Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN PADA Ny.

”I” DENGAN DIAGNOSA MEDIS

DEMAM THYPOID DI RUANG PERAWATAN BAJI DAKKA RSUD

LABUANG BAJI MAKASSAR

Oleh:

GUNAWARTI
14420202072

CI LAHAN CI INSTITUSI

(...........................................) (...........................................)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM MAKASSAR
2021
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Demam typhoid adalah sebuah penyakit infeksi pada usus yang
menimnbulkan gejala-gejala sistematik yang disebabkan oleh “Salmonella
Typhosa”, Salmonella paratyphi A, B, dan C. Penularan secara fekal oral,
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi nasi. Sumber infeksi
terutama “Carrier” ini mungkin penderita yang sedang sakit (“Carrier akut”),
“Carrier” menahunyang terus mengeluarkan kuman atau “Carrier” pasif yaitu
mereka yang mengeluarkan kuman melalui eksketa tetapi tak pernah sakit,
penyakit ini endemik di Indonesia.(Andra&Yessie,2013).
Demam thypoid atau enteric fever adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu
minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan keasadaran. Demam
thypoid disebabkan oleh infeksi salmonella typhi. (Lestari Titik, 2016).
Thypoid fever atau demam tifoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dan dengan gangguan kesadaran. (Wijayaningsih kartika sari,
2013).
Penyakit infeksi usus yang disebut juga sebagai Tifus abdominalis
atau Typhoid fever ini disebabkan oleh kuman Salmonella typhi atau
Salmonella paratyphi A, B dan C. (Soedarto:2010).
2. Etiologi
Penyebab demam tifoid adalah bakteri Salmonella typhi. Salmonella
adalah bakteri Gram-negatif, tidak berkapsul,mempunyai flagela, dan tidak
membentuk spora. Bakteri ini akan mati pada pemanasan 57oC selama
beberapa menit. Kuman ini mempunyai tiga antigen yang penting untuk
pemeriksaan laboratorium, yaitu:
a) Antigen O (Somatik)
b) Antigen H (Flagela)
c) Antigen K (Selaput).(Widoyono,2011)
3. Patofisiologi
Kuman Salmonella Thypi masuk tubuh manusia melalui mulut
bersamaan dengan makanan dn minuman yang terkontaminasi oleh kuman,
sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk ke
usus halus dan mencapai jaringan limpoid plak peyeri di ileum terminalis
yang mengalami hipertropi. Bila terjadi komplikasi perdarahan dan perforasi
intestinal, kuman menembus lamina propia, masuk aliran limpe dan mencapai
kelenjar limpe mesenterial dan masuk aliran darah melalui duktus torasikus.
Salmonella thphy bersarang di plak peyeri, limpa, hati, dan bagian-bagian lain
sistem retikuloendotrlial. Endotoksin Salmonella typhi berperan dalam proses
inflamasi lokal pada jaringan tempat kuman tersebut berkembangbiak.
Salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat
pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang, sehingga terjadi demam,
(Andra&Yessie,2013).

4. Manifestasi klinik
a) Malaise
b) Mual & Muntah
c) Sakit kepala
d) Rasa tidak enak di perut
e) Demam
f) epistaksis
g) Diare.(Andra&Yessie,2013)
5. Pathway

Salmonella typhi

Saluran Pencernaan

Usus Halus

Jaringan limfoid

Lamina frofia

Kelenjar limfa mesontreia

Aliran darah

Hati dan limfa

Tidak difagosit Inflamasi

Hati dan limfa Endotoksin

Hepatomegali
infeksi Penurunan lemah proses
solenomegali nafsu
makan lesuh demam

Merangsang Mual muntah Intoleransi Hipertermia


ujung saraf
ativitas
Defisit nutrisi
Nyeri perabaan

Nyeri akut
6. Komplikasi
a) Perdarahan usus
b) Perforasi usus
c) Ileus paralitik
7. Pemeriksaan Penunjang
a) Widal tes
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap
bakteri salmonella typhi. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum penderita demam typhoid. Akibat adanya
infeksi salmonella typhi maka penderita membuat antibodi(aglutinin).
(Andra&Yessie,2013).
b) Anti Salmonella typhi IgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi
akut Salmonella typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke-3 dan 4
terjadinya demam.
8. Penatalaksanaan
 Tindakan non farmakologis
a) Tindakan non farmakologis terhadap penurunan panas yang dapat
dilakukan seperti (Nurarif, 2015):
 Memberikan minuman yang banyak
 Tempatkan dalam ruangan bersuhu normal
 Menggunakan pakaian yang tidak tebal
 Memberikan kompres. Kompres adalah metode pemeliharaan suhu
tubuh dengan menggunakan cairan atau alat yang dapat
menimbulkan hangat atau dingin pada bagian tubuh yang
memerlukan. Kompres meupakan metode untuk menurunkan suhu
tubuh (Ayu, 2015). Ada 2 jenis kompres yaitu kompres hangat dan
kompres dingin. Pada penelitian ini. Peneliti menerapkan
penggunaan kompres hangat. Kompres hangat adalah tindakan
dengan menggunakan kain atau handuk yang telah dicelupkan
pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu
sehingga dapat memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu
tubuh. Kompres hangat yang diletakkan pada lipatan tubuh dapat
membantu proses evaporasi atau penguapan panas tubuh.
Penggunaan Kompres hangat di lipatan ketiak dan lipatan
selangkangan selama 10 – 15 menit dengan temperature air 30-
32oC, akan membantu menurunkan panas dengan cara panas
keluar lewat pori-pori kulit melalui proses penguapan. Pemberian
kompres hangat pada daerah aksila lebih efektif karena pada
daerah tersebut lebih banyak terdapat pembuluh darah yang besar
dan banyak terdapat kelenjar keringat apokrin yang mempunyai
banyak vaskuler sehingga akan memperluas daerah yang
mengalami vasodilatasi yang akan memungkinkan percepatan
perpindahan panas dari tubuh ke kulit hingga delapan kali lipat
lebih banyak.
b) Diet
Diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai
dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa makanan rendah serat.
 Tindakan farmakologis
a) Klorampenikol
Di indonesia klorampenikol masih merupakan obat pilihan utama
untuk pengobatan demam typhoid. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg
perhari dapat diberikan peroral atau intravena, diberikan sampai
dengan 7 hari bebas demam.
b) Tiampenikol
Dosis dan efektivitas tiampenikol pada demam thypoid hampir sama
dengan klorampenikol. Akan tetapi kemungkinan terjadi anemia
aplastik lebih rendah dari klorampenikol. Dosis 4x 500 mg diberikan
sampai hari ke 5 dn ke-6 bebas demam.
c) Kotrimoksazol
Dosis untuk orang dewasa 2x2 tablet dan diberikan selama 2 minggu.
1) Ampicilin dan amoksilin
Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah
dibandingkan dengan klorampenikol, dosis diberikan 50-
150mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu.
2) Seflosporin generasi ke tiga
Hingga saat ini golongan seflosporin generasi ketiga yang terbukti
efektif untuk demam thypoid adalah sefalosforin, dosis yang
dianjurkan adalah 3-4 gram dalam dektrose 100cc diberikan
selama ½ jam perinfus sekali sehari selama 3 hingga 5 hari.
(Andra&Yessie,2013).
9. Prognosis
Prognosis typoid bergantung pada umur, keaddan umum, derajat
kekebalan penderita, jumlah dan virulensi salmonella, serta cepat dan tepatnya
pengobatan.
Bila penderita diobati secara baik dan benar pada minggu pertama demam
typoid, prognosis akan baik karena umumnya penyakit ini akan mereda
setelah 2 hari kemudian, dan kondsi penderita membaik dalam 4-5 hari
selanjutnya. Bila ada keterlambatan pengobatan resiko komplikasi akan
meningkat dan waktu pemulihan akan semakin lama
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Data biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tgl MRS, diagnose
medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat dihubungi.
b) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat
masuk rumah sakit): sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala lain
yang menyertai demam (misalnya: mual, muntah, nafsu makan, eliminasi,
nyeri otot dan sendi dll), apakah menggigil, gelisah.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama
d) Riwayat kesehatan keluarga
riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh
anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik atau tidak
e) Riwayat psikososial
1) Intrapersonal: perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih)
2) Interpersonal: hubungan dengan orang lain
f) Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
2) Pola nutrisi dan metabolism
3) Pola eliminasi
4) Pola aktivitas dan latihan
5) Pola tidur dan istirahat
6) Pola kognitif dan perseptual
7) Pola toleransi dan koping stress
8) Pola nilai dan keyakinan
9) Pola hubungan dan peran
g) Pola nutrisi dan metabolism:
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada usus
halus.
h) Pola istirahat dan tidur
Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien merasakan
sakit pada perutnya, mual, muntah, kadang diare.
i) Pemeriksaan fisik
j) Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-tidak sadar (composmentis-
coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.
k) Tanda-tanda vital dan poemeriksaan fisik kepala-kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan
umum pasien/kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala
sampai kaki dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi,
palpasi, perkusi, disamping itu juga penimbangan BB untuk mengetahui
adanya penurunan BB karena peningkatan gangguan nutrisi yang terjadi,
sehingga dapat di hitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan
2. Diagnosis Keperawatan
a) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
b) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedara fisiologis
c) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
d) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
kriteria hasil
1. Hipertermi Setelah dilakukan Manajemen hipertermi 1. Untuk mengetahui
berhubungan tindakan 1. Observasi penyebab hipertermi
dengan intervensi a. Identifikasi 2. Untuk mengetahui
proses keperawatan penyebab perubahan suhu
penyakit selama 2x24 jam hipertermia (mis. tubuh
maka diharapkan Dehidrasi) 3. Agar proses
suhu tubuh tetap b. Monitor suhu konveksi
berada pada tubuh tidak
rentang normal 2. Terapeutik terhalang
dengan kriteria a. Longgarkan atau 4. Sebagai upaya
hasil : lepaskan pakaian rehidrasi untuk
Termoregulasi b. Berikan cairan mengganti
1. Suhu tubuh oral cairan yang
membaik c. Lakukan hilang
2. Suhu kulit pendinginan 5. Untuk menurunkan
membaik eksternal (mis. suhu tubuh
Selimut hipotermia 6. Untuk meningkatkan
atau kompres kenyamanan istirahat
dingin pada dahi, 7. Untuk mengganti
leher, dada, cairan tubuh yang
abdomen, aksila) hilang
3. Edukasi
Anjurkan tirah baring
4. Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
2. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri : 1. Mengetahui daerah
berhubungan intervensi 1. Observasi nyeri, kualitas,
dengan agen keperawatan a) Identifikasi lokasi, kapan nyeri
pencedara selama 2x24 jam karakteristik, durasi, dirasakan,fakt or
fisiologis maka diharapkan frekuensi, kualitas, pencetus,berat
tingkat nyeri intensitas nyeri ringannya nyeri
menurun dan b) Identifikasi skala nyeri yang dirasakan
kontrol nyeri c) Identifikasi faktor 2. Untuk
meningkat yang memperberat dan mengetahui skala
Dengan kriteria memperingan nyeri atau tngkat nyeri
hasil : 2. Terapeutik yang dirasakan
1. keluhan nyeri a) Berikan teknik 3. Untuk mengetahui
menurun nonfarmakologis respon pasien
2. meringis untuk mengurangi rasa terhadap nyeri
menurun nyeri 4. Untuk mengurangi
3. gelisah b) Kontrol rasa nyeri
menurun c) lingkungan yang
menurun memperberat rasa
4. kesulitan tidur nyeri (mis. suhu
menurun ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
d) Fasilitasi istirahat dan
tidur
3. Edukasi
a) Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
b) Jelaskan strategi
meredakan nyeri
c) Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa
nyeri
4. Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian
obat analgetik

3 Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen nutrisi 1.untuk mengetahui


berhubungan intervensi 1. Observasi status nutrisi
dengan keperawatan a) Identfikasi 2. untuk menjaga asupan
ketidakmamp selama 2x24 jam status nutrisi makanan
uan maka diharapkan b) Identifikasi 3. meningkatkan
mencerna status cairan makanan yang motivasi untuk makan
makanan membaik dengan disukai 4. agar makanan pasien
kriteria hasil : c) Monitor asupan dapat terkontrol
1) Porsi makanan makanan 5.untuk menentukan
yang 2. Terapeutik jumlah kalori dan jenis
dihabiskan a) Sajikan makanan nutrien yang dibutuhkan
meningkat secara menarik dan pasien untuk memnuhi
2) Nafsu makan suhu yang sesuai kebutuhannya
meningkat 3. Edukasi
3) Frekuensi a) Ajarkan diet yang di
makan programkan
meningkat Kolaborasi
1. a) Kolaborasi dengan
ahli untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutien yang di
butuhkan
4 Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen energi 1. Untuk mengetahui
aktifitas tindakan penyebab kelelahan
1.Observasi
berhubungan intervensi 2. Mengurangi resiko
a) Identifikasi gangguann
dengan keperawatan kelelahan
fungsi tubuh yang
kelemahan selama 2x24 jam 3. Untuk meningkatkan
mengakibatkan kelelahan
maka diharapkan pola dan jam tidur
b) Monitor kelelahan fisik
toleransi aktivitas pasien
dan emosional
meningkat 4. Agar pasien merasa
c) Monitor pola dan jam
Dengan kriteria nyaman
tidur
hasil : 2.Terapeutik 5. Untuk meningkatkan
1. Kemudahan kenyamanan istirahat
a) Sediakan lingkungan
dalam 6. Untuk
yang nyaman
melakukan meminimalkan atrofi
aktivitas 3.Edukasi otot , meningkatkan
sehari-hari sirkulasi , mencegah
a) Anjurkan tirah baring
dari skala 3 terjadinya kontraktur
b) Anjurkan melakukan
(sedang) ke 7. Untuk meningkatkan
aktivitas secara
skala 4 selera makan pasien
bertahap
( cukup
4. Kolaborasi
meningkat)
a) Kolaborasi dengan
2. Keluhan lelah
ahli gizi tentang cara
dari skala 3
meningkatkan asupan
(sedang) ke
makanan
skala 2 (cukup
menurun )
3. Disapnea saat
aktivitas dari
skala 3
(sedang) ke
skala 2
( cukup
menurun)

4. Evaluasi
a) Suhu tubuh klien dalam batas normal atau terkontrol
b) Nyeri yang dirasakan klien dapat teratasi.
c) Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
d) Kebutuhan cairan klien terpenuhi.
e) Pola defekasi normal

DAFTAR PUSTAKA
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
PPNI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
Andra & Yessie. 2013. Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa).
Yogyakarta: Nuha Medika

Korwin, Elizabeth J. 2010. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran


EGC: Jakarta.

Nasar, I Made. 2010. Buku Ajar Patologi II (Khusus). Sagung Seto: Jakarta.

Pearce c, Evelyn. 2010. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT Gramedia:


Jakarta.

Soedarto. 2010. Penyakit Menular di Indonesia. Sagung Seto: Jakarta.

Syaifuddin. 2010. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Penerbit


Buku Kedokteran: Jakarta.

Widoyono.2011.Penyakit Tropis.Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai