Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMAM TIFOID

A. KONSEP MEDIK
1. DEFINISI
Thipoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella
Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh
faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 2014).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella
thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan
paratyphoid abdominalis. (Syaifullah Noer, 2015).
Demam typoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna
dengan gejala demam lebih dari tujuh hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan
kesadaran.(Mansjoer, 2009: 432).
Demam typoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai
denganbakteremia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus,
pembentukanmikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal ileum. Disebabkan salmonella
thypi, ditandaiadanya demam 7 hari atau lebih, gejala saluran pencernaan dan gangguan
kesadaran.(Soegijanto, 2010: 1).
Demam typoid adalah penyakit infeksi bakteri hebat yang di awali di selaput lendir
usus,dan jika tidak di obati secara progresif akan menyerbu jaringan di seluruh tubuh.
(Tambayong, 2011: 143).
Demam typoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi salmonella
typhi.( Ovedoff, 2011: 514).

2. ETIOLOGI
Menurut (Rahmad Juwono, 1996) :
a. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak
bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu:
1. antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida)
2. antigen H(flagella)
3. antigen V1 dan protein membrane hialin
b. Salmonella parathypi A
c. Salmonella parathypi B
d. Salmonella parathypi C
e. Faces dan Urin dari penderita thypu

Penyakit tifus disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella Typhosa, basil gram
negatif, berflagel (bergerak dengan bulu getar), anaerob, dan tidak menghasilkan spora.
Bakteri tersebut memasuki tubuh manusia melalui saluran pencernaan dan manusia
merupakan sumber utama infeksi yang mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit
saat sedang sakit atau dalam pemulihan. Kuman ini dapat hidup dengan baik sekali pada
tubuh manusia maupun pada suhu yang lebih rendah sedikit, namun mati pada suhu 70°C
maupun oleh antiseptik. Demam tifoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B atau C (Soedarto, 1996).
Salmonella Typhosa memiliki tiga macam antigen, yaitu :
a. antigen O (Ohne Hauch) : merupakan polisakarida yang sifatnya spesifik untuk grup
Salmonella dan berada pada permukaan organisme dan juga merupakan somatik antigen
yang tidak menyebar
b. antigen H : terdapat pada flagella dan bersifat termolabil
c. antigen Vi : merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi antigen O
terhadap fagositosis.

3. MANIFESTASI KLINIS
Masa tunas 7-14 (rata-rata 3 – 30) hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal (gejala
awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas) (Mansjoer, Arif, 1999):
a. Perasaan tidak enak badan
b. Lesu
c. Nyeri kepala
d. Pusing
e. Diare
f. Anoreksia
g. Batuk
h. Nyeri otot
Menyusul gejala klinis yang lain demam yang berlangsung 3 minggu (Rahmad Juwono,
1996) :
a. Demam
a) Minggu I : Demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat
pada sore dan malam hari
b) Minggu II: Demam terus
c) Minggu III : Demam mulai turun secara berangsur - angsur.
b. Gangguan pada saluran pencernaan                       
a) Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan,
jarang disertai tremor
b) Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan
c) Terdapat konstipasi, diare.
c. Gangguan kesadaran          
a) Kesadaran yaitu apatis–somnolen
b) Gejala lain “Roseola” (bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler
kulit )

Demam  lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar namun menjelang
malamnya demam  tinggi.

a. Lidah kotor. Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya anak akan
merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-asam atau pedas.
b. Mual Berat sampai muntah. Bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hatidan limpa,
Akibatnya terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga terjadi rasa
mual. Dikarenakan mual yang berlebihan, akhirnya makanan tak bisa masuk secara
sempurna dan biasanya keluar lagi lewat mulut.
c. Diare atau Mencret. Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan gangguan
penyerapan cairan yang akhirnya terjadi diare, namun dalam beberapa kasus justru terjadi
konstipasi (sulit buang air besar).
d. Lemas, pusing, dan sakit perut. Demam yang tinggi menimbulkan rasa lemas, pusing.
Terjadinya pembengkakan hati dan limpa menimbulkan rasa sakit di perut.
e. Pingsan, Tak sadarkan diri. Penderita umumnya lebih merasakan nyaman dengan
berbaring tanpa banyak pergerakan, namun dengan kondisi yang parah seringkali terjadi
gangguan kesadaran.
4. KOMPLIKASI
Sebagian besar penderita mengalami penyembuhan sempurna, tetapi bisa terjadi
komplikasi, terutama pada penderita yang tidak diobati atau bila pengobatannya
terlambat :
a. Banyak penderita yang mengalami perdarahan usus; sekitar 2% mengalami perdarahan
hebat. Biasanya perdarahan terjadi pada minggu ketiga.
b. Perforasi usus terjadi pada 1-2% penderita dan menyebabkan nyeri perut yang hebat
karena isi usus menginfeksi ronga perut (peritonitis).
c. Pneumonia bisa terjadi pada minggu kedua atau ketiga dan biasanya terjadi akibat infeksi
pneumokokus (meskipun bakteri tifoid juga bisa menyebabkan pneumonia).
d. Infeksi kandung kemih dan hati.
e. Infeksi darah (bakteremia) kadang menyebabkan terjadinya infeksi tulang (osteomielitis),
infeksi katup jantung (endokarditis), infeksi selaput otak (meningitis), infeksi ginjal
(glomerulitis) atau infeksi saluran kemih-kelamin.

5. PENATALAKSANAAN
A. Perawatan
a) a.Pasien diistirahatkan 7 hari sampai demam turun atau 14 hari untuk mencegah komplikasi
perdarahan usus.
b) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi
perdarahan.
B. Diet
a) Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
b) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
c) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
d) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
C. Pengobatan
a. Klorampenikol
b. Tiampenikol
c. Kotrimoxazol
d. Amoxilin dan ampicillin

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium :
a. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan
typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan
pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
c) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan Hyang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
a) SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal
setelah sembuhnya typhoid.(Soegeng Soegijanto, 2010).
c. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah untuk kultur (biakan empedu). Salmonella typhosa dapat
ditemukan dalam darah penderita pada minggu pertama.sakit, lebih sering ditemukan
dalam urine dan feces dalam waktu yang lama.
B. KONSEP KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
Faktor Presipitasi dan Predisposisi
Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang
tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan
melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak
teratur. Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih
dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan
makanan (Abdi, 2008).
A. Pengumpulan data
1. Identitas klien
a. Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama,
status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
2. Keluhan utama
a. Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun,
nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
b. Riwayat penyakit sekarang
3. Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi  ke dalam
tubuh.
4. Riwayat penyakit dahulu
a. Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
5. Riwayat penyakit keluarg
a. Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
6.  Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah  saat
makan  sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan  sama sekali.
b. Pola eliminasi
Eliminasi alvi.  Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama. 
Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine
menjadi kuning kecoklatan.   Klien dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu
tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat
meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
c. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi
komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d. Pola tidur dan istirahat
 Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
e. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit anaknya.
f. Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya
tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham paad klien.
g. Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit
dan klien harus bed rest total.
h. Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas
II. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum
Didapatkan  klien   tampak   lemah,   suhu   tubuh   meningkat     38 – 410C, muka
kemerahan.
b. Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c. Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti
bronchitis.
d. Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
e. Sistem integumen
kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
.
f. Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah,
anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.
g. Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
h. Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri
tekan pada abdomen.  Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi
peristaltik usus meningkat.
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
2. Nausea berhubungan dengan distensi gastrik
3. kurang volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan, dan peningkatan
suhu tubuh
4. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus gastrointestinal
5. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake yang tidak adekuat
IV.  RENCANA KEPERAWATAN

N Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


o Keperawatan
1 Hipertermia Setelah diberikan 1. Observasi suhu, nadi, 1.   Menuru
berhubungan tindakan tensi, RR klien nkan
dengan proses keperawatan 2. Istirahatkan klien pemakaian
inflamasi diharapkan suhu energi tubuh
pasien kembali 3. Berikan kompres yang tidak
dalam rentang hangat/dingin pada diperlukan
normal, dengan
aksila dan dahi atau
criteria :
lakukan tepid sponge 2.   Perubah
a.Suhu 36 – 37.2 C
Badan dirasakan 4. Motivasi minum dalam an gejala
tidak panas. jumlah yang cukup cardinal
b. muka tidak (sesuai kebutuhan menentukan
merah. tubuh: 20 -30 cc/ kg pilihan
c.pasien nampak BB) tindakan
tenang dan tidak perawatan
menggigil 5. Kolaboratif pemberian 3.   Upaya
antipiretik menurunkan
suhu secara
konveksi

4.   Mengga
ntikan
cairan tubuh
yang hilang
akibat panas
(10 %) dan
mencegah
terjadinya
peningkatan
panas secara
terus
menerus
5.   Antipere
ktik mampu
menekan
hipotalamus
anterior pre
optic utk tdk
mengeluarka
n panas yg
berlebihan
2 Nausea Setelah diberikan 1. Kaji intensitas mual & 1. menilai
berhubungan tindakan muntah, bahan intake
dengan distensi keperawatan muntahan, jumlah dan
gastrik diharapkan pasien muntahan output
tidak mengalami 2. Motivasi klien untuk serta
nausea, dengan melakukan distraksi dasar
criteria : auditori / visual dalam
a. menyatakan 3. Kolaborasi dalam penyusun
tidak mual pemberian diet dan an
b. muntah tidak sesuaikan dengan rencana
ada kesenangan klien perawata
c. nek hulu hati n
tidak ada 4. Libatkan keluarga selanjutn
dalam perawatan. ya
2.
5. Kolaboratif dalam mengura
pemberian obat anti ngi fokus
mual ( emetik) klien
dengan
keluhan
dan
keadaann
ya
3. Makanan
yang
salah dan
tidak
sesuai
dengan
kesenang
an klien
akan
menurun
kan nafsu
makan
klien shg
memperb
uruk
keluhan
klien.
4. Agar klien
merasa
diperhati
kan dan
menduku
ng
program
terapi dan
perawata
n
5. obat emetik
mampu
menekan
pusat
muntah
sehingga
respon
muntah
bisa
berkuran
g

3 kurang volume Setelah diberikan 1. monitor status dehidrasi 1. Mencegah


cairan tindakan (kelembaban penurunan
berhubungan keperawatan mukosa,nadi, tekanan status
dengan diharapkan pasien darah ortostatik) kesehatan
kurangnya tidak mengalami 2. Pantau intake dan dan
intake cairan, kekurangan volume output dalam 24 jam. komplikasi
dan peningkatan cairan, dengan 3. Monitor vital sign. yang dapat
suhu tubuh criteria : 4. Dorong masukan oral. terjadi
a. Membran 5. Kolaboratif dalam 2. memantau
mukosa pemberian cairan per keseimbang
mulut tidak IV an antara
kering intake dan
b. turgor elastis output
c. peningkatan
denyut nadi 3. pemantauan
d. Keseimbang secara ketat
an intake dan terhadap
output dalam perubahan
24 jam status
e. Berat badan kesehatan
stabil klien
f. Haus (-) 4.
meningkatka
n intake
nutrisi /
cairan
tubuh

5. mencegah
dan
menghindari
kehilangan
cairan yang
lebih banyak

4 Konstipasi Setelah diberikan 1. Pantau / tanyakan 1. Sebagai


berhubungan tindakan output pasien dasar
dengan keperawatan (karakteristik dan perencanaan
penurunan diharapkan pasien konsistensinya) dan evaluasi
motilitas traktus tidak mengalami 2. motivasi  pasien untuk  kemajuan
gastrointestinal konstipasi, dengan minum banyak (20-30 perawatan
criteria : cc/kg/BB) dan therapi
a. BAB 1 kali yang telah
sehari 3. kolaboratif pemberian diberikan
b. Konsistensi diet untuk 2. untuk
lembek, memperlancar defikasi dorongan
darah (-), dan
lendir (-) 4. kolaboratif pemberian obat melembekka
c. Keluhan laxan / supositoria n faeces
nyeri saat
BAB tidak 3.
ada Menstimulas
d. distensi i usus untuk
abdomen (-) mendorong
dan
melembekka
n faeces
4. mengobati
dan
mencegah
komplikasi
lebih awal

5 pemenuhan a. jelaskan a. Dapat


Setelah di lakukan pentingnya memotivasi
nutrisi kurang tindakan kep. 2x24
makanan untuk klien dalam
sari kebutuhan jam kebutuhan proses pemenuhan
nutrisi terpenuhi  penyembuhan. kebutuhan
b.d intake yang
KH : b. Observasi nutrisi
tidak adekuat pemasukan b. Untuk
 terjadi
peningkatan makanan klien mengukur
berat badan c. Kaji makanan intake
yang disukai dan makanan
yang tidak disukai c. Makanan
klien. kesukaan
d. Libatkan keluarga dapat
dalam meningkatka
perencanaan n masukan
makan klien nutrisi yang
e. Sajikan makanan adekuat
dalam keadaan d. Dapat
hangat memberikan
informasi
pada
keluarga
klien untuk
memahami
kebutuhan
nutrisi klien
e. Meningkatk
an nafsu
makan klien

DAFTAR PUSTAKA
Soegijanto Soegeng, 2010. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics
Update. Cetakan pertama. 2003. Jakarta
Doenges, Marilynn. E. 2003. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta
Yanti, Sri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Stikes Payung Negri. Pekanbaru
Soegijanto Soegeng, 2010. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam
Pediatrics Update. Cetakan pertama. 2003. Jakarta

7. Penyimpangan KDM
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN SISTEM IMUNOLOGI

DI RSUD HPDN TAKALAR

"DEMAM TIFOID”

NAMA : SRI RAHMAYANTI

NIM : 16CP1001

CI LAHAN CI INSTITUSI

STIKES TANAWALI PERSADA TAKALAR

PROGRAM S1 KEPERAWATAN

2019/2020

ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN SISTEM IMUNOLOGI

PADA TN “A” DI RSUD HPDN TAKALAR

" DEMAM TIFOID’

NAMA : SRI RAHMAYANTI

NIM : 16CP1001

CI LAHAN CI INSTITUSI

STIKES TANAWALI PERSADA TAKALAR

PROGRAM S1 KEPERAWATAN

2019/2020

Anda mungkin juga menyukai