Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN


STROKE

A.PENGERTIAN

Stoke adalah sindom klinis yang awal timbulnya mendadak,progresi,cepat berupa deposit neurologis
fokal atau global,yang berlangsung 24jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian.dan
semata-mata di sebabkan oleh gangguan peredaran darah.

B.ETIOLOGI

1.Infark otak (80%)

Emboli:

a.emboli kardiogenetik

 Fibrilasi atrium
 Trombus mural ventrikel kiri
 Penyakit katup mitral atau aorta
 Endokartidis

b.Emboli Paradoksal

c.Emboli arkus aorta

Aterotrombotik (penyakit pembuluh darah sedang-besar)

a.Penyakit ekstrakramial

 Arteri karotis interna


 Arteri vertebralis

b.Penyakit intracranial

 arteri karotis interna


 arteri serebri media
 lakuner (oklusi arteri perfonaus kecil)

2.Pendarahan intra serebral (15%)

 Hipertensi
 Malformasi arteri-vena
 Angiopati amiloid

3.Perdarahan subarakmoid(5%)

4.Penyebab lain

a.Trombosit sinus dura


b.Diseksi arteri karotis

c.Vaskulitis sitem saraf pusat

d.Penyakit mayo-mayo

e.Migren

f.Kondisi hiperkoagulasi

g.Penyalahgunaan obat

h.Kelainan hemotologis (anemia sel sabit,polisitemia,leukemia)

i.Miksoma atrium

C.FAKTOR RESIKO

 Yang tidak dapat diubah:usia,jenis kelamin,ras,riwayar keluarga,penyakit jantung koroner.


 Yang dapat diubah:hipertensi,diabetes militus,merokok,penyalah gunaan alcohol dan obat.

D.MANIFESTASI KLINIS

 Pada strok nan hemoragik,gejala utama adalah timbulnya deficit neurologic secara mendadak.
 Strok akibat PIS mempunyai gejala prodromal yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena
hipertensi.
 Pada pasien dengan PSA didapatkan gejala prodromal berupa nyeri kepala hebat dan akut.

E.DIAGNOSIS

 Pemeriksaan fisis neurologis


 Sistem skor untuk membedakan Janis strok
 CT scan
 Sken resonansi magnetic(MRI)

F.PENATALAKSAAN

 Stabilisasi pasien dengan tindakan ABC(air wai,breating,circulation)


 Pasang jalur infuse intra vena
 Berikan oksigen 2-4 liter melalui kanul hidung
 Jangan member makanan atau minuman lewat mulut
 Buat rekaman elektrokardiogram dan foto toraks
 Ambil sampel untuk periksa darah

G.PENCEGAHAN

a.Pencegahan primer

1.kampanye nasional untuk mencegah penyakit vaskuler

2.Memasyarakatkan gaya hidup sehat bebas strok:

 Menghindari rokok,stress,alcohol
 Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan
 Komsumsi gizi dan olahraga teratur

b.Pencegahan sekunder

1.Modifikasi gaya hidup beresiko strok

 Hipertensi:diet,obat anti hipertensi yang sesuai


 Diabetes militus:diet,obat insulin
 Berhenti merokok

2.Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin

3.Obat-obat yang di gunakan

 Asetosal
 Antikoagulan oral

3.Tindakan invasive

 Flebotami untuk polisitemia


 Enarterektomi
 Tindakan bedah lainnya

EPILEPSI

A. DEFINISI
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karakteristik kejang berulang akibat
lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersifat reversibel.

B. PATOFISIOLOGI
Sampai saat ini belum diketahui. Namun ada hipotesis yang menduga bahwa epilepsy
disebabkan karena adanya kelompok neuron yang secara intrinsic mempunyai kelainan pada
membrannya dan bersifat iritatif.

C. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya, Epilepsi dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Epilepsi Idiopatik
Penyebabnya tidak diketahui, terjadi 50 % pada anak. Kejang mungkin timbul pada
usia anak menjelang dewasa.
2. Epilepsi Simptomatik
Penyebabnya sangat bervariasi :
 Trauma Lahir
 Kelainan Konginital
 Gangguan Metabolik
 Infeksi saraf pusat
 Kejang demam
 Trauma Kepala
 Akibat pembedahan
 Cedera Kepala
 Infeksi Otak
 Tumor Kepala

D. FAKTOR PENCETUS
 Meningkatnya stress fisik
 Meningkatnya aktivitas fisik
 Kelelahan
 Konsumsi Alkohol
 Terpapar makanan atau zat kimia
E. KLASIFIKASI KEJANG
1. Kejang Umum
a. Petit mall (absen)
 Kejang biasanya muncul usia 4 tahun
 Pasien hilang kesadaran sesaat (bengong) tanpa disertai gerakan motorik
involunter yang aneh
 Pasien terkadang berhenti bicara saat melakukan percakapan atau diam saat
bekerja dengan pikiran kosong kemudian melanjutkan pekerjaan kembali
 Serangan terjadi secara tiba-tiba tanpa di dahului aura
 Setelah selesai serangan, pasien menyadari adanya serangan
 Terjadi pada anak-anak dan mungkin menghilang pada usia remaja

b. Grand mall (tonik klonik)


 Serangan ditandai dengan Aura :
 Penglihatan atau pendengaran
 Kehilangan kesadaran secara mendadak
 Adanya kekakuan ekstermitas
 Lidah dapat digigit
 Mulut berbusa
 Setelah serangan
 Pasien mengalami nyeri otot
 Lemah
 Letih
 Mengantuk
 Tidur dalam jangka waktu yang lama
 Pasien lupa apa yang terjadi
c. Mioklonik
 Kontraksi kelompok otot tertentu secara singkat tiba-tiba
 Tidak kehilangan kesadaran selama serangan
d. Atonik
 Kehilangan tonus tubuh secara singkat tiba-tiba
 Tidak kehilangan kesadaran selama serangan
2. Kejang Fokal atau Parsial
a. Kejang Parsial sederhana
Pasien sadar apa yang terjadi tapi tidak mampu mengendalikannya. Gejala;
 Sensori
 Motorik

b. Kejang Parsial kompleks


Adanya gangguan kesadaran :
 Kognitif
 Afektif
 Psikosensori
 Psikomotor

F. STATUS EPILEPTIKUS
Adalah suatu kondisi atau keadaan spesifik oleh karena serangan epilepsy yang
sering, berulang dan berkepanjangan lebih dari 30 menit dengan atau disertai penurunan
kesadaran serta kejang atau non kejang.
1. Faktor Pencetus
a. Penderita epilepsy tanpa pengobatan atau dosis pengobatan yang tidak memadai
b. Pengobatan yang tiba-tiba dihentikan
c. Keadaan Umum menurun akibat kurang tidur, stress psikis atau emosi
d. Pengguna alcohol atau narkotik
e. Penderita strok, tumor cerebral dan meningitis

2. Komplikasi
a. Trauma moskuloskeletal
b. Aspirasi
c. Hipoksia cerebral
d. Kematian

3. Test Diagnostik
a. CT Scan untuk mengetahui perubahan struktur otak
b. MRI untuk mengetahui perubahan struktur otak
c. EEG untukmengetahui adanya gelombang paku (spike)
d. Test Urine untuk menentukan kadar obat
e. Kimia darah untuk mengeahui ada tidaknya hipoglikemia

LANDASAN ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
 Riwayat Kesehatan
 Keluarga
 Kejang demam
 Tumor intracranial, infeksi serebral
 Trauma kepala terbuka, Strok
 Riwayat Kejang
 Seberapa sering terjadinya kejang
 Gambaran kejang seperti apa
 Berapa lama kejang berlangsung
 Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal
 Apa yang dilakukan Pasien setelah kejang
 Riwayat Penggunaan Obat
 Obat apa yang dipakai
 Dosis obat
 Berapa kali penggunaan obat
 Kapan putus obat
b. Pemeriksaan Fisik
 Tingkat kesadaran
 Abnormal posisi mata
 Perubahan pupil
 Aktivitas motorik
 Tingkah laku setelah kejang
 Apnea
 Cyanosis
 Saliva yang banyak
 Lidah digigit
 Inkontinensia urine

c. Psikologis
 Usia
 Jenis Kelamin
 Pekerjaan
 Gaya hidup
 Strategi koping yang digunakan
 Peran dalam keluarga
d. Pengetahuan Pasien dan Keluarga
 Kondisi penyakit dan pengobatan
 Kondisi kronik
 Kemampuan membaca dan belajar
e. Pemeriksaan Diagnostik
 Lab
 Darah lengkap
 Urinalisasi
 Radiologi
 Kelainan organik serebral
 Identifikasi area cerebral

2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


a. Resiko Injuri berhubungan dengan aktivitas kejang
 Data pendukung
 Riwayat kejang
 Aktivitas kejang
 Penggunaan obat anti kejang
 Kriteria hasil
 Pasien bebas dari kejang
 Mempertahankan integritas fisik
 Tidak terjadi trauma fisik
 Tidak terjadi hipoksia dan aspirasi

RENCANA KEPERAWATAN RASIONAL


1. Pertahankan posisi tempat tidur lebih  Meminimalkan resiko bila pasien
rendah jatuh
2. Berikan pagar pengaman pada tempat  Mencegah pasien jatuh dari tempat
tidur tidur
3. Sebelum kejang lakukan persiapan  Mengetahui jenis epilepsy dan
spatel lidah, oksigen, section dekat penanganan selanjutnya
tempat tidur  Mencegah hipoksia, aspirasi, trauma
4. Monitor aktivitas kejang kepala dan keselamatan pasien
5. Selama kejang pertahankan jalan  Membantu mengidentifikasi jenis
nafas, lindungi kepala, pasang spatel
kejang dan manifestasi yang terjadi
jika memungkinkan
6. Catat frekuensi, waktu, bagian tubuh
yang terjadi kejang
RENCANA KEPERAWATAN RASIONAL
1. Setelah kejang pertahankan kepatenan
jalan napas, section jika
perlu,miringkan PS,monitor tanda
vital,status neurologis,berikan oksigen  Mencegah hypoksia, aspirasi,
sesuai dengan program,orientasikan memonitor respon fisiologis setelah
padalingkungan,berikan posisi yang kejang dan memberikan rasa nyaman
nyaman,jaga kebersihan mulut.
2. Laporkan kepada dokter jika kejang
tanpa periode kesadaran.

b. Cemas yang berhubungan dengan terjadinya kejang, komplikasi kejang dan


penerimaan terhadap lingkungan.
 Data pendukung
 Pasien mengatakan sering kejang, takut terulang kembali
 Ekspresi wajah sedih
 Pasien gelisah
 Meningkatnya denyut jantung, nadi dan pernapasan
 Tekanan darah menurun
 Keluar keringat dingin
 Sulit tidur
 Lebih sensitif
 Tremor
 Kriteria hasil
 Pasien dapat mengungkapkan kecemasan dan apa yang sedang dipikirkan
 Pasien dapat meningkatkan koping yang efektif dalam menghadapi
epilepsinya

RENCANA KEPERAWATAN RASIONAL


1. Kaji status emosional secara terus
menerus, penampilan dan tingkah
laku untuk menetapkan reaksi  Mengidentifikasi respon emosional
terhadap diagnosis. Pasien
2. Beri kesempatan pasien untuk  Membuka diri dan meningkatkan
mendiskusikan secara terbuka tentang kepercayaan kepada perawat
perasaan, sikap dan kepercayaan  Membantu mengidentifikasi
pasien. kecemasannya sendiri dan memulai
3. Validasi tentang kecemasan Pasien memecahkan masalah
dan identifikasi metode yang tepat  Membantu menurunkan masalah
untuk pasien pasien dan adaptasi pasien
4. Lakukan intervensi khusus sesuai
masalah yang dihadapi pasien,
berikan respon positif terhadap pasien

c. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan pertama kali terdiagnosa


epilepsy,seringnya aktivitas kejang dan status perkembangan usia
 Data Pendukung
 Pasien menyatakan tentang epilepsy
 Pasien menolak tindakan keperawatan
 Pasien tidak kooperatif dalam perawatan
 Kriteri hasil
 Pasien mendiskusikan faktor yang dapat menimbulkan kejang
 Pasien mengungkapkan secara verbal pengetahuan tentang pengobatan
 Mengungkapkan secara verbal perubahan gaya hidup untuk menghindari
faktor pencetus kejang

RENCANA KEPERAWATAN RASIONAL


1. Tetapkan pengetahuan pasien  Menetapkan tingkat pengetahuan dan
dan keluarga tentang epilepsy penerimaan pasien dan keluarga
dan tingkat penerimaannya  Meningkatkan pengetahuan pasien
2. Berikan penjelasan tentang  Mencegah serangan kejang
epilepsi, obat dan efek
sampingnya
3. Informasikan faktor pencetus
epilepsy
4. Diskusikan dengan pasien dan
keluarga tentang perubahan gaya
hidup seperti jenis pekerjaan dan
aktivitas

MASTENIA GRAVIS

A. Defenisi
Miastenia Gravis adalah penyakit outoimun yang dimanifestasikan adanya kelemahan otot
akibat dan menurunnya jumlah dan efektifitas reseptor acethycolin pada persambungan antar
neuron.

B. Etiologi
Belum diketahui tapi ditemukan 8O% dari gejala penyakit ini ditemukan adanya kadar
antibody dalam reseptor acethycolin yang tinggi. Meski faktor pencetus belum jelas tapi hasil
penelitian menunaukkan bahwa kelemahan diakibatkan dari sirkulasi antibody dalam reseptor
Ach. Penyebab diperkirakan karena faktor keturunan dimana 15% dari bayi baru lahir dan ibu
yang menderita Miastenia Gravis memperlihatkan gejala Miastenia Gravis seperti kelemahan
pada muskuler, kesulitan menghisap dari sesak napas.

C. Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinis)


Gejala-gejala yang timbul pada penderita Miastenia Gravis adalah sebagai berikut :
1. Gangguan pada mata
2. Gangguan pada otot wajah
3. Gangguan pada kelemahan otot palatal dan pharing
4. Kelemahan otot leher
5. Kelemahan pada otot pernapasan
6. Terjadi krisis Miastenia
7. Terjadi krisis kolinergik.

* Gejala lain yang dapat timbul pada penderita Miastenia Gravis


1. Meningkatnya tekanan darah
2. Tachikardia
3. Gelisah
4. Meningkatnya sekresi bronchial, air mata dan keringat
5. Kelemahan otot umum
6. Kehilangan refleks batuk
7. Kesulitan bernapas, menelan, mengunyah
8. Penurunan output urine

* Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala penyakit Miastenia Gravis adalah :


1. Pengobatan 5. Infeksi
2. Alkohol 6. Perubahan Suhu
3. Perubahan Hormonal 7. Panas
4. Stress 8. Pembedahan

D. Diagnosa
Miastenia Gravis terbagi ke dalam 5 kelas yaitu :
 Kelas I
Miastenia Okuler, hanya menyerang otot-otot okuler seperti diplopia sifatnya ringan dan tidak
menimbulkan kematian
 Kelas II A
Miastenia Umum Ringan, awitan lambat biasanya pada mata, kemudian menyebar ke otot
rangka, tidak gawat respon terhadap obat, baik kematian rendah.
 Kelas II B
Miastenia Umum Sedang, menyerang beberapa otot skeletal, kesulitan mengunyah, menelan,
respon terhadap obat ukuran, angka kematian rendah.
 Kelas III
Miastenia Fulminan akut, perkembangan penyakit cepat, disertai krisis pernapasan, rsepon
terhadap obat buruk, angka kematian tinggi.
 Kelas IV
Miastenia berat lanjut, berkembang selama 2 tahun dari 1 ke kelas II dapat berkembang secara
perlahan atau tiba-tiba, resepon terhadap pengobatan kurang dari kematian tinggi.

 Implikasi
 Krisis miastenia
 Krisis kolinergik
 Pneumonia
 Sepsis
 Komplikasi akibat immobilisasi

 Test Diagnostik
 Rontgen, CT Scan dada
 Electromyogram
 Tension test
 Test westenberg
 Test prostigmin

E. Penata Laksanaan Medis


1. Penata Laksanaan Umum
 Pemenuhan kebutuhan nutrisi
 Aktivitas fisik dan pencegahan komplikasi
 Penggunaan ventilator jika ada indikasi
2. Pengobatan
 Plasmateresis
 Anti kolisterasi
 Steroid
3. Pembedahan
Timektomy (pengangkatan kelenjar Thymus)
A. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
 Riwayat kelemahan otot, lamanya, sejak kapan, berangsur-angsur atau cepat, membaik bila
istirahat, tiba-tiba cepat lelah.
 Riwayat penyakit infeksi, pengobatan dan pembedahan

2. Pemeriksaan Fisik
 Otot Mata : kelemahan otot bola mata
 Otot Wajah : kelemahan otot wajah
 Otot Leher : kesulitan mempertahankan posisi kepala
 Otot respirasi : kegagalan pernapasan
 Otot lain : kelemahan otot rangka, ekstermitas
 Status nutrisi : penurunan berat badan

3. Psiko Sosial
 Pekerjaan
 Peran dan tanggung jawab yang biasa dilakukan
 Penerimaan terhadap kondisi
 Koping yang biasa digunakan
 Status ekonomi atau penghasilan
4. Pengetahuan Pasien dan Keluarga
 Pemahaman terhadap penyakit komplikasi, prognosis, pengobatan dan perawatan.
 Kemampuan membaca dan belajar

B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan.
- Data pendukung
 Pasien menyatakan kesulitan bernapas
 Menurunnya frekwensi pernapasan
 Pernapasan Cuping hidung
 Perubahan tingkat kesadaran
 Sianosis
 Akrat dingin
 Hasil EMG adanya kelemahan otot

- Kriteria hasil
 Pola napas normal
 Pergerakan dada simetris, bunyi napas normal
 Tidak terjadi sianosis

 Rencana keperawatan
1. Kaji jumlah pernapasan, irama, pola setiap 2 jam
2. Kaji bunyi napas setiap 2 jam
3. Kaji warna kulit dan tingkat kesadaran tiap 2 jam
4. Berikan oksigen
5. Lakukan saction jika perlu
6. Pertahankan posisi kepala 30-45 derajat
7. Ajarkan napas dalam dan bentuk efektif

 Rasional
1. Perubahan pola dan irama pernafasan kemungkinan tanda-tanda krisis
2. Abnormal bunyi napas indikasi tidak efektifnya ventilasi
3. Cianosis dan penurunan kesadaran indikasi kekurangan oksigen
4. Mempertahakan oksigenesasi dan perfusi jaringan
5. Mempertahankan jalan napas
6. Meningkatkan ekspansi paru
7. Mencegah penumpukan secret
 Data pendukung
- Pasien mengatakan sulit batuk
- Pasien mengatakan banyak slem
- Reflex batuk menurun
- Secret / slem Nampak banyak
- Bunyi napas tidak normal

 Kriteria hasil
- Pola napas normal
- Jalan napas paten
- Pergerakan dada simetris, bunyi napas normal
- Tidak terjadi sianosis

PARKINSON

A.Definisi

Penyakit Parkinson (paralysis agitans) atau sindrom Parkinson (Parkinsonismus) merupakan


suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya
pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine
deficiency). 14

Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat dengan
usia. Penyakit ini mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari neuron dopaminergik pas
substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya inklusi intraplasma yang terdiri dari protein
yang disebut dengan Lewy Bodies. Neurodegeneratif pada parkinson juga terjadi pasa daerah otak lain
termasuk lokus ceruleus, raphe nuklei, nukleus basalis Meynert, hipothalamus, korteks cerebri, motor
nukelus dari saraf kranial, sistem saraf otonom. 12

B.Insidensi

Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan wanita
seimbang. 5 – 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya muncul sebelum usia 40
tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada
umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 – 64
tahun sampai 3,5 % pada usia 85 – 89 tahun.10
Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan
jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita. Rata-rata usia
penderita di atas 50 tahun dengan rentang usia-sesuai dengan penelitian yang dilakukan di beberapa
rumah sakit di Sumatera dan Jawa- 18 hingga 85 tahun. Statistik menunjukkan, baik di luar negeri
maupun di dalam negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan (3:2) dengan alasan yang
belum diketahui. 13

C.Etiologi

Etiologi Parkinson primer belum diketahui, masih belum diketahui. Terdapat beberapa
dugaan, di antaranya ialah : infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum diketahui), reaksi
abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum diketahui,
terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat. 12

Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra. Suatu kelompok
sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary). Akibatnya, penderita tidak
bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya. Mekanis-me bagaimana kerusakan
itu belum jelas benar. Beberapa hal yang diduga bisa menyebabkan parkinson adalah sebagai berikut
12
:

1. Usia

Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari 10.000 penduduk
pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan
neuronal, terutama pada substansia nigra, pada penyakit parkinson.

2. Geografi

Di Libya 31 dari 100.000 orang, di Buinos aires 657 per 100.000 orang. Faktor resiko yang
mempengaruhi perbedaan angka secara geografis ini termasuk adanya perbedaaan genetik,
kekebalan terhadap penyakit dan paparan terhadap faktor lingkungan.

3. Periode

Fluktuasi jumlah penderita penyakit parkinson tiap periode mungkin berhubungan dengan hasil
pemaparan lingkungan yang episodik, misalnya proses infeksi, industrialisasi ataupn gaya hidup.
Data dari Mayo Klinik di Minessota, tidak terjadi perubahan besar pada angka morbiditas antara
tahun 1935 sampai tahun 1990. Hal ini mungkin karena faktor lingkungan secara relatif kurang
berpengaruh terhadap timbulnya penyakit parkinson.

4. Genetik
Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada penyakit
parkinson. Yaitu mutasi pada gen -sinuklein pada lengan panjang kromosom 4 (PARK1)
pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal resesif
parkinson, ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin (PARK2) di kromosom 6.
Selain itu juga ditemukan adanya disfungsi mitokondria.

Adanya riwayat penyakit parkinson pada keluarga meningakatkan faktor resiko


menderita penyakit parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali
pada usia lebih dari 70 tahun. Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan, gejala
parkinsonisme tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus genetika di USA sangat sedikit,
belum ditemukan kasus genetika pada 100 penderita yang diperiksa. Di Eropa pun demikian.
Penelitian di Jerman menemukan hasil nol pada 70 penderita. Contoh klasik dari penyebab
genetika ditemukan pada keluarga-keluarga di Italia karena kasus penyakit itu terjadi pada
usia 46 tahun. 13

5. Faktor Lingkungan

a. Xenobiotik

Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menmbulkan kerusakan mitokondria

b. Pekerjaan

Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama.

c. Infeksi

Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor predesposisi penyakit parkinson
melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan menunjukkan adanya kerusakan
substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides.

d. Diet

Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah satu mekanisme
kerusakan neuronal pada penyakit parkinson. Sebaliknya,kopi merupakan neuroprotektif.

e. Trauma kepala

Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski peranannya masih belum
jelas benar

f. Stress dan depresi


Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik. Depresi dan stress
dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada stress dan depresi terjadi peningkatan
turnover katekolamin yang memacu stress oksidatif.

D.Patofisiologi

Dua hipotesis yang disebut juga sebagai mekanisme degenerasi neuronal ada penyakit
Parkinson ialah: hipotesis radikal bebas dan hipotesis neurotoksin. 12

1.Hipotesis radikal bebas

Diduga bahwa oksidasi enzimatik dari dopamine dapat merusak neuron


nigrotriatal, karena proses ini menghasilkan hidrogren peroksid dan radikal oksi
lainnya. Walaupun ada mekanisme pelindung untuk mencegah kerusakan dari stress
oksidatif, namun pada usia lanjut mungkin mekanisme ini gagal.

2.Hipotesis neurotoksin

Diduga satu atau lebih macam zat neurotoksik berpera pada proses
neurodegenerasi pada Parkinson.

Pandangan saat ini menekankan pentingnya ganglia basal dalam menyusun rencana
neurofisiologi yang dibutuhkan dalam melakukan gerakan, dan bagian yang diperankan oleh
serebelum ialah mengevaluasi informasi yang didapat sebagai umpan balik mengenai pelaksanaan
gerakan. Ganglia basal tugas primernya adalah mengumpulkan program untuk gerakan, sedangkan
serebelum memonitor dan melakukan pembetulan kesalahan yang terjadi seaktu program gerakan
diimplementasikan. Salah satu gambaran dari gangguan ekstrapiramidal adalah gerakan
involunter.

Dasar patologinya mencakup lesi di ganglia basalis (kaudatus, putamen, palidum, nukleus
subtalamus) dan batang otak (substansia nigra, nukleus rubra, lokus seruleus).

Secara sederhana , penyakit atau kelainan sistem motorik dapat dibagi sebagai berikut :

1.Piramidal ; kelumpuhan disertai reflek tendon yang meningkat dan reflek superfisial
yang abnormal

2.Ekstrapiramidal : didomonasi oleh adanya gerakan-gerakan involunter

3.Serebelar : ataksia alaupun sensasi propioseptif normal sering disertai nistagmus


4.Neuromuskuler : kelumpuhan sering disertai atrofi otot dan reflek tendon yang menurun

Patofisiologi depresi pada penyakit Parkinson sampai saat ini belum diketahui pasti.
Namun teoritis diduga hal ini berhubungan dengan defisiensi serotonin, dopamin dan
noradrenalin.

Pada penyakit Parkinson terjadi degenerasi sel-sel neuronyang meliputi berbagai inti
subkortikal termasuk di antaranya substansia nigra, area ventral tegmental, nukleus basalis,
hipotalamus, pedunkulus pontin, nukleus raphe dorsal, locus cereleus, nucleus central pontine dan
ganglia otonomik. Beratnya kerusakan struktur ini bervariasi. Pada otopsi didapatkan kehilangan
sel substansia nigra dan lokus cereleus bervariasi antara 50% - 85%, sedangkan pada nukleus
raphe dorsal berkisar antara 0% - 45%, dan pada nukleus ganglia basalis antara 32 % - 87 %. Inti-
inti subkortikal ini merupakan sumber utama neurotransmiter. Terlibatnya struktur ini
mengakibatkan berkurangnya dopamin di nukleus kaudatus (berkurang sampai 75%), putamen
(berkurang sampai 90%), hipotalamus (berkurang sampai 90%). Norepinefrin berkurang 43% di
lokus sereleus, 52% di substansia nigra, 68% di hipotalamus posterior. Serotonin berkurang 40%
di nukleus kaudatus dan hipokampus, 40% di lobus frontalis dan 30% di lobus temporalis, serta
50% di ganglia basalis. Selain itu juga terjadi pengurangan nuropeptid spesifik seperti met-
enkephalin, leu-enkephalin, substansi P dan bombesin.

Perubahan neurotransmiter dan neuropeptid menyebabkan perubahan neurofisiologik


yang berhubungan dengan perubahan suasana perasaan. Sistem transmiter yang terlibat ini
menengahi proses reward, mekanisme motivasi, dan respons terhadap stres. Sistem dopamin
berperan dalam proses reward dan reinforcement. Febiger mengemukakan hipotesis bahwa
abnormalitas sistem neurotransmiter pada penyakit Parkinson akan mengurangi keefektifan
mekanisme reward dan menyebabkan anhedonia, kehilangan motivasi dan apatis. Sedang
Taylor menekankan pentingnya peranan sistem dopamin forebrain dalam fungsi-fungsi
tingkah laku terhadap pengharapan dan antisipasi. Sistem ini berperan dalam motivasi dan
dorongan untuk berbuat, sehingga disfungsi ini akan mengakibatkan ketergantungan yang
berlebihan terhadap lingkungan dengan berkurangnya keinginan melakukan aktivitas,
menurunnya perasaan kemampuan untuk mengontrol diri. Berkurangnya perasaan
kemampuan untuk mengontrol diri sendiri dapat bermanifestasi sebagai perasaan tidak
berguna dan kehilangan harga diri. Ketergantungan terhadap lingkungan dan ketidakmampuan
melakukan aktivitas akan menimbulkan perasaan tidak berdaya dan putus asa. Sistem
serotonergik berperan dalam regulasi suasana perasaan, regulasi bangun tidur, aktivitas agresi
dan seksual. Disfungsi sistem ini akan menyebabkan gangguan pola tidur, kehilangan nafsu
makan, berkurangnya libido, dan menurunnya kemampuan konsentrasi. Penggabungan
disfungsi semua unsur yang tersebut di atas merupakan gambaran dari sindrom klasik
depresi.12
Diagram Patofisiologi Depresi pada Penyakit Parkinson

Kehilangan neuron batang otak

akibat penyakit Parkinson

Deplesi biokimiawi korteks

dan ganglia basalis

Penurunan reward mediation, ketergantungan

terhadap lingkungan, dan respons

terhadap stres yang tidak adekuat

Apatis, rasa tidak berharga, rasa tidak berguna

tidak ada harapan, putus asa

E. Klasifikasi

Pada umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, tetapi harus diusahakan
menentukan jenisnya untuk mendapat gambaran tentang etiologi, prognosis dan penatalaksanaannya. 14

1.Parkinsonismus primer/ idiopatik/paralysis agitans.

Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum jelas. Kira-kira 7
dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini.

2.Parkinsonismus sekunder atau simtomatik

Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis, sifilis meningovaskuler,
iatrogenik atau drug induced, misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain,
misalnya perdarahan serebral petekial pasca trauma yang berulang-ulang pada petinju, infark
lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi.

3.Sindrom paraparkinson (Parkinson plus)


Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit keseluruhan. Jenis
ini bisa didapat pada penyakit Wilson (degenerasi hepato-lentikularis), hidrosefalus normotensif,
sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral, atropi palidal (parkinsonismus juvenilis).

F.Gejala Klinis

Meskipun gejala yang disampaikan di bawah ini bukan hanya milik penderita parkinson,
umumnya penderita parkinson mengalami hal itu.
1.Gejala Motorik
a.Tremor/bergetar
Gejala penyakit parkinson sering luput dari pandangan awam, dan dianggap sebagai
suatu hal yang lumrah terjadi pada orang tua. Salah satu ciri khas dari penyakit parkinson
adalah tangan tremor (bergetar) jika sedang beristirahat. Namun, jika orang itu diminta
melakukan sesuatu, getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor, yang
hilang juga sewaktu tidur. 13
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi metakarpofalangis,
kadang-kadang tremor seperti menghitung uang logam atau memulung-mulung (pil rolling).
Pada sendi tangan fleksi-ekstensi atau pronasi-supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala
fleksi-ekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah terjulur-tertarik. Tremor
ini menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu emosi terangsang (resting/ alternating
tremor). 14
Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga terjadi pada
kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang menghitung uang).
Semua itu terjadi pada saat istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala penderita bisa bergoyang-
goyang jika tidak sedang melakukan aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika disadari, tremor
tersebut bisa berhenti. Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu sisi, namun semakin
berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi. 13

b.Rigiditas/kekakuan
Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan yang tremor
tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu pada pergelangan
tangan, terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang bergigi sehingga gerakannya
menjadi terpatah-patah/putus-putus. Selain di tangan maupun di kaki, kekakuan itu bisa
juga terjadi di leher. Akibat kekakuan itu, gerakannya menjadi tidak halus lagi seperti
break-dance. Gerakan yang kaku membuat penderita akan berjalan dengan postur yang
membungkuk. Untuk mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh, langkahnya
menjadi cepat tetapi pendek-pendek. 13
Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh gerakan, hal
ini oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya fenomena roda bergigi
(cogwheel phenomenon). 14
c.Akinesia/Bradikinesia
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga tanda
akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam pekerjaan
sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit
mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik
sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu. Wajah menjadi tanpa
ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan
berkurang, sehingga sering keluar air liur. 13
Gerakan volunteer menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif, misalnya
sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek, bila
berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya
ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti
topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka
keluar dari mulut.14
d.Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai melangkah,
sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu-ragu untuk mulai
melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan sembelit. Penderita menjadi lambat
berpikir dan depresi. 13Bradikinesia mengakibatkan kurangnya ekspresi muka serta mimic
muka. Disamping itu, kulit muka seperti berminyak dan ludah suka keluar dari mulut karena
berkurangnya gerak menelan ludah.
e.Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini
merupakan gejala dini. 14
f.Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson)
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marche a petit
pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan, punggung
melengkung bila berjalan. 14
g.Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring,
sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume suara
halus ( suara bisikan ) yang lambat. 14
h.Dimensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan deficit
kognitif. 14
i.Gangguan behavioral
Lambat-laun menjadi dependen ( tergantung kepada orang lain ), mudah takut, sikap
kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia)
biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup. 14
j.Gejala Lain
Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal
hidungnya (tanda Myerson positif) 14
2.Gejala non motorik15
a.Disfungsi otonom
-Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia dan
hipotensi ortostatik.
-Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
-Pengeluaran urin yang banyak

-Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat seksual,
perilaku, orgasme.
b.Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c.Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d.Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e.Gangguan sensasi,
- kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna,
- penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension orthostatic,
suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai
jawaban atas perubahan posisi badan
- berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau ( microsmia atau anosmia),

G.Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 14
Pada
setiap kunjungan penderita :

1.Tekanan darah diukur dalam keadaan berbaring dan berdiri, hal ini untuk mendeteksi hipotensi
ortostatik.

2.Menilai respons terhadap stress ringan, misalnya berdiri dengan tangan diekstensikan, menghitung
surut dari angka seratus, bila masih ada tremor dan rigiditas yang sangat, berarti belum
berespon terhadap medikasi.
3.Mencatat dan mengikuti kemampuan fungsional, disini penderita disuruh menulis kalimat sederhana
dan menggambarkan lingkaran-lingkaran konsentris dengan tangan kanan dan kiri diatas
kertas, kertas ini disimpan untuk perbandingan waktu follow up berikutnya.

H.Pemeriksaan penunjang14

-EEG (biasanya terjadi perlambatan yang progresif)

-CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar, hidrosefalua eks vakuo)

I.Tata laksana penyakit Parkinson

Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan secara


holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk menyembuhkan penyakit ini,
tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang timbul. 1

Pengobatan penyakit parkinson bersifat individual dan simtomatik, obat-obatan yang biasa
diberikan adalah untuk pengobatan penyakit atau menggantikan atau meniru dopamin yang akan
memperbaiki tremor, rigiditas, dan slowness. 2

Perawatan pada penderita penyakit parkinson bertujuan untuk memperlambat dan


menghambat perkembangan dari penyakit itu. Perawatan ini dapat dilakukan dengan pemberian obat
dan terapi fisik seperti terapi berjalan, terapi suara/berbicara dan pasien diharapkan tetap melakukan
kegiatan sehari-hari. 1

1. Terapi Obat-obatan

Beberapa obat yang diberikan pada penderita penyakit parkinson:

a.Antikolinergik 1

Benzotropine ( Cogentin), trihexyphenidyl ( Artane). Berguna untuk mengendalikan gejala


dari penyakit parkinson. Untuk mengaluskan pergerakan.

b.Carbidopa/levodopa

Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di dalam otak


levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi dopamine pada neuron
dopaminergik oleh L-aromatik asam amino dekarboksilase (dopa dekarboksilase). Walaupun
demikian, hanya 1-5% dari L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme
di sembarang tempat, mengakibatkan efek samping yang luas. Karena mekanisme feedback,
akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen. Carbidopa dan benserazide adalah dopa
dekarboksilase inhibitor, membantu mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai
neuron dopaminergik. 3

Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita


penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara normal. Obat ini
diberikan bersama carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya & mengurangi efek
sampingnya.4

Sejak diperkenalkan akhir tahun 1960an, levodopa dianggap merupakan obat yang
paling banyak dipakai sampai saat ini. Levodopa dianggap merupakan tulang punggung
pengobatan penyakit parkinson. Berkat levodopa, seorang penderita parkinson dapat kembali
beraktivitas secara normal.4

Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai memang


dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu, sebaiknya terapi dengan
levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa efektifitas levodopa berkaitan dengan
lama waktu pemakaiannya.Levodopa melintasi sawar-darah-otak dan memasuki susunan saraf
pusat dan mengalami perubahan ensimatik menjadi dopamin. Dopamin menghambat aktifitas
neuron di ganglia basal.4

Efek samping levodopa dapat berupa:5

1)Neusea, muntah, distress abdominal

2)Hipotensi postural

3)Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita yang berusia lanjut.
Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik dopamine pada system konduksi
jantung. Ini bias diatasi dengan obat beta blocker seperti propanolol.

4)Diskinesia.

Diskinesia yang paling sering ditemukan melibatkan anggota gerak, leher atau
muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon baik terhadap terapi
levodopa. Beberapa penderita menunjukkan gejala on-off yang sangat mengganggu
karena penderita tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi terhenti, membeku,
sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak.
5)Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal dan ureum darah
yang meningkat merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada terapi levodopa.

Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia yaitu


gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh. Respon penderita yang
mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin berkurang. 1

Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal pemberian diatur dan


ditingkatkan dosisnya, juga dengan memberikan tambahan obat-obat yang memiliki
mekanisme kerja berbeda seperti dopamin agonis, COMT inhibitor atau MAO-B inhibitor.
Jika kombinasi obat-obatan tersebut juga tidak membantu disini dipertimbangkan pengobatan
operasi. Operasi bukan merupakan pengobatan standar untuk penyakit parkinson juga bukan
sebagai terapi pengganti terhadap obat-obatan yang diminum. 5

c.COMT inhibitors

Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Untuk mengontrol fluktuasi motor pada pasien
yang menggunakan obat levodopa. Tolcapone adalah penghambat enzim COMT,
memperpanjang efek L-Dopa. Tapi karena efek samping yang berlebihan seperti liver toksik,
maka jarang digunakan. Jenis yang sama, entacapone, tidak menimbulkan penurunan fungsi
liver. 5

d.Agonis dopamin

Agonis dopamin seperti bromokriptin (Parlodel), pergolid (Permax), pramipexol


(Mirapex), ropinirol, kabergolin, apomorfin dan lisurid dianggap cukup efektif untuk
mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor dopamin, akan
tetapi obat ini juga menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif yang
selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson. 4

Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami serangan
yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis tinggi. Apomorfin dapat
diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang diberikan setiap hari dapat mengurangi fluktuasi
gejala motorik. 3

e.MAO-B inhibitors

Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna pada penyakit
Parkinson karena neuotransmisi dopamine dapat ditingkatkan dengan mencegah perusakannya.
Selegiline dapat pula memperlambat memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi
levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala dari
penyakit parkinson. Yaitu untuk mengaluskan pergerakan. 5

Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan menginhibisi monoamine


oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan dopamine yang dikeluarkan oleh
neuron dopaminergik. Metabolitnya mengandung L-amphetamin and L-methamphetamin.
Efek sampingnya adalah insomnia. Kombinasi dengan L-dopa dapat meningkatkan angka
kematian, yang sampai saat ini tidak bisa diterangkan secara jelas. Efek lain dari kombinasi ini
adalah stomatitis. 4

f.Amantadine (Symmetrel)
Berguna untuk perawatan akinesia, dyskinesia, kekakuan, gemetaran. 1

g.Inhibitor dopa dekarboksilasi dan levodopa

Untuk mencegah agar levodopa tidak diubah menjadi dopamin di luar otak, maka levodopa
dikombinasikan dengan inhibitor enzim dopa dekarboksilase. Untuk maksud ini dapat digunakan
karbidopa atau benserazide ( madopar ). Dopamin dan karbidopa tidak dapat menembus sawar-otak-
darah. Dengan demikian lebih banyak levodopa yang dapat menembus sawar-otak-darah, untuk
kemudian dikonversi menjadi dopamine di otak. Efek sampingnya umunya hampir sama dengan efek
samping yang ditimbulkan oleh levodopa.

2. Deep Brain Stimulation (DBS) 2

Pada tahun 1987, diperkenalkan pengobatan dengan cara memasukkan elektroda yang
memancarkan impuls listrik frekuensi tinggi terus-menerus ke dalam otak. Terapi ini disebut
deep brain stimulation (DBS). DBS adalah tindakan minimal invasif yang dioperasikan
melalui panduan komputer dengan tingkat kerusakan minimal untuk mencangkokkan alat
medis yang disebut neurostimulator untuk menghasilkan stimulasi elektrik pada wilayah target
di dalam otak yang terlibat dalam pengendalian gerakan.

Terapi ini memberikan stimulasi elektrik rendah pada thalamus. Stimulasi ini
digerakkan oleh alat medis implant yang menekan tremor. Terapi ini memberikan
kemungkinan penekanan pada semua gejala dan efek samping, dokter menargetkan wilayah
subthalamic nucleus (STN) dan globus pallidus (GP) sebagai wilayah stimulasi elektris.
Pilihan wilayah target tergantung pada penilaian klinis.
DBS kini menawarkan harapan baru bagi hidup yang lebih baik dengan kemajuan
pembedahan terkini kepada para pasien dengan penyakit parkinson. DBS direkomendasikan
bagi pasien dengan penyakit parkinson tahap lanjut (stadium 3 atau 4) yang masih
memberikan respon terhadap levodopa.

Pengendalian parkinson dengan terapi DBS menunjukkan keberhasilan 90%.


Berdasarkan penelitian, sebanyak 8 atau 9 dari 10 orang yang menggunakan terapi DBS
mencapai peningkatan kemampuan untuk melakukan akltivitas normal sehari-hari.

Selain terapi obat yang diberikan, pemberian makanan harus benar-benar


diperhatikan, karena kekakuan otot bisa menyebabkan penderita mengalami kesulitan untuk
menelan sehingga bisa terjadi kekurangan gizi (malnutrisi) pada penderita. Makanan berserat
akan membantu mengurangi ganguan pencernaan yang disebabkan kurangnya aktivitas, cairan
dan beberapa obat.

3. Terapi Fisik

Sebagian terbesar penderita Parkinson akan merasa efek baik dari terapi fisik. Pasien
akan termotifasi sehingga terapi ini bisa dilakukan di rumah, dengan diberikan petunjuk atau
latihan contoh diklinik terapi fisik. Program terapi fisik pada penyakit Parkinson merupakan
program jangka panjang dan jenis terapi disesuaikan dengan perkembangan atau perburukan
penyakit, misalnya perubahan pada rigiditas, tremor dan hambatan lainnya. 1

Latihan fisik yang teratur, termasuk yoga, taichi, ataupun tari dapat bermanfaat dalam
menjaga dan meningkatkan mobilitas, fleksibilitas, keseimbangan, dan range of motion.
Latihan dasar selalu dianjurkan, seperti membawa tas, memakai dasi, mengunyah keras, dan
memindahkan makanan di dalam mulut. 1

4. Terapi Suara

Perawatan yanG paling besar untuk kekacauan suara yang diakibatkan oleh penyakit
Parkinson adalah dengan Lee Silverman Voice Treatment ( LSVT ). LSVT fokus untuk
meningkatkan volume suara. Suatu studi menemukan bahwa alat elektronik yang
menyediakan umpan balik indera pendengar atau frequency auditory feedback (FAF) untuk
meningkatkan kejernihan suara. 1

5. Terapi gen
Pada saat sekarang ini, penyelidikan telah dilakukan hingga tahap terapi gen yang
melibatkan penggunaan virus yang tidak berbahaya yang dikirim ke bagian otak yang disebut
subthalamic nucleus (STN). Gen yang digunakan memerintahkan untuk mempoduksi sebuah
enzim yang disebut glutamic acid decarboxylase (GAD) yang mempercepat produksi
neurotransmitter (GABA). GABA bertindak sebagai penghambat langsung sel yang terlalu
aktif di STN. 1

Terapi lain yang sedang dikembangkan adalah GDNF. Infus GDNF (glial-derived
neurotrophic factor) pada ganglia basal dengan menggunakan implant kathether melalui
operasi. Dengan berbagai reaksi biokimia, GDNF akan merangsang pembentukan L-dopa. 1

6. Pencangkokan syaraf

Cangkok sel stem secara genetik untuk memproduksi dopamine atau sel stem yang
berubah menjadi sel memproduksi dopamine telah mulai dilakukan. Percobaan pertama yang
dilakukan adalah randomized double-blind sham-placebo dengan pencangkokan dopaminergik
yang gagal menunjukkan peningkatan mutu hidup untuk pasien di bawah umur. 1

7. Operasi

Operasi untuk penderita Parkinson jarang dilakukan sejak ditemukannya levodopa.


Operasi dilakukan pada pasien dengan Parkinson yang sudah parah di mana terapi dengan
obat tidak mencukupi. Operasi dilakukan thalatotomi dan stimulasi thalamik. 5

8. Terapi neuroprotektif

Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang diinduksi
progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen neuroprotektif adalah
apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids, bioenergetics, antiglutamatergic agents,
dan dopamine receptors. Adapun yang sering digunakan di klinik adalah monoamine oxidase
inhibitors (selegiline and rasagiline), dopamine agonis, dan complek I mitochondrial fortifier
coenzyme Q10. 1

9. Nutrisi

Beberapa nutrient telah diuji dalam studi klinik klinik untuk kemudian digunakan
secara luas untuk mengobati pasien Parkinson. Sebagai contoh, L- Tyrosin yang merupakan
suatu perkusor L-dopa mennjukkan efektifitas sekitar 70 % dalam mengurangi gejala penyakit
ini. Zat besi (Fe), suatu kofaktor penting dalam biosintesis L-dopa mengurangi 10%- 60%
gejala pada penelitian terhadap 110 pasien. 1
THFA, NADH, dan piridoxin yang merupakan koenzim dan perkusor koenzim dalam
biosintesis dopamine menunjukkan efektifitas yang lebih rendah dibanding L-Tyrosin dan zat
besi. Vitamin C dan vitamin E dosis tinggi secara teori dapat mengurangi kerusakan sel yang
terjadi pada pasien Parkinson. Kedua vitamin tersebut diperlukan dalam aktifitas enzim
superoxide dismutase dan katalase untuk menetralkan anion superoxide yang dapat merusak
sel. 1
Belum lama ini, Koenzim Q10 juga telah digunakan dengan cara kerja yang mirip
dengan vitamin A dan E. MitoQ adalah suatu zat sintesis baru yang memiliki struktur dan
fungsi mirip dengan koenzim Q10.

10. Qigong

Terdapat dua penelitian mengenai qigong pada penyakit bParkinson. Dalam


percobaan di Bonn, studi terhadap 56 pasien didapatkan peningkatan gejala motorik dan non-
motorik di antara pasien yang melakukan latihan qigong terstruktur 1 kalin seminggu selama 8
minggu. Penulis berspekulasi bahwa gambaran aliran energy yang membantu peningkatan
dalam movement pasien. 1
Namun demikian studi kedua menunjukkan qigong tak efektif pada penyakit
Parkinson. Dalam studi tersebut, peneliti menggunakan randomized cross-over trial untuk
membandingkan latihan aerobic dengan qigong pada penyakit Parkinson tahap lanjut.dua
kelompok pasien PD dinilai, kemudian melakukan 20 sesi baik latihan aeronik maupun
qigong, dinilai lagi, kemudian setelah selang 2 bulan, ditukar dengan 20 sesi lainnya,
kemudian dinilai lagi. Penulis mendapatkan peningkatan kemampuan motorikdan fungsi
kardiorespirator setelah mengikuti latihan aerobic, tetapi tak mendapatkan manfaat setelah
mengikuti qigong. Penulis juga menyimpulkan latihan aerobik tak memiliki manfaat terhadap
kualitas hidup pasien. 1

11. Botox

Baru-baru ini, injeksi Botox sedang diteliti sebagai salah satu pengobatan non-FDA di
masa mendatang. 1

J.Prognosis

Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan perjalanan
penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan
menemani sepanjang hidupnya.1
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total disabilitas,
sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat menyebabkan kematian. 3
Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien
berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat
bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah. 4
PD sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal, tetapi berkembang sejalan dengan
waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien PD pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak
menderita PD. Pada tahap akhir, PD dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak, pneumoni, dan
memburuk yang dapat menyebabkan kematian. 5
Progresifitas gejala pada PD dapat berlangsung 20 tahun atau lebih. Namun demikian pada
beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk memprediksikan lamanya
penyakit ini pada masing-masing individu. Dengan treatment yang tepat, kebanyakn pasien PD dapat
hidup produktif beberapa tahun setelah diagnosis. 4
TRAUMA CAPITIS

LANDASAN TEORI MEDIS

A. DEFENISI

Trauma capitis adalah trauma pada otak yng disebabkan adanya kekuatan fisik dari luar yg dapat
menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran .Akibatnya dapat menyebabkan gangguan kongritif
gangguan tingkah laku,atau fungsi emosional.

B. ETIOLOGI

1. cidera setempat ( Benda Tajam )

Misalanya : Peluru,pisau,atau berasal dari serpihan kaca

Traktur tengkorak

Trauma benda tajam yang masuk kedalam tubuh merupakan trauma yang dapat

menyebabkan cidera setempat atau kerusan

2. cidera difus ( cidera tumpul )

Misalnya : terkena pukulan / benturan

Trauma oleh benda tumpul dapat menyebabkan difuse.

C. KRITERIA CIDERA KEPALA

1. CIDERA KEPALA RINGAN


2. CIDERA KEPALA SEDANG
3. CIDERA KEPALA BERAT

C. PATOFISIOLOGI

* Trauma kepala

* Kerusakan jaringan otak

* Iskemia
* hipuksia

* Nekrosis

Kulit Trauma Kpaitis Jaringan Otak

Tulang Kepala - komono

Kontosio

Hemeton

Fraktur TIK Meningkat

- Fratur linear - Gangguan kesadaran


- Fraktur communited - Gangguan tanda fital
- Fraktur depnesseil
- Fraktur basis

TIPE TRAUMA CAPITIS

Tipe macam Trauma capitis :

1 .Trauma Capitis Terbuka

Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan melukai :

 Merobek durameter sign


 Hemotovm panum
 Periorbital echimosis
 Rhinorrhoe
 Orthorrhoe
 Brill hematon

2. Trauma Capitis Tertutup

A. Komosio

- Cidera kepala ringan

- disfusi neurologi sementara dan dapat pulih kembali

- hilang kesadaran sementara kurang dari 10 – 20 menit

- tanpakerusakan otak permanen

- muncul gejala nyeri kepala ,pusing, muntah,


- disoreintasi sementara

- tidak ada gejala sisi

TANDA DAN GEJALA

1 . cidera kepala ringan- sedang

a. Bisorientasi
b. Amnesia post partum
c. Hilang memori sesaat
d. Sakit kepala
e. Mual dan muntah
f. Vertigo dan perubahan posisi
g. Gangguan pendengaran

KOMPLIKASI

1. Edema puimonai
2. Kejang
3. Infeksi
4. Bocor cairan otak
5. Hipetermia
6. Masalah mobilisasi
7. Siadh
8. Hipovolemia

PENATALAKSANAAN

1. - Penatalaksanaan umum

-ABC ( Air way , breathing , cikulition )

2. Penatalaksanaan khusus

- konservativ : pemberian monita ,gliselor , furosemid steroid,antibiotic, barbitural

- simptomatik : mengatasi kejang ,agitasi , gelisan aneephaloply

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1.Foto Thorak (x – Ray )

2.CT scan ( tanpa/dengan kontras )

3.MRI

4.AGD ( Analisa Gas Darah )

5.Kadar kimia / elektrolit darah


LANDASAN ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

pemeriksaan fisik

1.keadaan umum : lemah gelisah,cendrung untuk tidur

2.TTV : suhu,nadi,tensi,RR,GCS

a.Bodiy off system : ( B1 Breating )

Hidung : kebersihan

Dada : bentuk simetris kanan kiri ,rekratsi otot bantu pernafasan ,ranci diseluruh lapang
paru,batuk produktif,irama pernafasa,nafas dangkal

Infeksi : inspirasidan ekspirasi pernafasa ,frekuensi,irama,gerakan cuping hidung


terdengar suara nafas tambahan bentuk dada batuk batuk

Pulpasi : Pergerakan asimetris kanan dan kiri taktil fremitus raba sama antara kanan
dinding dada

Perkusi : adanya suara suara sonor pada ke dua paru,suara redup pada batas paru dan
hepar

Auskultasi : terdengar adanya suara vesikuler di kedua lapisan ,suara ,ronci dan weezing

b. Kardiovaskuler ( B2 : bleeding )

-Inspeksi : bentuk dada simetris kanan kiri denyut jantung pada letus cardis 1 cm lateral
medial (5) pulsasi jantung tampak

-Palpasi : frekuensi nadi / Hr,tekanan darah ,suhu,perfusi dingin ,berkeringat

-Perkusi : suara pekak

-Auskultusi : irama regular ,sistale/murmur ,bendungan vena juguluris oedema


c. Persarafan ( B3 : Brain ) kesadaran ,GCS

-Kepala : bentuk ovale wajah tampak mearing ke sisi kanan

-Mata : kanjungtiva tdk anemis ,sklora tdk Icrectic pupil isocor,gerakan mata
mampu mengikuti perintah

-Mulut : kesulitan menelan ,kebersihan penumpukan lidah dan lender bibir tampak
kering ,terdapa afasia

-Leher : Tampak pada daerah leher tidak terdapat pembesaran pada leher

-Inpeksi : Jumlah urine ,warna urine,gangguan perkemihan tidak ada,pemeriksaan


Genitaliaeksternal,jamur/uikus,lesi & keganasan.

-Palpasi : Pembesaran kelenjar ingoinalis,nyeri tekan

-Perkusi : nyeri pada perkusipada daerah ginjal

-Auskurtasi : Irama regular sistale/murmur,bendungan vena jugu laris ,ourderma

-Kepala : Bentuk ovale ,wajah tampakmiring kesisi kanan

-Mata : konjungtiva tidak anemis,sciera tidak icteric,pupil isokar,gerakan bola mata


dan Mampu mengikuti perintah

-Mulut : Kesulitan menelan ,kebersihan penumpukan lidah & lender,bibir tampak


kering,terdapat afasia

-Leher : Tampak pada daerah leher ,tidak terdapat pembesaran pada leher,tidak
tampak Pembesaran vena jugularis ,tidak terdapat kuku kuduk

d.Perkemihan – eliminasi urine (B 4:Bledder)

-Inpeksi : Jumlah urine ,warna urine,gangguan perkemihan tidak ada,pemeriksaan


Genitaliaeksternal,jamur/uikus,lesi & keganasan.

-Palpasi : Pembesaran kelenjar ingoinalis,nyeri tekan

-Perkusi : nyeri pada perkusipada daerah ginjal

e.Pencernaan eliminasi alvi (B 5: Bowel )


Inpeksi : Mulut & tenggorokan tampak kering ,abdomen normal tidak ada
kelainan ,keluhan nyeri ,gangguan pencernaan ada kembung,kadang-kadang terdapat
diare ,buang air besar perhari

Palpasi : Hepar tidak teraba ,ginjal tidak teraba,Anoreksia tidak ada nyeri tekan

Perkusi : Timpani pada abdomen ,kembung ada suara pekak pada daerah hepar

Abdomen : Tidak terdapat asites,turgor menurun ,peristaltic usus normal

Rektum : Rectal to see

f.Tulang-otot-integumen (B 6:Bone)

Kemampuan pergerakan sendi –sendi kesakitan pada kaki saat gerak pasif ,droop
foot ,kelemahan otot pada ekstrimitas atas &bawah

Kulit : Warna kulit tidak terdapat luka dekubitus ,turgor baik ,akrat kulit .

PRIORITAS KEPERAWATAN :

1.Memaksimalkan perfusi / fungsi otak

2.Mencegah komplikasi

3.Pengaturan fungsi ser optimal / mengembalikan ke fungsi optimal

4.Mendukun proses pemulihan kuping klien / kluarga

5.pemberian informasi tentang proses penyakit ,prognosis,rencana

Pengobatan dan rehabilitasi

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah

( Hemologi / hematoma ) ; edema serebral ; penurunan to sistemik / hipaksia


( hipofelena ,disritenia jantung )

2.Resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerudakan neuravaskuler.

(cedera pernafasan otak ) kerusakan persepsi atau kogritif obstruksi trakeobronhial

3.Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi dan/ atau

integrasi ( trauma atau defesit neurologis )

4.Perubahan prses fikir berhubungan dengan perubahan fisiologis,kongflik psikologis.

5.keruskan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kongnitif

penueunan kekuatan atau tahanan .terapi pembatasan / kewaspadaan keamanan

misalnya : tiran baring ,imobilisasi

6.resiko tinggi terhadap infaksi berhubungan dengan jaringan truma kulit rusak,prosedur

Invasive.penurunan kerja sisilia ,statis cairan tubuh ,kekurangan nutrisi respon inflamasi

tertekan ( penggunaan steroid ).perubahan integritas system tertutup ( kebocoran CSS )

7.Resiko tertinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

Perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien ( penurunan tingkat kesadaran ).

Kelemahan otot yg diperlukan untuk mengunyah,menelan,status hipermetabolik.

8.perubahaan proses kluarga berhubungan dengan tradisi dan krisis situsional

Ketidakpastian tentang hasil / harapan.

9.Kurang pengetahuaan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan

Dengan kurang pemajangan ,tidak mengenal informasi kurang mengingat

/ keterbatasan kongritif.

C. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

1.Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah

( hemoragi,hematoma ) ; adema serebral ; penurunan TD sistematik / hipoksia


( hipovalemia , disritmia jantung )

->Tujuan !

*mempertahankan tingkat kesadaran biasa / perbaikan , kognisi ,ungsi motorik / sensarik

->Kreteria Hasil :

*Tanda fital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK .

->Rencana Tindakan :

1.Tentukan factor-faktor yang menyebapkan koma / penurunan perfusi jaringan otak

Dan potensial peningkatan TIK

2.Pantau/Catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS

3.Evaluasi keadaan pupil ,ukuran kesamaan antara kiri dan kanan reaksi terhadap cahaya.

4.Pantau tanda-tanda vital :TD,nadi,frekuensi nafas,suhu

5.Panatu intake dan out put ,turgor kulit dan mebramukosa.

6.turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan ,seperti lingkungan yang tenang

7.bantu pasien untuk menghindari / membatasi batuk,muntah,mengejan

8.tinggikan kepala pasien 15-45 derajat sesuai indikasi yang dapat di toleransi

9.batasi pemberian cairan sesuai indikasi

10.berikan oksigen tambahan sesuai indikasi

11.berikan obat sesuai indikasi : misalnya diuretic,steroid,antikunwisan,analgetik,sedative dan


Antiperetik

2.resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovasker

( cedera pada pusat pernapasan otak )

Kerusakan perpepsi atau kognitif ,obstruksi trakeobronklinal

*Tujuan ;
Mempertahankan pola pernapasan efektif

*kreteria evaluasi :

Bebas sianosis ,goa dalam batas normal

3.Reasiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma,kulit rusak

Prosedur invasive penurunan kerja silia,statis cairan tubuh,kekurangan nutrisi tubuh

Respon inflamasi tertekan ( pengguna stread ) perubahan integritas sisitem tertutup

( kebocoran CSS )

4.kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif.

Penurunan kekuatan / tahanan ,terapi pembatasan / kewaspadaan keamanan ,

Misalnya ; tiran baring mobilisasi.

5.resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

Dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien ( penurunan tingkat


kesadaran )Kelemahan otot yang di perlukan untuk mengunyah ,menelan,status
hipermetabolik.

Anda mungkin juga menyukai