THYPOID FEVER
Disusun oleh :
NIM. 1810113
2. Definisi
Thypoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi Salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses
dan urine dari orang yang terinfeksi kuman Salmonella ( Brunner and Sudart, 2007 ).
3. Etiologi
Menurut (Rahmad Juwono, 1996) :
a. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak
bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu:
1. antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida)
2. antigen H(flagella)
3. antigen V1 dan protein membrane hialin
b. Salmonella parathypi A
c. Salmonella parathypi B
d. Salmonella parathypi C
e. Faces dan Urin dari penderita thypus
4. Manifestasi klinis
Masa tunas 7-14 (rata-rata 3 – 30) hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal (gejala
awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas) (Mansjoer, Arif, 1999):
a. Perasaan tidak enak badan
b. Lesu
c. Nyeri kepala
d. Pusing
e. Diare
f. Anoreksia
g. Batuk
h. Nyeri otot
Menyusul gejala klinis yang lain demam yang berlangsung 3 minggu (Rahmad Juwono, 1996)
:
a. Demam
1. Minggu I : Demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore
dan malam hari
2. Minggu II: Demam terus
3. Minggu III : Demam mulai turun secara berangsur - angsur.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
1) Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang
disertai tremor
2) Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan
3) Terdapat konstipasi, diare
c. Gangguan kesadaran
1) Kesadaran yaitu apatis–somnolen
2) Gejala lain “Roseola” (bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit )
Demam lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar namun menjelang malamnya
demam tinggi.
a. Lidah kotor. Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya anak akan
merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-asam atau pedas.
b. Mual Berat sampai muntah. Bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hatidan limpa,
Akibatnya terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga terjadi rasa mual.
Dikarenakan mual yang berlebihan, akhirnya makanan tak bisa masuk secara sempurna dan
biasanya keluar lagi lewat mulut.
c. Diare atau Mencret. Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan
gangguan penyerapan cairan yang akhirnya terjadi diare, namun dalam beberapa kasus justru
terjadi konstipasi (sulit buang air besar).
d. Lemas, pusing, dan sakit perut. Demam yang tinggi menimbulkan rasa lemas, pusing.
Terjadinya pembengkakan hati dan limpa menimbulkan rasa sakit di perut.
e. Pingsan, Tak sadarkan diri. Penderita umumnya lebih merasakan nyaman dengan
berbaring tanpa banyak pergerakan, namun dengan kondisi yang parah seringkali terjadi
gangguan kesadaran.
5. Komplikasi
Komplikasi dapat dibagi dalam (Patriani Sarasan, 2008) :
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perforasi usus
3) Ileus paralitik
b. Komplikasi ekstra intestinal
1) Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis) miokarditis, trombosis, dan
tromboflebitie.
2) Darah : anemia hemolitik, tromboritopenia, sindrom uremia hemolitik
3) Paru : pneumonia, empiema, pleuritis.
4) Hepar dan kandung empedu : hipertitis dan kolesistitis.
5) Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
6) Tulang : oeteomielitis, periostitis, epondilitis, dan arthritis.
7) Neuropsikiatrik : delirium, meningiemus, meningitie, polineuritie, perifer, sindrom
Guillan-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.
8) Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi
sering terjadi pada keadaan tokremia berat dan kelemahan umum, terutama bila perawatan
pasien kurang sempurna.
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium (Rahmad Juwono, 1996) :
a. Pemeriksaan darah tepi : dapat ditemukan leukopenia,limfositosis relatif, aneosinofilia,
trombositopenia, anemia.
b. Biakan empedu : basil salmonella typhii ditemukan dalam darah penderita biasanya
dalam minggu pertama sakit.
c. Pemeriksaan WIDAL - Bila terjadi aglutinasi 1/200³ - Diperlukan titer anti bodi
terhadap antigeno yang bernilai 4 kali antara masa akut dan konvalesene mengarah³atau
peningkatan kepada demam typhoid.
d. Pemeriksaan darah
d) Pemeriksaan darah untuk kultur (biakan empedu)
Salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah penderita pada minggu pertama sakit, lebih
sering ditemukan dalam urine dan feces dalam waktu yang lama.
e) Pemeriksaan widal
Pemeriksaan widal merupakan pemeriksaan yang dapat menentukan diagnosis thypoid
abdominalis secara pasti. Pemeriksaan ini perlu dikerjakan pada waktu masuk dan setiap
minggu berikutnya. (diperlukan darah vena sebanyak 5 cc untuk kultur dan widal)
e. Pemeriksaan sumsum tulang belakang
Terdapat gambaran sumsum tulang belakang berupa hiperaktif Reticulum Endotel System
(RES) dengan adanya sel makrofag.
7. Penatalaksanaan Medis
Adapun penatalaksanaan adalah (Pakdhe, 2009) :
a. Obat
Sampai saat ini masih menganut Trilogi penatalaksanaan demam thypoid, yaitu:
1. Kloramphenikol : dosis hari pertama 4 x 250 mg, hari kedua 4 x 500 mg, diberikan
selama demam berkanjut sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 x
250 mg selama 5 hari kemudian.
2. Penelitian terakhir (Nelwan, dkk. di RSUP Persahabatan), penggunaan kloramphenikol
masih memperlihatkan hasil penurunan suhu 4 hari, sama seperti obat– obat terbaru dari jenis
kuinolon.
3. Ampisilin/Amoksisilin : dosis 50 – 15- mg/Kg/BB/hari, diberikan selama 2 minggu.
4) Kotrimoksasol : 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg sulfametosazol-80 mg
trimetropim), diberikan selama dua minggu.
b. Diet
1. Cukup kalori dan tinggi protein
2. Pada keadaan akut klien diberikan bubur saring, setelah bebas panas dapat diberikan
bubur kasar, dan akhirnya diberikan nasi sesuai tingkat kesembuhan. Namun beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk
rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan secara aman.
3. Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan perawatan intensif dengan
nutrisi parenteral total.
c. Istirahat
Bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Klien harus tirah baring
absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi
dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan kondisi. Klien dengan kondisi
kesadaran menurun perlu diubah posisinya setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus dan
pneumonia hipostatik. Defekasi dan buang air kecil perlu perhatian karena kadang – kadang
terjadi obstipasi dan retensi urine.
d. Perawatan sehari – hari
Dalam perawatan selalu dijaga personal hygiene, kebersihan tempat tidur, pakaian, dan
peralatan yang digunakan oleh klien.
a) Pengkajian keperawatan
Faktor Presipitasi dan Predisposisi
Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar
oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan melalui
makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak
teratur. Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak
bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan
menyiapkan makanan (Abdi, 2008).
a. Pengumpulan data
Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status
perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
2. Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri
perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
b) Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama.
Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning
kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat
keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan
tubuh.
7. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 410 C, muka
kemerahan.
b) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti
bronchitis.
d) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
e) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
f) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah,
anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.
g) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
i) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri
tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi
peristaltik usus meningkat.
b) Diagnosis keperawatan
1. Hipertermia (SDKI) halaman 284) D0130
2. Ansietas (SDKI) halaman 180) D0080
3. Gangguan rasa nyaman (SDKI) halaman 166) D0074
c) Intervensi Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan Dehidrasi
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam diharapkan termoregulasi
menurun
Kriteria Hasil :
Suhu tubuh menurun
Intervensi :
Observasi
- Monitor suhu tubuh
Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang dingin
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
2. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam diharapkan tingkat ansietas
menurun
Kriteria Hasil :
Kondisi emosi stabil
Intervensi :
Observasi
- identifikasi saat tingkat ansietas berubah (misalnya kondisi, waktu, stressor)
Terapeutik
- Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
Edukasi
- Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
Kriteria Hasil :
Rasa mengeluh tentang ketidaknyamanan berkurang
Intervensi :
Observasi
- identifikasi gejala yang tidak menyenangkan (misalnya mual, nyeri, gatal, sesak)
Terapeutik
- berikan posisi yang nyaman
Edukasi
- jelaskan mengenai kondisi dan pilihan terapi atau pengobatan
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian analgesik, antipruritus, antihistamin, jika perlu
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS THYPOID FEVER
Disusun oleh :
NIM. 1810113
A. DATA FOKUS
Ny. A usia 30 tahun di bawa ke UGD RSAL Dr. Ramelan Surabaya pada tanggal 21 Juni 2020
pukul 08.00 WIB oleh suaminya. Pasien mengeluh demam sejak tujuh hari yang lalu. Demam dirasakan naik
turun, demam terutama pada malam hari disertai menggigil dan keringat dingin. Pasien juga mengeluh mual
ingin muntah, keluhan bertambah berat bila beraktifitas, demam berkurang bila dikompres, istirahat, dan minum
obat. Melihat keadaan pasien yang lemah, Pasien dipasang infus RL 14 tetes/menit, diberikan injeksi ranitidin 50
mg, ceftriaxone 1 gram. Pasien dilakukan pemeriksaan darah rutin dan widal. Kemudian pasien dibawa ke ruang
perawatan H.
Keluhan saat pengkajian : demam, mual, nyeri ulu hati seperti ditusuk-tusuk dengan skala 6 (1-10), berkala tak
menentu.
N
DATA (Symptom) / Faktor Risiko PENYEBAB (Etiologi) MASALAH (Problem)
O
Dehidrasi Hipertermia
1 DS :
Pasien mengatakan demam sejak tujuh ( SDKI, D0130)
hari yang lalu. Demam dirasakan naik
turun, terutama pada malam hari disertai
menggigil, keringat dingin.
DO :
Pasien dipasang infus RL 14 tetes/menit,
DS :
Pasien mengatakan nyeri ulu hati seperti
2 ditusuk-tusuk, mual ingin muntah. Agen pencedera fisiologis Nyeri akut
DO : (SDKI, D0077)
Pasien dilakukan pemeriksaan darah rutin
dan widal
C. PRIORITAS MASALAH
No Masalah Keperawatan
1 Hipertermia
2 Nyeri akut
D. RENCANA KEPERAWATAN
1. Diagnosis keperawatan : Hipertermia berhubungan dengan Dehidrasi
LUARAN KEPERAWATAN : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam, maka Suhu tubuh pasien menurun
dengan kriteria hasil :
INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi utama Manajemen Hipertermia 1. Regulasi temperatur
LUARAN KEPERAWATAN : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam, maka Nyeri pasien menurun
dengan kriteria hasil :
INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi utama Manajemen nyeri 1. Pemberian analgesik
YE 23 YE
1. 21 F Juni F
Juni 2020
2020 &
& 09.00
11.00 1. Pemberian Infus RL 28 TPM S : Pasien mengatakan demam sudah
mulai hilang
13.00 2. Anjurkan Pasien Bed Rest O : Suhu Tubuh 37 derajat celcius
A : Masalah teratasi
18.00 3. Pemberian Obat Paracetamol 3 x 500 P : Intervensi dihentikan
mg (k/p) 23
Juni
2. 22 2020
Juni &
2020 09.00
& S : Pasien mengatakan nyeri pada
10.00 1. Pemberian Injeksi Ranitidin 3 x 50 mg ulu hati sudah hilang dan sudah
tidak merasakan mual dan muntah
2. Pemberian Injeksi Chloramphenicol 2 O : Skala nyeri 0
15.00 x 1 gram A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
3. Pemberian Obat Antasida Syr 3 x 1
20.00 sdm
1. FORMAT STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)
Gambar