Anda di halaman 1dari 12

THYPOID

A. PENGERTIAN
Thypoid fever/demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut
pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada
saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (T.H. Rampengan dan I.R.
Laurentz, 2009). Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi.
Thypoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella
Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi
oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella.
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah
Typhoid dan paratyphoid abdominalis.
B. ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Samonella Thposa/Eberthela Thyposa yang
merupakan kuman negatif, motil dan tidak menghasilkan spora, hidup baik sekali pada
suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 70 0C dan
antiseptik. Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu Antigen O=Ohne
Hauch=somatik antigen (tidak menyebar) ada dalam dinding sel kuman, Antigen
H=Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil dan Antigen
V1=kapsul ; merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen
terhadap fagositosis. Ketiga jenis antigen ini di manusia akan menimbulkan tiga macam
antibodi yang lazim disebut aglutinin.
C. PATOFISIOLOGI
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan
5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan
melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman
salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara
lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat.
Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan
dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat
melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan
mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu
masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial
ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia,
kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh
endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia
berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus
halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis
dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang
D. MANIFESTASI KLINIS
Masa tunas typhoid 10 – 14 hari
1. Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan
keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk,
epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
2. Minggu II
Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas
(putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.
E. KOMPLIKASI
1. Komplikasi intestinal

a. Perdarahan usus
b. Perporasi usus
c. Ilius paralitik
2. Komplikasi extra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis, tromboplebitis
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia
hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis
perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
F. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan
a. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada
komplikasi perdarahan.
2. Diet
a. Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein
b. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
d. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
3. Obat-obatan
a. Klorampenikol
b. Tiampenikol
c. Kotrimoxazol
d. Amoxilin dan ampicillin
G. PENCEGAHAN
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari
toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu
mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih
dan hindari makanan pedas
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang
terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada
batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan
hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda
dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media
biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat
demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.

b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit Biakan darah terhadap salmonella


thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu
berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia
sehingga biakan darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba. Bila klien sebelum pembiakan darah sudah
mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat
dan hasil biakan mungkin negatif.

4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan
typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan
pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella
thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN.
1. Identitas.
Menurut T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz diperkirakan insiden demam tifoid pada
tahun 1985 di Indonesia adalah sebagai berikut umur 0-4 tahun 25,32 %, umur 5-9
tahun 35,59 % dan umur 10-14 tahun 39,09%. Namun menegakkan diagnosis demam
tifoid pada anak merupakan hal yang tidak mudah mengingat tanda dan gejala klinis
yang tidak khas terutama pada penderita di bawah usia 5 tahun. Insiden penyakit ini
tidak berbeda antara anak laki dan anak perempuan, tergantung pada status gizi dan
status imunologis penderita.
2. Riwayat Keperawatan.
a. Keluhan utama.
Demam lebih dari 1 minggu, gangguan kesadaran : apati sampai somnolen, dan
gangguan saluran cerna seperti perut kembung atau tegang dan nyeri pada perabaan,
mulut bau, konstipasi atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia
dan muntah.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Ingesti makanan yang tidak dimasak misalnya daging, telur, atau terkontaminasi
dengan minuman.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Tifoid kongenital didapatkan dari seorang ibu hamil yang menderita demam tifoid
dan menularkan kepada janin melalui darah. Umumnya bersifat fatal.
e. Riwayat kesehatan lingkungan.
Demam tifoid saat ini terutama ditemukan di negara sedang berkembang dengan
kepadatan penduduk tinggi serta kesehatan lingkungan yang tidak memenuhi syarat
kesehatan. Pengaruh cuaca terutama pada musim hujan sedangkan dari kepustakaan
barat dilaporkan terutama pada musim panas.
f. Imunisasi.
Pada tifoid kongenital dapat lahir hidup sampai beberapa hari dengan gejala tidak
khas serta menyerupai sepsis neonatorium.
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
h. Nutrisi.
Gizi buruk atau meteorismus
3. Pemeriksaan fisik.
a. Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, hipotensi dan shock jika perdarahan, infeksi sekunder atau septikemia.
b. Sistem pernapasan.
Batuk nonproduktif, sesak napas.
c. Sistem pencernaan.
Umumnya konstipasi daripada diare, perut tegang, pembesaran limpa dan hati, nyeri
perut pada perabaan, bising usus melemah atau hilang, muntah, lidah tifoid dengan
ujung dan tepi kemerahan dan tremor, mulut bau, bibir kering dan pecah-pecah.
d. Sistem genitourinarius.
Distensi kandung kemih, retensi urine.
e. Sistem saraf.
Demam, nyeri kepala, kesadaran menurun : delirium hingga stupor, gangguan
kepribadian, katatonia, aphasia, kejang.
f. Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Nyeri sendi
g. Sistem endokrin
Tidak ada kelainan.
h. Sistem integumen
Rose spot dimana hilang dengan tekanan, ditemukan pada dada dan perut, turgor
kulit menurun, membran mukosa kering.
i. Sistem pendengaran.
Tuli ringan atau otitis media.
j. Sistem penciuman.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan gangguan hipothalamus oleh pirogen endogen.
2. Diare berhubungan dengan infeksi pada saluran intestinal
3. Konstipasi berhubungan dengan invasi salmonella pada mukosa intestinal.
4. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
5. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan adanya salmonella pada
tinja dan urine.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Perencanaan Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan
Keperawatan Intervensi Rasional
Kriteria hasil
Hipertermi Suhu tubuh akan1.   1. Monitor tanda- Infeksi pada umumnya
berhubungan kembali normal, tanda infeksi menyebabkan peningkatan
dengan keamanan dan suhu tubuh
gangguan kenyaman pasien2.   2. Monitor tanda vital Deteksi resiko peningkatan
hipothalamus dipertahankan tiap 2 jam suhu tubuh yang ekstrem,
oleh pirogen selama pola yang dihubungkan
endogen. pengalaman dengan patogen tertentu,
demam dengan menurun idhubungkan
kriteria suhu antara3.   3. Kompres dingin denga resolusi infeksi
366-373 0C, RR dan pada daerah yang Memfasilitasi kehilangan
Nadi dalam batas tinggi aliran darahnya panas lewat konveksi dan
normal, pakaian4.   4. Berikan suhu konduksi
dan tempat tidru lingkungan yang Kehilangan panas tubuh
pasien kering, nyaman bagi pasien. melalui konveksi dan
tidak ada reye Kenakan pakaian evaporasi
syndrom, kulit tipis pada pasien.
dingin dan bebas5.    5.Monitor Febril dan enselopati bisa
dari keringat yang komplikasi terjadi bila suhu tubuh yang
berlebihan. neurologis akibat meningkat.
demam Menggantikan cairan yang
6.   6. Atur cairan iv hilang lewat keringat
sesuai order atau
anjurkan intake
cairan yang adekuat. Aspirin beresiko terjadi
7.    7. Atur antipiretik, perdarahan GI yang
jangan berikan menetap.
aspirin
Diare Pasien akan1. 1. Ukur output Menggantikan cairan yang
berhubungan kembali normal
2. hilang agar seimbang
dengan infeksi pola eliminasinya3. 2. Kompres hangat Mengurangi kram perut
pada saluran dengan kriteria pada abodmen (hindari antispasmodik)
intestinal makan tanpa
4.
muntah, mual, 3. Kumpulkan tinja Mendeteksi adanya kuman
tidak distensi untuk pemeriksaan patogen
perut, feses lunak, kultur.
coklat dan
berbentuk, tidak4.  4. Cuci dan bersihkan Mencegah iritasi dan
nyeri atau kram kulit di sekitar daerah kerusakan kulit
perut. anal yang terbuka
sesering mungkin
Konstipasi Pasien bebas dari 1. Observasi feses Mendeteksi adanya darah
berhubungan konstipasi dengan dalam feses
dengan invasi kriteria feses lunak 2. Monitor tanda- Untuk intervensi medis
salmonella dan keluar dengan tanda perforasi dan segera
pada mukosa mudah, BAB tidak perdarahan
intestinal. lebih dari 3 hari.
    3. Cek dan cegah
terjadinya distensi Distensi yang tidak membaik
abdominal akan memperburuk
perforasi pada intestinal
     4. Atur pemberian
enema rendah atau Untuk menghilangkan
glliserin sesuai order, distensi
jangan beri laksatif.
Resiko tinggi Pasien akan bebas1. 1. Kumpulkan darah, Pengumpulan yang salah
infeksi (kontak infeksi dan urine dan feses untuk bisa merusak kuman
pasien) komplikasi dari pemeriksaan sesuai patogen sehingga
berhubungan infeksi salmonella aturan. mempengaruhi diagnosis
dengan adanya dengan kriteria dan pengobatan
salmonella tanda vital dalam2. 2. Atur pemberian
pada tinja dan batas normal, agen antiinfeksi Anti infeksi harus segera
urine. kultur darah, urine sesuai order. diberikan untuk mencegah
dan feses negatif, penyebaran ke pekerja,
hitung jenis darah pasien lain dan kontak
dalam bataas3. 3. Pertahankan enteric pasien.
normal, tidak ada precaution sampai 3
perdarahan. kali pemeriksaan Mencegah transmisi kuman
feses negatif terhadap patogen
S. Thypi

4. Cegah pasien
terpapar dengan
pengunjung yang Membatasi terpaparnya
terinfeksi atau pasien pada kuman patogen
petugas, batasi lainnya.
pengunjung

5. 5. Terlibat dalam
perawatan lanjutan Meyakinkan bahwa pasien
pasien diperiksa dan diobati.
6.
     6. Ajarkan pasien
mencuci tangan, Mencegah infeksi berulang
kebersihan diri,
kebutuhan makanan
dan minuman,
mencuci tangan
setelah BAB atau
memegang feses.
Resiko tinggi Keseimbangan 1. Kaji tanda-tanda Intervensi lebih dini
kekurangan cairan dan dehidrasi
cairan tubuh elektrolit
berhubungan dipertahankan 2. Berikan minuman Mempertahankan intake
muntah dan dengan kriteria per oral sesuai yang adekuat
diare. turgor kulit toleransi
normal, membran Melakukan rehidrasi
mukosa lembab,    3. Atur pemberian
urine output cairan per infus
normal, kadar sesuai order.
darah sodium, Meyakinkan keseimbangan
kalium,     4. Ukur semua cairan antara intake dan ouput
magnesium dna output (muntah,
kalsium dalam diare, urine. Ukur
batas normal. semua intake cairan.
DAFTAR PUSTAKA

Grimes, E.D, Grimes, R.M, and Hamelik, M, 2010, Infectious Diseases, Mosby Year
Book, Toronto.
Kuzemko, Jan,2009, Pemeriksaan Klinis Anak, alih bahasa Petrus Andrianto, cetakan
III, EGC, Jakarta.
Lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak,2011, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
Lyke, Merchant Evelyn,2008, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs
Approach,J.B. Lippincott Company, London.
Rampengan dan Laurentz, 2009 Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua,
EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai