Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)


PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN
(CEDERA KEPALA BERAT)
DI RUANG ST LUKAS
RSU SANTO VINCENTIUS SINGKAWANG

DISUSUN OLEH :
ADE EWA PERMANA
NIM.211133041

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
TAHUN 2021/2022
VISI DAN MISI

PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

VISI
"Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam
Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di
Tingkat Regional Tahun 2020"

MISI
1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang
Berbasis  Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
IPTEK dan Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri,
Transparan dan Akuntabel.
5. Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional.
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN
(CEDERA KEPALA BERAT)

Telah mendapat persetujuan dari Pembimbing Akademik


(Clinical Teacher) dan Pembimbing Klinik (Clinical Instructure).
Telah disetujui pada :
Hari :
Tanggal :

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


A. Konsep Dasar
1. Definisi
Cedera kepala adalah trauma yang mengenai otak disebabkan
oleh kekuatan eksternal yang menimbulkan perubahan tingkat kesadaran
dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik, fungsi tingkah laku dan
emosional. Penderita cedera kepala sering mengalami edema cerebri
yaitu akumulasi kelebihan cairan di intraseluler atau ekstraseluler ruang
otak atau perdarahan intrakranial yang mengakibatkan meningkatnya
tekanan intra kranial. (Kumar, dkk, 2013)
Sedangkan menurut Smelter & Bare, (2013). Cedera kepala atau
trauma kepala merupakan kerusakan otak dan sel-sel mati tidak dapat
pulih akibat dari trauma atau benturan sehingga darah yang mengalir
berhenti walaupun hanya beberapa menit saja, sedangkan kerusakan
neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa cedera kepala
adalah kerusakan akibat trauma eksternal yang mengenai otak dan
mengakibatkan akumulasi kelebihan cairan di intraseluler atau
ekstraseluler ruang otak atau perdarahan intrakranial yang
mengakibatkan meningkatnya tekanan intra kranial dan berakhir pada
kerusakan jaringan otak yang menimbulkan perubahan kemampuan
kognitif, fungsi fisik, fungsi tingkah laku dan emosional.
2. Etiologi
Menurut Taqiyyah Bararah, M Jauhar (2013). Penyebab utama
terjadinya cedera kepala adalah sebagai berikut:
a. Kecelakaan lalu lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kendaraan bermotor
bertabrakan dengan kendaraan yang lain atau benda lain sehingga
menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan
raya.
b. Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefenisikan sebagai (terlepas) turun atau
meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika
masih di gerakkan turun turun maupun sesudah sampai ke tanah
c. Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan di defenisikan sebagai suatu perihal atau
perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau
matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang
atau orang lain (secara paksa).
Menurut Andra Saferi Wijaya, Yessie Mariza Putri (2013). Ada
2 macam penyebab cedera kepala yaitu:
a. Trauma tajam
Adalah trauma oleh benda tajam yang menyebabkan cedera setempat
dan menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi Contusio
serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang
disebabkan
perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
b. Trauma tumpul
Adalah trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera
menyeluruh (difusi). Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi
dalam 4 bentuk: cedera akson, kerusakan otak hipoksia,
pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak
koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer cerebral, batang
otak atau kedua-duanya.
3. Klasifikasi
Penilaian cedera kepala dapat dinilai menggunakan Glasgow
Coma Scale (GCS) (Tim Pusbankes, 2018)
a. Cedera Kepala Ringan (CKR)
1) Tidakada fraktur tengkorak
2) Tidak ada kontusio serebri, hematom
3) GCS 13-15
4) Dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi <30 menit
b. Cedera Kepala Sedang (CKS)
1) Kehilangan kesadaran
2) Muntah
3) GCS 9-12
4) Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan
(bingung)
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
1) GCS 3-8
2) Hilang kesadaran >24 jam
3) Adanya kontusio serebri, laserasi/hematom intrakranial
4. Tanda dan Gejala
Menurut Simatupang & Samaria, (2019) tanda dan gejala cedera kepala
adalah sebagai berikut :
a. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
b. Kebingungan
c. Iritabel
d. Pucat
e. Mual dan muntah
f. Pusing kepala
g. Terdapat hematoma
h. Kecemasan
i. Sukar untuk dibangunkan
j. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari
hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang
temporal.
k. Peningkatan TD, penurunan frekuensi nadi, peningkatan pernafasan.
5. Komplikasi
Menurut Wibowo, (2016) kompliksi cedera kepala adalah sebagai berikut
a. Perdarahan intra cranial
b. Kejang
c. Parese saraf cranial
d. Meningitis atau abses otak
e. Infeksi pada luka atau sepsis
f. Edema cerebri
g. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
h. Kebocoran cairan serobospinal
i. Nyeri kepala setelah penderita sadar
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah,
analisa gas darah.
b. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya
lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan
otak.
c. MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa
kontras radioaktif.
d. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral,
seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema,
perdarahan dan trauma.
e. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur),
perubahan struktur garis (perdarahan, edema), fragmen tulang.
Ronsent Tengkorak maupun thorak.
f. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi
perdarahan subarachnoid.
g. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah
pernafasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
h. Kadar Elektrolit:Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit
sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.
(Friska, 2019)
7. Penatalaksanaan Medis
a. Non pembedahan
1) Glukokortikoid (dexamethazone) untuk mengurangi edema
2) Diuretic osmotic (manitol) diberikan melalui jarum dengan filter
untuk mengeluarkan kristal-kristal mikroskopis
3) Diuretic loop (misalnya furosemide) untuk mengatasi
peningkatan tekanan intracranial
4) Obat paralitik (pancuronium) digunakan jika klien dengan
ventilasi mekanik untuk megontrol kegelisahan atau agitasi yang
dapat meningkatkan resiko peningkatan tekanan intracranial
b. Pembedahan
Kraniotomi di indikasikan untuk:
1) Mengatasi subdural atau epidural hematoma
2) Mengatasi peningkatan tekanan cranial yang tidak terkontrol
3) Mengobati hidrosefalus
(Friska, 2019)
B. WOC
Kecelakaan, terjatuh, trauma
Terkena peluru
Trauma tajam Trauma Kepala Trauma tumpul persalinan, penyalahgunaan
Benda tajam
obat/alkohol

Ekstra Kranial Tulang Kranial Intra Kranial


/ kulit kepala / Jaringan otak

Breath Blood Brain Bowel Bone

Perdarahan, Kerusakan
P Perdarahan Robeknya Penumpukan Gg. Saraf Fraktur
hematoma, saraf nervus
kesadaran arteri darah di otak motorik tulang
kerusakan 9, 10,11,5
Kompensasi meningen tengkorak
jaringan
Bed rest tubuh yaitu: P
lama vasodilatasi Hematoma kesadaran Gangguan P Gangguan Terputusnya
& bradikardi epidural sensori menelan kesadaran koordinasi kontinuitas
Penekanan Anemia terjadi gerak tulang
saraf P
kemampuan Aliran darah Perubahan ekstremitas
system Hipoksia P Gangguan
pernapasan batuk ke otak sirkulasi kemampuan keseimbangan
CSS P Hemiparase Nyeri
mengenali
Gangguan Akumulasi intake / hemiplegi akut
Perubahan Hipoksia stimulus
pertukaran makanan dan Resiko
mukus jaringan PK: P TIK
pola nafas cairan jatuh
gas
Kesalahan Gangguan Resiko
RR , Batuk tdk Penu interpretasi mobilitas infeksi
hiperpneu, efektif, runa Resiko fisik
hiperventil- ronchi, n Gangguan ketidaksei
asi RR kapa persepsi mbangan
cairan
sitas sensori
Pola nafas Bersihan
tdk efektif jalan Resiko defisit nutrisi
nafas tdk
efektif
C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
1) Identitas Pasien
a) Nama
b) Umur
c) Alamat
d) Pendidikan
e) Pekerjaan
f) Tanggal masuk
g) Diagnosa medis
h) Nomor register
2) Identitas Penanggungg jawab
a) Nama
b) Umur
c) Alamat
d) Pendidikan
e) Pekerjaan
f) Hubungan dengan klien
b. Riwayat Keperawatan
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Berisikan data adanya penurunan kesadaran (GCS <15), letargi,
mual dan muntah, sakit kepala, wajah tidak simetris, lemah,
paralysis, perdarahan, fraktur, hilang keseimbangan, sulit
menggenggam, amnesia seputar kejadian, tidak bias beristirahat,
kesulitan mendengar, mengecap dan mencium bau, sulit
mencerna/menelan makanan
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Berisikan data pasien pernah mangalami penyakit system
persyarafan, riwayat trauma masa lalu, riwayat penyakit darah,
riwayat penyakit sistemik/pernafasan cardiovaskuler, Riwayat
hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obat antikoagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan konsumsi alcohol.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Berisikan data ada tidaknya riwayat penyakit menular seperti
hipertensi, diabetes mellitus, dan lain sebagainya
c. Pengkajian primer
1) Aktivitas/istirahat
Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda :Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese,
puandreplegia, ataksia, cara berjalan tidak tegang.
2) Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi,
takikardi.
3) Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung,
depresi dan impulsif.
4) Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah, gangguan menelan.
5) Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau
mengalami gangguan fungsi.
6) Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo,
sinkope, kehilanganpendengaran, gangguan pengecapan dan
penciuman, perubahan penglihatan seperti ketajaman.
Tanda :Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan
status mental, konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah laku
dan memoris.
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada
rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat,
merintih.
8) Pernafasan
Tanda : Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi
oleh hiperventilasi nafas berbunyi)
9) Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan
rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum
mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi suhu
tubuh.
10) Interaksi sosial
Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti,
bicara berulang-ulang, disartria.
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah,
analisa gas darah.
2) CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi
luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan
jaringan otak.
3) MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa
kontras radioaktif.
4) Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral,
seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema,
perdarahan dan trauma.
5) X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur),
perubahan struktur garis (perdarahan, edema), fragmen tulang.
Ronsent Tengkorak maupun thorak.
6) CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi
perdarahan subarachnoid.
7) ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah
pernafasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan
intrakranial.
8) Kadar Elektrolit:Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit
sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan kapasitas adaptif intracranial b.d edema serebral
ditandai dengan hipoksia jaringan serebral
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas
ditandai dengan adanya akumulasi mukus
c. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi
perfusi ditandai dengan hipoksia
d. Pola nafas tidak efektif b.d gangguan neuromuscular ditandai
dengan adanya hiperventilasi
e. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik ditandai dengan adanya
kerusakan kontinuitas tulang
f. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular
ditandai dengan hemiparase
g. Resiko ketidakseimbangan cairan b.d perdarahan
h. Resiko defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan
i. Resiko jatuh b.d gangguan keseimbangan
3. Perencanaan (NCP)
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Penurunan Setelah dilakukan Observasi
kapasitas tindakan a. Identifikasi penyebab a. Lesi pada area kepala,
adaptif keperawatan peningkatan TIK gangguan metabolisme,
intracranial selama 3 x24 jam b. Monitor tanda/gejala edema serebral merupakan
diharapakan peningkatan TIK penyebab terjadinya
b.d edema
kapasitas adaftif c. Monitor status peningkatan TIK
serebral intracranial pernapasan b. Tekanan darah meningkat,
mengalami d. Monitor intake dan tekanan nadi melebar,
kenaikkan dengan output cairan bradikardia, pola napas
kriteria : Teraupetik ireguler, kesadaran
a. Kesa e. Minimalkan stimulus menurun merupakan tanda
daran dengan menyediakan dan gejala terjadinya
meningkat lingkungan yang tenang peningkatan TIK
b. Sakit f. Hindari maneuver c. Px cedera kepala dapat
kepala Valsava memiliki terjadi gangguan
menurun Kolaborasi kebutuhan oksigenasi
c. Agita g. Kolaborasi pemberian d. Intake dan output cairan px
si, mual dan diuretic osmotic untuk mengetahui adanya
muntah kelainan pemenuhan cairan
menurun e. Menghindari terjadi
d. TD kenaikan TD, HR dan RR
dan HR f. Memnghindari perubahan
membaik TD dan HR yang dapat
meningkatkan TIK
g. Untuk mengurangi
meningkatnya tekanan intra
okuler.
2 Bersihan Setelah dilakukan Observasi
jalan nafas tindakan a. Monitor pola nafas a. Frekuensi, kedalaman,
tidak efektif keperawatan usaha nafas dapat
b.d selama 1 x24 jam b. Monitor bunyi nafas menandakan adanya
diharapkan jalan tambahan kelainan pola nafas
hipersekresi
nafas kembali Teraupetik b. Bunyi nafas tambahan
jalan nafas efektif dengan c. Lakukan pemberian menandakan adanya
kriteria : fisioterapi dada gangguan jalan nafas
a. Frekuensi d. Berikan minuman hangat c. Fisioterapi dada dapat
pernafasan e. Berikan oksigen membantu pelepasan secret
tidak ada Edukasi pada dinding paru paru
deviasi dari f. Anjurkan asupan cairan d. Mencukupi kebutuhan
kisaran 200 ml/hari, jika tidak oksigen px
normal. kontraindikasi e. mencukupi status hidrasi
b. Irama Kolaborasi dan keseimbangan cairan
pernafasan g. Kolaborasi pemberian px
tidak ada bronkodilator, f. mempermudah
deviasi dari ekspektoran, mukolitik, pengeluaran secret/mucus
kisaran jika perlu g. merelaxkan penekanan otot
normal. pernafasan
c. Kedalaman
inspirasi tidak
ada deviasi
dari kisaran
normal.
d. Kemampuan
untuk
mengeluarkan
secret tidak
ada deviasi
dari kisaran
normal.
3 Gangguan Setelah Observasi
pertukaran dilakukan a. Monitor frekuensi, a. Frekuensi, kedalaman,
gas b.d tindakan irama, kedalaman, usaha nafas dapat
ketidakseimb keperawatan 1x dan upaya nafas menandakan adanya
angan 24 jam, maka b. Monitor pola nafas kelainan pernafasan
ventilasi Gangguan c. Monitor saturasi b. Menemukan gejala
perfusi pertukaran gas oksigen kelainan pernafasan
meningkat d. Monitor nilai AGD eperti bradipnea,
dengan kriteria Terapeutik takipnea, hiperventilasi,
hasil : e. Atur interval kussmaul, cheyne-stokes,
a. Dispnea pemantauan ataksisk
menurun respirasi sesuai c. mengetahui nilai
b. Bunyi nafas kondisi pasien kandungan persentase
tambahan f. Dokumentasikan oksigen dalam tubuh
menurun hasil pemantauan d. Mengetahui kelainan
c. Gelisah Edukasi fungsi paru dalam
menurun g. Jelaskan tujuan dan pertukaran O2 dan CO2
d. PCO2 prosedur e. mengetahui
membaik pemantauan perkembangan
e. PO2 h. Informasikan hasil kebutuhan O2 px
membaik pemantauan, jika f. guna melihat
f. Takikardia perlu perkembangan
membaik kolaborasi kebutuhan oksigenasi px
g. pH arteri i. Kolaborasi secara detail
membaik penentuan dosis g. memberitahukan px akan
oksigen kondisinya
h. px dapat mengetahui
kesimpulan kebutuhan
oksigenasi
i. memenuhi pemberian
kebutuhan O2 px yang
tepat

4 Pola nafas Setelah dilakukan Observasi a. Frekuensi, kedalaman,


tidak efektif tindakan a. Monitor pola napas usaha nafas dapat
b.d gangguan keperawatan 3 x. (frekuensi, kedalaman, menandakan adanya
neuromuskul 24 jam, maka pola usaha napas) kelainan pernafasan
nafas tidak efektif b. Identifikasi adanya b.
ar Pengguanaan otot bantu
menigkat dengan penggunan otot bantu
pernafasan merupakan
kriteria hasil : nafas
a. Penggunaan Teraupetik tanda kelainan pola nafas
otot bantu c. Berikan oksigen sesuai c. Posisi semi-Fowler atau
nafas menurun kebutuhan Fowler dapat memberikan
b. Dispnea Edukasi memaksimalkan ekspansi
menurun d. Ajarkan mengubah diafragma dan paru
c. Pemanjangan posisi secara mandiri d. Pemberian oksigen yang
fase ekspirasi Kolaborasi tepat dapat membantu
menurun e. Kolaborasi pemberian pemenuhan kebutuhan O2
d. Frekuensi bronkodilator e. Membantu px menemukan
nafas secara mandiri posisi
membaik paling tepat dalam
e. Kedalaman mempermudah pernafasan
nafas f. Membantu mengurangi
membaik spasme jalan nafas
5 Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi
b.d agen asuhan a. Identifikasi lokasi, a. Untuk mengetahui kualitas
pencedera keperawatan karakteristik, durasi, nyeri px serta penyebab
fisiologis selama 3 x 24 frekuensi, kualitas, dan intesitas nyeri
jam diharapkan intensitas nyeri b. Skala nyeri untuk
nyeri pada pasien b. Identifikasi skala nyeri menentukan tingkat nyeri
berkurang dengan c. Identifikasi respon nyeri yang dirasakan px
kriteria hasil : nonverbal c. Mengetahui adanya respon
Tingkat Nyeri d. Monitor TTV nyeri yang tidak disebutkan
a. Nyeri Terapeutik px
berkurang e. Fasilitasi istirahat tidur d. Perubahan TTV dapat
dengan skala f. Kontrol lingkungan yang menjadi ciri kualitas nyeri
2 memperberat nyeri yang dirasakan px
b. Pasien tidak ( missal: suhu ruangan, e. Meningkatkan rasa nyaman
mengeluh pencahayaan dan pada px
nyeri kebisingan). f. Mengurangi stimulus
c. Pasien g. Beri teknik non lingkungan sebagai faktor
tampak farmakologis untuk pemberat nyeri
tenang meredakan nyeri g. Teknik non farmakologis
d. Pasien dapat (aromaterapi, terapi pijat, dapat digunakan untuk
tidur dengan hypnosis, biofeedback, meredakan nyeri
tenang teknik imajinasi h. Mengedukasi px
e. Frekuensi terbimbimbing, teknik bagaimana nyeri dapat
nadi dalam tarik napas dalam dan muncul
batas normal kompres hangat/ dingin) i. Membantu px meredakan
(60-100 Edukasi nyeri secara mandiri
x/menit) h. Jelaskan penyebab, j. Analgetic dapat
f. Tekanan periode dan pemicu nyeri menghambat mediator
darah dalam i. Jelaskan strategi saraf nyeri sehingga terjadi
batas normal meredakan nyeri pengurangan rasa nyeri
(90/60 Kolaborasi
mmHg – j. Kolaborasi pemberian
120/80 analgetik, jika perlu
mmHg)
g. RR dalam
batas normal
(16-20
x/menit)
Kontrol Nyeri
a. Melaporkan
bahwa nyeri
berkurang
dengan
menggunaka
n
manajemen
nyeri
b. Mampu
mengenali
nyeri (skala,
intensitas,
frekuensi
dan tanda
nyeri)
6 Gangguan Setelah dilakukan Observasi
mobilitas tindakan a. Identifikasi adanya a. Nyeri, kelemahan otot dan
fisik b.dkeperawatan nyeri atau keluhan sesak nafas dapat menjadi
gangguan selama 3 x 24 jam fisik lainnya hambatan dalam mobilisasi
toleransi aktivitas b. Identifikasi toleransi b. Memgetahui kemampuan
neuromuskul
meningkat dengan fisik melakukan mobilisasi px
ar kriteria hasil : ambulasi c. Perubahan TD dan RR
a. px dapat c. Monitor frekuensi setelah dan sebelum
berambulasi jantung dan tekanan mobilisasi menandakan ada
b. kekuatan darah sebelum atau tidaknya kelainan
otot memulai ambulasi dalam kemampuan
meningkat Terapeutik mobilisasi
c. rentang d. Fasilitasi aktivitas d. Membantu mempermudah
gerak ambulasi dengan alat px berambulasi
meningkat bantu (mis. tongkat, e. Membantu meningkatkan
d. ADLs kruk) perkembangan toleransi
terpenuhi e. Fasilitasi melakukan mobilisasi
mobilisasi fisik, jika f. Melibatkan keluarga dapat
perlu membangun kesembuhan
f. Libatkan keluarga emosional
untuk membantu g. Px dan keluarga
pasien dalam mengetahui tujuan
meningkatkan prosedur ambulasi
ambulasi h. Ambulasi dini untuk
Edukasi menghindari kekakuan otot
g. Jelaskan tujuan dan i. Ambulasi sederhana dapat
prosedur ambulasi membantu mengurangi
h. Anjurkan melakukan toleransi fisik
ambulasi dini
i. Ajarkan ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis. berjalan dari
tempat tidur ke kursi
roda, berjalan dari
tempat tidur ke
kamar mandi,
berjalan sesuai
toleransi)
7 Resiko Setelah diberikan observasi a. Status hidrasi
ketidakseimb asuhan a. Monitor status hidrasi ( mis, frek nadi, kekuatan
angan cairan keperawatan ( mis, frek nadi, nadi, akral, pengisian
b.d trauma selama 3 x 24 jam kekuatan nadi, akral, kapiler, kelembapan
diharapkan pengisian kapiler, mukosa, turgor kulit,
keseimbangan kelembapan mukosa, tekanan darah) dapat
cairan terjaga turgor kulit, tekanan menjadi tanda dan gejala
dengan kriteria darah) terjadinya
hasil : b. Monitor berat badan ketidakseimbangan cairan
1. Tidak harian b. mengetahui
terjadi Teraupetik berat badan harian
edema c. Catat intake output dan c. mengetahui
2. Jaringan hitung balans cairan balans cairan px
mukosa dalam 24 jam d. mencukupi
lembab d. Berikan  asupan cairan kebutuhan cairan
3. Status sesuai kebutuhan e. memcukupi
hidrasi e. Berikan cairan intravena kekurangan cairan yang
dalam bila perlu terjadi
batas edukasi f. mengedukasi
normal f. jelaskan pentingnya pentingnya pemenuhan
cairan yang cukup cairan yang adekuat
Kolaborasi g. meingkatkan
g. Kolaborasi pemberian pengeluaran urin
diuretik,  jika perlu
8 Resiko defisit Setelah dilakukan Observasi a. mengetahui status
nutrisi b.d asuhan a. Identifikasi status nutrisi untuk perencanaan
ketidakmamp keperawatan nutrisi pemenuhan nutrisi
uan menelan selama 3 x 24 b. Identifikasi kebutuhan b. Mengetahui jumlah
jam diharapkan kalori dan jenis nutrient kalori kebutuhan serta jenis
makanan
kebutuhan nutrisi c. Identifikasi perlunya nutrient yang tepat untuk di
terpenuhi dengan penggunaan selang konsumsi px
kriteria hasil : nasogastrik c. selang nasogastric dapat
a. Porsi Teraupetik mempermudah intake
makanan d. Berikan makanan tinggi nutrisi pada px
yang kalori dan tinggi protein d. memberikan asupan
dihabiskan Edukasi nutrisi yang baik dapat
meningkat e. Ajarkan diet yang membantu kesembuhan
b. Frekuensi diprogramkan serta energi
makan Kolaborasi e. mengedukasi diet yang
meningkat f. Kolaborasi dengan ahli tepat sesuai kebutuhan px
gizi untuk menentukan f. kalori dan jenis nutrient
jumlah kalori dan jenis yang tepat dapat
nutrient yang meningkatkan efektifitas
dibutuhkan pemenuhan nutrisi
9 Resiko jatuh Setelah diberikan Observasi a. mengetahui adanya area
b.d gangguan asuhan a. Identifikasi area lingkungan yang
keseimbanga keperawatan lingkungan yang berpotensi menyebabkan
n selama 3 x 24 jam berpotensi menyebabkan cedera pada px untuk
diharapkan cedera menentukan modifikasi
cedera tidak b. Identifikasi obat yang lingkungan yang tepat
terjadi dengan berpotensi menyebabkan b. efek samping obat juga
kriteria hasil : cedera dapat berpotensi
1. Kejadian Terapeutik menyebabkan cedera
cedera tidak c. Pastikan roda tempat c. memberikan aktivitas yang
terjadi tidur dan kursi roda selalu tepat dan aman dilakukan
2. Luka atau dalam kondisi tempat bagi px
lecet tidak tidur d. mengedukasi px dan
terjadi d. Atur tempat tidur keluarga alasan
mekanis pada posisi pencegahan cedera dapat
terendah memberikan efektivitas
e. Sosialisasikan aktivitas kooperatif keluarga dalam
fisik yang membantu menghindari
diperlukan cedera
Edukasi
f. Jelaskan alasan
intervensi pencegahan
jatuh ke pasien dan
keluarga,
(PPNI, 2017, 2018b, 2018a)
DAFTAR PUSTAKA

Bararah, Taqiyyah dan Mohammad Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan


Lengkap Menjadi Perawat Profesional Jilid 2. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Kementrian Kesehatan RI, 2013, Pusat Data Dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI, Jakarta: Direktorat Jendral Pelayanan Medik.
Kumar, dkk. 2013. Buku Ajar Patologis Robbin, Ed.7, Vol. 2. Jakarta: Buku
Kedokteran ECG.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
PT.Rineka Cipta.
Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Friska, N. (2019). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Edema Serebri Pada
Cedera Kepala Traumatik. Artikel Penyegar Asuhan, 7(5), 36–42.
Ppni. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st Ed.). Dpp Ppni.
Ppni. (2018a). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (2nd Ed.). Dpp Ppni.
Ppni. (2018b). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (2nd Ed.). Dpp Ppni.
Simatupang, D. R., & Samaria, D. (2019). Kajian Literatur: Hubungan Antara
Tingkat Pengetahuan Tanda Awal Gejala Stroke Dengan Keputusan Mencari
Bantuan Kesehatan Pada Individu Dengan Risiko Stroke. Fakultas Ilmu
Kesehatan Upn Veteran Jakarta, 1(1).
Wibowo, D. (2016). Hubungan Antara Faktor Pre-Hospital Stage Dengan
Komplikasi Sekunder Pada Pasien Cedera Kepala Berat Setelah Kedatangan
Pasien Di Igd Rsud Ulin Banjarmasin. Dinamika Kesehatan, 7(2).

Anda mungkin juga menyukai