Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

WAHAM DI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO PROVINSI JAWA TENGAH

DISUSUN OLEH:
NIKITA NUR BAITILAH (2208009)

Dosen Pembimbing: Ns. Mariyati, M.Kep,Sp.Kep.J

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


FAKULTAS KEPERAWATAN, BISNIS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
A. Pengertian
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) 2016
waham adalah keyakinan yang keliru tentang isi pikiran yang dipertahankan secara
kuat atau terus menerus namun tidak sesuai kenyataan
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah.Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budaya klien. Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan
seperti adanya penolakan, kekerasan,tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua
dan aniaya. (Budi Anna Keliat, 2011)
Waham adalah keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak sesuai dengan
kenyataannya atau tidak cocok dengan intelegensia dan latar belakang
kebudayaannya,biarpun dibuktikan kemustahilannya (Maramis,W.F,2015)
Waham adalah keyakinan yang salah dan menetap dan tidak dapat dibuktikan
dalam kenyataan (Harold I, 2011).

B. Rentang Respon
 Fase Waham
Menurut Eriawan (2019) Proses terjadinya waham dibagi menjadi
enam yaitu :
1. Fase Lack of Human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien
baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham
dapat terjadi pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi
sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan menderita.
Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya
untuk melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang
secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara
Reality dengan selfideal sangat tinggi. Misalnya ia seorang sarjana
tetapi menginginkan dipandang sebagai seorang dianggap sangat
cerdas, sangat berpengalaman dan diperhitungkan dalam
kelompoknya. Waham terjadi karena sangat pentingnya pengakuan
bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi juga oleh rendahnya
penghargaan saat tumbuh kembang (life span history).
2. Fase lack of self esteem
Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya
kesenjangan antara self ideal dengan self reality (kenyataan dengan
harapan) serta dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi
sedangkan standar lingkungan sudah melampaui kemampuannya.
Misalnya, saat lingkungan sudah banyak yang kaya, menggunakan
teknologi komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi serta
memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap memasang self
ideal yang melebihi lingkungan tersebut. Padahal self reality-nya
sangat jauh. Dari aspek pendidikan klien, materi, pengalaman,
pengaruh, support system semuanya sangat rendah.
3. Fase control internal external
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau
apa-apa yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan
dan tidak sesuai dengan kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan
bagi klien adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya
untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima
lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan
tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan
sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang
dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara
adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga
perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak
mau konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien
tidak merugikan orang lain
4. Fase environment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam
lingkungannya menyebabkan klien merasa didukung, lama
kelamaan klien menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut
sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari
sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak
berfungsinya norma ( Super Ego ) yang ditandai dengan tidak ada
lagi perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai
dan mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat
klien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih
sering menyendiri dan menghindar interaksi sosial (Isolasi sosial).
6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap
waktu keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema
waham yang muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu
atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang
hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi
waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting
sekali untuk mengguncang keyakinan klien dengan cara
konfrontatif serta memperkaya keyakinan relegiusnya bahwa
apaapa yang dilakukan menimbulkan dosa besar serta ada
konsekuensi sosial.
 Jenis Waham
Menurut ( Prakasa, 2020) jenis waham yaitu :
a) Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki
kebesaran atau kekuasaan khusus yang diucapkan berulang kali,
tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya ini pejabat di
separtemen kesehatan lho!” atau, “Saya punya tambang emas.”
b) Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau
kelompok yang berusaha merugikan/mencederai dirinya dan
diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh,
“Saya tidak tahu seluruh saudara saya ingin menghancurkan hidup
saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya.”
c) Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap
suatu agama secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi
tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Kalau saya mau masuk surga,
saya harus menggunakan pakaian putih setiap hari.”
d) Waham somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian
tubuhnya terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan
berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya,
“Saya sakit kanker.” (Kenyataannya pada pemeriksaan
laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien
terus mengatakan bahwa ia sakit kanker).
e) Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak
ada di dunia/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai kenyataan. Misalnya, ”Ini kan alam kubur ya, semua yang
ada disini adalah roh-roh”.
f) Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain
yang disisipkan ke dalam pikirannya.
g) Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui
apa yang dia pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan
pikirannya kepada orang tersebut
h) Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol
oleh kekuatan di luar dirinya.
C. TANDA DAN GEJALA
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia ( SDKI 2016 ) :
Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
1. Mengungkapkan isi waham
Objektif :
1. Menunjukan perilaku sesuai isi waham
2. Isi pikir tidak sesuai realitas
3. Isi pembicaraan sulit dimengerti
Gejala dan tanda minor
Subjektif :
1. Merasa sulit berkonsentrasi
2. Merasa khawatir
Objektif :
1. Curiga berlebihan
2. Waspada berlebihan
3. Berbicara berlebihan
4. Sikap menentang atau permusuhan
5. Wajah tegang
6. Pola tidur berubah
7. Tidak mampu mengambil keputusan
8. Flight of idea
9. Produktifitas kerja menurun
10. Tidak mampu merawat diri
11. Menarik diri

D. Penyebab
Menurut (Pakpahan, 2016), beberapa faktor yang menjadi penyebab dan
pemicu terjadinya waham, yakni :
a. Faktor Predisposisi
Menurut (Pakpahan, 2016), faktor predisposisi atau faktor yang
melatarbelakangi klien yang mengalami waham, yakni :
1. Faktor Biologis
Pola keterlibatan keluarga relatif kuat yang dikaitkan dengan delusi atau
waham. Dimana individu dari anggota keluarga yang di manifestasikan
dengan gangguan ini berada pada resiko lebih tinggi untuk mengalaminya
dibandingkan dengan populasi umum. Pada faktor biologi biasanya dikaitkan
dengan gangguan perkembangan dan fungsi otak atau susunan saraf pusat
serta genetika yang berkaitan dengan riwayat keturunan (Pakpahan, 2016).

2. Faktor Psikologis
Pada faktor psikologis berkaitan dengan sikap dan keadaan keluarga serta
lingkungan dan pola asuh yang salah pada masa kanak-kanak yang
mempengaruhi terjadinya waham. Keadaan tersebut mempengaruhi anak yang
tidak mampu memenuhi tugas perkembangan pada masa dewasa. Terkadang
anak menerima pesan yang membingungkan dan penuh konflik sehingga tidak
mampu membentuk rasa percaya terhadap orang lain yang dapat menghambat
pertahanan egonya (Pakpahan, 2016).

3. Faktor Sosial Budaya


Pada faktor sosial budaya berkaitan dengan kemiskinan, konflik sosial budaya
(kerusuhan, peperangan), kehidupan yang terisolir serta stress yang
menumpuk (Pakpahan, 2016).

b. Faktor Presipitasi
Menurut (Pakpahan, 2016), faktor presipitasi atau faktor yang pencetus
klien yang mengalami waham, yakni :

E. Faktor Biologis
Stresor biologis berhubungan dengan neurobiologis maladaptif termasuk
gangguan umpan balik otak yang mengatur perubahan informasi dan
abnormali pada mekanisme otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
menanggapi rangsangan. Faktor biologis dipengaruhi kurangnya nutrisi,
gangguan kesehatan, sensitivitas biologi, dan gejala putus obat atau alkohol
(Pakpahan, 2016).

F. Faktor Psikologis
Pada faktor psikologis berkaitan dengan hambatan atau gangguan
keterampilan komunikasi verbal, kepribadian menutup diri, ketidakmampuan
mempercayai orang lain, mudah cemas atau panik, dan pengalaman masa lalu
yang tidak menyenangkan yang menjadi pemicu gangguan perilaku dan pola
isi pikir : waham (Pakpahan, 2016).

G. Faktor Sosial Budaya


Pada faktor sosial budaya berkaitan dengan usia, gender, pendidikan yang
rendah (putus atau gagal sekolah), pendapatan rendah, tidak mempunyai
pekerjaan, status sosial yang jelek yang ditunjukkan dengan tidak terlibat dala
kegiatan di masyarakat, latar belakang budaya, tidak dapat menjalankan
agama dan keyakinan, pengalaman sosial yang buruk, dan tidak dapat
menjalankan peran sosial (Pakpahan, 2016).

SUMBER KOPING
Ada beberapa sumber koping individu yang harus dikaji yang dapat
berpengaruh terhadap gangguan otak dan prilaku kekuatan dalam sumber koping
dapat meliputi seperti :
1. keyakinan spiritual
Secara umum agama atau keyakinan spiritual merupakan upaya seseorang
untuk memahami tempat seseorang di dalam kehidupan, yaitu bagaimana
seseorang melihat dirinya dalam hubungannya dengan lingkungan secara
menyeluruh.
2. keterampilan menyelesaikan masalah
Keterampilan pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar seseorang
dalam menyelesaikan suatu masalah yang melibatkan pemikiran kritis, logis,
dan sistematis.
3. keterampilan sosial
keterampilan sosial adalah kemampuan untuk melakukan interaksi sosial baik
secara verbal maupun non verbal, dan pola pikir yang positif (Michelson,
Sugai, Wood, & Kazdin, dalam Nugraini & Ramdhani, 2016).
4. Modal material
Merujuk pada uang dan barang serta layanan yang dapat dibeli
dengan uang. Lazimnya sumber dana sangat meningkatkan
kemampuan seseorang untuk memilih koping pada hampir semua
situasi.
5. Pengetahuan dan inteligensi
Merupakan sumber koping yang memungkinkan seseorang
mengidentifikasi berbagai cara yang berbeda dalam mengatasi
masalah.
6. Identitas ego yang kuat, komitmen pada jaringan social, stabilitas budaya,
sistem nilai dan keyakinan yang stabil, serta orientasi kesehatan yang bersifat
prefentif.
E. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang ditujukan untuk penatalaksanaan
stres, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan
ego yang digunakan untuk melindungi diri (Stuart, 2013). Mekanisme koping
adalah semua upaya yang diarahkan untuk mengelola stres yang dapat berisi
konstruktif dan destruktif (Stuart, 2013).

Stuart (2016) mengungkapkan pada fase gangguan jiwa aktif, pasien


menggunakan beberapa mekanisme pertahanan yang tidak didasari
sebagai upaya untuk melindungi diri dari pengalaman menakutkan yang
disebabkan oleh penyakit mereka.
1) Regresi : berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan
pengeluaran sejumlah besar tenaga dalam upaya untuk mengelola
ansietas, menyisakan sedikit tenaga untuk aktivitas sehar-hari.
2) proyeksi: upaya untuk menjelaskan persepsi yang membingungkan
dengan menetapkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu.
3) Menarik diri: berkaitan dengan masalah membangun kepercayaan
dan keasyikan dengan pengalaman internal
4) Pengingkaran: sering digunakan oleh klien dan keluarga. Mekanisme
koping ini adalah sama dengan penolakan yang terjadi setiap kali
seorang menerima informasi yang menyebabkan rasa takut dan
ansietas.
PENATA LAKSANAAN
Menurut Prastika (2014) penatalaksanaan medis waham antara lain :
1. Psikofarmalogi
a) Litium Karbonat
Jenis litium yang paling sering digunakan untuk mengatasi gangguan
bipolar, menyusul kemudian litium sitial. Litium masih efektif dalam
menstabilkan suasana hati pasien dengan gangguan bipolar. Gejala
hilang dalam jangka waktu 1-3 minggu setelah minum obat juga
digunakan untuk mencegah atau mengurangi intensitas serangan
ulang pasien bipolar dengan riwayat mania.
b) Haloperidol
Obat antipsikotik (mayor tranquiliner) pertama dari turunan
butirofenon. Mekanisme kerja yang tidak diketahui. Haloperidol
efektif untuk pengobatan kelainan tingkah laku berat pada anak-anak
yang sering membangkang dan eksplosif. Haloperidol juga efektif
untuk pengobatan jangka pendek, pada anak yang hiperaktif juga
melibatkan aktivitas motorik berlebih memiliki kelainan tingkah laku
seperti: Impulsif, sulit memusatkan perhatian, agresif, suasana hati
yang labil dan tidak tahan frustasi.
c) Karbamazepin
Karbamazepin terbukti efektif, dalam pengobatan kejang psikomotor,
dan neuralgia trigeminal. Karbamazepin secara kimiawi tidak
berhubungan dengan obat antikonvulsan lain atau obat lain yang
digunakan untuk mengobati nyeri pada neuralgia trigeminal.
1) Pasien hiperaktif atau agitasi anti psikotik potensi rendah
Penatalaksanaan ini berarti mengurangi dan menghentikan agitasi
untuk pengamanan pasien. Hal ini menggunakan penggunaan obat
anti psikotik untuk pasien waham.
2) Antipsikosis atipikal (olanzapin, risperidone). Pilihan awal
Risperidone tablet 1mg, 2mg, 3mg atau Clozapine tablet 25mg,
100mg. Keuntungan
3) Tipikal (klorpromazin, haloperidol), klorpromazin 25- 100mg.
Efektif untuk menghilangkan gejala positif
4) Penarikan diri selama potensi tinggi seseorang mengalami waham.
Dia cenderung menarik diri dari pergaulan dengan orang lain dan
cenderung asyik dengan dunianya sendiri (khayalan dan
pikirannya sendiri). Oleh karena itu, salah satu penatalaksanaan
pasien waham adalah penarikan diri yang potensial, Hal ini berarti
penatalaksanaannya penekanankan pada gejala dari waham itu
sendiri, yaitu gejala penarikan diri yang berkaitan dengan
kecanduan morfin biasanya sewaktuwaktu sebelum waktu yang
berikutnya, penarikan diri dari lingkungan sosial
5) ECT tipe katatonik Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah
sebuah prosedur dimana arus listrik melewati otak untuk pelatihan
kejang singkat. Hal ini menyebabkan perubahan dalam kimiawi
otak yang dapat mengurangi penyakit mental tertentu, seperti
skizofrenia katatonik. ECT bisa menjadi pilihan jika gejala yang
parah atau jika obat-obatan tidak membantu meredakan episode
katatonik.
6) Psikoterapi Walaupun obat-obatan penting untuk mengatasi
pasien waham, namun psikoterapi juga penting. Psikoterapi
mungkin tidak sesuai untuk semua orang, terutama jika gejala
terlalu berat untuk terlibat dalam proses terapi yang
memerlukan komunikasi dua arah. Yang termasuk dalam
psikoterapi adalah terapi perilaku, terapi kelompok, terapi
keluarga, terapi supportif

F. FOKUS PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
1) Identitas Klien
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan
klien tentang: Nama klien, panggilan klien, Nama perawat, tujuan,
waktu pertemuan, topik pembicaraan
2) Keluhan utama/alasan masuk
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah dan perkembangan yang dicapai.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Tanyakan pada klien atau keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami,
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan kriminal.
a) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon psikologis dari klien.
b) Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan
dan perkembangan individu pada prenatal, neonatus dan anak-
anak.
c) Sosial Budaya
Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan,
kerawanan), kehidupan yang terisolasi serta stress yang
menumpuk.
4) Aspek Fisik
Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD, nadi, suhu,
pernafasan. Ukur tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi
organ kalau ada keluhan.
5) Aspek Psikososial
a) Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang
dapat menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang
terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
b) Konsep Diri.
 Citra tubuh : Biasanya pasien dengan waham miliki perasaan
negatif terhadap diri sendiri.
 Identitas diri : Status dan posisi klien sebelum dirawat,
kepuasan klien terhadap status dan posisinya dan kepuasanklien
sebagai laki- laki/perempuan
 Peran Klien :Peran klaien di keluarganya berperan sebagai
 Ideal diri : Harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas,
lingkungan dan penyakitnya
 Harga diri : Hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan
penghargaan orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi
pengungkapan kekecewaan terhadap dirinya sebagai wujud harga
diri rendah.
c) Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok yang diikuti dalam masyarakat
d) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah,.

6) Status mental
Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktvitas
motori klien, alam perasaan klien (sedih, takut, khawatir), afek klien,
interaksi selama wawancara, persepsi klien, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentasi dan berhitung, kemampuan
penilaian dan daya tilik diri.
a) Penampilan
Biasanya klien berpenampilan tidak rapi, rambut acak-acakan
b) Pembicaraan
Biasanya klien tidak mampu memulai pembicaraan
c) Aktivitas motorik
Biasanya klien tampak bergairah dalam beraktifitas, sering monda
mandir.
d) Alam perasaan
Biasanya klien tampak putus asa dan sering melamun.
e) Afek
Biasanya klien afek datar, tidak bereaksi terhadap rangsangnormal.
f) Interaksi Selama Wawancara
Biasanya klien menunjukan kurang kontak mata dan kadang-
kadang menolak untuk bicara.
g) Kesadaran
Biasanya klien tidak mengalami gangguan konsentrasi.
h) Memori
Biasanya klien tidak mengalami gangguan memori, klien mampu
mengingat hal-hal yang telah terjadi.
7) Proses pikir.
Proses pikir dalam berbicara jawaban klien kadang meloncat-loncat dari
satu topik ketopik lainnya, masih ada hubungan yang tidak logis dan tidak
sampai pada tujuan (flight ofideas) kadang-kadang klien mengulang
pembicaraan yang sama (persevere) Masalah keperawatan: Gangguan
Proses Pikir.
8) Masalah psikososial
Dari data keluarga atau klien mengenai masalah yang dimiliki klien
9) Pengetahuan
Data didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap bagian
yang dimiliki klien disimpulkan dalam masalah.

G.Diagnosa Keperawatan (SDKI)


1. Gangguan Proses Pikir : Waham berhubungan dengan curiga berlebihan
d.d Pasien mengungkapkan isi waham Analisa Data (Data
subjektif, data objektif)
Data Etiologi Masalah Keperawatan
Ds: Koping individu inefektif Waham (D.0105)

 Mengungkapkan isi ↓
Waham
Gangguan Komunikasi verbal
 Merasa sulit
berkomunikasi ↓

 Merasa khawatir Gangguan Proses fikir: Waham

Do:

 Menunjukkan
perilaku sesuai isi
waham
 Isi pikir tidak sesuai
realitas
 Isi pembicaraan
sulit dimengerti
 Curiga berlebihan
 Waspada berlebihan
 Bicara berlebihan
 Sikap menantang
atau permusuhan
 Wajah tegang
 Pola tidur berubah
 Tidak mampu
mengambil
keputusan
 Flight of idea
 Produktivitas kerja
menurun
 Tidak mampu
merawat diri
 Menarik diri
Pohon Masalah (Cause, core, Effect)
Proses terjadinya waham menurut Stuart dan Sundeen dapat dirangkum
dalam pohon masalah sebagai berikut :

Effect : RESIKO TINGGI PERILAKU KEKERASAN

GANGGUAN ISI PIKIR : WAHAM


Core Problem :

Causa : ISOLASI SOSIAL

HARGA DIRI RENDAH


H. Intervensi :(PPNI, 2018), Kriteria: (PPNI, 2019)
TANGGAL DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI RASIONALISASI
KEPERAWATAN HASIL KEPERAWATAN
Waham (D.0105) Gangguan Setelah dilakukan tindakan I.09295 Manajemen
Proses Pikir : Waham keperawatan 1x24 jam Waham
berhubungan dengan curiga diharapkan status orientasi Observasi
berlebihan dibuktikan dengan (L.09090) membaik dengan 1. Monitor waham yang 1. Untuk mengetahui waham
pasien mengungkapkan isi hasil kriteria : isinya membahayakan yang isinya membahayakan
waham 1. Verbalisasi waham diri sendiri, orang lain diri sendiri, orang lain dan
menurun. dan lingkungan. lingkungan.
2. Perilaku waham menurun. 2. Monitor efek terapeutik 2. Untuk mengetahui efek
3. Perilaku sesuai realita dan efek samping obat terapeutik dan efek samping
membaik. obat
4. Isi pikir sesuai realita Terapeutik
membaik. 1. Bina hubungan 1. Agar terbina hubungan
5. Pembicaraan membaik. interpersonal saling interpersonal saling percaya
6. Konsentrasi membaik. percaya. antara perawat dan pasien.
7. Pola tidur membaik. 2. Tunjukkan sikap tidak 2. Agar pasien tidak merasa
8. Proses pikir membaik. menghakimi secara dihakimi oleh perawat
konsisten. 3. Agar pasien merasa
3. Diskusikan waham diperhatikan mengenai
dengan berfokus pada perasaanya.
perasaan yang
mendasari waham.
4. Agar tidak terjadi
4. Hindari perdebatan
perdebatan antara perawat
tentang keyakinan yang
dan pasien.
keliru, nyatakan
keraguan sesuai fakta.

5. Agar tidak memperkuat


5. Hindari memperkuat
mengenai gagasan waham.
gagasan waham.
6. Agar pasien tersedia
6. Sediakan lingkungan lingkungan yang aman dan
aman dan nyaman. nyaman.
7. Agar dilakuka intervensi
7. Lakukan intervensi
pengontrolan waham
pengontrolan perilaku
waham.
Edukasi
1. Agar pasien melakukan
1. Anjurkan melakukan
rutinitas kegiatan sehari-
rutinitas harian secara
hari.
konsisten.
2. Agar pasien paham
mengenai waham dan
2. Jelaskan tentang
waham serta penyakit penyakit yang menyertainya
terkait, cara mengatasi
dan obat yang
diberikan 1. Agar pasien
dikolaborasikan dengan
Kolaborasi diberikan obat
1. Kolaborasi pemberian
obat, sesuai indikasi

Evaluasi
TANGGAL DIAGNOSA EVALUASI KEPERAWATAN TTD
KEPERAWATAN
Gangguan Proses Pikir : Waham Subjektif :
berhubungan dengan curiga berlebihan 1. Pasien tidak menyerang orang lain.
dibuktikan dengan pasien 2. Pasien percaya dan mau berkomunikasi.
mengungkapkan isi waham 3. Pasien bisa diajak komunikasi dengan baik.
4. Tidak ada perdebatan yang ditimbulkan.
5. Gagasan waham mulai berkurang.
6. Waham terkontrol.
7. Pasien memahami waham serta penyakit terkait, cara mengatasi
dan obat yang diberikan.
Objektif :
1. Skizofrenia berkurang.
2. Lingkungan aman dan nyaman serta tidak berbahaya.
3. Pasien mengikuti kegiatan keagamaan secara rutin.
4. Resperidon 2 x 5 mg, Clozapine 1 x 5 mg.
Analysis : Masalah teratasi sebagian
Planning :
Lanjutkan intervensi manajemen waham
1. Monitor efek samping terapeutik dan efek samping obat.
2. Diskusikan waham dengan berfokus pada perasaan yang
mendasari waham.
Lakukan intervensi pengontrolan perilaku waham
DAFTAR PUSTAKA

Budi Anna Keliat (2011) ‘Manajemen Kasus Gangguan Jiwa’, in. Jakarta EGC. Available at:
http://inlislite.usm.perpusnas.go.id/inlislite3/opac/detail-opac?id=4083.
Pakpahan, E. R. (2016) ‘Asuhan Keperawatan Jiwa pada Tn.A dengan Gangguan Proses
Pikir : Waham Kebesaran di Yayayasan Pemenang Jiwa Sumatera’, Euphytica, 18(2), pp. 2–
6.
PPNI, T. pokja S. D. (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. 1st, cetakan edn.
DPP PPNI.
PPNI, T. pokja S. D. (2019) Standar Luaran Keperawatan Indonesia. 1st, Cetakan edn. DPP
PPNI.
PPNI, T. pokja S.D. (2016) Definisi & Indikator Diagnostik. Jakarta
Susilawati, E. (2018) Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Waham. Medan: Suparman
Halim
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Masalah Masalah : Waham

Curiga Pertemuan Pertemuan : Ke 1

(Satu)

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
DS :
 Mengungkapkan isi Waham
DO :
 Menunjukkan perilaku sesuai isi waham
 Isi pikir tidak sesuai realitas
 Isi pembicaraan sulit dimengerti
 Curiga berlebihan
 Waspada berlebihan
 Bicara berlebihan
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Proses Pikir : Waham Curiga.
3. Tujuan
 Verbalisasi waham menurun.
 Perilaku waham menurun.
 Perilaku sesuai realita membaik.
 Isi pikir sesuai realita membaik.
 Pembicaraan membaik.
 Konsentrasi membaik.
 Pola tidur membaik.
 Proses pikir membaik.
4. Tindakan keperawatan
 Membina Hubungan Saling Percaya Dengan Klien
5. Komunikasi Terapeutik
Orientasi
a) Salam teraupeutik
 “Hallo, selamat siang ibu“ “ Bagaimana kabar ibu hari ini? Aduh
ibu hari ini tampak segar sekali? Sudah makan pagi apa belum?
Menunya masih ingat apa tadi ?”
 “ Kenalkan, nama saya Nikita, biasa dipanggil Nikita ”. Nama ibu
siapa?, suka dipanggil siapa? Baik nama ibu S, suka dipanggil ibu S
ya, baiklah.”
 “Saya mahasiswa Keperawatan Universitas Widya Husada Semarang,
Saya bertugas di sini selama 6 hari dan saya juga akan merawat ibu
selama saya bertugas bertugas di sini, tiap hari kita akan ketemu dan
bincang- bincang ya bu”
 “ Hari ini kita akan bincang-bincang untuk lebih saling mengenal
waktunya ± 15 menit cukup tidak ibu?”. Dimana kita bicara?
Bagimana kalau sambil duduk di depan?”
 “Di sini saja ibu, ok baiklah kalau begitu.”
b) Evaluasi
 “Bagaimana perasaan ibu Siti hari ini? Ada keluhan yang ibu rasakan?
tampaknya ibu terlihat segar, tetapi apa yang membuat ibu terlihat
begitu curiga terhadap saya? Jika anda tidak keberatan anda bisa
Ceritakan apa yang anda rasakan ?”
c) Kontrak
 Tujuan Interaksi
“Baik ibu tujuan saya menemui anda saat ini adalah ingin berbincang-
bincang dan mengenal lebih dekat tentang anda sehingga kita bisa
saling kenal, dan dapat meningkatkan hubungan saling percaya antara
ibu dan saya.”
 Topik
“Baiklah ibu topik yang akan kita bicarakan tentang membina
hubungan saling percaya antara ibu siti dengan perawat.”
 Tempat
“Tempatnya di kamar tidur ya ibu”
 Waktu
“Ibu mau bertemu jam berapa ? Bagaimana jika jam 10.00, tidak lama
ibu sekitar 20 menit. Bagaimana ibu, apakah ibu setuju ?
Fase Kerja
 “Bagaimana perasaan dan keadaan ibu S hari ini?”
 “Apakah ada yang dikeluhkan atau ditanyakan sebelum kita
berbincang- bincang?”
 “ Ibu nggak usah kawatir karena kita berada di tempat yang aman.
Saya dan perawat -perawat di sini akan selalu menjadi teman dan
membantu ibu S”
 “Ibu S, bisa saya tahu sekarang, identitas ibu, baik alamat, keluarga,
hobi atau mungkin keinginan sekarang?”
 “Wah terima kasih ibu S karena sudah mau berkenalan dengan saya
dan sekarang saya akan memberitahu identitas saya, Ibu S mau kan
mendengarkan?”
 “Nah karena kita sudah saling mengenal maka sekarang kita berteman,
jadi Ibu S tidak perlu sungkan lagi bila ada masalah bisa diceritakan
pada saya, Ibu S mau kan berteman dengan saya?”
Fase Terminasi
1) Evaluasi Respons Klien Berharap Tindakkan Keperawatan Subyektif:
 ”Bagaimana perasaan Ibu Siti setelah berbincang- bincang dengan saya?”
Obyektif:
 “Apakah Ibu masih ingat dengan nama ibu sendiri, lalu apakah ibu masih
ingat dengan nama saya?. Sekarang coba ibu ceritakan lagi apa yang sudah
kita diskusikan tadi. Ya Bagus ibu, saya berharap ibu lebih bisa
mengungkapkan perasaan anda dan lebih terbuka ya ibu”.
2) Rencana tindak lanjut (apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai hasil tindakan yang
telah dilakukan).
 “Baik dari hasil kegiatan kita hari ini telah mengetahui bahwa ibu dapat
menyebutkan nama ibu dan ibu juga sudah bisa menceritakan perasaan curiga
yang anda alami. Saya berharap setiap ibu bertemu dengan saya dan saat
memerlukan bantuan saya, ibu mau memanggil saya, sehingga selama anda di
sini dapat bekerjasama dengan saya dan perawat lainnya, sehingga
mempercepat proses kesembuhan anda”.
3) Kontrak Topik Yang Akan Datang :
 Topik : “Besok kita akan berdiskusi membahas apakah perasaan curiga
yang anda miliki mengganggu aktivitas anda sehari-hari.? Apa kah anda
bersedia?
 Waktu: “Untuk waktunya,ibu mau bertemu jam berapa, bagaimana jika
jam 10.00, tidak lama ibu hanya 20 menit”.
 Tempat : “Tempatnya di ruangan ini saja., Bagaimana ibu apakah anda
setuju?. Baiklah ibu saya permisi dulu.

Anda mungkin juga menyukai