Anda di halaman 1dari 10

KONSEP DASAR BRONKOPNEUMONIA

A. PENGERTIAN Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran bercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya (Smeltzer & Suzanne) Bronkopneumonia adalah bronkolius terminal yang tersumbat oleh eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat lobules, disebut juga pneumonia lobaris (Whaley & Wong) Kesimpulannya bronkopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan oleh agen infeksius seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengenai daerah bronkus dan sekitar alveoli.

B. PATOFISIOLOGI Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophilus influenza atau karena aspirasi makanan dan minuman. Dari saluran pernafasan dengan gambaran sebagai berikut: 1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli 2. Ekspansi kuman melaui pembuluh darah kemudian masuk kedalam saluran pencernaan dam menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal dalam usus, peristaltic meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

C. ETIOLOGI 1. Bakteri Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa. 2. Virus Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus. 3. Jamur Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos. 4. Protozoa Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi

D. MANIFESTASI KLINIK 1. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan 2. Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi 3. Gerakan dada tidak simetris 4. Menggigil dan demam 38,8 C sampai 41,1C, delirium 5. Diafoesis 6. Anoreksia 7. Malaise 8. Batuk kental, produktif

9. Gelisah 10. Sianosis

E. KLASIFIKASI 1. Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas : a. Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan opasitas lobus atau lobularis. b. Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat lambat dengan gambaran infiltrat paru bilateral yang difus. 2. Klasifikasi berdasarkan Reeves (2001) : a. Community Acquired Pneunomia dimulai sebagai penyakit

pernafasan umum dan bisa berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia Streptococal merupakan organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini biasanya menimpa kalangan anak-anak atau kalangan orang tua. b. Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia

nosokomial. Organisme seperti ini aeruginisa pseudomonas. Klibseilla atau aureus stapilococcus, merupakan bakteri umum penyebab hospital acquired pneumonia. c. Lobar dan Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Sekarang ini pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan hanya menurut lokasi anatominya saja. d. Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan berdasarkan pada agen penyebabnya, kultur sensifitas dilakukan untuk

mengidentifikasikan organisme perusak.

F. PENATALAKSANAAN 1. Oksigen 1-2 liter per menit 2. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap melaui selang nasogastrik dengan feeding drip 3. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk transport muskusilier 4. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa elektrolik

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan darah Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis b. Pemeriksaan sputum Bahan pemeriksaan diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensifitas untuk mendeteksi agen infeksius c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa d. Kultur darah untuk mendeteksi bakterimia Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen mikroba 2. Pemeriksaan radiologi a. Rontgenogram thoraks Menunujukan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infilrate multiple seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus b. Laringoskopi / bronkoskopi untuk menentukan apkah jalan nafas tersumbat oleh benda padat

H. KOMPLIKASI 1. Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps paru yang merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau reflek batuk hilang 2. Empyema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura yang terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura. 3. Abses paru adalah pengumpulan pus dala jaringan paru yang meradang] 4. 5. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BRONKOPNEUMONIA

A. PENGKAJIAN 1. Demografi meliputi;nama, umur, jenis kelamin, dan pekerjaan 2. Keluhan utama : penderita bronchopneumonia akan mengeluh sesak nafas, disertai batuk ada secret tidak bisa keluar. 3. Riwayat penyakit sekarang 4. Riwayat penyakit dahulu Penderita bronchopneumonia mempunyai riwayat penyakit yang dapat memicu terjadinya bronchopneumonia yaitu riwayat merokok, terpaan polusi kima dalam jangka panjang misalnya debu / asap 5. Riwayat penyakit keluarga Penyakit bronchopneumonia bukan merupakan faktor keturunan tetapi kebiasaan atau pola hidup yang tidak sehat seperti merokok. 6. Pola pengkajian a. Pernafasan Gejala : nafas pendek Tanda : penggunaan otot bantu pernafasan ( meninggikan bahu ) b. Sirkulasi Gejala : Pembengkakan ekstremitas bawah Tanda : Peningkatan tekanan darah dan frekuensi jantung / takikardi c. Makanan / cairan Gejala : Mual / muntah, Nafsu makan buruk / anoreksia ( emfisema), Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan Tanda : Turgor kulit buruk, Berkeringat, Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali. d. Aktifitas / istirahat

Gejala : Keletihan, keletihan, malaise, Ketidakmampuan melakukan aktifitas sehari- hari karena sulit bernafas, Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap Tanda : Keletihan, Gelisah/ insomnia e. Integritas ego Gejala : Peningkatan faktor resiko Tanda : Perubahan pola hidup, Ansietas, ketakutan, peka rangsang f. Hygiene Gejala : Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan melakukan aktifitas sehari- hari Tanda : Kebersihan buruk, bau badan. g. Keamanan Gejala : riwayat alergi atau sensitive terhadap zat / faktor lingkungan.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobonkial. Pembentukan edema, peningkatan produksi sputum 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan membrane alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan penerimaan oksigen 3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli 4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan, penurunan masukan oral 5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas sehari- hari

C. RENCANA KEPERAWATAN 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobonkial. Pembentukan edema, peningkatan produksi sputum

a. Tujuan : Mengidentifikasi / menunjukan perilaku mencapai bersihan jalan nafas b. Kriteria hasil : Menunjukan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tidak ada dispenia. c. Intervensi : 1) Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada. 2) Bantu pasien latihan nafas sering 3) Bantu pasien mempelajari melakukan batuk, misalnya dengan menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi 4) Berikan cairan sedikitnya 1000 ml/ hari (kecuali kontraindikasi). 5) Lakukan penghisapan sesuai indikasi. 6) Berikan sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgesic. 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan membrane alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan penerimaan oksigen a. Tujuan : Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tidak ada gejala distress pernafasan b. Kriteria Hasil : Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi c. Intervensi : 1) Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas. 2) Observasi warna kulit, membrane mukosa, dan kuku. 3) Awasi frekuensi jantung / irama. 4) Pertahankan istirahat tidur. 5) Dorong menggunakan teknik relaksasiMdan aktifitas senggang. 6) Tinggikan kepala dan dorong untuk sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif. 7) Kaji tingkat ansietas. Dorong menyatakan masalah / perasaan. 8) dengan respon fisiologi terhadap hipoksia.

9) Berikan terapi oksigen dengan benar. 3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli a. Tujuan : Menunjukan pola nafas tidak efektif dengan frekuensi dan kedalaman rentang normal dan paru bersih b. Kriteria Hasil : Partisipasi dalam aktifitas/ perilaku peningkatan fungsi paru. c. Intervensi : 1) Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. 2) Catat upaya pernafasan, termasuk penggunaan otot bantu pernafasan 3) Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. 4) Bantu pasien turun dari tempat tidur dan ambulasi dini. 5) Observasi pola batuk dan karakteristik sekret. 6) Berikan oksigen tambahan 7) Berikan humidifier tambahan, misalnya nebulizer. 4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan, penurunan masukan oral a. Tujuan : Menunjukan keseimbangan cairan b. Kriteria Hasil : Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil c. Intervensi : 1) Kaji perubahan tanda vital, peningkatan suhu tubuh 2) Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa. 3) Anjurkan pasien memenuhi kebutuhan cairan setidaknya 1000ml/ hari atau sesuai kondisi individual. 4) Beri obat sesuai indikasi, misalnya antipiretik, antiemetic. 5) Berikan cairan tambahan IV sesuai kebutuhan.

5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas sehari- hari a. Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktivitas b. Kriteria Hasil : tidak ada dispneau, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal c. Intervensi 1) Evaluasi respon pasien terhadap aktifitas. 2) Observasi dispneu, peningkatan kelemahan, dan perubahan tanda vital 3) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi. Dorong penggunaaan manajemen stress dan pengalihan yang tepat. 4) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan pentingnya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat. 5) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat / tidur. 6) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan :Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :EGC, 1999 Doenges, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakata : EGC, 2000 Smeltzer, Suzanne C Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume I, Jakarta : EGC, 2000 Long, B. C, Perawatan Madikal Bedah. Jilid 2. Bandung :Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan, 1996

Anda mungkin juga menyukai