Anda di halaman 1dari 15

Laporan Pendahuluan

Demam Thypoid

Disusun dalam rangka memenuhi tugas


Stase Keperawatan Medikal Bedah II

Di susun oleh:

IKHSAN, S.Kep.
NIM. 14420202099

CI Institusi CI Lahan

(……………………………….) (……………………………….)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2021
A. Konsep Medis
1. Definisi demam thypoid
Demam typhoid adalah sebuah penyakit infeksi pada usus yang
menimnbulkan gejala-gejala sistematik yang disebabkan oleh “Salmonella
Typhosa”, Salmonella paratyphi A, B, dan C. Penularan secara fekal oral,
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi nasi. Sumber infeksi
terutama “Carrier” ini mungkin penderita yang sedang sakit (“Carrier
akut”), “Carrier” menahunyang terus mengeluarkan kuman atau “Carrier”
pasif yaitu mereka yang mengeluarkan kuman melalui eksketa tetapi tak
pernah sakit, penyakit ini endemik di Indonesia (Andra &Yessie, 2018).
Penyakit infeksi usus yang disebut juga sebagai Tifus abdominalis
atau Typhoid fever ini disebabkan oleh kuman Salmonella typhi atau
Salmonella paratyphi A, B dan C (Soedarto, 2018)
2. Etiologi demam thypoid
Menurut Widoyono, (2015) penyebab demam typhoid adalah bakteri
Salmonella typhi. Salmonella adalah bakteri Gram-negatif, tidak
berkapsul,mempunyai flagela, dan tidak membentuk spora. Bakteri ini
akan mati pada pemanasan 57oC selama beberapa menit. Kuman ini
mempunyai tiga antigen yang penting untuk pemeriksaan laboratorium,
yaitu:
a. Antigen O (Somatik)
b. Antigen H (Flagela)
c. Antigen K (Selaput)
3. Patofisiologi demam thypoid
Bakteri Salmonella Thypi masuk tubuh manusia melaui mulut
bersamaan dengan makanan dn minuman yang terkontaminasi oleh
kuman, sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi
masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limpoid plak peyeri di ileum
terminalis yang mengalami hipertropi. Bila terjadi komplikasi perdarahan
dan perforasi intestinal, kuman menembus lamina propia, masuk aliran
limpe dan mencapai kelenjar limpe mesenterial dan masuk aliran darah
melalui duktus torasikus. Salmonella thphy bersarang di plak peyeri,
limpa, hati, dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotrlial. Endotoksin
Salmonella typhi berperan dalam proses inflamasi lokal pada jaringan
tempat kuman tersebut berkembangbiak. Salmonella typhi dan
endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen dan leukosit
pada jaringan yang meradang, sehingga terjadi demam, (Andra & Yessie,
2018).
4. Pathway demam thypoid

Salmonella typhi

Saluran Pencernaan

Usus Halus

Jaringan limfoid

Lamina frofia

Kelenjar limfa mesontreia

Aliran darah

Hati dan limfa

Tidak difagosit Inflamasi

Hati dan limfa Endotoksin

Hepatomegali infeksi
Penurunan lemah proses
solenomegali
nafsu
makan lesuh demam
Merangsang
ujung saraf Mual muntah Intoleransi Hipertermia
ativitas
Nyeri perabaan Defisit nutrisi

Nyeri akut
5. Manifestasi klinis demam thypoid
Menurut Andra & Yessie, (2018) manifestasi klinis demam thypoid
adalah sebagai berikut:
a. Malaise
b. Mual & Muntah
c. Sakit kepala
d. Rasa tidak enak di perut
e. Demam
f. epistaksis
g. Diare.
6. Komplikasi demam thypoid
Menurut Andra & Yessie, (2018) komplikasi yang dapat diakibatkan
oleh demam thypoid adalah sebagai berikut:
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
7. Pemeriksaan Penunjang demam thypoid
a. Widal tes
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap
bakteri salmonella typhi. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum penderita demam typhoid. Akibat
adanya infeksi salmonella typhi maka penderita membuat antibodi
(aglutinin) (Andra & Yessie, 2018).
b. Anti Salmonella typhi IgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi
akut Salmonella typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke-3 dan
4 terjadinya demam (Andra & Yessie, 2018).
8. Penatalaksanaan demam thypoid
a. Istirahat dan perawatan
Tirah baring dan perawatan bertujuan untuk mencegah
komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat
seperti makanan, minuman, mandi, buang air kecil, dan buang air besar
akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam
perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan
perlengkapan, yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk
mencegah dekubitus dan pneumonia orostatik serta hygiene
perorangan tetap, perlu diperhatikan dan dijaga (Andra & Yessie,
2018).
b. Diet
Diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi
sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa makanan
rendah serat (Andra & Yessie, 2018).
c. Pemberian antibiotik
1) Klorampenikol
Di indonesia klorampenikol masih merupakan obat pilihan
utama untuk pengobatan demam typhoid. Dosis yang diberikan 4
x 500 mg perhari dapat diberikan peroral atau intravena, diberikan
sampai dengan 7 hari bebas demam.
2) Tiampenikol
Dosis dan efektivitas tiampenikol pada demam thypoid
hampir sama dengan klorampenikol. Akan tetapi kemungkinan
terjadi anemia aplastik lebih rendah dari klorampenikol. Dosis 4x
500 mg diberikan sampai hari ke 5 dn ke-6 bebas demam.
3) Kotrimoksazol
Dosis untuk orang dewasa 2x2 tab;et dan diberikan selama 2
minggu.
4) Ampicilin dan amoksilin
Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah
dibandingkan dengan klorampenikol, dosis diberikan 50-
150mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu.
5) Seflosporin generasi ke tiga
Hingga saat ini golongan seflosporin generasi ketiga yang
terbukti efektif untuk demam thypoid adalah sefalosforin, dosis
yang dianjurkan adalah 3-4 gram dalam dektrose 100cc diberikan
selama ½ jam perinfus sekali sehari selama 3 hingga 5 hari.
(Andra & Yessie, 2018).
9. Prognosis demam thypoid
Prognosis typoid bergantung pada umur, keaddan umum, derajat
kekebalan penderita, jumlah dan virulensi salmonella, serta cepat dan
tepatnya pengobatan (Soedarto, 2018).
Bila penderita diobati secara baik dan benar pada minggu pertama
demam typoid, prognosis akan baik karena umumnya penyakit ini akan
mereda setelah 2 hari kemudian, dan kondsi penderita membaik dalam 4-5
hari selanjutnya. Bila ada keterlambatan pengobatan resiko komplikasi
akan meningkat dan waktu pemulihan akan semakin lama (Soedarto,
2018).

B. Konsep Aspek Legal Etik Keperawatan


Moral mempunyai peran yang penting dalam menentukan perilaku yang
etis dan dalam pemecahan masalah etik. Prinsip moral merupakan standar
umum dalam melakukan sesuatu sehingga membentuk suatu sistem etik.
Prinsip moral berfungsi untuk menilai secara spesifik apakah suatu tindakan
dilarang, diperlukan atau diijinkan dalam suatu keadaan. Prinsip moral yang
sering digunakan dalam keperawatan yaitu: Otonomi, beneficience, justice/
keadilan, veracity, avoiding killing dan fidelity (Nursalam, 2016).
1. Prinsip Otonomi (Autonomy) Prinsip ini menjelaskan bahwa klien diberi
kebebasan untuk menentukan sendiri atau mengatur diri sendiri sesuai
dengan hakikat manusia yang mempunyai harga diri dan martabat.
Contoh kasusnya adalah: Klien berhak menolak tindakan invasif yang
dilakukan oleh perawat. Perawat tidak boleh memaksakan kehendak
untuk melakukannya atas pertimbangan bahwa klien memiliki hak
otonomi dan otoritas bagi dirinya. Perawat berkewajiban untuk
memberikan penjelasan yang sejelas-sejelasnya bagi klien dalam
berbagai rencana tindakan dari segi manfaat tindakan, urgensi dan
sebagainya sehingga diharapkan klien dapat mengambil keputusan bagi
dirinya setelah mempertimbangkan atas dasar kesadaran dan
pemahaman.
2. Prinsip Kebaikan (Beneficience) Prinsip ini menjelaskan bahwa perawat
melakukan yang terbaik bagi klien, tidak merugikan klien, dan mencegah
bahaya bagi klien. Kasus yang berhubungan dengan hal ini seperti klien
yang mengalami kelemahan fisik secara umum tidak boleh dipaksakan
untuk berjalan ke ruang pemeriksaan. Sebaiknya klien didorong
menggunakan kursi roda.
3. Prinsip Keadilan (Justice) Prinsip ini menjelaskan bahwa perawat berlaku
adil pada setiap klien sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya pada saat
perawat dihadapkan pada pasien total care, maka perawat harus
memandikan dengan prosedur yang sama tanpa membeda-bedakan klien.
Tetapi ketika pasien tersebut sudah mampu mandi sendiri maka perawat
tidak perlu memandikannya lagi.
4. Prinsip Kejujuran (Veracity) Prinsip ini menekankan bahwa perawat
harus mengatakan yang sebenarnya dan tidak membohongi klien.
Kebenaran merupakan dasar dalam membina hubungan saling percaya.
Kasus yang berhubungan dengan prinsip ini seperti klien yang menderita
HIV/AIDS menanyakan tentang diagnosa penyakitnya. Perawat perlu
memberitahukan apa adanya meskipun perawat tetap mempertimbangkan
kondisi kesiapan mental klien untuk diberitahukan diagnosanya.
5. Prinsip mencegah pembunuhan (Avoiding Killing) Perawat menghargai
kehidupan manusia dengan tidak membunuh. Sumber pertimbangan
adalah moral agama/kepercayaan dan kultur/norma-norma tertentu.
Contoh kasus yang dihadapi perawat seperti ketika seorang suami
menginginkan tindakan euthanasia bagi istrinya atas pertimbangan
ketiadaan biaya sementara istrinya diyakininya tidak mungkin sembuh,
perawat perlu mempertimbangkan untuk tidak melakukan tindakan
euthanasia atas pertimbangan kultur/norma bangsa Indonesia yang
agamais dan ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, selain dasar UU RI
memang belum ada tentang legalitas tindakan euthanasia.
6. Prinsip Kesetiaan (Fidelity) Prinsip ini menekankan pada kesetiaan
perawat pada komitmennya, menepati janji, menyimpan rahasia, caring
terhadap klien/keluarga. Kasus yang sering dihadapi misalnya perawat
telah menyepakati bersama klien untuk mendampingi klien pada saat
tindakan PA maka perawat harus siap untuk memenuhinya.

C. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Data biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tgl MRS,
diagnose medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat dihubungi.
b. Riwayat pasien masuk rumah sakit dana pa keluhan utama pasien,
sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat
muncul.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
e. Riwayat psikososial
1) Intrapersonal: perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih)
2) Interpersonal: hubungan dengan orang lain
f. Pola fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolism:
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan
pada usus halus.
2) Pola istirahat dan tidur
Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien
merasakan sakit pada perutnya, mual, muntah, kadang diare.
g. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-tidak sadar
(composments-coma) untuk mengetahui berat ringannya
prognosis penyakit pasien.
2) Tanda-tanda vital dan poemeriksaan fisik kepala-kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari
keadaan umum pasien/kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan
dari kepala sampai kaki dengan menggunakan prinsip-prinsip
inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi, disamping itu juga
penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan BB karena
peningkatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat di
hitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan
2. Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul menurut Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia
a. Hipertermia (D.0130) b.d. proses penyakit
b. Nyeri akut (D.0077) b.d. agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi,
iskemia, neoplasma)
c. Defisit nutrisi (D.0019) b.d. ketidakmampuan mencerna makanan
d. Intoleransi aktifitas (D.0056) b.d. kelemahan
3. Intervensi keperawatan
Diagnosis Perencanaan Keperawatan
No
Keperawatan Luaran Intervensi
.
(PPNI, 2017) (PPNI, 2019) (PPNI, 2018)
1. (D.0130) Setelah Manajemen
Hipertermia b.d. dilakukan Hipertermia
proses penyakit tindakan Observasi
keperawatan 1x8  Identifikasi
jam, diharapkan: penyebab
hipertermia (mis.
Termoregulasi
dehidrasi, terpapar
(L.14134) lingkungan panas,
membaik dengan penggunaan
kriteria hasil: inkubator)
 Menggigil  Monitor suhu tubuh
menurun  Monitor kadar
 Suhu tubuh elektrolit
membaik  Monitor haluaran
urine
 Suhu kulit
 Monitor komplikasi
membaik akibat hipertermia
Terapeutik
 Sediakan
lingkungan yang
dingin
 Longgarkan atau
lepaskan pakaian
 Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Hindari pemberian
antipiretik atau
asprin
 Berikan oksigen,
jika perlu
Edukasi
 Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena, jika
perlu
2 (D.0077) Nyeri Setelah Manajemen Nyeri
akut b.d. agen dilakukan Observasi
pencedera tindakan  Identifikasi lokasi,
fisiologis (mis. keperawatan karakteristik,
inflamasi, selama 3x24 jam, durasi, frekuensi,
iskemia, diharapkan: kualitas, intensitas
nyeri
neoplasma) Tingkat nyeri
 Identifikasi skala
(L.08066) nyeri
menurun dengan  Identifikasi respons
kriteria hasil: nyeri non verbal
 Frekuensi  Identifikasi faktor
nadi membaik yang memperberat
 Pola napas dan memperingan
membaik nyeri
 Identifikasi
 Keluhan nyeri
pengetahuan dan
menurun keyakinan tentang
 Meringis nyeri
menurun  Identifikasi
 Gelisah pengaruh nyeri
menurun pada kualitas hidup
 Kesulitan  Monitor efek
tidur menurun samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik
 Berikan teknik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
rasa nyeri
 Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat
dan tidur
 Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika perlu
3 (D.0019) Defisit Setelah Manajemen Nutrisi
nutrisi b.d. dilakukan Observasi
ketidakmampuan tindakan  Identifikasi status
mencerna keperawatan nutrisi
makanan selama 3x24 jam,  Identifikasi alergi
dan intoleransi
diharapkan:
makanan
Status Nutrisi
 Identifikasi
(L.03030) perlunya
membaik dengan penggunaan selang
kriteria hasil: nasogastric
 Porsi  Monitor asupan
makanan makanan
yang  Monitor berat
badan
dihabiskan Terapeutik
meningkat  Lakukan oral
 Berat badan hygiene sebelum
atau IMT makan, Jika perlu
meningkat  Sajikan makanan
secara menarik dan
 Frekuensi
suhu yang sesuai
makan  Hentikan
meningkat pemberian
 Nafsu makan makanan melalui
meningkat selang nasogastric
 Nafsu makan jika asupan oral
meningkat dapat ditoleransi
Edukasi
 Perasaan
 Anjurkan posisi
cepat
duduk, jika mampu
kenyang  Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan
Promosi Berat Badan
Observasi
 Identifikasi
kemungkinan
penyebab BB
kurang
 Monitor adanya
mual dan muntah
Terapeutik
 Sediakan makanan
yang tepat sesuai
kondisi pasien
 Berikan pujian
kepada pasien
untuk peningkatan
yang dicapai
Edukasi
 Jelaskan jenis
makanan yg bergizi
tinggi, terjangkau
4 (D.0056) Setelah Manajemen Energi
Intoleransi dilakukan Observasi
aktifitas b.d. tindakan  Identifikasi
kelemahan keperawatan gangguan fungsi
selama 3x24 jam, tubuh yang
diharapkan: mengakibatkan
kelelahan
Toleransi
 Monitor pola dan
Aktivitas jam tidur
(L.03030)  Monitor kelelahan
meningkat fisik dan emosional
dengan kriteria Edukasi
hasil:  Anjurkan tirah
 Kemudahan baring
dalam  Anjurkan
melakukan
melakukan
aktivitas secara
aktivitas bertahap
sehari-hari  Terapeutik
meningkat  Sediakan
 Kekuatan lingkungan nyaman
tubuh bagian dan rendah
atas dan stimulus
bawah  Lakukan latihan
rentang gerak pasif
meningkat
dan/atau aktif
 Keluhan lelah
 Berikan aktivitas
menurun distraksi yang
 Dyspnea saat menenangkan
aktivitas  Fasilitasi duduk di
menurun sisi tempat tidur,
jika tidak dapat
berpindah atau
berjalan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
cara meningkatkan
asupan makanan

4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat
mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi
keperawatan guna membantu pasien mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Nursalam, 2016).
Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan
d. Tanda tangan perawat pelaksana
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir keperawatan yang
didasarkan pada tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan
keberhasilan suatu asuha keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku
dan kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi ada
individu (Nursalam, 2016). Evaluasi keperawatan dilakukan dalam bentuk
pendekatan SOAP. Evaluasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen
yaitu:
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Evaluasi keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Andra & Yessie. 2018. Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa).


Yogyakarta: Nuha Medika

Nursalam. (2016). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Soedarto. 2018. Penyakit Menular di Indonesia. Sagung Seto: Jakarta.

Tim Pokja PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.).
DPP PPNI.

Tim Pokja PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (2nd ed.). DPP
PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(1st ed.). DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai