Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DYSPNEA DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT


RSUD Dr. ADHYATMA, MPH TUGUREJO RSUD JAWA TENGAH

Disusun Oleh :
Sri Ning Brahmana Sudarmi
2208018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


FAKULTAS KEPERAWATAN, BISNIS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS WIDYA HUSADA
SEMARANG 2023
A. KONSEP DASAR

a. Pengertian

Dispnea atau sering disebut sebagai sesak napas adalah sensasi subjektif

dari pernapasan yang tidak normal seperti sensasi bernapas dengan intensitas yang

berbeda-beda. Gejala umum dispnea mempengaruhi manifestasi penyakit

pernapasan, jantung, neuromuskular, psikogenik, sistemik, atau kombinasi dari

semuanya. Dispnea dapat berupa akut atau kronis, akut terjadi selama berjam-jam

sampai berhari-hari sedangkan kronis terjadi selama lebih dari 4 sampai 8 minggu.

Kondisi dispnea juga sering dialami oleh pasien yang membutuhkan perawatan

paliatif antara lain pada kanker stadium lanjut, gagal jantung dan penyakit paru-

paru kronis Lebih dari 50% kematian di Amerika Serikat disebabkan oleh ketiga

kategori penyakit ini (fitria rica, 2021).

Dyspnea atau sesak nafas adalah perasaan sulit bernapas yang terjadi

ketika melakukan aktivitas fisik. Sesak napas merupakan gejala dari beberapa

penyakit dan dapat bersifat akut atau kronis. Sesak napas dikenal juga dengan

istilah “Shortness Of Breath”.

Dyspnea atau sesak nafas dibedakan menjadi 2 yaitu :

1. Dyspnea akut dengan awal yang tiba-tiba merupakan penyebab umum

kunjungan ke ruang gawat darurat. Penyebab dyspnea akut diantaranya

penyakit pernapasan (paru-paru dan pernapasan), penyakit jantung atau

trauma dada.

2. Dyspnea kronis (menahun) dapat disebabkan oleh asma, Penyakit Paru

Obstruktif Kronis (PPOK), emfisema, inflamasi paru-paru, tumor,

kelainan pita suara.


b. Etiologi

Seorang bisa merasakan kesulitan bernafas terjadi karena beberapa faktor,

contohnya; kelebihan berat badan, olahraga berlebihan, ada ditempat yang

memiliki suhu extrem, dsb. Namun secara medis gangguan pernapasan

disebabkan oleh:

1) Pilek

2) Alergi

3) Infeksi saluran pernafasan dan paru misalnya paru basah dsb

4) Asma

5) Anemia

6) Sinosis

7) Hipertensi

8) Hipotensi

9) Tulang rusuk patah

10) Keracunan karbon monoksida

11) Kanker paru

12) PPOK

13) Penyakit jantung

14) Emboli baru

Beberapa penyakit medis yang telah dipaparkan penyebab paling sering kesulitan

bernafas ialah Asma, PPOK, atau kasus yang memiliki hubungan pada 6 paru-

paru serta jantung, kesulitan bernafas disebabkan karena hal demikian umumnya

dengan kurun waktu yang lama (kronik) (Machfiroh, 2021)


c. Manifestasi Klinis

Gejala yang paling sering muncul dari sesak nafas (dispnea) yakni kesulitan

bernafas, gejalanya sendiri bergantung dengan tingkatan parahnya sulit nafas.

Pasien sulit nafas umumnya merasakan gejala seperti dibawah :

1) Nafas pendek

2) Nafas cepat

3) Dangkal sehingga pernafasan tersengal - sengal

4) Nyeri pada dada

5) Merasa ketidaknyamanan

6) Gejala itu dapat terjadi sebentar ataupun bisa berpotensi menjadikan gejala

kronik, sesak nafas muncul mendadak dan extrem membutuhkan perhatian

medis secepatnya (Machfiroh, 2021).

d. Patofisiologi

Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi

virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia.Unit

fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai

darah sendiri. Seiring dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal

pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar

ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar.Setelah lewat masanya,

sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan

digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar

klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.


Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu

badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak

nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya

rasa mual dan nyeri di ulu hati.

Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah

bilirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal,

tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka

terjadi kesukaran pengangkutan bilirubin tersebut di dalam hati. Selain itu juga

terjadi kesulitan dalam hal konjugasi.Akibatnya bilirubin tidak sempurna

dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel

ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi

(bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin

direk).Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran

dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.

Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat

(abolis).Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat

diekskresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih

berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai

peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-

gatal pada ikterus


e. Pathway
f. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan memantau:

1) analisa gas darah arteri

2) pemeriksaan diagnostik foto thorax

3) EKG

g. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan)

Oksigenasi

Penanganan Umum Dispnea

a) Memposisikan pasien pada posisi setengah duduk atau berbaring dengan bantal

yang tinggi

b) Diberikan oksigen sebanyak 2-4 liter per menit tergantung derajat sesaknya

c) Pengobatan selanjutnya diberikan sesuai dengan penyakit yang diderita

Terapi Farmako

a) Olahraga teratur

b) Menghindari alergen

c) Terapi Emosi

Farmako

a) Quick relief medicine


b) Pengobatan yang digunakan untuk merelaksasi otot-otot saluran pernapasan,

memudahkan pasien bernapas dan digunakan saat serangan datang. Contoh :

Bronkodilator

c) Long relief medicine

d) Pengobatan ynag digunakan untuk mengobati inflamasi pada sesak nafas,

mengurangi odem dan mukus berlebih, memberikan kontrol untuk jangka

waktu yang lama. Contoh : Kortikosteroid bentuk inhasi.

B. KONSEP PROSES KEPERAWATAN

a. Pengkajian primer ( Primery Surway : ABCDE)

1. Airway. (Tanda-tanda objektif-sumbatan Airway)

a). Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya menurun.

● Agitasi memberi kesan adanya hipoksia, dan penurunan kesadaran


memberi kesan adanya hiperkarbia.
● Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh kurangnya
oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku-kuku dan kulit
sekitar mulut.

● Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang


apabila ada, merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway.

● Airway (jalan napas) yaitu membersihkan jalan napas dengan


memperhatikan kontrol servikal, pasang servikal kollar untuk imobilisasi
servikal sampai terbukti tidak ada cedera servikal, bersihkan jalan napas
dari segala sumbatan, benda asing, darah dari fraktur maksilofasial, gigi
yang patah dan lain-lain. Lakukan intubasi (orotrakeal tube) jika apnea,
GCS (Glasgow Coma Scale) < 8,
pertimbangan juga untuk GCS 9 dan 10 jika saturasi oksigen tidak
mencapai 90%.

b). Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang berbunyi

(suara napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat

c). Feel (raba)

2. Breathing (Tanda-tanda objektif-ventilasi yang tidak adekuat)

a). Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan dinding dada

yang adekuat. Asimetris menunjukkan pembelatan (splinting) atau flail chest

dan tiap pernapasan yang dilakukan dengan susah (labored breathing)

sebaiknya harus dianggap sebagai ancaman terhadap oksigenasi penderita dan

harus segera dievaluasi. Evaluasi tersebut meliputi inspeksi terhadap bentuk

dan pergerakan dada, palpasi terhadap kelainan dinding dada yang mungkin

mengganggu ventilasi, perkusi untuk menentukan adanya darah atau udara ke

dalam paru.

b). Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada. Penurunan atau

tidak terdengarnya suara nafas pada satu atau hemitoraks merupakan tanda

akan adanya cedera dada. Hati-hati terhadap adanya laju pernapasanyang

cepat-takipnea mungkin menunjukkan kekurangan oksigen.

c). Gunakan pulse oximeter. Alat ini mampu memberikan informasi tentang

saturasi oksigen dan perfusi perifer penderita, tetapi tidak memastikan adanya

ventilasi yang adekuat


3. Circulation dengan kontrol perdarahan
a) Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi untuk

mempertahankan cardiac output walaupun stroke volum menurun

b) Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi (tekanan sistolik-

tekanan diastolik)

c) Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan lagi, maka

timbullah hipotensi

d) Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan dengan balut

tekanpada daerah tersebut

e) Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan sumpal MAE

(Meatus Akustikus Eksternus) dengan kapas atau kain kasa, biarkan cairan

atau darah mengalir keluar, karena hal ini membantu mengurangi TTIK

(Tekanan Tinggi Intrakranial)

f) Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk menghindari

terjadinya koagulopati dan gangguan irama jantung

4. Disability

a). GCS setelah resusitasi

b). Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil

c). Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak

5. Exposure dengan menghindari hipotermia.

Semua pakaian yang menutupi tubuh penderita harus dilepas agar tidak ada cedera

terlewatkan selama pemeriksaan. Pemeriksaan bagian punggung harus dilakukan

secara log-rolling dengan harusmenghindari terjadinya hipotermi (America

College of Surgeons ; ATLS).


b. Pengkajian Sekunder (Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Diagnostik)

1. Identitas

Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,


pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan diagnosa medis.

2. Riwayat kesehatan

➢ Keluhan utama: klien mengeluh sesak nafas, nyeri dada.


➢ Riwayat penyakit sekarang: asma, CHF, AMI, ISPA.
➢ Riwayat penyakit dahulu: pernah menderita asma, CHF, AMI, ISPA,
batuk.
➢ Riwayat penyakit keluarga: mendapatkan data riwayat kesehatan
keluarga pasien
3. Pola kesehatan fungsional

Hal-hal yang dapat dikaji pada gangguan oksigenasi adalah :

➢ Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan

Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah kesehatan ,

adanya faktor risiko sehubungan dengan kesehatan yang berkaitan

dengan oksigen.

➢ Pola metabolik-nutrisi

Kebiasaan diit buruk seperti obesitas akan mempengaruhi oksigenasi

karena ekspansi paru menjadi pendek. Klien yang kurang gizi,

mengalami kelemahan otot pernafasan.

➢ Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat devekasi),

perubahan berkemih (perubahan warna, jumlah, ferkuensi)

➢ Aktivitas-latihan

Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang mempengaruhi

kebutuhan oksigenasi seseorang. Aktivitas berlebih dibutuhkan oksigen

yang banyak. Orang yang biasa olahraga, memiliki peningkatan aktivitas

metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen.

➢ Pola istirahat-tidur

Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola istirahat.

➢ Pola persepsi-kognitif

Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien terganggu

atau tidak, penggunaan alat bantu dalam penginderaan pasien.

➢ Pola konsep diri-persepsi diri

Keadaan sosial yang mempengaruhi oksigenasi seseorang (pekerjaan,

situasi keluarga, kelompok sosial), penilaian terhadap diri sendiri

(gemuk/ kurus).

➢ Pola hubungan dan peran

Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang terdekat yang memiliki

kebiasaan merokok sehingga mengganggu oksigenasi seseorang.

➢ Pola reproduksi-seksual

Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi dikaji


➢ Pola toleransi koping-stress

Adanya stress yang mempengaruhi status oksigenasi pasien.

➢ Keyakinan dan nilai

Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi, adanya

pantangan atau larangan minuman tertentu dalam agama pasien.

4. Pemeriksaan fisik
➢ Kesadaran: kesadaran menurun
➢ TTV: peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi
➢ Head to toe
a) Mata: Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva sianosis (karena

hipoksemia), konjungtiva terdapat petechie ( karena emboli atau

endokarditis)

b) Mulut dan bibir: Membran mukosa sianosis, bernafas dengan

mengerutkan mulut

c) Hidung : Pernafasan dengan cuping hidung

d) Dada: Retraksi otot bantu nafas, pergerakan tidak simetris antara dada

kanan dan kiri, suara nafas tidak normal.

e) Pola pernafasan: pernafasan normal (apnea), pernafasan cepat

(tachypnea), pernapasan lambat (bradypnea)

c. Diagnosa Keperawatan Utama

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan D.0001

2. Pola nafas tidak efektif b.d sindrom hipoventilasi D.0005

3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi perfusi D.0003


d. Intervensi Keperawatan dan rasional

No Dx Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1 Bersihan jalan Setelah dilakukan
nafas tidak asuhan keperawatan Manajemen
efektif b.d selama 1 x 7 jam di Jalan Napas
sekresi yang harapkan bersihan (1.01011)
tertahan D.0001 jalan meningkat Observasi
(L.01001) dengan
kriteria hasil : a. Monitor
pola napas
1. Batuk efektif (frekuensi,
menurun (5) kedalaman
2. Produksi sputum usaha
menurun (5) napas)
3. Dispnea b. Monitor
menurun (5) bunyi napas
4. Frekuensi napas tambahan
membaik (5) (mis.gurglin
5. Pola napas g, mengi,
membaik (5) wheezing,
ronki
kering)

Terapeutik
a. Posisikan
semi fowler
atau fowler
b. Berikan
minum
hangat
c. Berikan
oksigen, jika
perlu

Edukasi
a. Anjurkan
Teknik
batuk
efektif
Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian
bronkodilat
or,
ekspektora
n,
mukolitik
jika perlu
2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan Pemantauan
efektif b.d asuhan keperawatan Respirasi
sekresi yang selama 1 x 7 jam (1.01014)
tertahan D.0005 diharapkan pola napas
membaik (L.01004) Observasi
dengan kriteria hasil: a. Monitor
1. Dispnea menurun (5) frekuensi,
2. Penggunaan otot irama,
bantu napas kedalaman,
menurun (5) upaya napas
3. Frekuensi nafas b. Monitor pola
membaik (5) napas
c. Monitor
adanya
sumbatan
jalan napas
d. Monitor
saturasi
oksigen

Terapeutik
a. Atur
interval
pemantauan
respirasi
sesuai
kondisi
pasien
b. Dokument
asikan
hasil
pemantau
an

Edukasi
. a.Jelaskan
tujuan dan
prosedur
pemantauan
. b. Informasikan
hasil
pemantauan
jika perlu
3 Gangguan Setelah dilakukan asuhan Dukungan
pertukaran gas keperawatan selama 1x7 ventilasi
b.d jam diharapkan pertukaran (1.01002)
ketidakseimbang
gas meningkat (L.01003)
an ventilasi Observasi
dengan kriteria hasil : a. monitor
1. Dispnea menurun (5) status respirasi dan
2. Bunyi napas oksigenasi (misal
tambahan menurun frekuensi, dan
(5) kedalaman nafas,
3. Polanapas membaik penggunaan otot
bantu napas, bunyi
(5)
napas tambahan,
4. Warna kulit saturasi oksigen
membaik (5)
Terapeautik
a. Pertahankan
kepatenan
jalan nafas
b. Berikan posisi
semi fowler
dan fowler
c. Berikan
oksigenasi
sesuai
kebutuhan

Edukasi
a. Ajarkan
melakukan
teknik
relaksasi
napas dalam
b. Ajarkan
teknik batuk
efektif

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

fitria rica, maria riri. (2021). terapi kipas untuk meredakan sesak napas. Pesquisa
Veterinaria Brasileira, 26(2), 173–180. http://www.ufrgs.br/actavet/31-1/artigo552.pdf

Machfiroh, F. L. (2021). Kriteria Penurunan Sesak Nafas dengan Posisi Semi Flower
pada Pasien Gangguan Pola Nafas. 1–57.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai