, support system semuanya sangat rendah.
3. Fase control internal external
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau
apa-apa yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan
dan tidak sesuai dengan kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan
bagi klien adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya
untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima
lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan
tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan
sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang
dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara
adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga
perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak
mau konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien
tidak merugikan orang lain
4. Fase environment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam
lingkungannya menyebabkan klien merasa didukung, lama
kelamaan klien menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut
sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari
sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak
berfungsinya norma ( Super Ego ) yang ditandai dengan tidak ada
lagi perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai
dan mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat
klien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih
sering menyendiri dan menghindar interaksi sosial (Isolasi sosial).
6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap
waktu keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema
waham yang muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu
atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang
hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi
waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting
sekali untuk mengguncang keyakinan klien dengan cara
konfrontatif serta memperkaya keyakinan relegiusnya bahwa
apaapa yang dilakukan menimbulkan dosa besar serta ada
konsekuensi sosial.
Jenis Waham
Menurut ( Prakasa, 2020) jenis waham yaitu :
a) Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki
kebesaran atau kekuasaan khusus yang diucapkan berulang kali,
tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya ini pejabat di
separtemen kesehatan lho!” atau, “Saya punya tambang emas.”
b) Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau
kelompok yang berusaha merugikan/mencederai dirinya dan
diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh,
“Saya tidak tahu seluruh saudara saya ingin menghancurkan hidup
saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya.”
c) Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap
suatu agama secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi
tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Kalau saya mau masuk surga,
saya harus menggunakan pakaian putih setiap hari.”
d) Waham somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian
tubuhnya terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan
berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya,
“Saya sakit kanker.” (Kenyataannya pada pemeriksaan
laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien
terus mengatakan bahwa ia sakit kanker).
e) Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak
ada di dunia/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai kenyataan. Misalnya, ”Ini kan alam kubur ya, semua yang
ada disini adalah roh-roh”.
f) Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain
yang disisipkan ke dalam pikirannya.
g) Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui
apa yang dia pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan
pikirannya kepada orang tersebut
h) Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol
oleh kekuatan di luar dirinya.
C. TANDA DAN GEJALA
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia ( SDKI 2016 ) :
Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
1. Mengungkapkan isi waham
Objektif :
1. Menunjukan perilaku sesuai isi waham
2. Isi pikir tidak sesuai realitas
3. Isi pembicaraan sulit dimengerti
Gejala dan tanda minor
Subjektif :
1. Merasa sulit berkonsentrasi
2. Merasa khawatir
Objektif :
1. Curiga berlebihan
2. Waspada berlebihan
3. Berbicara berlebihan
4. Sikap menentang atau permusuhan
5. Wajah tegang
6. Pola tidur berubah
7. Tidak mampu mengambil keputusan
8. Flight of idea
9. Produktifitas kerja menurun
10. Tidak mampu merawat diri
11. Menarik diri
D. Penyebab
Menurut (Pakpahan, 2016), beberapa faktor yang menjadi penyebab dan
pemicu terjadinya waham, yakni :
a. Faktor Predisposisi
Menurut (Pakpahan, 2016), faktor predisposisi atau faktor yang
melatarbelakangi klien yang mengalami waham, yakni :
1. Faktor Biologis
Pola keterlibatan keluarga relatif kuat yang dikaitkan dengan delusi atau
waham. Dimana individu dari anggota keluarga yang di manifestasikan
dengan gangguan ini berada pada resiko lebih tinggi untuk mengalaminya
dibandingkan dengan populasi umum. Pada faktor biologi biasanya dikaitkan
dengan gangguan perkembangan dan fungsi otak atau susunan saraf pusat
serta genetika yang berkaitan dengan riwayat keturunan (Pakpahan, 2016).
2. Faktor Psikologis
Pada faktor psikologis berkaitan dengan sikap dan keadaan keluarga serta
lingkungan dan pola asuh yang salah pada masa kanak-kanak yang
mempengaruhi terjadinya waham. Keadaan tersebut mempengaruhi anak yang
tidak mampu memenuhi tugas perkembangan pada masa dewasa. Terkadang
anak menerima pesan yang membingungkan dan penuh konflik sehingga tidak
mampu membentuk rasa percaya terhadap orang lain yang dapat menghambat
pertahanan egonya (Pakpahan, 2016).
b. Faktor Presipitasi
Menurut (Pakpahan, 2016), faktor presipitasi atau faktor yang pencetus
klien yang mengalami waham, yakni :
E. Faktor Biologis
Stresor biologis berhubungan dengan neurobiologis maladaptif termasuk
gangguan umpan balik otak yang mengatur perubahan informasi dan
abnormali pada mekanisme otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
menanggapi rangsangan. Faktor biologis dipengaruhi kurangnya nutrisi,
gangguan kesehatan, sensitivitas biologi, dan gejala putus obat atau alkohol
(Pakpahan, 2016).
F. Faktor Psikologis
Pada faktor psikologis berkaitan dengan hambatan atau gangguan
keterampilan komunikasi verbal, kepribadian menutup diri, ketidakmampuan
mempercayai orang lain, mudah cemas atau panik, dan pengalaman masa lalu
yang tidak menyenangkan yang menjadi pemicu gangguan perilaku dan pola
isi pikir : waham (Pakpahan, 2016).
SUMBER KOPING
Ada beberapa sumber koping individu yang harus dikaji yang dapat
berpengaruh terhadap gangguan otak dan prilaku kekuatan dalam sumber koping
dapat meliputi seperti :
1. keyakinan spiritual
Secara umum agama atau keyakinan spiritual merupakan upaya seseorang
untuk memahami tempat seseorang di dalam kehidupan, yaitu bagaimana
seseorang melihat dirinya dalam hubungannya dengan lingkungan secara
menyeluruh.
2. keterampilan menyelesaikan masalah
Keterampilan pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar seseorang
dalam menyelesaikan suatu masalah yang melibatkan pemikiran kritis, logis,
dan sistematis.
3. keterampilan sosial
keterampilan sosial adalah kemampuan untuk melakukan interaksi sosial baik
secara verbal maupun non verbal, dan pola pikir yang positif (Michelson,
Sugai, Wood, & Kazdin, dalam Nugraini & Ramdhani, 2016).
4. Modal material
Merujuk pada uang dan barang serta layanan yang dapat dibeli
dengan uang. Lazimnya sumber dana sangat meningkatkan
kemampuan seseorang untuk memilih koping pada hampir semua
situasi.
5. Pengetahuan dan inteligensi
Merupakan sumber koping yang memungkinkan seseorang
mengidentifikasi berbagai cara yang berbeda dalam mengatasi
masalah.
6. Identitas ego yang kuat, komitmen pada jaringan social, stabilitas budaya,
sistem nilai dan keyakinan yang stabil, serta orientasi kesehatan yang bersifat
prefentif.
E. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang ditujukan untuk penatalaksanaan
stres, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan
ego yang digunakan untuk melindungi diri (Stuart, 2013). Mekanisme koping
adalah semua upaya yang diarahkan untuk mengelola stres yang dapat berisi
konstruktif dan destruktif (Stuart, 2013).
6) Status mental
Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktvitas
motori klien, alam perasaan klien (sedih, takut, khawatir), afek klien,
interaksi selama wawancara, persepsi klien, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentasi dan berhitung, kemampuan
penilaian dan daya tilik diri.
a) Penampilan
Biasanya klien berpenampilan tidak rapi, rambut acak-acakan
b) Pembicaraan
Biasanya klien tidak mampu memulai pembicaraan
c) Aktivitas motorik
Biasanya klien tampak bergairah dalam beraktifitas, sering monda
mandir.
d) Alam perasaan
Biasanya klien tampak putus asa dan sering melamun.
e) Afek
Biasanya klien afek datar, tidak bereaksi terhadap rangsangnormal.
f) Interaksi Selama Wawancara
Biasanya klien menunjukan kurang kontak mata dan kadang-
kadang menolak untuk bicara.
g) Kesadaran
Biasanya klien tidak mengalami gangguan konsentrasi.
h) Memori
Biasanya klien tidak mengalami gangguan memori, klien mampu
mengingat hal-hal yang telah terjadi.
7) Proses pikir.
Proses pikir dalam berbicara jawaban klien kadang meloncat-loncat dari
satu topik ketopik lainnya, masih ada hubungan yang tidak logis dan tidak
sampai pada tujuan (flight ofideas) kadang-kadang klien mengulang
pembicaraan yang sama (persevere) Masalah keperawatan: Gangguan
Proses Pikir.
8) Masalah psikososial
Dari data keluarga atau klien mengenai masalah yang dimiliki klien
9) Pengetahuan
Data didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap bagian
yang dimiliki klien disimpulkan dalam masalah.
Mengungkapkan isi ↓
Waham
Gangguan Komunikasi verbal
Merasa sulit
berkomunikasi ↓
Do:
Menunjukkan
perilaku sesuai isi
waham
Isi pikir tidak sesuai
realitas
Isi pembicaraan
sulit dimengerti
Curiga berlebihan
Waspada berlebihan
Bicara berlebihan
Sikap menantang
atau permusuhan
Wajah tegang
Pola tidur berubah
Tidak mampu
mengambil
keputusan
Flight of idea
Produktivitas kerja
menurun
Tidak mampu
merawat diri
Menarik diri
Pohon Masalah (Cause, core, Effect)
Proses terjadinya waham menurut Stuart dan Sundeen dapat dirangkum
dalam pohon masalah sebagai berikut :
Evaluasi
TANGGAL DIAGNOSA EVALUASI KEPERAWATAN TTD
KEPERAWATAN
Gangguan Proses Pikir : Waham Subjektif :
berhubungan dengan curiga berlebihan 1. Pasien tidak menyerang orang lain.
dibuktikan dengan pasien 2. Pasien percaya dan mau berkomunikasi.
mengungkapkan isi waham 3. Pasien bisa diajak komunikasi dengan baik.
4. Tidak ada perdebatan yang ditimbulkan.
5. Gagasan waham mulai berkurang.
6. Waham terkontrol.
7. Pasien memahami waham serta penyakit terkait, cara mengatasi
dan obat yang diberikan.
Objektif :
1. Skizofrenia berkurang.
2. Lingkungan aman dan nyaman serta tidak berbahaya.
3. Pasien mengikuti kegiatan keagamaan secara rutin.
4. Resperidon 2 x 5 mg, Clozapine 1 x 5 mg.
Analysis : Masalah teratasi sebagian
Planning :
Lanjutkan intervensi manajemen waham
1. Monitor efek samping terapeutik dan efek samping obat.
2. Diskusikan waham dengan berfokus pada perasaan yang
mendasari waham.
Lakukan intervensi pengontrolan perilaku waham
DAFTAR PUSTAKA
Budi Anna Keliat (2011) ‘Manajemen Kasus Gangguan Jiwa’, in. Jakarta EGC. Available at:
http://inlislite.usm.perpusnas.go.id/inlislite3/opac/detail-opac?id=4083.
Pakpahan, E. R. (2016) ‘Asuhan Keperawatan Jiwa pada Tn.A dengan Gangguan Proses
Pikir : Waham Kebesaran di Yayayasan Pemenang Jiwa Sumatera’, Euphytica, 18(2), pp. 2–
6.
PPNI, T. pokja S. D. (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. 1st, cetakan edn.
DPP PPNI.
PPNI, T. pokja S. D. (2019) Standar Luaran Keperawatan Indonesia. 1st, Cetakan edn. DPP
PPNI.
PPNI, T. pokja S.D. (2016) Definisi & Indikator Diagnostik. Jakarta
Susilawati, E. (2018) Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Waham. Medan: Suparman
Halim
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
(Satu)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
DS :
Mengungkapkan isi Waham
DO :
Menunjukkan perilaku sesuai isi waham
Isi pikir tidak sesuai realitas
Isi pembicaraan sulit dimengerti
Curiga berlebihan
Waspada berlebihan
Bicara berlebihan
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Proses Pikir : Waham Curiga.
3. Tujuan
Verbalisasi waham menurun.
Perilaku waham menurun.
Perilaku sesuai realita membaik.
Isi pikir sesuai realita membaik.
Pembicaraan membaik.
Konsentrasi membaik.
Pola tidur membaik.
Proses pikir membaik.
4. Tindakan keperawatan
Membina Hubungan Saling Percaya Dengan Klien
5. Komunikasi Terapeutik
Orientasi
a) Salam teraupeutik
“Hallo, selamat siang ibu“ “ Bagaimana kabar ibu hari ini? Aduh
ibu hari ini tampak segar sekali? Sudah makan pagi apa belum?
Menunya masih ingat apa tadi ?”
“ Kenalkan, nama saya Nikita, biasa dipanggil Nikita ”. Nama ibu
siapa?, suka dipanggil siapa? Baik nama ibu S, suka dipanggil ibu S
ya, baiklah.”
“Saya mahasiswa Keperawatan Universitas Widya Husada Semarang,
Saya bertugas di sini selama 6 hari dan saya juga akan merawat ibu
selama saya bertugas bertugas di sini, tiap hari kita akan ketemu dan
bincang- bincang ya bu”
“ Hari ini kita akan bincang-bincang untuk lebih saling mengenal
waktunya ± 15 menit cukup tidak ibu?”. Dimana kita bicara?
Bagimana kalau sambil duduk di depan?”
“Di sini saja ibu, ok baiklah kalau begitu.”
b) Evaluasi
“Bagaimana perasaan ibu Siti hari ini? Ada keluhan yang ibu rasakan?
tampaknya ibu terlihat segar, tetapi apa yang membuat ibu terlihat
begitu curiga terhadap saya? Jika anda tidak keberatan anda bisa
Ceritakan apa yang anda rasakan ?”
c) Kontrak
Tujuan Interaksi
“Baik ibu tujuan saya menemui anda saat ini adalah ingin berbincang-
bincang dan mengenal lebih dekat tentang anda sehingga kita bisa
saling kenal, dan dapat meningkatkan hubungan saling percaya antara
ibu dan saya.”
Topik
“Baiklah ibu topik yang akan kita bicarakan tentang membina
hubungan saling percaya antara ibu siti dengan perawat.”
Tempat
“Tempatnya di kamar tidur ya ibu”
Waktu
“Ibu mau bertemu jam berapa ? Bagaimana jika jam 10.00, tidak lama
ibu sekitar 20 menit. Bagaimana ibu, apakah ibu setuju ?
Fase Kerja
“Bagaimana perasaan dan keadaan ibu S hari ini?”
“Apakah ada yang dikeluhkan atau ditanyakan sebelum kita
berbincang- bincang?”
“ Ibu nggak usah kawatir karena kita berada di tempat yang aman.
Saya dan perawat -perawat di sini akan selalu menjadi teman dan
membantu ibu S”
“Ibu S, bisa saya tahu sekarang, identitas ibu, baik alamat, keluarga,
hobi atau mungkin keinginan sekarang?”
“Wah terima kasih ibu S karena sudah mau berkenalan dengan saya
dan sekarang saya akan memberitahu identitas saya, Ibu S mau kan
mendengarkan?”
“Nah karena kita sudah saling mengenal maka sekarang kita berteman,
jadi Ibu S tidak perlu sungkan lagi bila ada masalah bisa diceritakan
pada saya, Ibu S mau kan berteman dengan saya?”
Fase Terminasi
1) Evaluasi Respons Klien Berharap Tindakkan Keperawatan Subyektif:
”Bagaimana perasaan Ibu Siti setelah berbincang- bincang dengan saya?”
Obyektif:
“Apakah Ibu masih ingat dengan nama ibu sendiri, lalu apakah ibu masih
ingat dengan nama saya?. Sekarang coba ibu ceritakan lagi apa yang sudah
kita diskusikan tadi. Ya Bagus ibu, saya berharap ibu lebih bisa
mengungkapkan perasaan anda dan lebih terbuka ya ibu”.
2) Rencana tindak lanjut (apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai hasil tindakan yang
telah dilakukan).
“Baik dari hasil kegiatan kita hari ini telah mengetahui bahwa ibu dapat
menyebutkan nama ibu dan ibu juga sudah bisa menceritakan perasaan curiga
yang anda alami. Saya berharap setiap ibu bertemu dengan saya dan saat
memerlukan bantuan saya, ibu mau memanggil saya, sehingga selama anda di
sini dapat bekerjasama dengan saya dan perawat lainnya, sehingga
mempercepat proses kesembuhan anda”.
3) Kontrak Topik Yang Akan Datang :
Topik : “Besok kita akan berdiskusi membahas apakah perasaan curiga
yang anda miliki mengganggu aktivitas anda sehari-hari.? Apa kah anda
bersedia?
Waktu: “Untuk waktunya,ibu mau bertemu jam berapa, bagaimana jika
jam 10.00, tidak lama ibu hanya 20 menit”.
Tempat : “Tempatnya di ruangan ini saja., Bagaimana ibu apakah anda
setuju?. Baiklah ibu saya permisi dulu.