Anda di halaman 1dari 16

A.

KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang terjadi di usus halus oleh
Salmonella Typhi akibat keracunan makanan dengan gejala demam selama satu
minggu atau lebih disertai dengan gangguan pada saluran pencernaan dengan atau
tanpa gangguan kesadaran (Ketut dan Sarwo, 2018).
Demam tifoid adalah infeksi akut yang terjadi di saluran perncenaan tepatnya
usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmnolella Paratyphi A, B dan C yang
dapat ditularkan melalui feses atau urine penderita (Saputri & Herlina, 2020).
2. Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi. Ciri-ciri dari
bakteri Salmonella Typhi ini adalah bakteri gram negative yang tidak mempunyai
kapsul dan spora, dapat musnah pada suhu kepanasan 57 0C. Salmonella Typhi
memiliki tiga komponen antigen untuk pemeriksaan laboratorium, yaitu seperti
antigen O atau somatik, antigen H atau flagela, dan antigen K atau selaput. Demam
tifoid juga dapat disebabkan Salmonella Paratyphi A, B dan Cyang dapat ditularkan
melalui feses dan urine. Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan
mengambil sampel urine dan feses penderita demam tifoid. Penyebab tersering yang
merupakan faktor pencetus terjadinya demam tifoid adalah faktor kebersihan karena
bakteri Salmonella Typhi dapat ditularkan melalui 5 F, yaitu Food, Fingers, Fomitus,
Feses, dan Fly Salmonella Typhi dapat bersarang pada muntahan dan feses penderita
yang nantinya akan di bawa oleh lalat sehingga lalat akan menghinggapi makanan
yang dimakan oleh orang sehat, sehingga terjadilah proses penularan (Saputri &
Herlina, 2020).
3. Manifestasi Klinis
Menurut Andra & Yessie, (2018) manifestasi klinis demam thypoid adalah
sebagai berikut:
a. Malaise
b. Mual & Muntah
c. Sakit kepala
d. Rasa tidak enak di perut
e. Demam
f. epistaksis
g. Diare.
4. Patofisiologi
Demam tifoid dapat ditularkan melalui 5F yaitu Food, Fingers, Fomitus,
Feses, dan Fly. Bakteri Salmonella Typhi dapat ditularkan melalui makanan dan
minuman yang telah terkontaminasi oleh lalat. Apabila seseorang tidak
memperhatikan kebersihan jari-jari tangannya, maka bakteri tersebut dapat masuk ke
dalam tubuh menuju ke saluran pencernaan dan makteri akan masuk ke lambung
yang nantinya sebagian akan dimusnahkan. Sebagian yang lainnya masuk ke dalam
usus halus, sehingga terjadinya perkembangbiakan bakteri (Rahmat, 2019).
Bakteri yang masuk ke dalam usus halus akan menyebabkan peradangan,
sehingga nantinya bakteri akan masuk ke dalam pembuluh limfe dan peredaran darah
(bakterimia primer). Selanjutnya bakteri akan masuk ke dalam retikulo endothelial
(RES) terutama di hati dan limfa. Sehingga menyebabkan inflamasi dan terjadilah
hepatomegali dan pembesaran limfa. Saat limfa menjadi besar, terjadilah
splenomegaly yang menyebabkan penurunan mobilitasdan peristaltik pada usus,
sehinggamenyebabkan diare atau konstipasi. Peningkatan asam lambung dapat
menyebabkan pasien mengalami mual dan muntah (Saputri & Herlina, 2020).

5. Komplikasi
Menurut Andra & Yessie, (2018) komplikasi yang dapat diakibatkan oleh
demam thypoid adalah sebagai berikut:
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosis dapatterjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan juga SGPT ini tidak memerlukan penanganan
khusus
c. Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri
salmonella typhi. Ujiwidal dimaksudkan untuk menentukan adanya agglutinin
dalam serum penderita demam tifoid. Akibat adanya infeksi oleh salmonella
typhi maka penderita membuatantibody (agglutinin)
d. Kultur
1) Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
2) Kultur urine : bisa positif pada akhir minggu kedua
3) Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga
e. Anti salmonella typhi igM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut
salmonella typhi, karena antibodyigM muncul pada hari ke3 dan 4 terjadinya
demam. (Fauzan, 2019).
7. Penatalaksanaan
a. Istirahat dan perawatan
Tirah baring dan perawatan bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah
baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makanan, minuman,
mandi, buang air kecil, dan buang air besar akan membantu dan mempercepat
masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat
tidur, pakaian, dan perlengkapan, yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk
mencegah dekubitus dan pneumonia orostatik serta hygiene perorangan tetap,
perlu diperhatikan dan dijaga (Andra & Yessie, 2018).
b. Diet
Diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai
dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa makanan rendah serat (Andra &
Yessie, 2018).
c. Pemberian antibiotik
1) Klorampenikol
Di indonesia klorampenikol masih merupakan obat pilihan utama
untuk pengobatan demam typhoid. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg perhari
dapat diberikan peroral atau intravena, diberikan sampai dengan 7 hari bebas
demam.
2) Tiampenikol
Dosis dan efektivitas tiampenikol pada demam thypoid hampir sama
dengan klorampenikol. Akan tetapi kemungkinan terjadi anemia aplastik
lebih rendah dari klorampenikol. Dosis 4x 500 mg diberikan sampai hari ke
5 dn ke-6 bebas demam.
3) Kotrimoksazol
Dosis untuk orang dewasa 2x2 tab;et dan diberikan selama 2 minggu.
4) Ampicilin dan amoksilin
Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah
dibandingkan dengan klorampenikol, dosis diberikan 50- 150mg/kgBB dan
digunakan selama 2 minggu.
5) Seflosporin generasi ke tiga
Hingga saat ini golongan seflosporin generasi ketiga yang terbukti
efektif untuk demam thypoid adalah sefalosforin, dosis yang dianjurkan
adalah 3-4 gram dalam dektrose 100cc diberikan selama ½ jam perinfus
sekali sehari selama 3 hingga 5 hari. (Andra & Yessie, 2018).
8. Pathway

Salmonella typhi

Saluran pencernaan

Usus halus

Jaringan limfoid

Lamina frolia

Kelenjar limfa mesontreia

Aliran darah

Hati dan limfa

Tidak difagosit Inflamasi

Proses inflamasi Endoktosin

Merangsang ujung
saraf Penurunan nafsu Lemah Proses
makan

Mempengaruhi tubuh Lesu Demam


Mual muntah

Nyeri Intoleransi aktivitas Hipertermia


Deficit nutrisi

Nyeri akut
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Berisi biodata pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal
lahir, golongan darah, pendidikan terakhir, agama, suku, status perkawinan,
pekerjaan, TB/BB, alamat.
b. Identitas penanggung jawab
Berisikan biodata penangguang jawab pasien yaitu nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan terakhir,
pekerjaan, alamat.
c. Keluhan utama
Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk memnita pertolongan
kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai
penurunan tingkat kesadaran. Biasanya klien akan mengalami penurunan
kesadaran dan adanya benturan serta perdarahan pada bagian kepala klien
yang disebabkan oleh kecelakaan ataupun tindaka kejahatan.
d. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Berisikan data adanya penurunan kesadaran (GCS <15), letargi,
mual dan muntah, sakit kepala, wajah tidak simetris, lemah, paralysis,
perdarahan, fraktur, hilang keseimbangan, sulit menggenggam, amnesia
seputar kejadian, tidak bias beristirahat, kesulitan mendengar, mengecap
dan mencium bau, sulit mencerna/menelan makanan.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Berisikan data pasien pernah mangalami penyakit system
persyarafan, riwayat trauma masa lalu, riwayat penyakit darah, riwayat
penyakit sistemik/pernafasan cardiovaskuler, riwayat hipertensi, riwayat
cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia,
penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, dan konsumsi alcohol.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Berisikan data ada tidaknya riwayat penyakit menular seperti
hipertensi, diabetes mellitus, dan lain sebagainya.
e. Pengkajian Primer
1) Airway (Jalan Napas)
a) Sumbatan atau penumpukan secret.
b) Wheezing atau krekles.
c) Kepatenan jalan nafas.
2) Breathing (Pernapasan)
a) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
b) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
c) Ronchi, krekles.
d) Ekspansi dada tidak penuh.
e) Penggunaan otot bantu nafas.
3) Circulation
a) Nadi lemah, tidak teratur
b) Capillary refill
c) Takikardi
d) TD meningkat / menurun.
e) Edema
f) Gelisah
g) Akral dingin
h) Suhu badan
i) Kulit pucat, sianosis
j) Output urine menurun
4) Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow
Coma Scale (GCS) dan secara kwantitatif yaitu
a) Composmentis: Sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua
pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
b) Apatis : keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
kehidupan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
c) Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja. Dapat
dibangunkan dengan rangsang nyeri, tetapi jatuh tidur lagi.
d) Delirium : keadaan kacau motorik yang sangat, memberontak,
berteriak-teriak, dan tidak sadar terhadap orang lain, tempat, dan
waktu.
e) Sopor/semi koma: keadaan kesadaran yang menyerupai koma,
reaksi 18 hanya dapat ditimbulkan dengan rangsang nyeri.
f) Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat
dibangunkan dengan rangsang apapun.
5) Exposure
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan
ketidaknyamanan (nyeri) dengan pengkajian PQRST.
f. Pemeriksaan Sekunder
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan pasien batuk apa tidak, peningkatan
produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan.
2) B2 (Blood/ Kardiovaskuler)
Pengkajian tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat
terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg). Kaji adanya nyeri
dada dengan pengkajian P, Q, R, S, T. Raba akral pasien apakah teraba
dingin atau hangat, suhu badan, lakukan pemeriksaan EKG, auskultasi
suara jantung apakah ada kelainan.
3) B3 (Brain/ Sistem Persyarafan)
Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan yang terfokus dan harus
lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
4) B4 (Bladder/ Sistem Perkemihan)
5) B5 (Bowel/ Sistem Pencernaan)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan
oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan
masalah pemenuhan nutrisi.
6) B6 (Bone)
Pada kulit, jika pasien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Adanya kesulitan
untuk beraktivitas karena kelemahan, gangguan mobilitas, serta masalah
pada pola aktivitas dan istirahat.
g. Pengkajian Saraf Kranial
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII :
1) Saraf I: Kaji adanya kelainan pada fungsi penciuman
2) Saraf II: Disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensori primer
di antara mata dan korteks visual
3) Saraf III, IV, dan VI: Adakah kelainan pada pupil, lapang pandang pasien
4) Saraf V: Pada beberapa keadaan EDH menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu
sisi otot pterigoideus internus dan eksternus
5) Saraf VII: Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan
otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
6) Saraf VIII: Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
7) Saraf IX dan X: Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut
8) Saraf XI: Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
9) Saraf XII: Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,
serta indra pengecapan normal
h. Pengkajian Sistem Motorik
1) Inspeksi Umum
2) Fasikulas
Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan (SDKI DPP PPNI, 2017) adalah sebagai berikut:
a. Hipertermia b,d proses penyakit.
b. Nyeri akut b.d. agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia,
neoplasma)
c. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan, ketidakmampuan
mencerna makanan.
d. Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, tirah baring, kelemahan, imobilitas, gaya hidup monoton.
3. Intervensi
Diagnosa Tujuan/Kriteria
Intervensi
(PPNI, Hasil Rasional
(PPNI, 2018)
2017) (PPNI, 2019)
Hipetermia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
perawatan Observasi
diharapkan suhu 1. Identifikasi penyebab 1. Mengetahui penyebab
tubuh membaik hipertermia terjadinya hipertermi
dengan Kriteria 2. Monitor suhu tubuh 2. Pemamtauan suhu tubuh
Hasil: : yang teratur dapat
1. Menggigil menentukan
menurun Terapeutik perkembangan perawatn
2. Takikardi 3. Berikan cairan oral 3. Saat demam kebutuhan
menurun akan cairan tubuh
3. Suhu tubuh meningkat
membaik 4. Longgarkan/ lepaskan 4. Proses konveksi akan
4. Kadar glukosa pakaian terhalang oleh pakaian
darah membaik Edukasi yang ketat
5. Anjurkan tirah baring 5. Meningkatkan
kenyamanan istirahat
serta dukungan
Edukasi fisiologis/psikologis
6. Kolaborasi pemberian 6. Pemberian cairan sangat
cairan dan elektrolit penting bagi pasien
intravena dengan suhu tubuh yang
tinggi.

Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri


tindakan 1. Identifikasi lokasi, 1. Untuk mengetahui
keperawatan selama karakteristik, durasi, intervensi apa yang akan
3x24 jam, frekuensi, kualitas, dilakukan selanjutnya
diharapkan: intensitas nyeri
Tingkat nyeri 2. Berikan teknik non 2. Untuk mengurangi rasa
menurun dengan farmakologis untuk nyeri yang dialami klien
kriteria hasil: mengurangi nyeri tanpa meminum obat
1. Frekuensi nadi (misalnya akupresure,
membaik terapi pijat, kompres
2. Pola napas hangat/dingin, relaksasi
membaik napas dalam )
3. Keluhan nyeri 3. Jelaskan penyebab, 3. Agar klien tidak merasa
menurun periode dan pemicu cemas atas nyeri yang
4. Meringis nyeri dialami nya
menurun 4. Kolaborasi pemberian 4. Analgesic berfungsi
5. Gelisah menurun analgesic, jika perlu untuk mengurangi rasa
6. Kesulitan tidur nyeri
menurun

Deficit Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi


Nutrisi perawatan Observasi
diharapkan asupan 1. Identifikasi status 1. Informasi dasar untuk
nutrisi membaik, nutrisi perencanaan awal dan
dengan kriteria hasil: validasi data
1. Porsi makan 2. Identifikasi alergi dan 2. Agar dapat dilakukan
yang dihabiskan intoleransi makanan intervensi dalam
meningkat pemberian makanan
2. Frekuensi makan 3. Monitor asupan 3. Mengetahui asupan gizi
membaik makanan yang masuk kedalam
3. Nafsu makan Terpeutik tubuh
membaik 4. Berikan makanan tinggi 4. Makanan yang tinggi
kalori dan tinggi kalori dibutuhkan untuk
protein sumber energy dan
makanan yang tinggi
protein berfungsi untuk
mengganti sel-sel yang
telah rusak
5. Berikan suplemen 5. Meningkatkan nafsu
makan jika perlu makan dan perasaan
Edukasi sehat
6. Ajarkan diet yang di 6. Untuk pemenuhan
programkan keseimbangan nutrisi
Kolaborasi
7. Kolaborasi dengan ahli 7. Membantu dalam proses
gizi, jika perlu penentuan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang
dibutuhkan
Intoleransi Intoleransi Manajemen Energi
Aktivitas Aktivitas observasi
Setelah dilakukan a. Identifikasi gangguan a. membantu menentukan
tindakan fungsi tubuh yang derajat kerusakan dan
keperawatan mengakibatkan kesulitan terhadap
diharapkan respon kelelahan keadaan yang dialami
fisiologis terhadap b. Monitor kelelahan fisik b. mengidentifikasi
aktivitas meningkat, kekuatan/kelemahan dan
dengan kriteria hasil: dapat memberikan
a. Kemudahan informasi mengenai
dalam melakukan pemulihan
aktivitas sehari- Terapeutik
hari meningkat c. Sediakan lingkungan c. Meningkatkan
b. Keluhan lelah nyaman dan rendah kenyamanan istirahat
menurun stimulus serta dukungan
c. Perasaan lemah fisiologis/psikologi
menurun d. Lakukan latihan d. Mengidentifikasi
d. Tekanan darah rentang gerak pasif dan kekuatan/kelemahan dan
membaik atau aktif. dapat memberikan
informasi mengenai
Kolaborasi pemulihan.
e. Kolaborasai dengan e. Mempercepat proses
ahli gizi tentang cara penyembuhan
meningkatkan asupan
makanan
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi merupakan langkah keempat dalam proses perawatan, dimulai
secara formal setelah Anda mengembangkan rencana asuhan keperawatan. Dengan
rencana asuhan berdasar pada diagnosis keperawatan yang jelas dan relevan, dimana
intervensi yang didesain untuk membantu pasien mencapai tujuan dan hasil yang
diharapkan yang dibutuhkan untuk mendukung atau meningkatkan status kesehatan
pasien (Noviestari et al., 2020).

E. EVALUASI
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir proses keperawatan yang yang
sistematis dan terencana antara hasil akhir yang telah diamati dan atau kriteria hasil
yang telah dibuat pada tahap intervensi. Evaluasi dilakukan secara terus-menerus dan
melibatkan klien serta tenaga kesehatan lainnya. Apabila tujuan dan kriteria hasil
tercapai pada evaluasi, maka klien proses keperawatan dihentikan, jika sebaliknya
maka klien dikaji dan ulang dan harus tetap melewati proses keperawatan (Irman et
al., 2020).
DAFTAR PUSTAKA

Andra & Yessie. 2018. Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa).


Yogyakarta: Nuha Medika.
Fauzan, Rahmat. 2019. ASUHAN Keperawatan Pada An. Z Dengan Demam Typoid
Diruangan Anak Rsud Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2019. Skripsi-S1
Thesis. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis.
Ketut, Ni Mendri dan Agus Sarwo. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit dan
Bayi Resiko Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Baru.
Irman, O., Nalista, Y., & Keytimu, Y. M. H. (2020). Buku Ajar: Asuhan Kepeawatan
Pada Pasien Sindrom Koroner Akut (Pertama). CV.Penerbit Qiara Media.
Noviestari, E., Ibrahim, K., Deswani, & Ramadaniati, S. (2020). Dasar-Dasar
Keperawatan: Edisi 9 (9th ed.). ELSEVIER.
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi Dan
Indikator Diagnostik Edisi 1 Cetakan III. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. S. D. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi Dan
Tindakan Keperawatan Edisi 1 Cetakan II. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. S. D. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi Dan
Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Rahmat, Wahyudi dkk. 2019. Demam Tifoid dengan Komplikasi Sepsis : Pengertian,
Epidemiologi, Patogenesis, dan Sebuah Laporan Kasus Vol. 3No. 3.
Saputri, Oktaviani & Herlina. 2020. Asuhan Keperawatan Pada An.M Dengan Demam
Tifoid: Sebuah Studi Kasus. Buletin Kesehatan. Vol.4 No.1.

Anda mungkin juga menyukai