Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT BRONKOPNEUMONIA Di Ruang


BOUGENVILLE RSUD dr HARYOTO LUMAJANG

Oleh :
Lovia Fradella Wati
NIM. 22101096

PRODI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Nama Mahasiswa :
Kasus Laporan Pendahuluan/Asuhan Keperawatan :
Ruang Praktik :
Rumah Sakit/ Lahan Praktik :

Lumajang, Maret 2023


Pembimbing Akademik, Pembimbing Rumah Sakit,

………………………………… ……………………………………
..… …….
NIK/NIDN. NIK/NIDN.
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Definisi
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau
beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat
yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda asing (Wijayaningsih,
2013).
Bronkopneumonia adalah cadangan pada parenkim paru yang meluas
sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan
paru melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernapasan atau
melalui hematogen sampai ke bronkus. (Riyadi dan Sukarmin, 2009).
1.2 Etiologi
Secara umum bronkopneumonia diakibatkan penurunan mekanisme
pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang normal dan
sehat memiliki mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang
terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang
menggerakkan kuman keluar dari organ dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri virus dan jamur, antara
lain :
1. Bakteri :Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella
2. Virus :Legionella Pneumoniae
3. Jamur :Aspergillus Spesies, Candida Albicans
4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung kedalam
paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama (Nurarif dan Kusuma,
2015).
1.3 Klasifikasi
Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak anatomi :
1. Pneumonia lobaris Pneumonia lobaris melibatkan seluruh
atau satu bagian besar dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua
paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau
“ganda”.
2. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
Bronkopneumonia terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang
tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak
konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya.
Pneumonia interstisial Proses implamasi yang terjadi di
dalam dinding alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial
serta interlobular ( Nurarif dan Kusuma, 2013)
1.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada penderita bronkopneumonia menurut
( Nurarif dan Kusuma, 2013), ialah :
1. Biasanya didahului infeksi traktus respiratori bagian atas
2. Demam (39 -40 derajat celcius) kadang-kadang disertai
kejang karena demam yang tinggi.
3. Anak sangat gelisah, dan adanya nyeri dada yang terasa
ditusuk-tusuk, yang dicetuskan saat bernafas dan batuk.
4. Pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping
hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut.
5. Kadang-kadang disertai muntah dan diare.
6. Adanya bunyi tambahan pernafasan seperti ronchi, wheezing.
7. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila
infeksinya serius.
8. Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mokus yang
menyebabkan atelectasis absorbsi.
1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi yaitu foto thoraks, terdapat konsolidasi
satu atau beberapa lobus yang bebercak-bercak.
2. Pemeriksaan laboratorium biasanya terjadi peningkatan
leukosit.
3. Pemeriksaan AGD untuk mengetahui status kaardiopulmuner
yang berhubungan dengan oksigen.
4. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : untuk
mengetahui mikroorganisme penyebab dan obat yang cocok
diberikan. (Nugroho, 2015)

1.8 Penatalaksanaan Medis


Ada dua jenis penatalaksanaan pada pasien bronkopneumonia yaitu secara
asuhan keperawatan dan medis (Nugroho, 2015) :
1. Asuhan keperawatan
a. Melakukan fisioterapi dada atau mengajarkan batuk efektif pada
anak yang mengalami gangguan bersihan jalan nafas
b. Mengatur posisi semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi
c. Memberikan kompres untuk menurunkan demam
d. Pantau input dan output untuk memonitor balance cairan
e. Bantu pasien memenuhi kebutuhan ADLs
f. Monitor tanda-tanda vital
g. Kolaborasi pemberian O2
h. Memonitor status nutrisi dan berkolaborasi dengan ahli gizi

2. Medis
a. Farmakologi
Pemberian antibiotik misalnya penisilin G, streptomisin, ampicillin,
dan gentamicin. Pemberian antibiotik ini berdasarkan usia, keaadan
penderita, dan kuman penyebab.
b. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan radiologi yaitu foto thoraks, terdapat
konsolidasi satu atau beberapa lobus yang bebercak-
bercak.
2) Pemeriksaan laboratorium biasanya terjadi peningkatan
leukosit.
3) Pemeriksaan AGD untuk mengetahui status
kaardiopulmuner yang berhubungan dengan oksigen.
4) Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : untuk
mengetahui mikroorganisme penyebab dan obat yang
cocok diberikan
1.9 Komplikasi
1. Obstruksi Jalan nafas
2. Gagal napas – pleura effusion
3. Empiema
4. Otitis media akut
5. Atelectasis
6. Emfisema
7. Meningitis ( Nurarif dan Kusuma, 2013)
1.10 Macam-macam Bunyi Nafas
Pada pemeriksaan fisik paru, salah satu tahap yang terpenting adalah
pemeriksaan auskultasi yang bertujuan untuk menilai pergerakan udara pada jalan
napas besar sampai sedang dan untuk membuat kesimpulan tentang jalan nafas,
parenkim dan rongga pleura. Diafragma stetoskop (dihangatkan dengan
memegang atau menggenggamnya dengan kuat pada telapak tangan digunakan
untuk asukultasi paru rutin. Pada pemeriksaan fisik paru, ada beberapa suara yang
dapat didengar secara langsung tanpa alat bantu. Di antaranya adalah:
Suara batuk: Suara batuk, baik berdahak maupun tidak, menunjukan gangguan
pada daerah bronkus maupun bronkiolus.
Suara mengi (wheezing): Suara ini dapat didengar baik pada saat inspirasi
maupun ekspirasi. Wheezing merupakan suara nafas seperti musik yang terjadi
karena adanya penyempitan jalan udara atau tersumbat sebagian. Obstruksi
seringkali terjadi sebagai akibat adanya sekresi atau edema. Bunyi yang sama juga
terdengar pada asma dan banyak proses yang berkaitan dengan bronkokonstriksi.
Mengi dapat dihilangkan dengan membatukannya. Mengi dapat berasal dari
bronki dan bronkiolus yang kecil. Bunyi yang terdengar mempunyai puncak suara
tinggi dan bersiul. Ronki berasal dari bronki  yang lebih besar atau trakea dan
mempunyai bunyi yang berpuncak lebih rendah dari sonor. Bunyi-bunyi tersebut
terdengar pada klien yang mengalami penurunan sekresi.
Stridor: merupakan suara berkerok secara teratur. Suara ini terjadi karena ada
penyumbatan di daerah laring. Stridor dapat berupa inspiratoir atau ekspiratoir.
Yang paling banyak adalah stridor inspiratoir yang  dapat terjadi pada tumor,
peradangan pada trakea, atau karena ada benda asing di trakea.
Suara serak (hoarseness), terjadi karena kelumpuhan pada saraf laring atau
peradangan pita suara.
Aliran turubulensi udara terjadi pada trakea dan jalan udara yang besar. Suara
yang ditimbulkannya mempunyai nada yang keras, dinamakan suara trakeal. Pada
percabangan-percabangan bronkus yang besar, akan terdengar suara bronkus
vesikular (campuran antara suara bronkial dan vesikular). Selanjutnya,
percabangan bronkus kecil (percabangan ke-15) sampai distal akan memberikan
nada yang lebih rendah karena adanya jaringan paru sebagai saringan udara.

Suara nafas, dilukiskan sebagai normal atau menurun kualitasnya. Penyebab


penurunan suara nafs terdapat pada emfisema paru, pneumotoraks, penebalan
pleura dan penebalan otot-otot dada/lemak pada obesitas. Auskultasi dilakukan
berurutan dengan selang-seling dada kiri dan kanan (zig-zag). Termasuk
diauskultasi juga daerah aksila selanjutnya berpindah ke bagian belakang yang
sama diauskultasi seperti bagian depan.
Pada auskultasi terdapat 2 bunyi, yaitu bunyi nafas pokok dan bunyi nafas
tambahan.

A. Bunyi nafas pokok:


1. Vesikular, terdengar sebagai bunyi yang tenang, bernada rendah. Suara ini
terdapat pada paru yang normal, di mana suara inspirasi lebih keras dan
lebih tinggi nadanya serta 3x lebih panjang daripada ekspirasi. Suara
vesikular diproduksi oleh udara jalan nafas di alveol. Suaranya
menyerupai tiupan angin di daun-daunan. Antara inspirasi dan ekspirasi ,
tidak ada bunyi nafas tambahan. Bunyi ini normalnya terdengar di seluruh
bidang paru, kecuali di atas sternum atas dan di antara skapula. Bunyi
nafas vesikular disertai ekspirasi yang memanjang dapat terjadi pada
emfisema paru.
2. Bronkial. Bunyi bronkial terdengar biasanya terdengar lebih keras dan
dengan nada yang lebih tinggi dibandingkan bunyi vesikular. Turbulensi
udara di dalam bronkus kartilaginosa dapat menimbulkan bunyi
pernafasan ini. Dibandingkan dengan bunyi vesikuler, bunyi bronkial lebih
kasar dan nadanya lebih tinggi.Bunyi pernafasan bronkialhampir hilang
seluruhnya ketika mereka melintasi sekat alveolus. Oleh karena itu,
mereka biasanya tidak terdengar di bagian perifer paru-paru normal.
Dalam keadaan normal, dapat terdengar di daerah interskapular, juga di
atas trakea. Biasanya, terdapat alveoli yang terisi eksudat atau konsolidasi
tapi lumen bronkus atau bronkial masih terbuka. Baik suara inspirasi
maupun ekspirasi sama atau lebih panjang dari inspirasi. Suara bronkial ini
terdapat pada daerah konsolidasi atau dibagian atas daerah efusi pleura.
3. Bronkovesikular, merupakan bunyi yang terdengar antara vesikular dan
bronkial, di mana ekspirasi menjadi lebih keras, lebih tinggi nadanya, dan
lebih memanjang hingga hampir menyerupai inspirasi. Bunyi ini dapat
didengar pada tempat-tempat yang ada bronkiolus besar yang ditutupi satu
lapisan tipis alveolus. Suara ini secara spesifik dapat didengar antara
skapula dan pada kedua sisi sternum. Penyakit yang menyebabkan
misalnya adalah penyakit paru dengan infiltrat misalnya
bronkopneumonia, tuberkulosis paru.
4. Amfotrik, didapatkan bila terdapat kavitas besar yang letaknya perifer dan
berhubungan terbuka dengan bronkus, terdengar seperti tiupan dalam botol
kosong.
Bunyi bronkial dan bronkovesikular yang terdengar di semua tempat di paru
menandakan keadaan patologi. Bunyi ini biasanya menunjukan area yang
mengalami konsolidasi pada paru (misalnya pnemuonia dan gagal jantung) dan
membutuhkan evaluasi lebih lanjut.Kualitas dan intensitas bunyi napas ditentukan
selama auskultasi. Jika aliran udara menurun akibat obstruksi bronkial
(atelektasis) atau ketika cairan (efusi pleural) atau jaringan (obesitas) memisahkan
saluran udara dari stetoskop, maka bunyi napas akan menghilang atau tidak
terdengar. Sebagai contoh, bunyi napas penderita emfisema dapat samar bahkan
tidak terdengar.

B. Bunyi Nafas Tambahan


Bunyi nafas tambahan merupakan suara getaran dari jaringan paru yang sakit.
Semestinya, suara ini tidak ada pada kondisi normal. Bunyi nafas tersebut, di
antaranya adalah:

1. Ronki kering, merupakan bunyi yang terputus, terjadi oleh getaran dalam
lumen saluran nafas akibat penyempitan. Kelainan ini terjadi pada mukosa
atau adanya sekret yang kental dan lengket. Terdengar lebih jelas pada
ekspirasi walaupun pada inspirasi sering terdengar juga. Suara ini dapat
terdengar di semua bagian bronkus, makin kecil diameter lumen, makin
tinggi dan makin keras nadanya. Wheezing merupakan ronki kering yang
tinggi nadanya dan panjang yang biasa terdengar pada serangan asma.
2. Ronki basah. Ronki basah sering juga disebut dengan suara
krekels (crackles) atau rales. Ronki basah merupakan suara berisik dan
terputus akibat aliran udara yang melewati cairan. Ronki basah halus,
sedang atau kasar tergantung pada besarnya bronkus yang terkena dan
umumnya terdengar pada inspirasi. Ronki basah halus biasanya terdapat
pada bronkiale, sedangkan yang lebih halus lagi berasal dari alveolus yang
sering disebut krepitasi, akibat terbukanya alveoli pada akhir inspirasi.
Sifat ronki basah ini dapat nyaring (infiltrat)atau tidak nyaring (pada
edema paru). Krekel dapat dihilangkan dengan batuk, tapi mungkin juga
tidak. Krekels mencerminkan inflamasi atau kongesti yang mendasarinya
dan sering timbul pada kondisi seperti pneumonia,bronkitis, gagal jantung
kongesti, bronkiektasis, dan fibrosis pulmonal serta khas pada pneumonia
dan interstitial atau fibrosis.Timing (waktu) ronkhi ini sangat penting.
Ronki inspirasi awal menunjukan kemungkinan penyakit pada jalan napas
kecil, dan khas untuk hambatan jalan napas kronis. Ronki lainnya
terdengar pada inspirasi awal dan bersifat kasar sedang. Ronki berbeda
dengan yang terdengar pada gagal ventrikel kiri yang terjadi di akhir siklus
pernapasan.
Ronki pada inspirasi akhir atau paninspirasi menunjukan kemungkinan
penyakit yang mengenai alveoli dan dapat bersifat halus, sedang, atau kasar.
Ronki halus dideskripsikan sebagai bunyi rambut yang digosok-gosok dengan
jari-jari tangan. Bunyi ini secara khas disebabkan oleh fibrosis paru. Ronki sedang
biasanya akibat gagal ventrikel kiri, bila ada cairan alveoli merusak fungsi dari
surfaktan yang disekresi dalam keadaan normal. Ronki kasar khas untuk
pengumpulan sekret yang tertahan dan memiliki kualitas seperti mendeguk yang
tidak mengenakan. Bunyi ini cenderung berubah dengan batuk yang juga
memiliki kualitas yang sama. Bronkiektasis paling sering menyebabkan terjadinya
ronki, tetapi setiap penyakit yang menimbulkan retensi sekret dapat menyebabkan
gangguan ini.Ronki mungkin disebabkan oleh hilangnya stabilitas jalan napas
perifer yang kolaps pada saat ekspirasi. Tekanan inspirasi yang tinggi
menyebabkan terjadinya pemasukan udara cepat ke dalam unit-unit udara distal.
Hal ini menyebabkan pembukaan yang cepat dari alveoli dan bronkus kecil atau
bronkus sedang yang mengandung sekret pada bagian-bagian paru yang berdeflasi
sampai volume residu.

3. Bunyi gesekan pleura (p.viseralis dan p. parietalis). Bunyi ini terjadi akibat


inflamasi permukaan pleura yang mengakibatkan bunyi krekling. Bunyi ini paling
jelas terdengar pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi. Seringkali, bunyi ini
dilukiskan sebagai bunyi yang dibuat dengan menkeriat-keriutkan kulit yang
sudah disamak. Bunyi ini dapat terdengar terutama bila permukaan pleura menjadi
kasar atau menebal karena sel-sel radang atau neoplasma atau endapan fibrin.
Bunyi terdengar cukup jelas dan dapat ditingkatkan dengan memberikan tekanan
pada dinding dada menggunakan bagian kepala stetoskop. Bunyi ini dapat
ditirukan dengan menggesekan ibu jari dan jari telunjuk di dekat telinga. Bunyi
grating dari friction rub ini tidak dapat diubah dengan membatukannya. Jika
hanya terdengar selama inspirasi, bunyi ini mungkin sulit dibedakan dari krekels,
yang mungkin terdengar multiple dan terlalu nyaring sehingga yang diduga adalah
bunyi krekels. Friction rub terdengar sangat baik pada permukaan anterior lateral
bawah toraks.
4. Hippocrates succusion, merupakan suara cairan pada hidropneumotoraks yang
terdengar bila pasien di goyang-goyangkan.
1.11 Proses Keperawatan
A. PENGKAJIAN

Menurut Dermawan (2012) pengkajian adalah pemikiran


dasar yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data
tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenal masalah-
masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik,
mental, sosial, dan lingkungan. Pengkajian pada anak menurut
Nursalam (2008) antara lain :
1. Usia : Pneumonia sering terjadi pada bayi dan anak. Kasus
terbanyak terjadi pada anak berusia di bawah 3 tahun.
2. Keluhan utama : Saat dikaji biasanya penderita
bronkopneumonia mengeluh sesak nafas.
3. Riwayat penyakit sekarang : Pada penderita
bronkopneumonia biasanya merasakan sulit untuk bernafas,
dan disertai dengan batuk berdahak, terlihat otot bantu
pernafasan, adanya suara nafas tambahan, penderita biasanya
juga lemah dan tidak nafsu makan, kadang disertai diare.
4. Riwayat penyakit dahulu : Anak sering menderita penyakit
saluran pernafasan bagian atas, memiliki riwayat penyakit
campak atau pertussis serta memiliki faktor pemicu
bronkopneumonia misalnya riwayat terpapar asap rokok,
debu atau polusi dalam jangka panjang.
5. Pemeriksaan fisik :
a. Inspeksi. Perlu diperhatikannya adanya sianosis, dispneu,
pernafasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk
semula non produktif menjadi produktif, serta nyeri dada
pada saat menarik nafas. Batasan takipnea pada anak 2
bulan – 12 bulan adalah 50 kali/menit atau lebih,
sementara untuk anak berusia 12 bulan – 5 tahun 12
adalah 40 kali/menit atau lebih. Perlu diperhatikan
adanya tarikan dinding dada ke dalam pada fase
inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada ke
dalam akan tampak jelas.
b. Palpasi Fremitus biasanya terdengar lemah pada bagian
yang terdapat cairan atau secret, getaran hanya teraba
pada sisi yang tidak terdapat secret.

c. Perkusi Normalnya perkusi ppada paru adalah sonor,


namun untuk kasus bronkopneumonia biasanya saat
diperkusi terdengar bunyi redup.
d. Auskultasi Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan
cara mendekatkan telinga ke hidung atau mulut bayi.
Pada anak pneumonia akan terdengar stridor, ronkhi atau
wheezing. Sementara dengan stetoskop, akan terdengar
suara nafas akan berkurang, ronkhi halus pada posisi
yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi.
Pernafasan bronkial, egotomi, bronkoponi, kadang-
kadang terdengar bising gesek pleura.
e. Penegakan diagnosis : Pemeriksaan laboratorium :
Leukosit meningkat dan LED meningkat, X-foto dada :
Terdapat bercak-bercak infiltrate yang tersebar
(bronkopneumonia) atau yang meliputi satu atau
sebagian besar lobus.
B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian


klinis mengenai respon pasien terhadap masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang dialami baik secara aktual maupun
potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons pasien terhadap situasi yang berkaitan
dengan kesehatan (PPNI, 2016).
Masalah keperawatan yang muncul menurut (SDKI ,
2017):
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
spasme jalan nafas.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi,perubahan membrane
alveolus-kapiler.
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan
makanan, ketidakmampuan mencerna makanan, faktor
psikologis (mis. Stress, keengganan untuk makan)
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen,
kelemahan.
5. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang
tua, lingkungan yang asing, ketidaknyamanan.
6. Gangguan tumbuh kembang b.d terpisah dari orang tua,
keterbatasan lingkungan
7. Resiko ketidakseimbangan elektrolit
berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan (mis.
Dehidrasi intoksikasi air), diare
C. Intervensi

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang


dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan
(SIKI DPP PPNI 2018) (SLKI DPP PPNI 2019).
DIAGNOSA
N KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWA
o (SLKI) (SIKI)
TAN (SDKI)
1. Bersihan Bersihan Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
jalan nafas (L.01001) (I.01011)
tidak efektif Setelah dilakukan Observasi :
berhubungan tindakan keperawatan 1.Monitor Pola Napas (Frekuensi,
dengan diharapkan bersihan kedalaman,usaha napas)
spasme jalan jalan napas klien 2.Monitor bunyi napas tambahan
nafas teratasi dengan (mis.gurgling,mengi, wheezing,
(D.0149) Kriteria hasil : ronkhi kering )
Indikator SA ST 3.Monitor sputum(jumlah,
warna,aroma)
Produksi 2 5
Terapeutik :
sputum
4.Posisikan semi-fowler atau
Mengi 2 5 fowler

Wheezing 2 5 5.Berikan minum hangat


6.Lakukan fisioterapi dada,jika
Dispnea 2 5
perlu
Frekuensi 2 5 7. Lakukan penghisapan lender
napas kurang dari 15 detik
8.Lakukan hiperoksigenisasi
Pola 2 5
sebelum penghisapan endotrakeal
napas
9.Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
10.Anjurkan asupan cairan
Keterangan : 2000ml/hari,jika tidak kontra
1. Meningkat indikasi
2. Cukup 11.Ajarkan tehnik batuk efektif
meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun

2 Hipertermi Termoregulasi Manajemen Hipertermi


berhubungan (L.14134) (I.15506)
Setelah dilakukan
dengan intervensi keperawatan Observasi
proses selama 3x24 jam 1.Identifikasi
diharapkan suhu tubuh
penyakit penyebab hipertermia
pasien dapat teratasi
ditandai dengan kriteria hasil: (mis.dehidrasi,terpapar
dengan suhu Indikator S S lingkungan panas,penggunaan
tubuh diatas A T incubator)
nilai normal Pucat 1 3 2.Monitor suhu tubuh
(D.0130) Suhu 1 3 3.Monitor kadar elektrolit
Tubuh 4.Monitor keluaran urine
Suhu 1 3 5.Monitor komplikasi akibat
Kulit hipertermia
Terapeutik
Keterangan :
6.Sediakan lingkungan yang
1. Menurun
2. Cukup dingin
Menurun 7..Longgarkan atau lepaskan
3. Sedang
4. Cukup pakaian
Menngkat 8.Basahi dan kipasi permukaan
5. meningkat
tubuh
9.Berikan cairan oral
10. Lakukan pendinginan
eksternal
11. Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
12. Berikan oksigen,jika perlu
Edukasi
13.Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
14.Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena,jika perlu
3. Gangguan Pola tidur (L.05045) Dukungan Tidur (I.09265)
pola tidur Setelah dilakukan Observasi
berhubungan intervensi keperawatan 1.Identifikasi pola aktivitas dan
dengan selama 3x24 jam tidur
kurang diharapkan gangguan 2.Identifikasi factor pengganggu
control tidur pola tidur pasien tidur (fisik dan /atau fisik)
ditandai teratasi dengan kriteria Terapeutik
dengan sering hasil : 3.Modifikasi lingkungan
terjaga saat Indikator S ST (mis.pencahayaan,kebisingan,suhu
tidur A ,matras,dan tempat tidur )
(D.0055) Keluhan 2 4 4.Batasi waktu tidur siang,jika
sulit tidur perlu
Keluhan 2 4 5.Fasilitasi menghilangkan stress
sering sebelum tidur
terjaga 6.Tetapkan jadwal tidur rutin
Keluhan 2 4 7.Lakukan prosedur untuk
tidak meningkatkan kenyamanan
puas (mis.pijat,pengaturan posisi,terapi
tidur akupresure)
Keluhan 2 4 8.Sesuaikan jadwal pemberian
istirahat obat dan/atau Tindakan untuk
tidak menunjang siklus tisur terjaga
cukup Edukasi
9.Jelaskan pentingnya tidur cukup
Ket : selama sakit
1 : memburuk 10.Anjurkan menepati kebiasaan
2 : cukup memburuk waktu tidur
3 : sedang
4 : cukup membaik
5 : membaik

D. Implementasi
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan
yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu
klien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons
yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan (Ali 2016).

E. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian
proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan dan evaluasi (Ali 2016).
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan (2012) Proses Keperawatan Penerapan Konsep Dan Kerangka


Kerja.Yogyakarta: Gosyen Publishing

http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/respirasi/bunyi-nafas/

Nugroho, T (2015) Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan


Penyakit Dalam Yogyakarta: Nuha Medika

Nursalam (2008) Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan Jakarta: Salemba Medika

Nurarif, A. Huda dan Hardhi Kusuma (2015) Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC jilid 1 Yogjakarta:
Mediaction

Riyadi dan Sukarmin (2009) Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi


pertama

Yogyakarta: Graha Ilmu

SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.

SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta.

SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

Wijayaningsih, Kartika Sari (2013) Asuhan Keperawatan Anak Jakarta :

CV Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai