Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.T DENGAN MASALAH ISPA

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah metodologi keperawatan

Dosen Pengampu : Andan Firmansyah, M.Kep

Disusun oleh :
Ismi Nurhayati
NIM. 2201277051

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS
Jl. Ahmad Dahlan No. 20 Tlp. 0265-773052 Fax. 0265-771931 Ciamis 46216, Website :
stikesmucis.ac.id
2023
Laporan Pendahuluan
A. Konsep Dasar ISPA
1. Pengertian
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang
melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan
bagian bawah. Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA
akan menyerang host, apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun.
Penyakit ISPA ini paling banyak di temukan pada anak di bawah lima tahun
karena pada kelompok usia ini adalah kelompok yang memiliki sistem
kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit (Hamzah,
2020).
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi yang
menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung
(saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan andeksanya,
seperti sinus, rongga telinga tengah, dan pleura. ISPA merupakan infeksi
saluran pernapasan yang berlangsung selama 14 hari. Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang banyak dijumpai pada
balita dan anak-anak mulai dari ISPA ringan sampai berat. ISPA yang berat
jika masuk kedalam jaringan paru-paru akan menyebabkan Pneumonia.
Pneumonia merupakan penyakit infeksi yang dapat menyebabkan kematian
terutama pada anak-anak (Dongky & Kadrianti, 2016).

2. Etiologi
Proses terjadinya ISPA diawali dengan masuknya beberapa bakteri dari
genus streptokokus, stafilokokus, pneumokokus, hemofillus, bordetella, dan
korinebakterium dan virus dari golongan mikrovirus (termasuk didalamnya
virus para influenza dan virus campak), adenoveirus, koronavirus,
pikornavirus, herpesvirus ke dalam tubuh manusia melalui partikel udara
(droplet infection). Kuman ini akan melekat pada sel epitel hidung dengan
mengikuti proses pernapasan maka kuman tersebut bisa masuk ke bronkus dan
masuk ke saluran pernapasan yang mengakibatkan demam, batuk, pilek, sakit
kepala dan sebagainya (RESTU AMALIA RAMADHANTI, 2021).
Selain bakteri dan virus ISPA juga dapat dipengaruhi oleh banyak
faktor, yaitu kondisi lingkungan (polutan udara seperti asap rokok dan asap
bahan bakar memasak, kepadatan anggota keluarga, kondisi ventilasi rumah
kelembaban, kebersihan, musim, suhu), ketersediaan dan efektifitas pelayanan
kesehatan serta langkah-langkah pencegahan infeksi untuk pencegahan
penyebaran (vaksin, akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, kapasitas
ruang isolasi), faktor penjamu (usia, kebiasaan merokok, kemampuan penjamu
menularkan infeksi, status gizi, infeksi sebelumnya atau infeksi serentak yang
disebabkan oleh pathogen lain, kondisi kesehatan umum) dan karakteristik
pathogen (cara penularan, daya tular, faktor virulensi misalnya gen, jumlah
atau dosis mikroba) (Risnawaty, 2016).

3. Tanda dan Gejala


a. Tanda
1) Batuk berdahak
2) Demam
3) Sering bersin
4) Hidung tersumbat atau berair.
5) Sakit tenggorokan atau telinga.
6) Pusing atau sakit kepala.
7) Nyeri otot.
8) Sesak napas yang bisa disertai mengi
9) Sulit makan dan minum karena dada sesak.
10) Perubahan warna kulit (Risnawaty, 2016).
b. Gejala
1) Batuk yang mungkin mengandung dahak
2) Bersin
3) Hidung berair
4) Sakit tenggorokan
5) Sakit kepala
6) Nyeri otot
7) Sesak napas
8) Mengi
9) Demam (Widianti, 2020).
4. Patofisiologi
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 4 tahap yaitu :
a. Tahap prepatogenesis : penyebab telah ada tetapi belum menunjukkan
reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.
Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan
sebelumnya rendah.
c. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit, timbul
gejala demam dan batuk.
d. Tahap lanjut penyaklit, dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan atelektasis, menjadi kronis dan meninggal
akibat pneumonia.
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia
luar sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan
yang efektif dan efisien. Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi
maupun partikel dan gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga
unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan epitel
mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan antibodi. Infeksi
bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya
telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang
dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah
asap rokok dan gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara),
sindroma imotil, pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau
lebih). Makrofag banyak terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke
tempat lain bila terjadi infeksi. Asap rokok dapat menurunkan
kemampuan makrofag membunuh bakteri, sedangkan alkohol akan
menurunkan mobilitas sel-sel ini.
Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A.
Antibodi ini banyak ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini
akan memudahkan terjadinya infeksi saluran nafas, seperti yang terjadi
pada anak. Penderita yang rentan (imunokompkromis) mudah terkena
infeksi ini seperti pada pasien keganasan yang mendapat terapi
sitostatika atau radiasi. Penyebaran infeksi pada ISPA dapat melalui
jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas (Elvira
& Lina, 2018).

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan darah di laboratorium.
b. Pengambilan sampel dahak untuk di periksa di laboratorium.
c. Pencitraan dengan x-ray atau CT scan untuk menilai kondisi paru paru
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dapat berupa
kompres hangat, perbanyak minum air putih, irigasi nasal, dan terapi
medikamentosa.
a. Terapi Non-farmakologis
Penyebab ISPA umumnya adalah virus, sehingga terapi biasanya hanya
bersifat suportif saja.
1) Perbanyak minum
Memperbanyak minum sebanyak 8 gelas atau lebih dapat
menurunkan sekresi mukosa dan menggantikan kehilangan
cairan. Selain itu, minum air putih serta jus dilaporkan dapat
meningkatkan sistem imun.
2) Kompres hangat
Lakukan kompres hangat pada daerah wajah untuk membuat
pernapasan lebih nyaman, mengurangi kongesti, dan membuat
drainase lebih baik pada rhinosinusitis. Gunakan lap hangat
atau botol berisi air hangat yang diletakkan di atas wajah dan
pipi selama 5-10 menit sebanyak 3-4 kali dalam sehari jika
diperlukan.
3) Irigasi nasal
Irigasi nasal dengan salin dapat meningkatkan kemampuan
mukosa nasal untuk melawan agen infeksius, dan berbagai
iritan. Irigasi nasal dapat meningkatkan fungsi mukosiliar
dengan meningkatkan frekuensi gerakan siliar. Irigasi nasal
dapat dilakukan dengan menggunakan larutan salin isotonik
(NaCl 0,9%) via spuit ataupun spray dengan frekuensi  2 kali
dalam sehari. 
b. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis umumnya bersifat suportif untuk
meringankan gejala. Antibiotik dan antiviral tidak selalu diperlukan
pada pasien ISPA.
1) Terapi Simptomatik
Dekongestan oral atau topikal dapat membantu mengurangi
keluhan pada pasien dengan rhinorrhea. Sebaiknya dekongestan
diberikan pada anak di atas 2 tahun karena efek sampingnya
seperti gelisah, palpitasi, dan takikardia. Dekongestan topikal
seperti fenilepinefrin atau oxymetazoline lebih banyak dipakai,
sebaiknya digunakan 3-4 hari saja untuk menghindari
efek rebound.
Antihistamin oral generasi satu dinilai memiliki efek
antikolinergik sehingga dapat digunakan untuk mengurangi
rhinorrhea dan bersin. Antihistamin yang biasanya digunakan
adalah chlorpheniramine maleate atau diphenhydramine.
Guaifenesin adalah mukolitik yang berfungsi untuk mengurangi
sekresi nasofaring. Guaifenesin dinilai dapat menurunkan
sekresi dan meningkatkan drainase pada pasien nasofaringitis
atau rinosinusitis, namun bukti klinisnya masih terbatas. Selain
itu, codeine merupakan obat yang sering digunakan pada pasien
dengan keluhan batuk. Codoine berperan sebagai antitusif yang
bekerja secara sentral. Untuk batuk berdahak pada dewasa, ada
beberapa opsi terapi yang dapat dipilih.
2) Antiviral
Pada pasien ISPA, antiviral biasanya tidak diperlukan. Antiviral
bisa dipakai pada pasien influenza yang terkonfirmasi atau jika
terjadi outbreak influenzae dimana manfaat lebih banyak
dibandingkan risiko. Antiviral diberikan pada pasien yang
berisiko tinggi mengalami perburukan gejala. Misalnya pada
pasien yang sedang hamil, bayi usia < 6 bulan, pasien usia > 65
tahun, pasien immunocompromised, dan pasien dengan morbid
obesitas. Regimen yang bisa digunakan adalah oseltamivir 2 x
75 mg hingga maksimal 10 hari. 
3) Terapi Antibiotik
Kebanyakan kasus ISPA disebabkan oleh virus, sehingga
penggunaan antibiotik tidak efektif dan hanya boleh digunakan
jika terdapat kecurigaan atau konfirmasi adanya infeksi bakteri
(Muharni et al., 2014).

7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat ISPA, antara lain gagal napas
karena paru-paru berhenti berfungsi, dan gagal jantung kongestif. Hal yang
perlu digarisbawahi, komplikasi ISPA yang serius bisa mengakibatkan
kerusakan permanen bahkan kematian.
Komplikasi infeksi saluran pernapasan dapat meliputi:
a. Empiema
Kondisi ini adalah kumpulan nanah di samping paru-paru, yang
disebabkan oleh infeksi bakteri. Kondisi ini dapat menyebabkan
masalah yang mengancam jiwa, seperti sepsis (bakteri dalam darah)
dan syok. Gejalanya meliputi demam, batuk, sesak napas, dan nyeri
dada.
b. Abses Paru Paru
Abses paru-paru adalah rongga berisi nanah di paru-paru yang
dikelilingi oleh jaringan yang meradang. Biasanya disebabkan oleh
infeksi berat seperti pneumonia atau TBC atau dari menghirup zat
tertentu ke dalam paru-paru dari mulut. 
c. Tumor Bengkak Potts
Ini adalah komplikasi sinusitis yang jarang terjadi (sejenis infeksi
saluran pernapasan atas menyebabkan radang rongga sinus di
tengkorak). Abses terjadi di daerah dahi dengan pembengkakan frontal.
Tumor bengkak potts biasanya terlihat pada akhir masa kanak-kanak
atau remaja. Gejalanya meliputi merah, pembengkakan lembut di
tengah dahi, sakit kepala dan demam. 
d. Selulitis Orbita
Selulitis orbita adalah kemungkinan komplikasi sinusitis lainnya. Ini
adalah infeksi jaringan di dalam rongga mata dan di sekitar mata.
Gejalanya meliputi nyeri, bengkak, mata merah, demam, mata
menonjol, gangguan penglihatan, dan gangguan gerakan mata (Padila
et al., 2019).
8. Pathway

Inveksi kuman

Inflamasi Peradangan pada saluran Perubahan


pernafasan status

Merangsang Kuman melepas


pengeluaran zat-zat Kurang
endotoksin pengetahuan
seperti mediator
kimia bradikinin, keluarga
Nocisepter
serotinin, histamine,
Merangsang tubuh Stressor bagi keluarga
dan prostaglandin
Untuk melepas zat tentang penyakit
pyrogen oleh leukosit
Spina
cord Koping tidak
efektif
Thalamus
Hipotalamus
kebagian Cemas
Korteks serebi termoregulator
hospitalisasi
Nyeri
Suhu tubuh
meningkat
Perubahan
Ketidakefektifan
progress keluarga
pola nafas
Hipertermi
Suplai O2 Merangsang mekanisme System imun
kejaringan pertahanan tubuh terhadap menurun
adanya mikroorganisme
Resiko infeksi
Penurunan
metabolism sel Meningkatkan produksi
mucus oleh sel sel basilicia
sepanjang saluran
Intoleransi
aktivitas
Penumpukan sekresi
mucus pada jalan napas

Obstruksi Ketidakefektifan
jalan nafas bersihan jalan nafas
9. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian menurut (Mathar, 2018)
1) Identitas Pasien
2) Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai
anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda
akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih
lanjut.
3) Jenis Kelamin
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2
tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih
tinggi daripada laki-laki di negara Denmark.
4) Alamat
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota
keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk
ISPA. Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit
gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara
didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik
maupun kimia. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna
dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara
Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak.
b. Perumusan Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons pasien terhadap suatu masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang didalamnya baik berlangsung aktual maupun potensial
yang bertujuan untuk mengidentifikasi respon pasien baik individu,
keluarga ataupun komunitas, terhadap situasi yang berkaitan mengenai
kesehatan. Diagnosa yang biasanya muncul pada pasien ISPA menurut
SDKI adalah sebagai berikut :
1) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan.
2) Hipertermia b.d proses penyakit (infeksi bakteri stertococcus).
3) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
4) Ansietas b.d kurang terpaparnya informasi
c. Rencana Keperawatan dan Rasionalisasi

Tujuan Kriteria Evaluasi


No Diagnosa Jangka Jangka Pendek Kriteria Standar Rencana Intervensi
Keperawatan Panjang
1. Bersihan jalan Setelah 1. Setelah
napas tidak tindakan pertemuan
efektif b.d keperawata selama 1x45
sekresi yang n 3x60 menit keluaraga
tertahan menit resiko mampu
tidak mengenal
efektifnya masalah ISPA Respon Verbal ISPA adalah penyakit infeksi 1. Diskusi dengan
jalan nafas 2. Menyebutkan saluran pernafasan akut yang keluarga tentang
tidak terjadi pengertian ISPA ditandai dengan batuk pilek pengertian ISPA
yang datangnya tiba-tiba 2. Beri kesempatan
keluarga untuk
bertanya
3. Evaluasi kembali
penjelasan yang
sudah diberikan
4. Beri
reinfercement
positif atas usaha
keluarga
menjelaskan
kembali.

3. Menyebutkan Keluarga dapat menyebutkan 3


Respon Verbal dari 5 penyebab ISPA
penyebab ISPA 1. Diskusi dengan
Penyebab utama : Virus
Penyebab lain : keluarga tentang
1. Tertular penderita lain penyebab ISPA
2. Kurang gizi 2. Beri kesempatan
3. Tinggal di lingkungan keluarga untuk
kurang sehat, seperti : bertanya
Pencahayaan sinar 3. Tanyakan
matahari tidak masuk kembali pada
kedalam rumah, keluarga tentang
ventilasi dan jendela jenis ISPA
rumah sedikit dan 4. Beri renforcement
jarang dibuka, ada positif
anggota keluarga yang
merokok, dan
lingkungan rumah
dekat dengan jalan
berdebu.
4. Menyebutkan Respon Verbal
tanda dan gejala Keluarga menyebutkan 3 dari 4
ISPA tanda/gejala ISPA :
1. Batuk Pilek 1. Diskusi dengan
2. Demam/panas keluarga tentang
3. Nafas sesak/ada tarikan tanda dan gejala
dinding dada saat ISPA
bernapas 2. Beri kesempatan
4. Nafas sesak/ada tarikan keluarga untuk
dinding dada saat bertanya
bernapas 3. Evaluasi kembali
5. Nafas cepat : yaitu : tentang tanda dan
anak usia 2 bulan : 60 gejela yang telah
x/menit, umur 2 bulan- didiskusikan
1 tahun : 50x/menit, 4. Beri
Respon verbal dan umur 1-5 tahun : reinforcement
5. Keluarga
mampu 40x/menit. positif
menyebutkan
akibat ISPA bila Keluarga dapat menyebutkan 2
tidak ditangani dari 3 akibat ISPA bila tidak 1. Diskusi dengan
dengan baik diatasi keluarga tentang
1. Penyakit bertambah akibat bila ISPA
parah tidak diatasi
2. Kecerdasan berkurang 2. Beri kesempatan
3. Sesak nafas berat bisa pada keluarga
sampai meninggal untuk bertanya
bila ada yang
belum jelas
Respon verbal 3. Beri
6. Keluarga
reinforcement
mampu
yang positif pada
mengambil
keluarga
keputusan untuk Keputusan keluarga untuk
mengatasi merawat dan mengatasi 1. Motivasi keluarga
anggota masalah ISPA untuk mengatasi
keluarga yang masalah yang
mengalami dihadapi
masalah ISPA 2. Beri
reinforcement
positif atas
keputusan yang
diambil keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Dongky, P., & Kadrianti, K. (2016). Faktor risiko lingkungan fisik rumah dengan kejadian
ISPA balita di kelurahan Takatidung Polewali Mandar. Unnes Journal of Public Health,
5(4), 324–329.
Elvira, D., & Lina, A. (2018). PENYULUHAN TENTANG ISPA PADA MASYARAKAT
DI DESA AMBAWANG KUALA TAHUN 2018. Jurnal Kebidanan Komunitas
Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(1), 4.
Hamzah, B. (2020). Menginisiasi Perilaku Positif Masyarakat Tentang Penyakit ISPA di
Desa Muntoi Timur Kabupaten Bolaang Mongondow. Jurnal Pengabdian Masyarakat
Al-Irsyad (JPMA), 2(1), 33–42.
Mathar, I. (2018). Manajemen informasi kesehatan: Pengelolaan dokumen rekam medis.
Deepublish.
Muharni, S., Susanty, A., & Tarigan, E. R. (2014). Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Pada
Pasien ISPA Pada Salah Satu Puskesmas di Kota Pekanbaru. Jurnal Penelitian Farmasi
Indoneisa, 3(1), 10–15.
Padila, P., Febriawati, H., Andri, J., & Dori, R. A. (2019). Perawatan Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (Ispa) pada Balita. Jurnal Kesmas Asclepius, 1(1), 25–34.
RESTU AMALIA RAMADHANTI, R. A. R. (2021). Asuhan Keperawatan An. D Dengan
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Di RSUD Panembahan Senopati Bantul.
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Risnawaty, G. (2016). Faktor determinan perilaku cuci tangan pakai sabun (CTPS) pada
masyarakat di tanah kalikedinding. Jurnal Promkes, 4(1), 70–81.
Widianti, S. (2020). Penanganan Ispa Pada Anak Balita (Studi Literatur). Jurnal Kesehatan
Dan Pembangunan, 10(20), 79–88.

Anda mungkin juga menyukai