Klasifikasi Bronkiektasis Berdasarkan atas bronkografi dan patologi bronkiektasis dapat dibagi menjadi 3 yaitu : 1. Bronkiektasis silindris 2. Bronkiektasis fusiform 3. Bronkiektasis kistik atau sakular. Etiologi Bronkiektasis 1. Infeksi 2. Kelainan heriditer atau kelainan kongenital 3. Faktor mekanis yang mempermudah timbulnya infeksi 4. Sering penderita mempunyai riwayat pneumoni sebagai komplikasi campak, batuk rejan, atau penyakit menular lainnya semasa kanak-kanak.
Patofiologi Bronkiektasis
Bronkiektasis
Kelainan struktur konginetal (fibrosis kistik, sindroma kartagener, kurangnya kartilago bronkus) Terkumpulnya Secret
Kuman berkembang dan infeksi bakteri pada dinding bronkus
Bronkus dilatasi
Inhalasi uap dan gas,aspirasi cairan lambung Bagian paru/lobusmedium kanan ligna lobus atas kiri,segmen basal Kedua lobus bawah
Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemerisaan Laboratorium.
Pemeriksaan sputum meliputi Volume sputum, warna sputum, sel-sel dan bakteri dalam sputum. Bila terdapat infeksi volume sputum akan meningkat, dan menjadi purulen dan mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakan sputum dapat menghasilkan flora normal dari nasofaring, streptokokus pneumoniae, hemofilus influenza, stapilokokus aereus, klebsiela, aerobakter,proteus, pseudomonas aeroginosa. Apabila ditemukan sputum berbau busuk menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob. Pemeriksaan darah tepi Biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang ditemukan adanya leukositosis menunjukkan adanya supurasi yang aktif dan anemia menunjukkan adanya infeksi yang menahun. Pemeriksaan urina Ditemukan dalam batas normal, kadang ditemukan adanya proteinuria yang bermakna yang disebabkan oleh amiloidosis, namun Imunoglobulin serum biasanya dalam batas normal kadang bisa meningkat atau menurun.
Pemeriksaan EKG
EKG biasa dalam batas normal kecuali pada kasus lanjut yang sudah ada komplikasi korpulmonal atau tanda pendorongan jantung. Spirometri pada kasus ringan mungkin normal tetapi pada kasus berat ada kelainan obstruksi dengan penurunan volume ekspirasi paksa 1 menit atau penurunan kapasitas vital, biasanya disertai insufisiensi pernafasan yang dapat mengakibatkan : Hiperkapnia Hipoksemia Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi Kenaikan perbedaan tekanan PO2 alveoli-arteri Pemeriksaan tambahan untuk mengetahui faktor predisposisi dilakukan pemeriksaan : Pemeriksaan imunologi Pemeriksaan spermatozoa Biopsi bronkus dan mukosa nasal( bronkopulmonal berulang).
2.
Pemeriksaan Radiologi.
Foto dada PA dan Lateral Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar dan batas-batas corakan menjadi kabur, mengelompok,kadang-kadang ada gambaran sarang tawon serta gambaran kistik dan batas-batas permukaan udara cairan. Paling banyak mengenai lobus paru kiri, karena mempunyai diameter yang lebih kecil kanan dan letaknya menyilang mediastinum,segmen lingual lobus atas kiri dan lobus medius paru kanan. Pemeriksaan bronkografi Bronkografi tidak rutin dikerjakan namun bila ada indikasi dimana untuk mengevaluasi penderita yang akan dioperasi yaitu penderita dengan pneumoni yang terbatas pada suatu tempat dan berulang yang tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah mendapat pengobatan konservatif atau penderita dengan hemoptisis yang masif. Bronkografi dilakukan setelah keadaan stabil, setalah pemberian antibiotik dan postural drainage yang adekuat sehingga bronkus bersih dari secret
Penatalaksanaan Bronkiektasis
Tujuan pengobatan adalah memperbaiki drainage sekret dan mengobati infeksi. Penatalaksanaan meliputi : Pemberian antibiotik dengan spekrum luas ( Ampisillin, Kotrimoksasol, atau amoksisilin ) selama 5- 7 hari pemberian Drainage postural dan latihan fisioterapi untuk pernafasan, serta batuk yang efektif untuk mengeluarkan sekret secara maksimal Pada saat dilakukan drainage perlu diberikan bronkodilator untuk mencegah bronkospasme dan memperbaiki drainage sekret. Serta dilakukan hidrasi yang adekuat untuk mencegah sekret menjadi kental dan dilengkapi dengan alat pelembab serta nebulizer untuk melembabkan sekret.
1.
Merokok produk tembakau sebagai faktor penyebab utama Tinggal atau bekerja di daerah dengan polusi udara berat Riwayat alergi pada keluarga Ada riwayat asma pada masa anak-anak 2. Riwayat atau adanya faktor-faktor pencetus eksaserbasi seperti : Allergen ( serbuk, debu, kulit, serbuk sari atau jamur) Sress emosional Aktivitas fisik yang berlebihan Polusi udara Infeksi saluran nafas Kegagalan program pengobatan yang dianjurkan
3. Pemeriksaan fisik berdasarkan fokus pada system pernafasan yang meliputi : Kaji frekuensi dan irama pernafasan Inspeksi warna kulit dan warna menbran mukosa Auskultasi bunyi nafas Pastikan bila pasien menggunakan otot-otot aksesori bila bernafas: Mengangkat bahu pada saat bernafas Retraksi otot-otot abdomen pada saat bernafas Pernafasan cuping hidung Kaji bila ekspansi dada simetris atau asimetris Kaji bila nyeri dada pada pernafasan Kaji batuk (apakah produktif atau nonproduktif). Bila produktif tentukan warna sputum. Tentukan bila pasien mengalami dispneu atau orthopneu Kaji tingkat kesadaran.
4.
Gas darah arteri (GDA) menunjukkan PaO2 rendah dan PaCO2 tinggi Sinar X dada memunjukkan peningkatan kapasitas paru dan volume cadangan Klutur sputum positif bila ada infeksi Esei imunoglobolin menunjukkan adanya peningkatan IgE serum Tes fungsi paru untuk mengetahui penyebab dispneu dan menentukan apakah fungsi abnormal paru ( obstruksi atau restriksi). Tes hemoglobolin. EKG ( peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF dan aksis vertikal. 5. 6. Kaji persepsi diri pasien Kaji berat badan dan masukan rata-rata cairan dan diet.
R/ Derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat /tak dimanisfestasikan adanya bunyi nafas.
c. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman,Tinggi kepala tempat tidur dan duduk pada sandaran tempat tidur. R/ Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan mempergunakan gravitasi. Dan mempermudah untuk bernafas serta membantu menurunkan kelemahan otot-otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada. d. Bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
R/ Untuk mengatasi dan mengontrol dispneu dan menurunkan jebakan udara. e. Observasi karakteriktik batuk dan Bantu tindakan untuk efektifan upaya batuk. R/ Mengetahui keefktifan batuk. f. Tingkatan masukan cairan sampai 3000ml/hari sesuai toleransi jantung serta berikan hangat dan masukan cairan antara sebagai penganti makan
R/ Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret,mempermudah pengeluaran.cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan antara makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekana diafragma. g. Berikan obat sesuai indikasi.
R/ Mempercepat proses penyembuhan. 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan kerusakan alveoli. Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan. Kriteria : GDA dalam batas normal, warna kulit membaik, frekuensi nafas 1224x/mt, bunyi nafas bersih, tidak ada batuk, frekuensi nadi 60-100x/mt, tidak dispneu.
Rencana Tindakan : a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan serta catat penggunaan otot aksesori. R/ untuk mengevaluasi derajat distress pernafsan/ kronisnya suatu penyakit. b. Tingikan kepala tempat tidur dan Bantu untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas .Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa. R/ Suplai oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas. c. Dorong untuk pengeluaran sputum/ penghisapan bila ada indikasi. R/ Sputum menganggu proses pertukaran gas serta penghisapan dilakukan bila batuk tidak efektif.
d. Awasi tingkat kesadaran / status mental. R/ Manisfestasi umum dari hipoksia. f. Awasi tanda vital dan status jantung. R/ Perubahan tekanan darah menunjukkan efek hipoksia sistemik pada fungsi jantung. g. Berikan oksigen tambahan dan pertahankan ventilasi mekanik dan Bantu intubasi. R/ Dapat memperbaiki atau mencegah terjadinya hipoksia dan kegagalan nafas serta tindakan untuk penyelamatan hidup.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah,produksi sputum, dispneu
Tujuan : Peningkatan dalam status nutrisi dan berta badan pasien.
Kriteria hasil : Pasien tidak mengalami kehilangan berat badan lebih lanjut atau mempertahankan berat badan. Rencana tindakan : a. Pantau masukan dan keluaran tiap 8 jam, jumlah makanan yang dikonsumsi serta timbang berta badan tiap minggu. R/ Untuk mengidentifikasi adanya kemajuan atau penyimpangan dari yang diharapkan. b. Ciptakan suasana yang menyenangkan ,lingkungan yang bebas dari bau selama waktu makan. R/ suasana dan lingkungan yang tak sedap selama waktu makan dapat meyebakan anoreksia. c. Rujuk pasien ke ahli diet untuk memantau merencanakan makanan yang akan dikonsumsi. R/ Dapat membantu pasien dalam merencanakan makan dengan gisi yang sesuai.
d. Dorong klien untuk minum minimal 3 liter cairan perhari, jika tidak mendapat infus. R/ untuk mengatasi dehidrasi pada pasien.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan proses penyakit kronis, malnutrisi.
Tujuan :
Tidak terjadi/ adanya gejala -gejala infeksi Kriteria hasil : Tidak terjadi infeksi suhu tbuh berkisar 36-37 0c,Sel darah putih 500010000/mm.batuk produktif tidak ada. Rencana intervensi : a. Pantau suhu pasien tiap 4 jam, hasil kultur sputum dan hasil pemeriksaan leokusit serta warna dan konsistensi sputum.
R/ Untuk mengidentifikasi kemajuan yang dapat dicapai dan penyimpangan dari sasaran yang diharapkan ( infeksi yang mungkin terjadi ). b. Lakukan pemeriksaan sputum untuk pemeriksaan kultur. R/Dapat membantu menegakkan diagnosa infeksi saluran nafas dan mengidentifikasi kuman penyebabnya. c. Berikan nutrisi yang adekuat. R/ malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahan terhadap infeksi. d. Berikan antibiotik sesuai anjuran dan evaluasi keefektifannya. R/ Sebagai pencegahan dan pengobatan infeksi dan mempercepat proses penyembuhan. 5. Ansietas berhubungan dengan takut kesulitan bernafas selama fase eksaserbasi, kurang pengetahuan tentang pengobatan yang akan dilaksanakan. Tujuan : Hilangnya ansietas Kriteria hasil : Ekspresi wajah rileks, frekuensi nafas antara 12-24 x/mt,frekuensi nadi 60-100x/mt.
Intervensi Keperawatan :
a. Selama periode distress pernafasan akut :
Batasi jumlah dan frekuensi pengunjung Mulai berikan oksigen lewat kanula sebanyak 2 ltr/mt Demontrasikan untuk kontrol pernafasan Ijinkan seseorang untuk menemani pasien Pertahankan posisi fowler dengan posisi lengan menopang R/ Membantu pasien untuk mengontrol keadaannya dengan meningkatkan relaksasi dan meningkatkan jumlah udara yang masuk paru-paru. b. Hindari pemberian informasi dan instruksi yang bertele-tele/sederhana mungkin ketika pasien mengalami distress dan lakukan pendekatan dengan pasien secara tenang dan menyakinkan. R/ Pasien dapat menerima sedikit informasi dalam keadaan gelisah dan terlalu banyak informasi dapat meningkatkan ansietas dan memberitauhkan apa yang diharapkan.Maka akan dapat membantu penurunan ansietas. c. Gunakan obat sedatif sesui dengan yang diresepkan.
6.
Tujuan :Klien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas. Kriteria hasil : Menurunnya keluhan tentang napas pendek dan lemah dalam melaksanakan aktivitas. Rencana Tindakan: a. Pantau nadi dan frekuensi nafas sebelum dan sesudah aktivitas. R/ Mengidentifikasi kembali penyimpangan tujuan yang diharapkan. b. Berikan bantuan dalam melaksanakan aktivitas sesuai yang diperlukan dan dilakukan secara bertahap. R/ Dapat mengurangi pengunaan energi yang berlebihan. c. Anjurkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dengan makanan yang mudah dikunyah. R/ Makanan dalam porsi besar sasah dikunyah dan memerlukan banyak energy.
Daftar Pustaka :
Soeparman & Sarwono W, (1998), Ilmu penyakit dalam Jilid II Balai Penerbit FKUI, Jakarta Barbara E.,(1999), Rencana Asuhan keperawatan Medikal- Bedah Volume I, EGC, Jakarta Barbara E.,(1999), Rencana Asuhan keperawatan Medikal- Bedah Volume III, EGC, Jakarta Barbara C. long,( 1996), Perawatan Medikal Bedah : suatu pendekatan proses keperawatan, Alih bahasa Yayasan ikatan alumni pendidikan keperawatan bandung,Yayasan IAPK, Bandung Hudak & Gallo, ( 1997), Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, EGC, Jakarta Marylin E doengoes. (2000). Rencana Asuhan keperawatan Pedoman untuk Perencnaan /pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC.Jakarta.