BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Epilepsi
1. Definisi Epilepsi
Epilepsi (Yun. = serangan ) atau sawan/penyakit ayan adalah suatu
gangguan saraf yang timbul secara tiba-tiba dan berkala, biasanya dengan
perubahan kesadaran. Penyebabnya adalah aksi serentak dan mendadak dari
sekelompok besar sel-sel saraf diotak (Rahardja K dan Tjay, 2008:415).
Epilepsi adalah nama umum untuk sekelompok gangguan atau penyakit
susunan saraf pusat yang timbul spontan dan berulang dengan episode singkat
(disebut bangkitan berulang atau recurrent seizure) dengan gejala utama
kesadaran menurun sampai hilang. Bangkitan ini biasanya disertai kejang
(konvulsi), hiperaktivitas otonomik, gangguan sensorik atau psikik dan selalu
disertai gambaran letupan EEG (abnormal dan eksesif). Untuk penyakit
epilepsi dapat dinamakan disritmiaserebral yang bersifat paroksismal
(Farmakologi dan Terapi ed.V, 2012).
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologi tertua, ditemukan pada
semua umur dan dapat menyebabkan hendaya serta mortalitas. Diduga
terdapat sekitar 50 juta orang dengan epilepsi di dunia (WHO, 2012).
Populasi epilepsi aktif (penderita dengan bangkitan tidak terkontrol atau yang
memerlukan pengobatan) diperkirakan antara 4 hingga 10/1000penduduk
/tahun, di Negara berkembang diperkirakan 6 hingga 10/1000 penduduk
(PERDOSSI, 2014).
2. Etiologi Epilepsi
Etiologi epilepsi dapat dibagi ke dalam tiga kategori, sebagai berikut:
a. Idiopatik: tidak terdapat les structural di otak atau deficit neurologis.
Diperkirakan mempunyai predisposisi genetik dan umumnya berhubungan
dengan usia.
6
7
c. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan bertahap sampai dosis
efektif tercapai
d. Kadar obat dalam plasma ditentukan bila : bangkitan tidak terkontrol dengan
dosis efektif, diduga ada perubahan farmakokinetik OAE, diduga penyandang
tidak patuh terhadap pengobatan
e. Bila dengan penggunaan OAE pertama dosis maksimum tidak dapat
mengontrol bangkitan, maka diganti dengan OAE kedua
f. OAE kedua harus memiliki mekanisme kerja yang berbeda dengan OAE
pertama
g. Penyandang dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai
terapi bila kemungkinan kekambuhan tinggi
h. Efek samping OAE perlu diperhatikan
i. Strategi untuk mencegah efek samping : pilih OAE yang paling cocok untuk
karakteristik penyandang, gunakan titrasi dengan dosis kecil dan rumatan
terkecil mengacu pada sindrom epilepsi dan karakteristik penyandang.
5. Kepatuhan Minum Obat
Dalam penatalaksanaan epilepsi kepatuhan minum obat merupakan masalah
tersendiri dan memegang peranan penting untuk tercapainya remisi.
Kepatuhan didefinisikan sebagai dimana seseorang atau penderita akan
mengikuti anjuran klinis, melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang
disarankan dari dokter yang merawat. Penderita epilepsi dikatakan patuh
minum obat apabila memenuhi 4 hal, yaitu dosis obat yang diminum sesuai
dengan yang dianjurkan, durasi waktu minum obat diantara dosis yang sesuai
dengan yang dianjurkan, jumlah obat yang diambil pada suatu waktu sesuai
dengan yang ditentukan, dan tidak mengganti dengan obat lain yang tidak
dianjurkan (Ley, 1997 cit Hakim, 2006 dalam Maretta 2017). Menurut Baker
dkk (1999) cit Hakim (2006), berbagai alasan mengapa penderita tidak teratur
dalam meminum obat adalah: bosan minum obat karena merasa penyakitnya
tak kunjung sembuh, terdapat kecenderungan menghentikan pengobatan oleh
karena merasa sudah tidak mengalami bangkitan, tinggi rendahnya
pendidikan penderita, status sosial yang buruk, kurang baiknya hubungan
antara petugas kesehatan dengan penderita serta jarak antara tempat-tempat
10
memprovokasi absences. Sediaan tablet dari dua tablet yang berlainan dapat
sangat berbeda kesetaraan biologisnya dan kadar darahnya, maka selama
terapi sebaiknya jangan mengganti pabrik. Efek samping nya yang sering
timbul adalah hyperplasia gusi (tumbuh berlebihan) dan obstipasi, efek
lainnya adalah menyebabkan pusing, mual dan bertambahnya rambut dan
bulu badan
b. Golongan barbiturat
1) Fenobarbital
Senyawa hipnotik ini terutama digunakan pada serangan grand mal dan
status epileptikus berdasarkan sifatnya yang dapat memblokir pelepasan
muatan listrik diotak. Untuk mengatasi efek hipnotiknya, obat ini dapat
dikombinasi dengan kafein. Tidak boleh diberikan pada absences karena
justru dapat memperburuknya. Efek sedativ dalam hal ini dianggap sebagai
efek samping
2) Primidon
Struktur kimia obat ini sangat mirip fenobarbital, tetapi bersifat kurang
sedativ. Sangat efektif terhadap serangan grand mal dan psikomotor. Didalam
hati terjadi biotransformasi menjadi fenobarbital dan feniletilmalonamida
(PEMA), yang juga bersifat antikonvulsi. Efek samping pada SSP berupa
kantuk, ataksia, pusing, sakit kepala, dan mual.
c. Golongan oksazolidindion
Trimetadion
Merupakan obat antiepilepsi tipe absences, namun setelah etosuksimid
dipakai secara luas pada tahun 1960, trimetadion sudah jarang digunakan
d. Golongan suksinimid
Etosuksimida
Derivat-pirolidin ini sangat efektif terhadap serangan absences. Daya
kerjanya panjang dengan plasma-t1/2-nya 2-4 hari. Praktis tidak terikat pada
protein, ekskresinya melalui ginjang, yaitu50% sebagai metabolit da 20%
dalam keadaan utuh. Efek samping yang timbul ialah mual, sakit kepala,
kantuk, dan ruam kulit.
12
e. Golongan karbamazepin
Karbamazepin
Senyawa-trisiklis yag mirip imipramine selain kerja antikonlvusi, juga
berkhasiat antidepresif dan antideuretis, mungkin berdasarkan peningkatan
sekresi dihipofisis atau penghambatan perombakannya. Efek samping yang
terjadi setelah pemberian obat jangka lama berupa pusing, vertigo, ataksia,
diplopia, dan penglihatan kabur.
f. Golongan benzodiazepine
1) Diazepam
Disamping khasiat ansiolitis, relaksasi otot dan hipnotiknya ,senyawa
benzodiazepin ini juga berdaya antikonlvusi. Berdasarkan khasiat ini,
diazepam digunakan pada epilepsi dan dalam bentuk injeksi i.v. terhadap
status epileptikus. Pada penggunaan oral dan dalam bentuk suppositoria
lambat dan tidak sempurna. K.I. 97-99% diikat pada protein plasma. Efek
samping berat dan berbahaya ialah obstruksi saluran napas oleh lidah, akibat
relaksi otot.
2) Klonazepam
Adalah derivatklor dari nitrazepam dengan kerja antikonvulsi yang lebih
kuat. Khasiatnya diperkirakan berdasarkan perintangan langsung dari pusat
epilepsi diotak dan juga merintangi penyebaran aktivitas listrik berlebihan
pada neuron lain. Klonazepam terutama digunakan pada absences anak-anak
dan merupakan obat pilihan utama (i.v.) pada status epileptikus karena
khasiatnya lebih kuat dan 2-3kali lebih pesat daripada diazepam.
3) Nitrazepam
Nitrazepam dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan hipsaritmia,
spasme infantile dan bangkitan mioklonik. Namun kurang efektif
dibandingkan dengan klonazepam. Nitrazepam secara spesifik bermanfaat
untuk jenis bangkitan yang sebelumnya diobati dengan ACTH atau
prednisone dan kortikosteroid lain tetapi hasilnya kurang memuaskan.
g. Asam valproat
Antikonvulsi dari derivat asam valerian ini ditemukan secara kebetulan
(Maurnier, 1963) dan dianggap sebagai obat pilihan pertama pada absences.
13
Dalam kombinasi degan obat-obat lain juga efektif pada grand mal dan
serangan psikomotor. Mekanisme kerja nya diperkirakan berdasarkan
hambatan enzim yang menguraikan GABA, sehingga kadar neurotranmiter
ini diotak meningkat.
h. Antiepilepsi lain
1) Penghambat karbonik anhidrase
Asetazolamid, mekanisme kerjanya sebagai antiepilepsi tidak bergantung
pada efek diuresis atau asidosis metabolisme ringan pada otak yang dapat
ditimbulkan oleh asetazolamid.
2) Vigabatrin
Senyawa heksen ini juga termasuk generasi kedua dan merupakan derivat
sintetis dari GABA. Berkhasiat menghambat secara spesifik enzim GABA-
transminase yang berfungsi menguraika GABA. Dengan demikian kadar
neurotransmitter ini meningkat dengan efek antikonvulsi. Obat ini digunakan
sebagai obat tambahan pada pengobatan epilepsi yang kurang responnya
terhadap antiepileptik lain. Efek samping berupa pusing, pertambahan berat
badan, agitasi psikosis.
3) Lamotrigin
Senyawa triazin ini berdaya antikonvulsi atas dasar menstabilisir
membrane sel saraf, sehingga menghambat pembebasan neurotransmitter
glutamate, yang berperan penting timbulnya serangan epilepsi. Obat ini
digunakan antara lain pada epilepsi grand mal dan parsial
4) Gabapentin
Senyawa-sikloheksilasetat ini memiliki struktur kimiawi yang berkaitan
dengan GABA, tetapi mekanisme kerjanya berlainan dan belum diketahui.
Obat ini digunakan sebagai obat tambahan pada epilepsi parsial dan untuk
penderita pada siapa antiepilepsi biasa kurang memberikan efek. Disamping
itu juga digunakan pada depresi manis bersama litium dan pada nyeri
neuropati dengan efek setelah 1-3 minggu.
14
5) Topiramat
Digunakan untuk terapi bangkitan parsial dan bangkitan umum tonik-
klonik. Mekanisme kerjanya adalah melalui blok kanal Na+, inhibisi efek
GABA. Absorbsinya cukup cepat (±2jam), waktu paruhnya 20-30 jam.
6) Zonisamida
Adalah suatu derivate dari benzisoksazol-sulfonamida yag termasuk
dalam kelompok baru entiepileptika. Mekanisme kerjanya adalah memblokir
pencetusan reaksi saraf via saluran (channel) Na serta Ca dan dengan
demikian mengurangi menjalarnya serangan epilepsi. Digunakan sebagai obat
tambahan pada epilepsi parsial. Efek sampingnya berupa reaksi terhadap
SSP, hipersensitivitas dan pembentukan batu ginjal.
7) Tiagabin
Merupakan turunan asam nipekotik, suatu inhibitor GABA sehingga
meningkatkan kadar GABA dalam otak. Efek samping tiagabin meliputi
gugup, pusing, tremor, gangguan berfikir, depresi, somnolen, dan ataksia.
8) Levetirasetam
Merupakan analog pirasetam, diindikasikan sebagai obat tambahan pada
bangkitan parsial dan bangkitan tonik-klonik umum sekunder. Efek
sampingnya berupa somnolen, asthenia, dan pusing.
Tabel 2.1 Pemilihan obat antiepilepsi
(sumber: Farmakologi dan Terapi ed.V)
m. Kepatuhan Pasien
Kepatuhan pasien ialah pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang
dibutuhkan.
5. Dampak Penggunaan Obat Tidak Rasional
Penggunaan suatu obat dikatakan tidak rasional jika kemungkinan
dampak negatif yang diterima oleh pasien lebih besar dibanding manfaatnya.
Dampak negatif penggunaan obat yang tidak rasional ini dapat saja hanya
dialami oleh pasien yaitu berupa efek samping, dan biaya yang mahal,
maupun oleh populasi yang lebih luas berupa resistensi kuman terhadap
antibiotik tertentu dan mutu pelayanan pengobatan secara umum (Kemenkes
RI, 2011).
C. Rumah Sakit
1. Definisi Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat
(Permenkes, No.56, 2014).
Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Provinsi Lampung adalah Rumah
Sakit swasta tipe C. Rumah Sakit ini mampu memberikan pelayanan
kedokteran spesialis terbatas. Rumah Sakit ini juga menampung pelayanan
rujukan dari puskesmas. Rumah Sakit ini menyelenggarakan pelayanan
pengobatan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap.
Rawat jalan adalah pelayanan medis kepada seorang pasien untuk tujuan
pengamatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi, dana pelayanan kesehatan
lainnya, tanpa mengharuskan pasien tersebut dirawat inap. Keuntungannya,
pasien tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menginap (opname). Dalam
pelayanan pasien rawat jalan terdapat pasien rawat jalan terdapat pasien dari
IGD dan poliklinik dengan pembiayaan dan BPJS (JKN).
Pasien umum adalah pasien yang pembiayaannya ditanggung sendiri,
sedangkan pasien BPJS adalah yang pembiayaannya ditanggung oleh
BPJS/asuransi.
19
D. Kerangka Teori
Obat Antiepilepsi
Evaluasi
Pengobatan
1. Tepat Diagnosis
2. Tepat Indikasi
3. Tepat Pemilihan Obat
4. Tepat Dosis
5. Tepat Cara Pemberian
6. Tepat Interval Waktu
7. Tepat Lama Pemberian
8. Waspada Terhadap Efek Samping
9. Tepat Penilaian Kondisi Pasien
10. Tepat Informasi
11. Tepat Tindak Lanjut (Follow-Up)
12. Tepat Penyerahan Obat (dispending)
13. Kepatuhan Pasien
(Kemenkes RI, 2011)
E. Kerangka Konsep
Tidak
Tepat Tepat
Tidak
Rasional Rasional
F. Definisi Operasional
Tabel 2.2 Definisi Operasional
pedoman
kedua
(apabila
pedoman
pertama tidak
lengkap)