Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

THYPOID

Disusun Oleh :
NAMA : HANDAL AGHNIA
NIM : 20201557
PRODI : D3 KEPERAWATAN

AKADEMI KEPERAWATAN
AKPER KRIDA HUSADA KUDUS
TAHUN AJARAN 2020/2021
THYPOID FEVER

A. Definisi

Demam thypoid atau enteric fever adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan
pada pencernaan dan gangguan keasadaran. Demam thypoid disebabkan oleh infeksi
salmonella typhi. (Lestari Titik, 2016).
Thypoid fever atau demam tifoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dan dengan gangguan kesadaran. (Wijayaningsih kartika sari, 2013).
Demam thypoid merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk,
kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar
kebersihan industrripengolahan makanan yang masih rendah. Penularan penyakit
ini hampir selalu melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Rois,
dkk. :2017)

B. Etiologi
Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri samonella typhi. Bakteri
salmonella typhi adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar,
tidak berspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik yang
terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flegella), dan antigen VI.
Dalam serum penderita, terdapatzat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen
tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41
derajat celsius (optimum 37 derajat celsius) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor
pencetus lainnya adalah lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin,
makanan/minuman yang terkontaminasi, formalitas dan lain sebagainya. (Lestari
Titik, 2016).

2
C. Patofisiologi

Proses perjalanan penyakit kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan


dan minuman yang tercemar oleh salmonella (biasanya ˃10.000 basil kuman).
Sebagian kuman dapat dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk
ke usus halus. Jika respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka
basil salmonella akan menembus selsel epitel (sel m) dan selanjutnya menuju lamina
propia dan berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan
kelenjar getah bening mesenterika. (Lestari Titik, 2016).
Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika
mengalami hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui
duktus thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikulo endotalial tubuh, terutama
hati, sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portal dari usus. (Lestari Titik, 2016).
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltasi limfosit, zat plasma, dan sel
mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali). Di
organ ini, kuman salmonella thhypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi,
sehingga mengakibatkan bakterimia ke dua yang disertai tanda dan gejala infeksi
sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler dan
gangguan mental koagulasi). (Lestari Titik, 2016).
Perdarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak
peyeriyang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini dapat
berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi.
Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat mengakibatkan
komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler, pernafasan, dan
gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi hiperplasia
plak peyeri, di susul kembali, terjadi nekrosis pada minggu ke dua dan ulserasi plak
peyeri pada mingu ke tiga. selanjutnya, dalam minggu ke empat akan terjadi proses
penyembuhan ulkus dengan meninggalkan sikatriks (jaringan parut). Sedangkan
penularan salmonella thypi dapat di tularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat) dan melalui Feses. (Lestari Titik, 2016).

3
D. Pathway
Kuman salmonella typhi

Masuk melalui makanan/


Minuman, jari tangan/kuku,
muntuhan, lalat dan feses

Masuk ke mulut

Menuju ke saluran
pencernaan

Kuman mati Lambung Kuman hidup

Lolos dari asam


lambung

Bakteri masuk ke dalam


usus halus

Peredaran darah dan masuk ke


retikulo endothelia terutama
hati dan limfa

Inflamasi pada hati dan Masuk kealiran darah


limfa

Endotoksi
Hematomegali Spenomegali

Mengakibatkan komplikasi
Nyeri tekan Penurunan mobilitas seperti neuropsikiatrik,
usus
kardiovaskuler, pernafasan,
dll.
Nyeri Penurunan
peristaltik usus
Merangsang
melepas sel perogen
Konstipasi Peningkatan asam
lambung Mempengaruhi pusat
thermoregulerator di
hipotalamus
Resiko kekurangan Anoreksia, mual dan
volume cairan muntah
Hipertermia
Defisit Nutrisi
4
E. Manifestasi Klinis

Demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas
10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika
melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan
gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan
tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya di temukan, yaitu:
(Lestari Titik, 2016)

1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan
suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap
hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.
Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan. Pada
abdomen dapat di temukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar
disertai nyeri dan peradangan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang
terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan). Gejala yang juga dapat ditemukan pada punggung dan
anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintikbintik kemerahan karena
emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam,
kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan tetap
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadinya pada minggu kedua setelah suhu
badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi
karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik
oleh obat maupun oleh zat anti.

5
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan
Menurut Lestari Titik, 2016 penatalaksanaan pada demam typhoid yaitu:
a. Perawatan
1.) Klien diistirahatkan 7 hari sampai 14 hari untuk mencegah komplikasi
perdarahan usus.
2.) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya
tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
b. Diet
1.) Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
2.) Pada penderita yang akut dapat diberikan bubur saring.
3.) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4.) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7 hari.
c. Obat-obatan
Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit typhoid. Waktu
penyembuhanbisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan. Antibiotika,
seperti ampicilin, kloramfenikol, trimethoprim sulfamethoxazole dan
ciproloxacin sering digunakan untuk merawat demam typhoid di negara-
negara barat. Obat-obatan antibiotik adalah:
1) Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kgBB/hari, terbagi dalam
3-4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari.
2) Bilamana terdapat kontra indikasi pemberian kloramfenikol, diberikan
ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam3- 4 kali.
Pemberian intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari.
3) Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/ hari, terbagi dalam3-4 kali.
Pemberian oral/intravena selama 21 hari.
4) Kotrimoksasol dengan dosis 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3 kali
pemberian, oral, selama 14 hari.
5) Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 50
m/kgBB/hari dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari, sehari
sekali, intravena selama 5-7 hari.
6) Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika
adalah meropenem, azithromisin, dan fluoroquinolon.

6
Bila tak terawat, demam typhoid dapat berlangsung selama tiga minggu
sampai sebulan. Kematian terjadi antara 10% dan 30 % dari kasus yang
tidak terawat. Pengobatan penyulit tergantung macamnya. Untuk kasus
berat dan dengan manifestasi nerologik menonjol, diberi deksamethason
dosis tinggi dengan dosis awal 3 mg/kgBB, intravena perlahan (selama 30
menit). Kemudian disusul pemberian dengan dosis 1 mg/kg BB dengan
tenggang waktu 6 sampai 7 kali pemberian. Tatalaksanaan bedah
dilakukan pada kasus-kasus dengan penyulit perforasi usus.

G. Komplikasi
1. Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perporasi usus dan ilius paralitik.
2. Komplikasi extra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis, tromboplebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia dan syndroma uremia
hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, dan kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meninggiusmus, meningitis, polineuritis
perifer, sindroma guillain bare dan sindroma katatonia. (Lestari Titik, 2016)

H. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada anak dengan dengan typoid antara lain:

1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya 13 leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang
terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh
karena itu, pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam
typhoid.

7
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini
dikarenakan hasil biakan darahtergantung dai beberapa faktor :
1.) Tehnik pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan tehnik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam
tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2.) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap salmonella typhi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu
kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3.) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga
biakan darah negatif.
4.) Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan
mungkin negatif.
5.) Uji widal Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibodi. Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella typhi terdapat dalam
serum klien dengan demam typhoid juga terdapat pada orang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien
yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella typhi,
klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
a) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan anti-gen O (berasal dari
tubuh kuman)

8
b) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan anti-gen H (berasal dari
flagel kuman).
c) Aglutinin VI, yang dibuat karena rangsangan anti-gen VI (berasal dari
simpai kuman). Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin 15 O dan
H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin
besar klien menderita typhoid.
4. Kultur
Kultur urin bisa positif pada minggu pertama, kultur urin bisa positif pada akhir
minggu kedua, dan kultur feses bisa positif pada minggu kedua hingga minggu
ketiga.
5. Anti Salmonella typhi IgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut Salmonella
Typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke-3 dan 4 terjadinya demam.

I. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Demam Thypoid


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama di dalam memberikan asuhan
keperawatan. Perawat harus mengumpulkan data tentang status kesehatan pasien
secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan.
Pengumpulan data ini juga harus dapat menggambarkan status kesehatan klien dan
kekuatan masalah-masalah yang dialami oleh klien. (Hutahaean Serri, 2010).
Menurut sodikin 2012 pengkajian pada anak demam typhoid antara lain:
a. Identifikasi, sering ditemukan pada anak berumur diatas satu tahun.
b. Keluhan utama
Berupa perasaan yang tidak enak badan, lesu, nyeri kapala, pusing dan kurang
bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama selama masa inkubasi).
Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris
remiten, dan suhu tubuhnya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu
tubuh berangsur-angsur baik setiap harinya biasanya menurun pada pagi hari
dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Pada minggu kedua, pasien
terus berada dalam keadaan demam. Saat minggu ke tiga, suhu beragsur turun
dan normal kembali pada akhir minggu ke tiga. Umumnya kesadaran pasien
menurun walaupun tidak berada dalam kedaaan yaitu apatis sampai samnolen.
Jarang terjadi stupor, koma, atau gelisah (kecuali bila penyakitnya berat dan

9
terlambat mendapatkan pengobatan). Disamping gejala-gejala tersebut
mungkin terdapat gejala lainnya. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardia
dan epitaksis pada anak besar.
c. Pemeriksaan fisik
1) Kepala Melihat kebersihan kulit kepala, distribusi rambut merata dan
warna rambut.
2) Wajah, melihat ke semetrisan kiri dan kanan.
3) Mata, terlihat sklera putih, konjuntiva merah muda, dan reflek pupil
mengecil ketika terkena sinar.
4) Mulut, terdapat napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering, dan
pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor, sementara ujung
dan tepinya berwarna kemerahan dan jarang disertai tremor.
5) Leher, tidak adanya distensi vena jugularis.
6) Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung. Bisa terjadi
konstipasi, atau mungkin diare atau normal.
7) Hati dan limfe membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.
8) Ektermitas, pergerakan baik antara kiri dan kanan.
9) Integumen, akral teraba hangat dan terdapat pada punggung dan anggota
gerak dapat ditemukan reseola (bintik-bintik kemerahan karena emboli
basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama
demam).
d. Pemeriksaan laboratorium
1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis
relatif dan aneosinofillia pada permukaan yang sakit.
2) Darah untuk kultur (biakan darah, empedu) dan widal.
3) Biakan empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah
pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan
dalam urine dan feses.
4) Pemeriksaan widal Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang
diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O yang bernilai 1/200 atau
lebih menunjukkan kenaikan yang progresif (Nursalam Susianingrum,
Rekawati Utami, Sri, 2008).

10
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data subjektif dan objektif
yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosa
keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses berpikir kompleks
tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medis, dan
pemberi pelayanan kesehatan yang lain. (Hutahaean Serri, 2010) Berdasarkan
SDKI 2017 diagnosa keperawatan yang muncul yaitu :
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis inflamasi
saluran gastrointestinal D.0077
2) Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan cairan D.0052
3) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrien D.0019
4) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (demam thypoid)
D.0130
3. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi TTD


Keperawatan
1. Nyeri akut L.08063 Kontrol Nyeri I.08238 Manajemen Nyeri
berhubungan Setelah dilakukan  Identifikasi lokasi,
dengan agen tindakan keperawatan karakteristik,
pencedera ...x24jam diharapkan durasi, frekuensi,
(inflamasi pasien memenuhi kriteria: kualitas, intensitas
saluran  Mampu nyeri
gastrointestinal) mengontrol nyeri  Identifikasi respon
 Melaporkan nyeri nyeri non verbal
berkurang dengan  Berikan tekhnik
menggunakan nonfarmakologis
menegemen untuk mengurangi
nyeri. rasa nyeri
 Mampu  Kontrol
mengenali nyeri. lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri
 Kolaborasi
pemberian

11
analgetik
2. Konstipasi L.04033 eliminasi fekal I.04151 manajemen
berhubungan Setelah dilakukan eliminasi fekal
dengan tindakan keperawatan  Monitor buang
ketidakcukupan ...x24jam diharapkan air besar
asupan cairan pasien memenuhi kriteria:
(konsistensi)
Konsistensi feses lunak
 \anjurkan
berbentuk dan tidak ada
mengkonsumsi
lagi keluhan mengejan
makanan yang
tinggi serat
 Kolaborasi
pemberian obat
supositoria anal
I.04155 manajemen
konstipasi
 Latih buang air
besar secara
teratur

3. Defisit nutrisi L.03030 Status Nutrisi I.03119 Manajemen Nyeri


berhubungan Setelah dilakukan  Identifikasi alergi
dengan tindakan keperawatan dan intoleransi
ketidakmampua ...x24jam diharapkan makanan
n mengabsorbsi pasien memenuhi kriteria:  Kolaborasi dengan
nutrien  Adanya ahli gizi untuk
peningkatan berat menentukan
badan. jumlah kalori dan
 Pengetahuan jenis nutrien yang
tentang standart dibutuhkan
asupan nutrisi I.03136 Promosi berat
yang tepat Badan
membaik  Identifikasi
 Tidak terjadi kemungkinan
penurunan berat penyebab BB
badan berarti. berkurang

12
 Monitor adanya
mual mutah
4. Hipertermia L.14134 Termolegulasi I.15506 Manajemen
berhubungan Setelah dilakukan Hipertemia
dengan proses tindakan keperawatan  Monitor suhu
penyakit ...x24jam diharapkan tubuh
(demam pasien memenuhi kriteria: I.14578 Regulasi
thypoid)  Suhu tubuh Temperatur
dalam rentang  Monitor nadi
normal (36,5-  Monitor warna dan
o
37,5 C) suhu kulit
 Kuku tidak
mengalami
sianosis
 Nadi dalam
rentan normal
(70-120)

4. Implementasi
Implementasi adalah proses membantu pasien untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Tahap ini dimulai setelah rencana tindakan disusun. Perawat
mengimplementasi tindakan yang telah diindentifikasi dalam rencana asuhan
keperawtan. Dimana tujuan implementasi keperawatan adalah meningkatkan
kesehatan klien, mencegah penyakit, pemulihan dan memfasilitasi koping
klien (Hutahaean Serri, 2010). Dalam implementasi rencana tindakan
keperawatan pada anak demam typhoid adalah mengkaji keadaan klien,
melibatkan keluarga dalam pemberian kompres hangat, menganjurkan klien
memakai pakaian tipis, mengobservasi reaksi non verbal, mengkaji intake dan
output klien, dan membantu keluarga dalam memberikan asupan kepada klien.

5. Evaluasi

13
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dan merupakan tindakan
intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa
jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai. Perawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan
keperawtan dalam mencapai tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan
(Hutahaean Serri, 2010). Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan
klien dalam mecapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakajn
hubungan dengan klien,
macam-macam evaluasi:
1. Evaluasi formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada
saat setelah dilakukan tindakan keperawatan, dan ditulis pada catatan
perawatan
2. Evaluasi sumatif SOAP
Kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu pada
tujuan, ditulis pada catatan perkembangan.

Hasil yang diharapkan pada anak setelah dilakukan tindakan keperawatan


adalah orang tua mengatakan demam berkurang dengan suhu 36,5 °C, orang
tua mengatakan nyeri sudah berkurang dan membantu mengontrol nyeri
dengan tehnik non farmakologi, orang tua mengatakan tidak terjadi penurunan
BB secara signifikan. Tindakan selanjutnya mengobservasi keluhan klien dan
pemeriksaan tanda-tanda vital pasien.

14
DAFTAR PUSTAKA

Cahyaningrum & Putri, (2017). Pengaruh Terapi kompres Bawang Merah terhadap
Penurunan Suhu Tubuh Pada Pasien Demam Thypoid di RS PKU
Muhammadiyah Gombang.
http://repository.urecol.org/index.php/proceeding/article/view/631
Hasyul, Siti Fattimah Putri. dkk.” Evaluation Of Antibiotic Treatment Of Tyroid
Fever In Garut Regency January-December 2017” Jurnal Ilmiah Farmako
Bahari. Volume 10, No 2, (juli 2019), hal 161
https://scholar.google.com/citations?user=DzJKli8AAAAJ&hl=id&oi=sra
Hidayat, Alimul Aziz A. (2009). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba
Medika.
Hutahaean Serri. (2010). Konsep dan Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta: Tim.
Isnainy, U.C.A.S dan Zainaro, M. Arifki. “Penyuluhan Kesehatan Tentang Demam
Tifoid di SMP Negeri 26 Bandar Lampung,” Jurnal Kreativitas Pengabdian
Kepada Masyarakat. Volume 1, No 2, 9Oktober 2018), hal 53
https://core.ac.uk/download/pdf/230561371.pdf
Marni. (2016) Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika
Mutiarasari dan Handayani. (2017). Karakteristik Usia, Jenis Kelamin, Tingkat Demam,
Kadar Hemoglobin, Leukosit dan Trombosit Penderita Demam tipoid Pada Pasien
Anak Di RSU Anutapura Tahun 2013. Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 4 No. 2.
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/MedikaTadulako/article/view/9285
Saputra, Rois K., et al. "Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Kebiasaan Makan dengan
Gejala Demam Thypoid pada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Halu Oleo Tahun 2017." Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat Unsyiah, vol. 2, no. 6, 2017.
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JIMKESMAS/article/download/2908/2169
Sumarni, Desli. “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Perawatan Demam
Thypoid Pada Anak di RSUD Pariaman,” Jurnal Initium Medica Journal.
Volume 1, No 1, (Juni 2021), hal 2
http://journal.medinerz.org/index.php/IMJ/article/view/7
Titik, Lestari. (2016). Asuhan Keperawatan Anak. Yogjakarta: Nuha Medika.

15
16

Anda mungkin juga menyukai