Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN

KEBUTUHAN POST OPERATIF

Dosen pembimbing

I Wayan Surastra,S.Kp.,M.Fis

Oleh :

Nama : NI Nyoman Niantari Putri

Nim : P07120120075

Absen : 23

Kelas: 2.2 D-III Keperawatan

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2020/2021


A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Pengertian Hemoroid

Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen / lebih pembuluh darah vena
Hemoroidales (bacon) pada poros usus dan anus yang disebabkan karena otot dan
pembuluh darah sekitar anus / dubur kurang elastis sehingga cairan darah terhambat dan
membesar (Rudi Haryono, 2012). Hemoroid adalah pembesaran vena (varises) dari pleksus
venosis Hemoroidalis yang diketemukan pada anal kanal (Diyono dan Sri Mulyanti, 2013).
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang
berasal dari plexus Hemorrhoidalis (Amin Huda Nurarif dan Hardhi Kusuma, 2015).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa hemoroid merupakan
pelebaran pembuluh darah vena dari pleksus Hemoroidalis yang berada pada daerah sekitar
anus.

Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena didaerah anus yang
berasal dari plexus hemoroidalis. Hemoroid eksterna adalah pelebaran vena yang berada di
bawah kulit (subkutan) dibawah atau luar lines dentate. Hemoroid interna adalah pelebaran
vena yang berada dibawah mukosa (submokosa) diatas atau dibawah linea dentate
(Jitowiyono, Kristiyanasari, 2012). Hemoroid suatu pelebaran dari venavena didalam
pleksus hemoroidalis. Walaupun kondisi ini merupakan suatu kondisi fisiologis (Muttaqin,
2011 hal. 689).

2. Etiologi

Menurut Diyono dan Sri Mulyanti (2013), penyebab Hemoroid dapat


diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Peningkatan tekanan intra-abdomen. Mis: kegemukan, kehamilan konstipasi.

b. Komplikasi dari penyakit cirrhosis hepatis.

c. Terlalu banyak duduk d. Tumor abdomen / pelvis.

e. Mengejan saat BAB

f. Hipertensi portal

Sedangkan menurut Amin Huda Nurarif dan Hardhi Kusuma (2015), Hemoroid timbul
karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena Hemoroidalis yang disebabkan oleh
faktor-faktor resiko atau pencetus, seperti:
a. Mengejan pada buang air besar yang sulit
b. Pola buang air besar yang salah (lebih banyak menggunakan jamban duduk, terlalu
lama duduk di jamban sambil membaca, merokok
c. Peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor (tumor usus, tumor abdomen)
d. Kehamilan (disebabkan tekanan jenis pada abdomen dan perubahan hormonal)
e. Usia tua
f. Konstipasi kronik
g. Diare akut yang berlebihan dan diare kronik
h. Hubungan seks peranal
i. Kurang minum air dan kurang makan makanan berserat (sayur dan buah)
j. Kurang olahraga / imobilisasi

3. Manifestasi Klinis

Hemoroid Menurut Rudi Haryono (2012), tanda dan gejala dari Hemoroid, antara lain:

a. Terjadi benjolan-benjolan di sekitar dubur setiap kali buang air besar.


b. Rasa sakit atau perih yang timbul karena prolaps Hemoroid (benjolan tidak dapat
kembali) dari anus terjepit karena adanya trombus.
c. Perdarahan segar di sekitar anus dikarenakan adanya rupture varises.
d. Perasaan tidak nyaman (duduk terlalu lama dan berjalan tidak kuat lama).
e. Keluar lendir yang menyebabkan perasaan isi rectum belum keluar semua.

Sedangkan dalam “Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Pencernaan”, Diyono
dan Sri Mulyanti (2013) menyebutkan manifestasi klinis Hemoroid, yaitu:

a. Gangguan pada anus: nyeri, konstipasi, perdarahan.


b. Benjolan pada anus yang menetap pada Hemoroid eksternal sedangkan pada
Hemoroid internal benjolan tanpa prolaps mukosa dan keduanya sesuai gradasinya.
c. Dapat terjadi anemia bila Hemoroid mengalami perdarahan kronis.
d. Perdarahan peranus waktu gerak yang berupa darah merah segar yang menetes /
mengucur tanpa rasa nyeri.
e. Bila terdapat bekuan darah pada saat gerak maka dapat menyebabkan infeksi dan
menimbulkan rasa nyeri.
4. Pathway

Obstipasi, sering mengejan, banyak duduk

Tekanan intra abdomen

Derajat III,IV

Kronik
Eksisi Plexus

Hermoroidalis

Diskotinuitas jaringan
Port de entry Takut BAB
Kurangnya informasi
Hemoroidektomi

Pelepasan mediator kimia


Bakteri /kuman Defisit pengetahuan Feses
(bradikardia ,histamine
mudah masuk tentang mengeras
skretasnin,praglandin)
penyakit,pengobatan
dan perawatanya.
Konstipasi
Resiko infeksi
Merangsang ujung saraf
nosiseptor
He
m
or
Gangguan eliminasi oi
d
BAB

Cortex cerebri (nyeri


dipersepsikan )

Nyeri

5. Klasifikasi Hemoroid

Menurut Rudi Haryono (2012) dalam buku “Keperawatan Medikal Bedah Sistem
Pencernaan” disebutkan klasifikasi Hemoroid berdasarkan letak terjadinya Hemoroid dibedakan
menjadi dua, yaitu Hemoroid Eksterna dan Hemoroid Interna.

a. Hemoroid Eksterna
Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Bentuk akut berupa
pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan hematoma,
bentuk ini sering sangat nyeri dan gatal karena ujungujung saraf pada kulit merupakan
reseptor nyeri. Hemoroid eksterna kronik atau skin lag berupa satu atau lebih lipatan kulit
anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah
b. Hemoroid Interna
a) Derajat I Terjadi pembesaran Hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal anus.
Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
b) Derajat II Pembesaran Hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk
sendiri ke dalam anus secara spontan setelah selesai BAB.
c) Derajat III Pembesaran Hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus
dengan bantuan dorongan jari. 15
d) Derajat IV Prolaps Hemoroid yang permanen, rentan dan cenderung untuk
mengalami thrombosis atau infark
6. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Diyono dan Sri Mulyanti (2013), pada kasus penyakit Hemoroid terdapat
macam-macam pemeriksaan untuk menegakkan diagnose, antara lain:

a. Inspeksi Kemungkinan tidak ditemukan apa-apa, mungkin terlihat benjolan Hemoroid


internal / eksternal yang prolaps.
b. Pemeriksaan rektal secara langsung Mengetahui adanya bunyi pada sfingter internal
dan biasanya pada lakilaki muda terdapat bunyi yang cepat.
c. Colok Dubur Tidak diketemukan benjolan kecuali sudah terjadi trombus,
pemeriksaan ini harus dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan / penyakit lain.
d. Anoscopy Pemeriksaan untuk mengetahui apakah terjadi pergeseran pada organ
dalam di bagian bawah yang menyebabkan Hemoroid.
e. Sigmoidoscopy dan barium enema Pemeriksaan pada usus / kolon sigmoid untuk
mengetahui adakah kanker atau inflamasi. Pemeriksaan ini penting terutama pada
klien umur > 40 tahun.
f. Proktoscopy Pemeriksaan untuk melihat lokasi Hemoroid internal yang ada pada tiga
tempat utama.

7. Penatalaksanaan

1) Penatalaksanaan Konservatif
a. Koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan menghindari
obat-obatan yang dapat menyebabkan kostipasi seperti kodein. (Daniel, W.J)
b. Perubahan gaya hidup lainya seperti meningkatkan konsumsi cairan, menghindari
konstipasi dan mengurangi mengejan saat buang air besar.
c. Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptic dapat mengurangi
gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid. Penggunaan steroid yang
berlama-lama harus dihindari untuk mengurangi efek samping. Selain itu suplemen
flavonoid dapat membantu mengurangi tonus vena, mengurangi hiperpermeabilitas
serta efek anti inflamasi meskipun belum diketahui bagaimana mekanismenya.
(Acheson,A.G)
2) Pembedahan

Apabila hemoroid internal derajat 1 yang tidak membaik dengan penatalaksanaan


konservatif maka dapat dilakukan tindakan pembedahan. HIST(hemorrhoid institute of
south texas) menetapkan indikasi tatalaksana pembedahan hemoroid antara lain:

a. Hemoroid internal derajat II berulang.


b. Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala
c. Mukosa rectum menonjol keluar anus.
d. Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fissure
e. Kegagalan penatalaksanaan konservatif.
f. Permintaan pasien.

Penatalaksanaan luka post operasi hemoroidektomi merupakan tindakan untuk merawat


luka dan melakukan pembalutan dengan tujuan mencegah infeksi silang (masuk melalui
luka) dan mempercepat penyembuhan luka. Selain itu, perawatan hemoroidektomi juga dapat
dilakukan dengan cara keluhan dikurangi rendam duduk menggunakan larutan hangat untuk
mengurangi nyeri atau gesekan pada waktu berjalan dan sedasi (Brunner & Suddarth, 2013)

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita post operasi
hemoroid menurut Price dan Wilson (2012) meliputi : nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan,
alamat, agama, status perkawinan, no. register, tanggal MRS, diagnose keperawatan.

a. Umur
Pada penderita hemoroid sering dijumpai 35% penduduk yang berusia sekitar 45-65
tahun.laki-laki maupun perempuan bisa mengalami hemoroid.
b. Pekerjaan
Karena faktor pekerjaan seperti angkat berat, mengejan saat defekasi, pola makan yang
salah bisa mengakibatkan feses menjadi keras dan terjadinya hemoroid.
c. Keluhan utama
Pada pasien post operasi hemoroid mengeluh nyeri pada anus akibat sesudah operasi.
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit diare kronik, konstipasi kronik, pembesaran prostat dan
sebelumnya pernah memiliki riwayat penyakit hemoroid.
e. Riwayat penyakit keluarga Apakah ada riwayat penyakit hemoroid dalam satu
keluarga
f. Riwayat psikososial
a) Pola persepsi dan konsep diri Kaji tentang persepsi klien terhadap
penyakit yang diderita. Pasien merasa malu dengan keadaanya, ansietas,
dan rendah diri.
b) Pola istirahat dan tidur Pada pasien post hemoroid biasanya mengalami
gangguan tidur karena nyeri pada anus sesudah operasi.
c) Pola aktivitas Pada pasien post hemoroid mengalami keterbatasan
aktivitas karena nyeri pada anus akibat sesudah operasi.

2. Pemeriksaan fisik

a. Tingkat kesadaran
kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-tidak sadar (composmenti-coma) untung
mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.
 Kesadaran : composmentis tingkat GCS : E : 4, V : 5, M : 6.
 Tanda-tanda vital
 Tekanan darah : normalnya 120/80 mmHg. 2)
 Suhu : normalnya 36,5C – 37,2C. 3)
 Nadi : normalnya 60-100 x/menit. 4)
 Respirasi rate : normalnya 16-24x/menit
 Pengkajian PQRST, yaitu:
 P= Paliatif/ Propokatif
Pada pasien post operasi hemoroidektomi akan mengeluh nyeri
apabila banyak gerak dan berkurang apabila istirahat/ berbaring
 Q= Quality/ quantity
Pada pasien post operasi hemoroid akan mengeluh nyeri pada bagian anus
yang sangat perih seperti diiris pisau
 R= Region/radiasi
Pada pasien post operasi hemoroidektomi akan mengeluh nyeri pada bagian
anus dan tidak menyebar
 S= Severity/ scale
Pada pasien post operasi hemoroidektomi skala nyeri yang di rasakan 1-10
 T= Timing
Pada pasien post operasi hemoroidektomi klien kaan mengeluh nyeri setiap
kali bergerak
b. Pemeriksaan kepala dan muka 1).

Kepala

a) Rambut : termasuk kuantitas, penyebaran dan tekstur antara : kasar dan halus
b) Kulit kepala : termasuk benjolan, lesi.
c) Tulang tengkorak : termasuk ukuran dan kontur.
d) Muka/wajah : termasuk simetris dan ekspresi wajah.
e) Pemeriksaan telinga
 Daun telinga dilakukan inspeksi : simetris kana kiri.
 Lubang telinga : produksi serumen tidak sampai mengganggu diameter
lubang.
 Gendang telinga : kalau tidak tertutup serumen berwarna putih keabuan dan
masih dapat bervariasi dengan baik apabila tidak mengalami infeksi sekunder.
 Pendengaran : pengkajian ketajaman terhadap bisikan atau tes
garputala dapat mengalami penurunan.
f) Pemeriksaan mata Yang perlu di kaji yaitu lapang pandang dari masing-masing mata
(ketajaman menghilang).

Inspeksi :

 Posisi dan kesejajaran mata : mungkin muncul eksoftalmikus, strabismus.


 Alis mata : dermatitis, seborea.
 Sklera dan konjungtiva : seklera mungkin ikterik. Konjungtiva anemis pada
penderita yang sulit tidur karena merasakan nyeri setelah operasi.
 Pupil : miosis, midriasis atau anisokor
g) Pemeriksaan mulut dan faring Inspeksi
 Bibir : sianosis, pucat
 Mukosa oral : mungkin kering, basah.
 Gusi perlu diamati kalau ada gingivitis.
 Lidah mungkin berwarna keputihan dan berbau akibat penurunan oral
hygiene.
 Faring mungkin terlihan kemerahan akibar peradangan.
3) Pemeriksaan leher Pada inspeksi jarang tampak distensi vena
jugularis,pembesaran kelenjar limfe leher dapat muncul apabila ada infeksi
sistemik.
4) Pemeriksaan thorak dan paru
 Inspeksi frekuensi : irama, kedalaman dan upaya bernafas antara lain :
takipnea, hipernea, dan pernafasan chyne stoke (pada kondis ketoasidosis).
 Amati bentuk dada : normal atau barrel chest, funnel chest dan pigeon chest.
 Dengarkan pernafasan pasien
 Stidor pada obstruksi jalan nafas
 Mengi (apabila penderita mempunyai riwayat asma atau bronchitis
kronik).
5) Pemeriksaan jantung
 Inspeksi : pada inspeksi bagaimana kondisi dada, simetris atau tidak, ictus
cordis nampak atau tidak.
 Palpasi : terdapat ictus cordis teraba di ICS 4-5.
 Perkusi : perkusi jantung terhadap suara jantung pekak (padat).
 Auskultasi : auskultasi bunyi jantung normal BJ 1 (dup), BJ 2 (lup) dan suara
terdengar tunggal.
6) Pemeriksaan abdomen
 Inspeksi : pada kulit apakah ada strie dan simetris adanya pembesaran organ.
 Auskultasi : auskultasi bising usus apakah terjadi penurunan atau
peningkatan motilitas.
 Perkusi : perkusi abdomen terhadap proporsi dan pola tymphani serta
kepekaan.
 Palpasi : palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan atau massa

6) Pemeriksaan genetalia dan anus

a) Genetalia : pada inspeksi apakah ada timosis pada preposium dan apakah ada
kemerahan pada kulit skrotum.
b) Anus
 Inspeksi : pada inspeksi terdapat luka post operasi, apakah ada tanda
infeksi, apakah adanya pus (nanah) atau tidak, apakah masih terjadi
pendarahan berlebih.
 Palpasi : palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan, adanya pus
(nanah) atau tidak.
7) Pemeriksaan ekstremitas
Inspeksi bentuk, adanya luka, edema baik ekstremitas atas maupun bawah. Pemeriksaan
kekuatan otot (skala 1-5)
2. DiagnosaKeperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan tahap kedua dalam proses keperawatan setelah anda
melakukan pengkajian keperawatan dan pengumpulan data hasil pengkajian. Diagnosa
keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan actual ataupun potensial sebagai dasar
pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil tempat perawat bertanggung jawab.
Tujuan diagnosis keperawatan adalah memungkinkan anda sebagai perawat untuk menganalisis
dan mensintesis data yang telah dikelompokkan, selain itu diagnosis keperawatan digunakan
untuk mengidentifikasi masalah, factor penyebab masalah, dan kemampuan klien untuk dapat
mencegah atau memecahkan masalah (Budiono, 2016).

Dalam buku “standar diagnosa Keperawatan Indonesia” menyebutkann diagnosa


keperawatan yang mungkin muncul pada klien post hemoroidektomi , antara lain:

a. Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan intergritas kulit di tantai dengan luka
sayatan pasca oprasi
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik di tandai dengan pasien
mengeluh nyeri pada luka post operatif

3. Intervensi keperawatan

No Dx Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1. 1. Risiko infeksi Setelah diberikan Manajemen imunisasi
berhubungan dengan asuhan keperawatan /vaksinasi
gangguan intergritas kulit di selama 1x24 jam Observasi
tantai dengan luka sayatan diharapkan: 1. Identifikasi riwayat
pasca oprasi 1. Kebersihan tangan kesehatn dan
meningkat riwayat alergi
2. Kebersihan badan 2. Identifikasi
meningkat kontraindikasi
3. Deman menurun pemberian imunisasi
4. Kemerahan (mis. Reaksi
menurun anaflaksis terhadap
5. Nyeri menurun vaksin sebelumnya
6. Bengkak menurun dan atau sakit parah
dengan atau tanpa
demam
3. Identifikasi status
imunisasi setiap
kunjungan ke
pelayanan
kesehatan
Terapeutik
1. Berikan suntikan
pada bayi di bagian
paha anterolateral
2. Dokumentasikan
informasi vaksin
(mis. Nama
produsen , tanggal
kadaluarsa)
3. Jadwalkan imunisasi
pada interval waktu
yang tepat
Edukasi
1. Jelaskan tujuan,
manfaat, reaksi yang
terjadi, jadwal dan
efek samping
2. Informasikan
imunisasi yang di
wajibkan pemerintah
3. Informsikan
vaksinasi untuk
kejadian khusus
4. Informasiakn
penundaan pemberian
imunisasi tidak berarti
mengulang jadwal
imunisasi kembali

Pencegahan infeksi
Observasi
1. Monitor tanda dan
gejala infeksi lokal
dan sistemik
Terapeutik
1. Batasi jumlah
pengunjung
2. Berikan perawatan
kulit pada area
edema
3. Cuci tangan sesudah
dan sebelum kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik
aseptik pada pasien
beresiko tinggi
Edukasi
1. Jelakan tanda dan
gejala infeksi
2. Ajarkan cara
mencuci tangan
yang benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka
operasi
5. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
6. Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
Kalaborasi
1. Kalaborasi pemebrian
imunisasi
bila perlu

Nyeri akut berhubungan dengan Setelah diberikan Manajemen nyeri


2. agen pencedera fisik di tandai asuhan keperawatan Observasi
dengan pasien mengeluh nyeri pada selama 1x24 jam di 1. Identifikasi lokasi,
luka post operatif harapkan : karakteristik,
1. Keluhan nyeri frekuensi, kualitas ,
menurun intesitas nyeri
2. Meringis menurun 2. Identifikasi skala nyeri
3. Sikap profektif 3. Identifikasi respons
menurun nyeri non verbal
4. Gelisah menurun 4. Identifikasi faktor yang
5. Kesulitan tidur memperberat dan
menurun memperingan nyeri
6. Frekuensi nadi 5. Identifikasi
membaik pengetahuan dan
7. Pola nafas kenyakinan tentang
membaik nyeri
8. Tekanan darah 6. Identifikasi pengaruh
membaik budaya terhadap
respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup
8. Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah di berikan
9. Monitor efek
samping penggunaan
analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi
rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
4. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam memilih
strategi meredakan
nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan stratagi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitur
nyeri secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgesik secara
tepat
5. Ajarkan tektnik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kalaborasi
1. Kalaborasi pemberian
analgesik jika perlu

Pemberian analgesik
1. Identifikasi
karakteristik nyeri
2. Identifikasi riwayat
nyeri obat
3. Identifikasi
kesesuaian
analgesik
4. Monitor tanta tanda
vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik
5. monitor efektifitas
analgesik
Terapeutik
1. di sesuaikan jenis
analgesik yang di sukai
untuk
memcapai analgesia
optimal , jika perlu
2. pertimbangkan
penggunan infus
continu, atau bolus
opioid untuk
memperthankan kadar
dalam serum
3. tetapkan target
efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan
respon pasien
4. dokumentasikan
respon terhadap
refleks analagesik
dan efek yang tidak
di ingginkan
Edukasi
1. Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
Kalaorasi
1. Kalaborasi pemebrian
dosis dan jenis
analagesik
sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA

Saghita, meta.2020. ”Laporan Pendahuluan Pada Pasien Hemoroid ”: Bandung Terdapat pada

http://eprints.umpo.ac.id/6150/3/BAB%202.pdf diakses pada tanggal 20


Oktober 2021

Tim Pokja SLKI DPP PPNI .2019.Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Jakarta Tim Pokja

SLKI DPP PPNI .2019.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Jakarta Tim Pokja SLKI

DPP PPNI .2019.Standar diagnosa Keperawatan Indonesia : Jakarta


Lembar Pengesahan

Denpasar, 25 Oktober 2021

Dosen pembimbing Mahasiswa

I Wayan Surastra,S.Kp.,M.Fis Ni Nyoman Niantari Putri

Nip. 196512311987031015 Nim. P07120120075

Anda mungkin juga menyukai