Anda di halaman 1dari 30

Keperawatan gawat darurat

Sistem neurologis (epilepsi)

Nama kelompok:
1.Gabriel sinaga
2.Simon sibarani
EPILEPSI
Epilepsi adalah gangguan kronis pada
otak yang terdapat di seluruh dunia yang
ditandai dengan kejang berulang. Di
beberapa bagian dunia, orang-orang
yang menderita epilepsi dan keluarga
mereka menerima stigma yang buruk
sehingga mengakibatkan terjadinya
diskriminasi.
Berdasarkan data yang diperoleh dari World Health
Organization (WHO) tahun 2015, sekitar 50 juta
orang di seluruh dunia mengalami epilepsi, dan
menjadikannya salah satu penyakit neurologis yang
paling umum secara global. Secara keseluruhan
insiden epilepsi pada negara maju berkisar antara 40-
70 kasus per 100.000 orang per tahun. Di negara
berkembang, insiden berkisar antara 100-190 kasus
per 100.000 orang per tahun. Prevalensi dari epilepsi
bervariasi antara 5-10 kasus per 1.000 orang.
Beberapa penelitian di negara-negara berpenghasilan
rendah dan menengah menunjukkan bahwa proporsi
yang jauh lebih tinggi, antara 7 dan 14 per 1000
orang.
DEFINISI
EPILEPSI

Epilepsi didefinisikan sebagai kejang


berulang yang tidak terkait dengan
demam atau dengan serangan otak
akut. Kata “epilepsi” berasal dari kata
Yunani “epilambanein” yang berarti
“serangan”
Epilepsi biasanya dianggap sebagai
kutukan roh jahat atau akibat kekuatan
gaib yang menimpa seseorang. Anggapan
demikian masih terdapat saat ini,
terutama di kalangan masyarakat yang
belum terjangkau oleh ilmu kedokteran
dan pelayanan kesehatan.
ETIOLOGI

A. Idiopatik
Epilepsi idiopatik
seringkali menunjukkan
predisposisi genetik.
Penyebabnya tidak
diketahui meliputi ±50%
dari penderita epilepsi
anak, biasanya pada usia
lebih dari 3 tahun.
B. simtomatik

I. Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital dapat terjadi
karena kromosom abnormal, radiasi,
obat-obat teratogenik, infeksi
intrapartum oleh toksoplasma,
cytomegalovirus, rubela dan
treponema. Biasanya terjadi pada
kelompok usia 0-6 bulan
II. Trauma kepala

Trauma kepala merupakan penyebab


terjadinya epilepsi yang paling banyak.
Trauma kepala dapat menyebabkan
kerusakan pada otak. Kejang-kejang
dapat timbul pada saat terjadi cedera
kepala atau baru terjadi 2-3 tahun
kemudian.
lll. Gangguan vaskular

Penderita epilepsi oleh karena gangguan


vaskular lebih sering diderita oleh lansia.
Penyebabnya karena adanya serangan
stroke yang mengganggu pembuluh
darah di otak atau peredaran darah di
otak yang dapat menimbulkan kejang.
PATOFISIOLOGI

Mekanisme yang mendasari epilepsi adalah onset


kejang, propagasi, dan terminasi yang belum
diketahui secara pasti dan mungkin berbeda
tergantung pada jenis epilepsi. Terdapat dua
keadaan pada saat epilepsi (1) rangsangan saraf
yang berlebihan dan (2) hubungan sinaptik yang
berulang-ulang antara neuron- neuron yang
memungkinkan hipersinkronisasi.
Anamnesis

 Pertanda atau peringatan sebelum


kejang
 Pencetus kejang;
 Ingatan pasien mengenai kejangnya,
respon pasien terhadap lingkungan
selama kejang;
 Durasi dan frekuensi kejang;
 Respon terhadap terapi.
B. Pemeriksaan Fisik
C. Pemeriksaan Penunjang

1.EEG (Elektroensefalografi)
2.Neuroimaging
3.Pemeriksaan MRI (Magnetic
Resonance Imaging)
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dari epilepsi memiliki 3


tujuan utama yaitu untuk menghilangkan
kejang atau mengurangi frekuensinya
semaksimal mungkin, untuk menghindari efek
samping yang terkait dengan pengobatan
jangka panjang, dan untuk membantu pasien
dalam mempertahankan atau memulihkan
penyesuaian psikososial.
A. Terapi Farmakologi

 Lini pertama
 Karmabazepin, untuk kejang tonik klonik dan kejang
fokal. Tidak efektif untuk kejang absans, dapat
memperburuk kejang mioklonik. Dengan dosis total
600-1200 mg dibagi menjadi 3-4 pemberian sehari.
 Asam valproat, efektif untuk kejang fokal, kejang tonik
klonik, dan kejang absans. Dosis 400-2000 mg dibagi
dengan 1-2 pemberian sehari.
 Fenobarbital dengan dosis 60mg/hari per oral dan
dinaikan 30 mg setiap 2-4 minggu hingga tercapai target
90-120 mg/hari.
 Fenitoin dengan dosis 300-600 mg/hari per oral dibagi
menjadi 1 atau 2 dosis.
 Lini Kedua
 Topiramate efektif untuk kejang tonik klonik
generalisata, kejang parsial, kejang generalisata, kejang
absans. dosis inisial 1 – 3 mg/KgBB/hari, naikkan
perlahan dengan interval 1-2 minggu.
 Lamotrigin, efektif untuk kejang fokal dan kejang tonik
klonik. Dengan dosis 100-200 mg sebagai monoterapi
atau dengan asam valproat. 200-400 mg bila digunakan
dengan fenitoin, fenobarbital, atau karmabezapin.
 Levetirasetam efektif untuk kejang tonik klonik
generalisata, kejang parsial, kejang generalisata, kejang
absans dosis inisial 10 mg/KgBB/hari dalam 2
dosis.Pemberian OAE pada anak-anak harus benar-
benar dipertimbangkan secara baik, dengan mengingat
efek yang berbeda terhadap fungsi kognitif dan
perilaku.
B. Terapi Non-Farmokologi
Terapi diet ketogenik sangat dianjurkan untuk penderita
epilepsi, Diet ketogenik merupakan diet rendah gula dan
protein namun mengandung lemak yang tinggi.
Komposisi nutrisi yang terdapat dalam diet ketogenik
menyebabkan pembakaran lemak yang tinggi sehingga
dapat meningkatkan kadar keton dalam darah. Telah
diketahui sebelumnya bahwa keton dapat
meminimalkan rangsangan pada sistem saraf pusat.
Kelemahan dari terapi diet ini adalah sering terjadi
gangguan pencernaan seperti mual dan diare, malnutrisi
dan pembentukan batu saluran kemih karena diet ini
seringkali mengandung asam urat tinggi. Terapi diet ini
dapat menurunkan kejadian kejang sebesar 25-50 %.
C. Terapi Bedah

Berikut ini merupakan jenis bedah


epilepsi berdasarkan letak fokus
infeksi :
A.Lobektomi temporal
B.Eksisi korteks ekstratemporal
C.Hemisferektomi
D.Callostomi
Kerangka teori
Etiologi
klasifikasi
Patofisiologi •Idiopatik
•Kejang fokal •simtomatik
•Kejang generalisata
•Kejang tidak
terklasifikasi

Epilepsi

Diagnosa
Penatalaksanaan
•Anamneses
•Pemeriksaan fisik •Farmakologi
•Pemeriksaan penunjang •Non-farmakologi
•bedah
C. Terapi Bedah

Berikut ini merupakan jenis bedah


epilepsi berdasarkan letak fokus
infeksi :
A.Lobektomi temporal
B.Eksisi korteks ekstratemporal
C.Hemisferektomi
D.Callostomi
Pertolongan pertama status epileptikus
Pertolongan pertama yang dapat dilakukan saat
seseorang mengalami kejang adalah:
1. Memindahkan penderita ke posisi yang aman
2. Melindungi kepalanya dari benturan
3. Melonggarkan pakaian yang bisa mengganggu
pernapasan, seperti ikat pinggang dan kancing
kerah
4. Melepaskan benda-benda yang menempel,
seperti jam tangan atau kacamata, guna
mencegah cedera.
Asuhan keperawatan
kegawatdaruratan
neurologis (epilepsi)
A. Pengkajian keperawatan
1. Identitas pasien
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit yang pernah diderita
5. Riwayat Penyakit Keluarga
6. Riwayat Alergi
7. Riwayat Pengobatan
8. Riwayat Psiko Sosial
9. Riwayat Imunisasi
10. Riwayat Gizi
11. Kondisi lingkungan
12. Pola kebiasaan
13. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi,
auskultasi dan perkusi dari ujung rambut sampai kaki.
14. Pemeriksaan diagnostik
B. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi trauma/cidera berhubungan dengan


kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan
koordinasi otot sekunder akibat aktivitas kejang.

2. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan


nafas berhubungan dengan kerusakan
neoromuskular.

3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan


dengan muntah, perubahan tingkat kesadaran,
pemberian makan atau asupan buruk dan kehilangan
yang tidak disadari akibat demam.  
C. Intervensi Keperawatan

1.Resiko tinggi trauma/cidera


berhubungan dengan kelemahan,
perubahan kesadaran, kehilangan
koordinasi otot sekunder akibat aktivitas
kejang.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan, risiko trauma/cidera tidak
terjadi
Kriteria Hasil : Tidak ada tanda-tanda
terjadi cidera.
Rencana Tindakan :
a. Kaji dengan keluarga berbagai
stimulasi kejang.
b. Observasi keadaan umum sebelum,
selama dan sesudah kejang.
c. Catat tipe kejang dan aktivitas kejang.
d. Berikan tindakan kenyamanan dan
keamanan bagi klien.
e. Kaji penilaian neurologi dan
tandatanda vital setelah kejang.
D. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tindakan yang sudah


direncanakan dalam rencana keperawatan.
Tindakan keperawatan mencakup tindakan
mandiri atau independen dan tindakan
kolaborasi. Tindakan mandiri atau independen
adalah aktivitas perawatan yang didasarkan
pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan
bukan merupakan petunjuk atau perintah dari
petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi
adalah tindakan yang didasarkan hasil
keputusan bersama seperti dokter dan petugas
kesehatan lain (Doenges, 2012).
E. Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah tahapan dari proses


keperawatan, proses yang berkelanjutan untuk
menjamin kualitas dan ketepatan perawatan
yang diberikan, yang dilakukan dengan
meninjau respons pasien untuk melakukan
keefektifan rencana keperawatan dalam
memenuhi kebutuhan pasien (Doenges, 2012).
Evaluasi dibagi menjadi dua, yaitu evaluasi
proses setiap selesai dilakukan tindakan
keperawatan dan evaluasi hasil membandingkan
antara tujuan dengan kriteria hasil.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai