Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PORTOFOLIO

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS

THYPOID FEVER

Disusun oleh :

YUNITA ELLY FARIDA

NIM. 1810113

PRODI S-1 KEPERAWATAN


STIKES HANG TUAH SURABAYA
TA. 2019/2020
1. Judul : Laporan pendahuluan Thypoid Fever

2. Definisi
Thypoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi Salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses
dan urine dari orang yang terinfeksi kuman Salmonella ( Brunner and Sudart, 2007 ).

3. Etiologi
Menurut (Rahmad Juwono, 1996) :
a. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak
bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu:
1. antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida)
2. antigen H(flagella)
3. antigen V1 dan protein membrane hialin
b. Salmonella parathypi A
c. Salmonella parathypi B
d. Salmonella parathypi C
e. Faces dan Urin dari penderita thypus

4. Manifestasi klinis
Masa tunas 7-14 (rata-rata 3 – 30) hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal (gejala
awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas) (Mansjoer, Arif, 1999):
a. Perasaan tidak enak badan
b. Lesu
c. Nyeri kepala
d. Pusing
e. Diare
f. Anoreksia
g. Batuk
h. Nyeri otot

Menyusul gejala klinis yang lain demam yang berlangsung 3 minggu (Rahmad Juwono, 1996)
:
a. Demam
1. Minggu I : Demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore
dan malam hari
2. Minggu II: Demam terus
3. Minggu III : Demam mulai turun secara berangsur - angsur.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
1) Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang
disertai tremor
2) Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan
3) Terdapat konstipasi, diare
c. Gangguan kesadaran
1) Kesadaran yaitu apatis–somnolen
2) Gejala lain “Roseola” (bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit )
Demam lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar namun menjelang malamnya
demam tinggi.
a. Lidah kotor. Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya anak akan
merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-asam atau pedas.
b. Mual Berat sampai muntah. Bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hatidan limpa,
Akibatnya terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga terjadi rasa mual.
Dikarenakan mual yang berlebihan, akhirnya makanan tak bisa masuk secara sempurna dan
biasanya keluar lagi lewat mulut.
c. Diare atau Mencret. Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan
gangguan penyerapan cairan yang akhirnya terjadi diare, namun dalam beberapa kasus justru
terjadi konstipasi (sulit buang air besar).
d. Lemas, pusing, dan sakit perut. Demam yang tinggi menimbulkan rasa lemas, pusing.
Terjadinya pembengkakan hati dan limpa menimbulkan rasa sakit di perut.
e. Pingsan, Tak sadarkan diri. Penderita umumnya lebih merasakan nyaman dengan
berbaring tanpa banyak pergerakan, namun dengan kondisi yang parah seringkali terjadi
gangguan kesadaran.

5. Komplikasi
Komplikasi dapat dibagi dalam (Patriani Sarasan, 2008) :
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perforasi usus
3) Ileus paralitik
b. Komplikasi ekstra intestinal
1) Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis) miokarditis, trombosis, dan
tromboflebitie.
2) Darah : anemia hemolitik, tromboritopenia, sindrom uremia hemolitik
3) Paru : pneumonia, empiema, pleuritis.
4) Hepar dan kandung empedu : hipertitis dan kolesistitis.
5) Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
6) Tulang : oeteomielitis, periostitis, epondilitis, dan arthritis.
7) Neuropsikiatrik : delirium, meningiemus, meningitie, polineuritie, perifer, sindrom
Guillan-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.
8) Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi
sering terjadi pada keadaan tokremia berat dan kelemahan umum, terutama bila perawatan
pasien kurang sempurna.

6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium (Rahmad Juwono, 1996) :
a. Pemeriksaan darah tepi : dapat ditemukan leukopenia,limfositosis relatif, aneosinofilia,
trombositopenia, anemia.
b. Biakan empedu : basil salmonella typhii ditemukan dalam darah penderita biasanya
dalam minggu pertama sakit.
c. Pemeriksaan WIDAL - Bila terjadi aglutinasi 1/200³ - Diperlukan titer anti bodi
terhadap antigeno yang bernilai 4 kali antara masa akut dan konvalesene mengarah³atau
peningkatan kepada demam typhoid.
d. Pemeriksaan darah
d) Pemeriksaan darah untuk kultur (biakan empedu)
Salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah penderita pada minggu pertama sakit, lebih
sering ditemukan dalam urine dan feces dalam waktu yang lama.
e) Pemeriksaan widal
Pemeriksaan widal merupakan pemeriksaan yang dapat menentukan diagnosis thypoid
abdominalis secara pasti. Pemeriksaan ini perlu dikerjakan pada waktu masuk dan setiap
minggu berikutnya. (diperlukan darah vena sebanyak 5 cc untuk kultur dan widal)
e. Pemeriksaan sumsum tulang belakang
Terdapat gambaran sumsum tulang belakang berupa hiperaktif Reticulum Endotel System
(RES) dengan adanya sel makrofag.
7. Penatalaksanaan Medis
Adapun penatalaksanaan adalah (Pakdhe, 2009) :
a. Obat
Sampai saat ini masih menganut Trilogi penatalaksanaan demam thypoid, yaitu:
1. Kloramphenikol : dosis hari pertama 4 x 250 mg, hari kedua 4 x 500 mg, diberikan
selama demam berkanjut sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 x
250 mg selama 5 hari kemudian.
2. Penelitian terakhir (Nelwan, dkk. di RSUP Persahabatan), penggunaan kloramphenikol
masih memperlihatkan hasil penurunan suhu 4 hari, sama seperti obat– obat terbaru dari jenis
kuinolon.
3. Ampisilin/Amoksisilin : dosis 50 – 15- mg/Kg/BB/hari, diberikan selama 2 minggu.
4) Kotrimoksasol : 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg sulfametosazol-80 mg
trimetropim), diberikan selama dua minggu.
b. Diet
1. Cukup kalori dan tinggi protein
2. Pada keadaan akut klien diberikan bubur saring, setelah bebas panas dapat diberikan
bubur kasar, dan akhirnya diberikan nasi sesuai tingkat kesembuhan. Namun beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk
rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan secara aman.
3. Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan perawatan intensif dengan
nutrisi parenteral total.
c. Istirahat
Bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Klien harus tirah baring
absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi
dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan kondisi. Klien dengan kondisi
kesadaran menurun perlu diubah posisinya setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus dan
pneumonia hipostatik. Defekasi dan buang air kecil perlu perhatian karena kadang – kadang
terjadi obstipasi dan retensi urine.
d. Perawatan sehari – hari
Dalam perawatan selalu dijaga personal hygiene, kebersihan tempat tidur, pakaian, dan
peralatan yang digunakan oleh klien.

8. Web of causation (pathway)


9. Asuhan Keperawatan Penyakit (secara teori)

a) Pengkajian keperawatan
Faktor Presipitasi dan Predisposisi
Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar
oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan melalui
makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak
teratur. Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak
bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan
menyiapkan makanan (Abdi, 2008).
a. Pengumpulan data
Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status
perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.

2. Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri
perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.

3. Riwayat penyakit sekarang


Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.

4. Riwayat penyakit dahulu


Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.

5. Riwayat penyakit keluarg


Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.

6. Pola-pola fungsi kesehatan


a) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat makan
sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.

b) Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama.
Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning
kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat
keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan
tubuh.

c) Pola aktivitas dan latihan


Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi
komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.

d) Pola tidur dan istirahat


Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.

e) Pola persepsi dan konsep diri


Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit anaknya.

f) Pola sensori dan kognitif


Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya tidak
mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham paad klien.

g) Pola hubungan dan peran


Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan
klien harus bed rest total.

h) Pola penanggulangan stress


Biasanya orang tua akan nampak cemas

7. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 410 C, muka
kemerahan.

b) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).

c) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti
bronchitis.

d) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.

e) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam

f) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah,
anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.

g) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.

i) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri
tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi
peristaltik usus meningkat.

b) Diagnosis keperawatan
1. Hipertermia (SDKI) halaman 284) D0130
2. Ansietas (SDKI) halaman 180) D0080
3. Gangguan rasa nyaman (SDKI) halaman 166) D0074

c) Intervensi Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan Dehidrasi
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam diharapkan termoregulasi
menurun
Kriteria Hasil :
Suhu tubuh menurun

Intervensi :
Observasi
- Monitor suhu tubuh
Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang dingin
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
2. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam diharapkan tingkat ansietas
menurun

Kriteria Hasil :
Kondisi emosi stabil

Intervensi :
Observasi
- identifikasi saat tingkat ansietas berubah (misalnya kondisi, waktu, stressor)
Terapeutik
- Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
Edukasi
- Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit


Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam diharapkan status
kenyamanan membaik

Kriteria Hasil :
Rasa mengeluh tentang ketidaknyamanan berkurang

Intervensi :
Observasi
- identifikasi gejala yang tidak menyenangkan (misalnya mual, nyeri, gatal, sesak)
Terapeutik
- berikan posisi yang nyaman
Edukasi
- jelaskan mengenai kondisi dan pilihan terapi atau pengobatan
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian analgesik, antipruritus, antihistamin, jika perlu

10. Daftar Pustaka

Laporan perawat demam Thypoid tasbihul anwar stikes falesehan


Serang-banten. Profesi ners, 2016.

FORMAT LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS THYPOID FEVER
Disusun oleh :

YUNITA ELLY FARIDA

NIM. 1810113

PRODI S-1 KEPERAWATAN


STIKES HANG TUAH SURABAYA
TA. 2019/2020

A. DATA FOKUS

Ny. A usia 30 tahun di bawa ke UGD RSAL Dr. Ramelan Surabaya pada tanggal 21 Juni 2020
pukul 08.00 WIB oleh suaminya. Pasien mengeluh demam sejak tujuh hari yang lalu. Demam dirasakan naik
turun, demam terutama pada malam hari disertai menggigil dan keringat dingin. Pasien juga mengeluh mual
ingin muntah, keluhan bertambah berat bila beraktifitas, demam berkurang bila dikompres, istirahat, dan minum
obat. Melihat keadaan pasien yang lemah, Pasien dipasang infus RL 14 tetes/menit, diberikan injeksi ranitidin 50
mg, ceftriaxone 1 gram. Pasien dilakukan pemeriksaan darah rutin dan widal. Kemudian pasien dibawa ke ruang
perawatan H.
Keluhan saat pengkajian : demam, mual, nyeri ulu hati seperti ditusuk-tusuk dengan skala 6 (1-10), berkala tak
menentu.

B. ANALISIS DATA (DIAGNOSIS KEPERAWATAN)  SDKI

N
DATA (Symptom) / Faktor Risiko PENYEBAB (Etiologi) MASALAH (Problem)
O
Dehidrasi Hipertermia
1 DS :
Pasien mengatakan demam sejak tujuh ( SDKI, D0130)
hari yang lalu. Demam dirasakan naik
turun, terutama pada malam hari disertai
menggigil, keringat dingin.

DO :
Pasien dipasang infus RL 14 tetes/menit,

diberikan injeksi ranitidin 50 mg, ceftriaxone


1 gram.

DS :
Pasien mengatakan nyeri ulu hati seperti
2 ditusuk-tusuk, mual ingin muntah. Agen pencedera fisiologis Nyeri akut

DO : (SDKI, D0077)
Pasien dilakukan pemeriksaan darah rutin
dan widal

Skala 6 (1-10), berkala tak menentu.

C. PRIORITAS MASALAH
No Masalah Keperawatan
1 Hipertermia
2 Nyeri akut
D. RENCANA KEPERAWATAN
1. Diagnosis keperawatan : Hipertermia berhubungan dengan Dehidrasi

LUARAN KEPERAWATAN : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam, maka Suhu tubuh pasien menurun
dengan kriteria hasil :

Luaran utama Termoregulasi 1. Keluhan menggigil menurun


( SLKI, hal 129)
Luaran tambahan Status cairan 1. Keluhan haus menurun
(SLKI, hal 107)

INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi utama Manajemen Hipertermia 1. Regulasi temperatur

(SIKI, hal 468)


Intervensi pendukung Edukasi dehidrasi 1. Pemantauan cairan
Edukasi pengukuran suhu tubuh 2. Pemberian obat
Edukasi program pengobatan 3. Pemberian obat intravena

(SIKI, hal 468)


2. Diagnosis keperawatan : Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

LUARAN KEPERAWATAN : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam, maka Nyeri pasien menurun
dengan kriteria hasil :

Luaran utama Tingkat nyeri 1. Keluhan nyeri menurun


(SLKI, hal 145) 2. Mual dan muntah menurun
Luaran tambahan kontrol nyeri 1. Kemampuan mengenali penyebab nyeri meningkat
(SLKI, hal 58)

INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi utama Manajemen nyeri 1. Pemberian analgesik

(SIKI, hal 485)


Intervensi pendukung dukungan hipnosis diri 1. Pemberian obat intravena
Edukasi efek samping obat 2. Pengaturan posisi
Edukasi proses penyakit 3. Perawatan kenyamanan

(SIKI, hal 486)


E. TINDAKAN DAN EVALUASI KEPERAWATAN
No. WAKTU TT WAKTU TT
TINDAKAN WAT
EVALUASI / CATATAN PERKEMBANGAN (SOAP) WAT
Dx (tgl & jam) (tgl & jam)

YE 23 YE
 1. 21 F Juni F
Juni 2020
2020 &
& 09.00
11.00 1. Pemberian Infus RL 28 TPM S : Pasien mengatakan demam sudah
mulai hilang
13.00 2. Anjurkan Pasien Bed Rest O : Suhu Tubuh 37 derajat celcius
A : Masalah teratasi
18.00 3. Pemberian Obat Paracetamol 3 x 500 P : Intervensi dihentikan
mg (k/p) 23
Juni
2. 22 2020
Juni &
2020 09.00
& S : Pasien mengatakan nyeri pada
10.00 1. Pemberian Injeksi Ranitidin 3 x 50 mg ulu hati sudah hilang dan sudah
tidak merasakan mual dan muntah
2. Pemberian Injeksi Chloramphenicol 2 O : Skala nyeri 0
15.00 x 1 gram A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
3. Pemberian Obat Antasida Syr 3 x 1
20.00 sdm
1. FORMAT STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)

JUDUL SPO Skin test obat antibiotika


Skin test obat antibiotika adalah suatu tindakan pemberian sampel obat
(terutama antibiotika) melalui injeksi dibawah kulit (intracutan) untuk
Pengertian
mengetahui apakah pasien mengalami reaksi alergi yang ditimbulkan
oleh kulit.
Sebagai acuan langkah - langkah sebelum pemberian obat (antibiotika),
Tujuan untuk melihat reaksi anafilaktik atau reaksi alergi yang ditimbulkan oleh
kulit.
1. Pasien yang membutuhkan test alergi(mantoux test )
2. Pasien yang akan melakukan vaksinal
3. Mengalihkan diagnosa penyakit
Indikasi
4. Sebelum memasukan obat
5. Pasien yang tidak sadar

1. Pasien yang mengalami infeksi pada kulit


2. Pasien dengan kulit terluka
Kontraindikasi
3. Pasien yang sudah di lakukan skin test
4. Pasien yang alergi
1. Spuit 1 cc
2. Obat injeksi (antibiotik, anti nyeri, dll)
3. Kapas alcohol
4. Aquades
Persiapan alat 5. Sarung tangan
6. Alas kerja atau Perlak
7. Pulpen dan jam
8. Bengkok
9. Bak spuit
1. Pasien diberi inform consent
Persiapan pasien 2. Atur posisi pasien dan peralatan yang akan digunakan
3. Jaga privacy pasien
1. Menutup sketsel
Persiapan lingkungan
Langkah-langkah 1. Jelaskan kepada pasien mengenal tujuan dan tindakan yang
dilakukan
2. Cuci tangan 7 langkah dan pakai hand scean
3. Tanyakan nama pasien
4. Beri otiket obat untuk mencegah kekeliruan (6 benar)
5. Gunakan sarung tangan
6. Siapkan spuit tee yang sdah di masukan dengan obat campur
dengan aquabides
7. Pasang perlak
8. Tentukan lokasi yang akan dilakukan skin lest(lengan
kanan/lengan kikiri) terutama d lokasi yang dapat dan mudah
melihat
9. Bersihkan area penusukan menggunakan kapas alkohol dengan
sirkular dari arah dalam ke luar dengan diameter sekitar 5 cm,
hingga sampai kering
10. Petugas membuka tutup jaruk
11. Tempatkan ibu jari non dominan sekitar 2,5 cm di bawah area
penusukan kemudian tarik kulit
12. Arahkan spuit 10-15• lalu tusuk ke intrakutan secara perlahan
dan masukan obat, sampai kulit terlihat menonjol
13. Petugas menarik jarum suntik
14. Bekas suntikan tersebut di beri tanda di lingkari dan tunggu
selama 10-20 menit (beri jam pemeriksaan hasil)
15. Petugas memberitakan kepada pasien bahawa tindakan sudah
selesai
16. Petugas membuang spuit pada sofery bok dan kapas alkohol
pada sampah medis
17. Membereskan alat
18. Cuci tangan

1. Evaluasi respon klien terhadap zat uji, beberapa obat yang di


gunakan dalam pengujian dapat menyebabkan alergi, obat
antibiotik (misal, epinefrin) mungkin perlu di berikan
Evaluasi 2. Evaluasi keadaan lokasi injeksi dalam 24/48jm, tergantung
pada uji yang dilakukan, ukur area kemerahan dan induksi
dalam milimeter pada diameter terlebar dan dokumentasi

Gambar

1. Potteri & perry ( 2012). Fundamental keperawatan buku


2. Widyatun. D. (2012). Pemberian obat melalui intracutan,
Referensi yogyakarta, salemba medika
3. Singalinggih G (2012 )buku panduan laboratorium kebutuhan
dasar manusia jakarta:EGC
Note : Standar minimal SPO, Anda dapat menambahkan poin lainnya bila perlu

Anda mungkin juga menyukai