Anda di halaman 1dari 42

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Epilepsi adalah salah satu gangguan pada sistem syaraf yang menyebabkan
penderita dapat mengalami kejang berulang secara tiba-tiba. Epilepsi ini
merupakan penyakit yang tidak menular akan tetapi dapat menyerang pada
semua umur, ras, maupun gender, dan tanpa batasan sosial ekonomi. Menurut
data WHO (2016), sekitar 50 juta orang di seluruh dunia menderita
epilepsi.Hal ini menjadikan epilepsi sebagai penyakit syaraf yang paling
sering terjadi secara global.
Sebanyak 80% penderita epilepsi merupakan penduduk di negara dengan
pendapatan

rendah

atau

menengah.Pada

dasarnya,

pengobatan

dan

penanganan epilepsi bukan merupakan hal yang sulit dilakukan dan


memerlukan biaya yang tinggi.Sebanyak 1% dari populasi umum menderita
epilepsi aktif, dengan 20-50 pasien baru yang terdiagnosis per 100.000 per
tahunnya.Perkiraan angka kematian pertahun akibat epilepsi adalah 2 per
100.000 (Ginsberg, 2005).Penelitian terbaru di kedua negara berpenghasilan
rendah dan menengah telah menunjukkan bahwa sampai 70% anak-anak dan
orang dewasa dengan epilepsi dapat berhasil diobati (misalnya kejang dapat
terkontrol) dengan obat antiepileptic (AED). Selanjutnya, setelah 2 sampai 5
tahun pengobatan, sekitar 70% anak-anak penderita epilepsi dan 60% orang
dewasa berhasil menjadi bebas kejang dan tidak memerlukan kembali
pemberian obat. Akan tetapi pada kenyataannya, masih banyak negara-negara
berpendapatan rendah atau menengah yang masih mengalami treatment gap
(WHO, 2016).
Treatment gap merupakan istilah yang digunakan untuk mendefinisikan
bahwa ada sejumlah orang dengan penyakit atau gangguan yang tidak
mendapatkan pengobatan tertentu padahal mereka sangat membutuhkan
pengobatan tersebut (Kale, 2002).Pada negara berpendapatan rendah dan
menengah, sebanyak tiga dari empat orang dengan epilepsi masih belum

mendapatkan pengobatan yang mereka butuhkan.Hal ini disebabkan oleh


terbatasnya ketersediaan obat-obat antiepilepsi (WHO, 2016).
Ketersediaan obat-obat antiepilepsi di negara berkembang masih sangat
rendah.Sebuah studi tentang ketersediaan obat AED ini menunjukkan bahwa
di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah jumlah obat-obat
generik antiepilepsi sangat sedikit.Sehingga pengobatan epilepsi kebanyakan
menggunakan obat-obatan yang diimpor dari luar dan menyebabkan tingginya
biaya. Hal lainnya yang mungkin terjadi di negara-negara tersebut adalah
kurangnya tenaga kesehatan terlatih yang berperan dalam penanganan epilepsi
untuk mengurangi terjadinya treatment gap (WHO, 2016).
Salah satu fasilitas untuk mengurangi terjadinya treatment gap adalah
dengan adanya Apotek.Apotek adalah suatu tempat dilakukannya pekerjaan
kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi, dan perbekalan kesehatan lainnya
kepada masyarakat (PP RI, 2009). Ketersediaan obat-obatan kebutuhan pasien
di Apotek akan berkontribusi dalam menurunkan treatment gapdengan
mengetahui apa saja obat-obat yang banyak menjadi permintaan. Untuk dapat
menganalisis bagaimana pola peresepan tentang penyakit tertentu di Apotek,
contohnya epilepsi, maka diperlukan adanya suatu pengkajian resep.
1.2 Tujuan
Penyusunan tugas khusus Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini
bertujuan untuk menganalisa penatalaksanaan penyakit epilepsi serta
pengkajian resep pengobatan epilepsi yang meliputi pengkajian administrasi,
pengkajian farmasetika, pertimbangan klinik, Drug Related Problems (DRPs)
dan Medication Error.
1.3 Metodologi
Pengumpulan resep dilakukan secara retrospektif dan metode penulisan
dilakukan secara deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran
tentang penyakit epilepsi melalui resep dan sumber-sumber literature yang
berhubungan dengan studi kasus sebagai dasar teori.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Epilepsi

Epilepsi adalah kejang tanpa provokasi yang terjadi dua kali atau lebih
dengan interval waktu lebih dari 24 jam. Epilepsi dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit dan gangguan yang berat misalnya malformasi kongenital, pasca infeksi,
tumor, penyakit vaskuler, penyakit degeneratif dan pasca trauma otak
(Soetomenggolo, 1999; Panayiotopoulos, 2005 ).
2.2 Patofisiologi Epilepsi
Epilepsi adalah pelepasan muatan yang berlebihan dan tidak teratur di pusat
tertinggi otak.Sel saraf otak mengadakan hubungan dengan perantaraan pesan
listrik dan kimiawi. Terdapat keseimbangan antara faktor yang menyebabkan
eksitasi dan inhibisi dari aktivitas listrik (Soetomenggolo, 1999; Panayiotopoulos,
2005 ).
Pada saat serangan epilepsi yang memegang peranan penting adalah adanya
eksitabilitas pada sejumlah neuron atau sekelompok neuron, yang kemudian
terjadi lepas muatan listrik secara serentak pada sejumlah neuron atau sekelompok
neuron dalam waktu bersamaan, yang disebut sinkronisasi.Terjadinya lepas
muatan listrik pada sejumlah neuron harus terorganisir dengan baik dalam
sekelompok neuron serta memerlukan sinkronisasi. Epilepsi dapat timbul karena
ketidakseimbangan antara eksitasi dan inhibisi serta sinkronisasi dari pelepasan
neural (Christensen dkk., 2007; Kleigman, 2005 ).
2.3 Manifestasi Klinik / Gejala Epilepsi
Manifestasi kejang dapat bermacam-macam dari ringan seperti rasa tidak
enak diperut sampai kepada yang berat (kesadaran menghilang disertai kejang
tonik klonik), semuanya tergantung kepada sel-sel neuron dalam otak yang
terangsang dan sampai berapa luas rangsang ini menjalar.
Kejang diklasifikasikan secara internasional sesuai dengan otak yang terkena
diantaranya:
a. Kejang parsial (hanya mengenai semua bagian otak)
1) Kejang parsial sederhana dimanifestasikan dengan hanya satu jari atau
tangan yang bergetar, atau mulut dapat tersentak tak terkontrol, bicara tidak

dipahami, pusing, mengalami sinar, bunyi, bau, rasa yang tidak umum atau
tidak nyaman.
2) Kejang parsial komplek yaitu individu tidak dapat bergerak secara
automatik tetapi tidak tepat dengan waktu dan tempat, atau mengalami
emosi berlebihan yaitu takut, marah, kegirangan, atau peka rangsang
b. Kejang umum (tidak spesifik dan mengenai seluruh otak secara simulant)
1) Kejang konvulsif (kejang tonik-klonik, grand mal) melibatkan kedua
hemisperium otak, yang menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi. Mungkin
ada kekakuan intens pada seluruh tubuh yang diikuti dengan kejang yang
bergantian dengan relaksasi dan kontraksi otot, sering lidah tertekan dan
klien mengalami inkontinensia urin dan feses setelah 1 dan 2 menit gerakan
konvulsif mulai hilang pasien rileks dan mengalami koma dalam, bunyi
nafas bising, pada keadaan postikal pasien sulit bangun dan tidur selam
berjam-jam banyak pasien mengeluh sakit kepala dan sakit otot
2) Kejang petit mal, dimulai pada masa kanak-kanak, biasanya sebelum usia 5
tahun.

Tidak

terjadi

kejang

dan

gejala

dramatis

lainnya

dari

grandmal.Penderita hanya menatap, kelopak matanya bergetar atau otot


wajahnya berkedut-kedut selama 10-30 detik. Penderita tidak memberikan
respon terhadap sekitarnya tetapi tidak terjatuh, pingsan maupun
menyentak-nyentak, kepala mengangguk, penderita dapat melepaskan apa
yang dipegangnya dapat mengulangi kata-kata
3) Kejang psikomotor (epilepsi lobus temporalis) relatif jarang pada masa
kanak-kanak menyebabkan gangguan perilaku yang mendadak, anak dapat
menunjukan ketakutan yang mendadak, gerakan ulang abnormal, seperti
gerakan rahang, kedipan atau geletaran mata, bengong, mengatup atau
menggapaikan tangan, keadaan mirip mimpi.

2.4 Diagnosis
Langkah awal adalah menentukan untuk membedakan apakah ini serangan
kejang ataubukan, dalam hal ini memastikannyabiasanyadengan melakukan
wawancara baik dengan pasien, orangtua atau orang yang merawat dan saksi mata
yang mengetahui alamat korespondensi. Serangan kejang itu terjadi.Beberapa

pertanyaan yang perlu diajukan adalah untuk menggambarkan kejadian sebelum,


selama dan sesudah serangan kejang itu berlangsung. Dengan mengetahui riwayat
kejadian serangan kejang tersebut biasanya dapat memberikan informasi yang
lengkap dan baik mengingat pada kebanyakan kasus, dokter tidak melihat sendiri
serangan kejang yang dialami pasien (Ahmed, Spencer 2004).
Adapun beberapa pertanyaan adalah sebagai berikut (Ahmed, Spencer
2004).Kapan pasien mengalami serangan kejang yang pertama kali selama ini?
Usia serangan dapat memberi gambaran klasifikasi dan penyebab kejang.
Serangan kejang yang dimulai pada neonatus biasanya penyebab sekunder
gangguan pada masa perinatal, kelainan metabolik dan malformasi kongenital.
Serangan kejang umum cenderung muncul pada usia anak-anak dan remaja. Pada
usia sekitar 70 tahunan muncul serangan kejang biasanya ada kemungkinan
mempunyai kelainan patologis di otak seperti stroke atau tumor otak dsb.
1. Apakah pasien mengalami semacam peringatan atau perasaan tidak enak
pada waktu serangan atau sebelum serangan kejang terjadi? Gejala
peringatan yang dirasakan pasien menjelang serangan kejang muncul
disebut dengan aura dimana suatu aura itu bila muncul sebelum
serangan kejang parsial sederhana berarti ada fokus di otak. Sebagian
aura dapat membantu dimana letak lokasi serangan kejang di otak. Pasien
dengan epilepsi lobus temporalis dilaporkan adanya dan atau ada sensasi
yang tidak enak di lambung, gringgingen yang mungkin merupakan
epilepsi lobus parietalis. Dan gangguan penglihatan sementara mungkin
dialami oleh pasien dengan epilepsi lobus oksipitalis. Pada serangan
kejang umum bisa tidak didahului dengan aura hal ini disebabkan
terdapat gangguan pada kedua hemisfer , tetapi jika aura dilaporkan oleh
pasien sebelum serangan kejang umum, sebaiknya dicari sumber fokus
yang patologis.
2. Apa yang terjadi selama serangan kejang berlangsung? Bila pasien bukan
dengan serangan kejang sederhana yang kesadaran masih baik tentu pasien
tidak dapat menjawab pertanyaan ini, oleh karena itu wawancara
dilakukan dengan saksi mata yang mengetahui serangan kejang

berlangsung. Apakah ada deviasi mata dan kepala kesatu sisi? Apakah
pada awal serangan kejang terdapat gejala aktivitas motorik yang dimulai
dari satu sisi tubuh? Apakah pasien dapat berbicara selama serangan
kejang berlangsung? Apakah mata berkedip berlebihan pada serangan
kejang terjadi? Apakah ada gerakan automatism

pada satu sisi ?

Apakah ada sikap tertentu pada anggota gerak tubuh? Apakah lidah
tergigit? Apakah pasien mengompol ? Serangan kejang yang berasal dari
lobus frontalis mungkin dapat menyebabkan kepala dan mata deviasi
kearah kontralateral lesi. Serangan kejang yang berasal dari lobus
temporalis sering tampak gerakan mengecapkan bibir dan atau gerakan
mengunyah. Pada serangan

kejang

dari lobus

oksipitalis

dapat

menimbulkan gerakan mata berkedip yang berlebihan dan gangguan


penglihatan. Lidah tergigit dan inkontinens urin kebanyakan dijumpai
dengan serangan kejang umum meskipun dapat dijumpai pada serangan
kejang parsial kompleks.
3. Apakah yang terjadi segera sesudah serangan kejang berlangsung? Periode
sesudah serangan kejang berlangsung adalah dikenal dengan istilah post
ictal period Sesudah mengalami serangan kejang umum tonik klonik
pasien lalu tertidur. Periode disorientasi dan kesadaran yang menurun
terhadap sekelilingnya biasanya sesudah mengalami serangan kejang
parsial kompleks. Hemiparese atau hemiplegi sesudah serangan kejang
disebut Todds Paralysis yang menggambarkan adanya fokus patologis
di otak. Afasia dengan tidak disertai gangguan kesadaran menggambarkan
gangguan berbahasa di hemisfer dominan. Pada Absens khas tidak ada
gangguan disorientasi setelah serangan kejang.
4. Kapan kejang berlangsung selama siklus 24 jam sehari? Serangan kejang
tonik klonik dan mioklonik banyak dijumpai biasanya pada waktu terjaga
dan pagi hari. Serangan kejang lobus temporalis dapat terjadi setiap waktu,
sedangkan serangan kejang lobus frontalis biasanya muncul pada waktu
malam hari.

5. Apakah ada faktor pencetus ? Serangan kejang dapat dicetuskan oleh


karena kurang tidur, cahaya yang berkedip,menstruasi, faktor makan dan
minum yang tidak teratur, konsumsi alkohol, ketidakpatuhan minum obat,
stress emosional, panas, kelelahan fisik dan mental, suara suara tertentu,
drug abuse, reading & eating epilepsy. Dengan mengetahui faktor
pencetus ini dalam konseling dengan pasien maupun keluarganya dapat
membantu dalam mencegah serangan kejang.
6. Bagaimana frekwensi serangan kejang ? Informasiinidapatmembantuuntuk
mengetahuibagaimanaresponpengobatan bila sudahmendapatobatobat anti
kejang .
7. Apakah ada periode bebas kejang sejak awal serangan kejang ? Pertanyaan
ini mencoba untuk mencari apakah sebelumnya pasien sudah mendapat
obat anti kejang atau belum dan dapat menentukan apakah obat tersebut
yang sedang digunakan spesifik bermanfaat ?
8. Apakah ada jenis serangan kejang lebih dari satu macam? Dengan
menanyakan tentang berbagai jenis serangan kejang dan menggambarkan
setiap jenis serangan kejang secara lengkap.
9. Apakah pasien mengalami luka ditubuh sehubungan dengan serangan
kejang? Pertanyaan ini penting mengingat pasien yang mengalami luka
ditubuh akibat serangan kejang ada yang diawali dengan aura tetapi
tidak ada cukup waktu untuk mencegah supaya tidak menimbulkan luka
ditubuh akibat serangan kejang atau mungkin ada aura , sehingga
dalam hal ini informasi tersebut dapat dipersiapkan upaya upaya untuk
mengurangi bahaya terjadinya luka.
10. Apakah sebelumnya pasien pernah datang ke unit gawat darurat? Dengan
mengetahui gambaran pasien yang pernah datang ke unit gawat darurat
dapat mengidentifikasi derajat beratnya serangan kejang itu terjadi yang
mungkin

disebabkan

oleh

karena

kurangnya

perawatan

pasien,

ketidakpatuhan minum obat, ada perubahan minum obat dan penyakit lain
yang menyertai.

2.5 Hasil Terapi epilepsi yang diinginkan


Terapi Epilepsi
1. Tujuan Terapi
Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah membuat penderita terbebas dari
serangan,

khususnya

serangan

kejang,

sedini/seawal

mungkin

tanpa

mengganggu fungsi normal saraf pusat dan penderita dapat melakukan tugas
tanpa bantuan.Terapi meliputi terapi kausal, terapi dengan menghindari factor
pencetus, dan memakai obat anti konvulsi.
2. Sasaran Terapi
Sasaran terapi pada epilepsi yaitu menstabilkan membran saraf dan
mengurangi

aktifitas

kejang

dengan

meningkatkan

pengeluaran

atau

mengurangi pemasukan ion Na+ yang melewati membran sel pada kortek
selama pembangkitan impuls saraf.
3. Strategi Terapi
Strategi terapi untuk epilepsi yaitu menggunakan terapi non farmakologis
dan terapi farmakologis.Dengan penanganan yang tepat, 80% penderita
epilepsi menunjukkan respon pengobatan yang bagus. Dengan catatan:
1. Minum obat secara teratur.
2. Hindari pencetus (makan tidak teratur, kelelahan, stres fisik dan psikis,
kurang tidur).
3. Jika anak sakit cepat berobat, karena demam tinggi, diare, atau muntah yang
menyebabkan kekurangan cairan dan elektrolit dapat mencetuskan kejang.
4. Pada epilepsi fotosensitif, hindari cahaya yang berkedip-kedip seperti dari
komputer, TV, playstation, video, dan sebagainya.
Dari catatan di atas, jelas terlihat bahwa penderita epilepsi membutuhkan
hidup teratur atau pola hidup sehat.Khusus pada remaja putri yang baru saja
mendapat menstruasi perlu perhatian khusus, karena perubahan hormonal yang
terjadi bisa memicu terjadinya kekambuhan epilepsi.Uniknya, tidak semua
epilepsi perlu diobati, jika interval antara kejang pertama dengan kejang
berikutnya.Lebih dari 6 bulan, maka tidak perlu obat.Jadi, tak perlu kawatir secara

berlebihan, karena ada jalan bagi penderita epilepsi.Dengan mengenali secara dini
(Hendra Utama, 2007).
2.6 Terapi Non Farmakologi Penyakit Epilepsi
1. Mengurangi Alkohol dan Narkoba
Salah satu penyebab penyakit epilepsi ini adalah karena zat yang
terakndung dalam alkohol ataupun Narkoba. Kedua benda ini dapat
memicu keadaan Fly atau rasa terbang pada otak kita. Alkohol dan
Narkoba ini dapat memicu timbulnya pengerasan syaraf pada otak
sehingga akan sangat fatal apabila penderita epilepsi masih mengkonsumsi
alkohol dan Narkoba ini secara rutin.
2. Perbanyak Istirahat
Keadaan badan yang capek akan membuat saraf pada otak menjadi
menegang sehingga akan memicu kambuhnya penyakit epilepsi. Jika Anda
mengalami penyakit epilepsi maka usahakan Anda tidak terlalu capek
dengan cara memperbanyak istirahat setiap harinya. Istirahat yang baik
adalah tidur. Untuk menjaga agar penyakit epilepsi tidak kambuh maka
usahakan tidur minimal 8 jam selama satu hari.
3. Mengurangi Stres
Stres merupakan keadaan dimana seseorang mengalami masalah yang
berat, masalah tersebut selalu dipikirkan oleh seseorang

sehingga

menyebabkan saraf pada otak bekerja dengan keras. Jika stres ini terajadi
pada penderita penyakit epilepsi maka akan terajdi tegangan listrik pada
otak sehingga menyebabkan saraf tegang dan penderita mengalami kejangkejang. Oleh sebab itu akan sangat baik apabila penderita penyakit epilepsi
untuk menghindari stres ini, Anda bisa refresing atau berlibur ke tempat
wisata hanya sekedar melepas penak dipikiran Anda.
4. Makan secara teratur
Terkadang kambuhnya penyakit epilepsi ini didorong oleh telat
makan.Hal ini terajdi karena lambung dalam keadaan kosong sehingga
lambung memerikan respon berupa sinyal listrik kepada sarat otak dan hal

10

inilah yang dapat memicu kejang-kejang pada penderita epilepsi. Maka


dari itu bagi para penderita penyakit epilepsi akan sangat baik bilamana
menjaga waktu makanan seperti makan tiga kali sehari setiap pagi, siang
dan sore hari.
Penyakit epilepsi ini jika tidak ditangani dengan benar akan berakibat
fatal. Bahkan bisa menyebabkan kematian.Selain itu jika penderita epilepsi
kambuh langkah penanganan pertama adalah dengan memijat secara
lembut pada bagian kepada ataupun belakang leher, hal ini berfungsi untuk
membuat saraf neuron yang menuju ke pusat otak menjadi lebih rileks dan
tidak menegang sehingga kejang kejang dapat berkurang. Dengan menerap
kan terapi non farmakologi diatas maka kejang-kejang yang sering muncul
pada penderita penyakit epilepsi akan berkurang secara signifikan dan
bertahap (Hendra Utama, 2007).
2.7 Terapi Farmakologi
Obat anti epilepsi (Antiepileptic Drug / AED) digolongkan berdasarkan
mekanisme kerjanya:

obat-obat yang mengkatkan inaktivasi kanal Na: Fenitoin, karbamazepin,

lomotigrin, okskarbazepin, valproat


agonis GABA: benzodiazepine, barbiturat
menghambat GABA transaminase: vigabatrin
menghambat GABA transporter: tiagabin
miningkatkan konsentrasi GABA pada cabang serebrospinal: gabapentin

Penanganan kejang secara modern bermula dari tahun 1850 dengan


pemberian Bromida dengan dasar teori bahwa epilepsi disebabkan oleh suatu
dorongan sex yang berlebih.Pada tahun 1910 kemudian digunakan Fenobarbital
yang awalnya dipakai untuk menginduksi tidur kemudian diketahui mempunyai
efek antikonvulsan dan menjadi obat pilihan selama bertahun-tahun. Sejumlah
obat lain yang juga digunakan sebagai pengganti Fenobarbital termasuk
Pirimidone dan Fenitoin yang kemudian menjadi first line drug epilepsi utama
untuk penanganan kejang parsial dan generalisata sekunder. Pada tahun 1968
Karbamazepin awalnya digunakan untuk neuralgia trigeminal kemudian pada

11

tahun 1974 digunakan untuk kejang parsial.Etosuksimid telah digunakan sejak


1958 sebagai obat utama untuk penanganan absence seizures tanpa kejang tonik
klonik generalisata.Valproate mulai digunakan 1960 dan saat ini sudah tersedia di
seluruh dunia dan menjadi drug of choice pada epilepsy primer generalisata dan
kejang parsial.
Pengobatan dilakukan tergantung dari jenis kejang yang dialami.Pemberian
obat anti epilepsi selalu dimulai dengan dosis yang rendah, dosis obat dinaikkan
secara bertahap sampai kejang dapat dikontrol atau tejadi efek kelebihan
dosis.Pada pengobatan kejang parsial atau kejang tonik-klonik rata-rata
keberhasilan lebih tinggi menggunakan fenitoin, karbamazepin, dan asam
valproat.Pada sebagian besar pasien dengan 1 tipe/jenis kejang, kontrol
memuaskan dapat dicapai dengan 1.obat anti epilepsi. Pengobatan dengan 2
macam obat mungkin ke depannya mengurangi frekuensi kejang, tetapi biasanya
toksisitasnya lebih besar.Pengobatan dengan lebih dari 2 macam obat, hampir
selalu membantu penuh kecuali kalau pasien mengalami tipe kejang yang
berbeda(Hendra Utama, 2007).
Pengobatan Epilepsi Obat pertama yang paling lazim dipergunakan(seperti:
Sodium valporat, Phenobarbital dan Phenytoin). Ini adalah anjuran bagi penderita
epilepsy yang baru. Obat-obat ini akan memberi efek samping seperti gusi
bengkak, pusing, jerawat dan badan berbulu (Hirsutisma), bengkak biji kelenjar
dan osteomalakia.Obat kedua yang lazim digunakan :(seperti: lamotrigin, tiagabin
dan gabapetin) Jika tidak terdapat perubahan kepala penderita setelah
menggunakan obat pertama, obatnya akan di tambah dengan obatan kedua
Lamotrigin telah diluluskan sebagai obat pertama di Malaysia Obat baru yang
diperkenalkan tidak dimiliki efek samping, terutama dalam hal kecacatan sewaktu
kelahiran.
Setelah diagnosa ditetapkan maka tindakan terapeutik diselenggarakan.
Semua orang yang menderita epilepsi, baik yang idiopatik maupun yang nonidiopatik, namun proses patologik yang mendasarinya tidak bersifat progresif aktif
seperti tumor serebri, harus mendapat terapi medisinal. Obat pilihan utama untuk
pemberantasan serangan epileptik jenis apapun, selain petit mal, adalah luminal

12

atau phenytoin. Untuk menentukan dosis luminal harus diketahui umur penderita,
jenis epilepsinya, frekuensi serangan dan bila sudah diobati dokter lain. Dosis
obat yang sedang digunakan.Untuk anak-anak dosis luminal ialah 3-5
mg/kg/BB/hari, sedangkan orang dewasa tidak memerlukan dosis sebanyak
itu.Orang dewasa memerlukan 60 sampai 120 mg/hari.Dosis phenytoin (Dilatin,
Parke Davis) untuk anak-anak ialah 5 mg/kg/BB/hari dan untuk orang dewasa 515 mg/kg/BB/hari. Efek phenytoin 5 mg/kg/BB/hari (kira-kira 300 mg sehari)
baru terlihat dalam lima hari. Maka bila efek langsung hendak dicapai dosis 15
mg/kg/BB/hari (kira-kira 800 mg/hari) harus dipergunakan.
Efek antikonvulsan dapat dinilai pada follow up. Penderita dengan
frekuensi serangan umum 3 kali seminggu jauh lebih mudah diobati dibanding
dengan penderita yang mempunyai frekuensi 3 kali setahun. Pada kunjungan
follow up dapat dilaporkan hasil yang baik, yang buruk atau yang tidak dapat
dinilai baik atau buruk oleh karena frekuensi serangan sebelum dan sewaktu
menjalani terapi baru masih kira-kira sama. Bila frekuensinya berkurang secara
banding, dosis yang sedang dipergunakan perlu dinaikan sedikit. Bila
frekuensinay tetap, tetapi serangan epileptik dinilai oleh orangtua penderita atau
penderita epileptik Jackson motorik/sensorik/march sebagai enteng atau jauh
lebih ringan, maka dosis yang digunakan dapat dilanjutkan atau ditambah sedikit.
Jika hasilnya buruk, dosis harus dinaikan atau ditambah dengan antikonvulsan
lain(Ahmed, Spencer 2004).
Profil Obat Epilepsi

Fenobarbital
Merupakan obat antiepilepsi atau antikonvulsi yang efektif.Toksisitasnya
relatif rendah murah efektif dan banyak dipakai.Dosis antikonvulsinya berada di
bawah dosis untuk hipnotis.Ia merupakan antikonvulsan yang non-selektive.
Manfaat terapeutik pada serangan tonik-klonik generalisata (grand mall) dan
serangan fokal kortikal

Pirimidon

13

Efektif untuk semua jenis epilepsy kecuali absence.Efek antikonvulsi


ditimbulkan oleh primidon dan metabolit aktifnya.

Hidantoin
Yang termasuk dalamm golongan ini adalah fenitoin mefenitoin dan
etotoin.Fenitoin adalah obat primer untuk semua bangkitan parsial dan bangkitan
tonik-klonik kecuali bangkitan absence (absence seizure).Fenitoin tidak sedative
pada dosis biasa. Berbeda dengan fenobarbital obat ini juga efektif pada beberapa
kasus epilepsy lobus temporalis

Karbamazepine
Termasuk dalam golongan iminostilbenes.Manfaat terapeutik ialah untuk
Epilepsi lobus temporalis sendiri atau kombinasi dengan bangkitan generalisata
tonik-klonik (GTCS).

Etosuksimid
Obat ini dipakai untuk bangkitan absence. Efek antikonvulsi pada binatang
sama halnya dengan trimetadion. Proteksi terhadap pentilentetrazol akan
menaikkan nilai ambang serangan. Manfaat terapeutik ialah terhadap bengkitan
absenceAsam valproat.

Valproic acid
Asam valproat dipakai untuk berbagai jenis serangan atau bangkitan. Efek
sedasinya minimal efek terhadap SSP lain juga minimal. Terhadap Pentilen
tetrazol potensi asam valproat lebih besar daripada etosuksimid tapi lebih kecil
pada fenobarbital.Asam valproat lebih bermanfaat untuk bangkitan absence
daripada terhadap bangkitan umum tonik-klonik (Andyana dkk, 2008).

BAB III
ANALISIS RESEP
III.I SKRINING RESEP

14

3.1.1 Resep 1

15

Apotek K24 Bintaro


Jl. Mandar Raya Blok.DD 12 No.23 Bintaro
Jaya Sektor 3A.Telpon: (021) 7341671

COPY RESEP
No: 24040451
Tgl Pembuatan R/: 29-5-16
Tgl Penerimaan R/ Dokter: dr.Rini Ismarijanti
Pro: K
Umur: Ex copy: -

R/ Phenytoin 100 XC
S 3dd1___________det
R/ Depakote 250 XC
S3dd1___________det 55
R/ Asam Folat LX
S 2dd1__________nedet
R/ Luminal 60 mg XXX

16

Gambar 3.1 Contoh copy resep pertama terkait penyakit epilepsy


a. Kelengkapan Resep
1. Persyaratan Administrasi
Resep yang didapatkan adalah dalam bentuk Salinan resep (copy
resep). Menurut Kepmenkes No. 280 Tahun 1981, Salinan resep
merupakan Salinan yang dibuat Apoteker, selain memuat semua
keterangan yang terdapat dalam resep asli harus memuat pula:
Nama dan Alamat Apotek, SIA, tanda tangan atau paraf APA,
det/detur untuk obat yang telah diserahkan, atau ne detur untuk
obat yang belum diserahkan, nomor resep, dan tanggal pembuatan.
No.
1
2

3
4
5
6
7

Persyaratan Administrasi
Apotek
Nama Apotek
Alamat Apotek
Pasien
Nama Pasien
Umur Pasien
Dokter
Nama Dokter Penulis Resep
Tanggal Penulisan Resep
Tanggal dan No. Urut Pembuatan
Tanda R/
Obat
7.1 Nama obat
7.2 Potensi
7.3 Dosis
7.4 Jumlah yang diminta
7.5 det atau nedet

Cek list

Keterangan

R/ Phenytoin 100 XC
S 3dd1________det
R/ Depakote 250 XC
S3dd1_______det 55
R/ Asam Folat LX
S 2dd1______nedet
R/ Luminal 60 mg XXX
S 1dd1

det

R/ Piracetam 1.2 XXX

17

S 1dd1____
8

Tanda pcc (pro copy conform)

_det

2. Pertimbangan Farmasetika
Pertimbangan Farmasetika
1

Bentuk Sediaan

Cek

Keterangan

List
-

Tidak tercantum umur


pasien sehingga bentuk
sediaan (tablet, kapsul)

2
3
4
5
6

Potensi
Dosis
Stabilitas
Inkompatibilitas
Cara dan lama pemberian

3. Pertimbangan Klinis
1
2
3
4

Pertimbangan Klinis
Adanya alergi
Efek samping
Interaksi
Kesesuaian
4.1 Dosis
4.2 Durasi
4.3 Jumlah Obat

Cek List

Keterangan
Tidak dicantumkan alergi
Tidak ada interaksi obat

Pemakaian satu bulan

Kesesuaian Dosis
Nama Obat

Literatur

Fenitoin Na

Dosis inisial:
100 mg, diminum 3 x 1
hari. Untuk

Dosis di resep

Keteranga

Fenitoin Na

n
Sesuai

100mg
diminum 3x1

maintenance 300-400
mg 3x1 hari. Dosis
maksimum per hari 300
Depakote

mg.
Dosis normal:
- Dosis inisial 750 mg

Depakote

Sesuai

18

(Divalproex

pada hari pertama,

250mg

Na)

dosis terbagi 2-3

diminum 3x1

kali.
Usual dose
ditingkatkan
menjadi 1000-2000

mg tiap hari.
Peningkatan atau
penurunan dosis
tergantung penyakit

Luminal

yang diderita.
Dosis antiepileptic

Luminal 60 mg, Sesuai

(Fenobarbita

sekali 50-150, sehari

diminum 1x1

l)

150-450

Asam Folat

Dosis umum 400mcg-

Asam folat 1x1

1mg per hari

Tidak
tercantum
kektuatan
obat yang

Piracetam

1200-1400mg per hari


Dosis efektif yang
paling tinggi 1600 mg,

Piracetam 1200

diresepkan
Sesuai

mg, diminum 1
x1

dosis maksimum per


hari 4800 mg.
4. Karakterisasi Obat
a. Fenitoin
Nama Obat

: Phenytoin 100

Komposisi

: Fenitoin 100 mg

Indikasi

: Mengontrol keadaan kejang tonik-klonik (grand


mal) dan serangan psikomotor temporal lobe

19

Dosis

: Dosis awal: 300 mg sehari terbagi dalam 2-3 dosis,


dosis pemeliharan 300-400 mg atau 3-5mg/kg BB
sehari (maksimal 600 mg sehari)

Efek Samping :
Susunan Saraf pusat: manifestasi paling sering
yang berhubungan dengan terapi fenitoin dengan
SSP biasanya tergantung dosis. Efek samping ini
berupa

nistagmus,

ataksia,

banyak

bicara,

koordinasi menurun dan konfusi mental, pusing,


susah tidur, gelisah, kejang motorik dan sakit
kepala.
Saluran cerna: mual, muntah dan konstipasi.
Kulit: kelainan dermatologik berupa ruam kulit
skarlatimiform atau morbiliform kadang-kadang
disrtai dengan demam. Bentuk lebih serius dapat
berupa dermatitis eksfoliativ, lupus eritematosus,
sindroma

Stevens-Johnson

dan

nekrolisis

epidermal toksik.
Sistem hemopoetik: efek samping yang dapat
bersifat fatal ini kadang-kadang dilaporkan
terjadi. Hal ini dapat berupa trombositopenia
leukopenia,

granulositopenia,

agranulositosis,

pansitopenia dengan atau tanpa supresi sumsum


tulang.
Jaringan penunjang: muka menjadi kasar, bibir
melebar, hiperplasia gusi, hipertrikosis dan
penyakit peyroni.
Kardiovaskular: periarterisis nodosa.
Imunologik:
sindroma
sensitifitas,
eritromatosus
immunoglobulin.
Interaksi Obat :

sistemik

dan

lupus
kelainan

20

Obat-obat

yang

dapat

meningkatkan

kadar

fenitoin yaitu: asupan alkohol akut, amiodaron,


kloramfenikol,

klordiazepoksid,

diazepam,

dikumarol, disulfiram, estrogen, H2-antagonis,


halotan,

isoniazid,

metilfenidat,

fenotiazin,

fenilbutazon, salisilat, suksinimid, sulfonamid,


tolbutamid, trazodan.
Obat-obat yang dapat menurunkan kadar fenitoin
yaitu: karbamazepin, penggunaan alkohol kronis,
reserpin dan sukralfat.
Obat-obat yang dapat

meningkatkan

atau

menurunkan kadar fenitoin yaitu: Fenobarbital,


natrium valproat dan asam valproat.
Meskipun bukan interaksi obat yang sebenarnya,
antidepressam

trisiklik

dapat

menyebabkab

kejang pada pasien yang peka, karena itu dosis


fenitoin perlu disesuaikan.
Obat-obat yang khasiatnya
fenitoin

yaitu:

kumarin,

terganggu

kortikosteroid,

digitoksin,

estrogen,

oleh

antikoagulan,
furosemid,

kontrasepsi oral, kuinidin, rifampisin, teofilin,


vitamin D.
b. Depakote
Nama Obat

: Depakote 250

Komposisi

: Na divalproex

Indikasi

: Antikejang, bekerja sentral untuk indikasi


epilepsim

mania

(kelainan

psikiatri

dimana

penderita merasakan rasa senang, bahagia, dan


seolah memiliki energi besar dan tidak pernah
capai), migraine atau sakit kepala sebelah.

21

Dosis

: Tersedia dalam 125 mg, 250 mg, dan 500 mg.


Untuk epilepsi 10-15 mg/kg BB per hari, mania
750mg/hari, pencegahan migraine 250 mg/hari.
Tidak diberikan pada anak < 10 tahun.

Efek Samping : mual, muntah, sakit kepala, lemas, tremor, nyeri


perut, diare, pandangan kabur, gejala seperti flu,
demam,

penurunan

berat

badam

risiko

hepatotoksik
Interaksi Obat :Beberapa produk yang dapat berinteraksi dengan
obat ini meliputi: antidepresan tertentu (misalnya,
amitriptyline, nortriptyline, phenelzine), antibiotik
tertentu

(carbapenems

seperti

doripenem,

imipenem), meflokuin, obat lain untuk kejang


(misalnya,
felbamate,
rufinamide,

carbamazepine,
lamotrigin,

ethosuximide,

fenobarbital,

topiramate),

rifampin,

fenitoin,
warfarin,

vorinostat, AZT.Aspirin dosis rendah, seperti yang


ditentukan oleh dokter Anda untuk alasan medis
tertentu seperti serangan jantung atau pencegahan
stroke (biasanya dosis ini 81-325 miligram per
hari), harus dilanjutkan.
c. Asam Folat
Nama Obat

: Asam folat

Komposisi

: Asam folat (vitamin B9)

Indikasi

: Anemia, kebutuhan diet, pencegahan neural tube


defects, pengurangan risiko kardiovaskular

Dosis

: dapat diberikan secara oral, im, sc, atau iv. Dosis


oral

pada

pasien

anemia

mg/hari,

dosis

pemeliharaan 0.1 mg/ hari untuk bayi, 0.3mg/hari


untuk anak <4 tahun, 0.4mg setiap hari untuk anak
4 tahun.

22

Efek Samping : relatif nontoksik


Interaksi Obat :Administrasi

fenitoin,

methotrexate,

primidone,

nitrofurantoin,

barbiturat,

alkohol,

atau

pirimetamin dapat mengakibatkan defisienci asam


folat. Fenitoin kemungkinan peningkatan frekuensi
kejang.Kloramfenikol

dapat

meningkatkan

frekuensi kejang.
d. Luminal 60 mg
Nama Obat

: Luminal

Komposisi

: Fenobarbital

Indikasi

: Insomnia nevosa, epilepsy, migren

Dosis

:Hipnotik/sedatif

(dosis

diberikan

kali

sehari),dewasa : 15-50 mg.Anti kejang pada dewasa


: 3 kali sehari 30-150 mg.
Efek Samping :alergi, mengantuk
Interaksi Obat : alkohol: meningkatkan efek sedatif, pemberian
bersama dengan fenobarbital dapat meningkatkan
toksisitas tanpa disertai peningkatan epileptic.
Disamping

itu

interaksi

dapat

menyulitkan

pemantauan terhadap pengobatan.


e. Piracetam 1.2
Nama Obat

: Piracetam 1.2 g

Komposisi

: Piracetan 1.2 g

Indikasi

: Infark Serebral, Terapi tambahan pada mioklonik


kortikal, Gejala involusi yang berhubungan dengan
usia lanjut alkoholisme kronik dan adiksidisfungsi
serebral sehubungan dengan akibat pasca trauma.

Dosis

: Dosis awal 7.2 g/hari, dosis terbagi 2-3 kali,


dinakkan sesuai respons dengan 4,8g/hari tiap 3-4

23

hari sampai 20g/hari. Tidak dianjurkan untuk anak


<16 tahun. Gejala psiko organik sehubungan dengan
usia lanjut 2.4 g/hari terbagi dalam 2-3 dosis selama
6 minggu. Dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
1.2g/hari.
Efek Samping :Agitasi,

rasa

gugup,

iritabilitas,

rasa

lelah,

gangguan tidur. Gangguan gastrointestinal (mual,


muntah, diare, gastralgia), pusing, sakit kepala,
tremor, peningkatan libido, kegelisahan ringan.
Interaksi Obat :Pemberian

bersama

dengan

ekstrak

tiroid,

menyebabkan confusion, iritabilitas dan gangguan


tidur.
5. Konseling

Fenitoin diminum tiga kali sehari, lebih baik dikonsumsi bersama dengan
makanan

Depakote diminum tiga kali sehari, tablet harus langsung ditelan dengan
air, tidak boleh dikunyah, dapat dikonsumsi saat makan atau setelah
makan.

Konsumsi Depakote dan Fenitoin diberi jeda minimal 2 jam.

Luminal diminum satu kali sehari hanya saat malam hari karena dapat
menyebabkan kantuk dan tidak disertai dengan fenitoin

Asam folat diminum satu kali sehari

Piracetam diminum satu kali sehari


6. Medication error
Medication error merupakan salah satu bentuk monitoring yang perlu

dilakukan oleh farmasis dalam memantau keamanan obat yang diberikan kepada
pasien.Medication error adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat
pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya
dapat dicegah (Menkes, 2016). Kegiatan medication error meliputi:

24

a.
b.
c.
d.

Prescribing Error
Transcribing Error
Dispensing Error
Administrating Error
a. Prescribing Error
Kesalahan yang dapat terjadi saat peresepan (prescribing error) pada
Resep 1 adalah ketidakjelasan identitas pasien (tidak tercantumnya jenis
kelamin dan usia pasien), terdapat obat yang kekuatan obatnya tidak
tertera pada copy resep, tidak ada bentuk sediaan dana atau rute
pemberian.
b. Transcribing Error
Kesalahan pada proses transcribing maksudnya adalah kesalahan saat
pembacaan resep untuk proses dispensing. Dalam Resep 1 ini
kemungkinan kesalahan transcring terjadi saat penulisan resep kembali ke
copy resep.
c. Dispensing Error
Dispensing Error terjadi pada saat penyiapan hingga penyerahan resep
oleh petugas apotek. Kemungkinan kesalahan yang terjadi pada Resep 1
seperti kesalahan karena ketidaktelitian dalam pengambilan obat, misalnya
Depakote, terdapat jenis tablet biasa dan tablet ER atau kesalahan dalam
perhitungan jumlah obat. Obat yang diresepkan jumlahnya tidak sedikit,
sehingga ada kemungkinan terjadinya obat kurang (omission).
d. Administrating Error
Pada fase administrating error, kesalahan terjadi pada proses penggunaan
obat. Kemungkinan kesalahan penggunaan obat seperti:
a. waktu penggunaan obat
b. cara mengonsumsi obat tablet boleh dikunyah/tidak, tablet
boleh dikonsumsi bersama dengan makanan atau tidak
c. lupa mengonsumsi obat
d. salah tempat penyimpanan sehingga obat rusak
7. Drug Related Problems(DRP)
DRP adalah permasalahan yang sering muncul dalam pengobatan
pasien sehingga terapi yang didapatkan tidak efektif. Ada delapan
macam DRP, yaitu:
1. Indikasi yang tidak ditangani
2. Pilihan obat yang kurang tepat
3. Penggunaan obat tanpa indikasi

25

4. Dosis terlalu kecil


5. Dosis terlalu besar
6. Reaksi obat yang tidak dikehendaki
7. Interaksi obat
8. Gagal menerima obat
Pada Resep 1, DRP yang terjadi adalah adanya reaksi obat yang
tidak dikehendaki dan adanya interaksi obat. Pada reaksi obat yang tidak
dikehendaki, terdapat efek-efek samping yang mungkin dirasakan pasien
setelah mengonsumsi obat-obatan tersebut misalnya:
- Piracetam : diare, peningkatan berat badan, insomnia, rasa nervous dan
depresi, ruam
- Fenitoin : pruritus, ruam, psikosis (dosis tinggi), pusing, mual,
gangguanpencernaan, hipokalsemia, hepatotoksik, alergi
- Luminal : Ataksia, pusing, mual, disartria, kelelahan, vertigo, pada
geriatric dapat menimbulkan excitement, confussion dan
depression
- Depakote : mual, sakit kepala, muntah, tremor, peningkatan berat badan,
perubahan tekstur dan warna rambut.
Sementara itu dalam obat-obatan yang diresepkan terdapat interaksi obat
seperti: - Fenobarbital, natrium valproat dan asam valproat yang dapat
meningkatkan atau menurunkan kadar fenitoin,
-

Administrasi

fenitoin,

primidone,

barbiturat,

methotrexate,

nitrofurantoin, alkohol, atau pirimetamin dapat mengakibatkan defisieni


asam folat. Sehingga mungkin harus ada pertimbangan dose adjustment,
- Interaksi asam folat dan fenitoin yang menyebabkan kemungkinan
peningkatan frekuensi kejang, sehingga harus ada selang waktu dalam
pengadministrasiannya

26

3.1.2

RESEP 2

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT


NASIONAL

a. Kelengkapan resep
1. Persyartan

DR. CIPTO MANGUNKUSUMO


Jl. Pangeran Diponegoro No. 71 kenari,

administrasi
Persyarata

C cat

e ata

administra

k n

si

senen, Jakarta pusat


Jakarta , 8 september 2016
R/ Carbamazepine tab 200 MG No. CL

S 3 dd 1

R/ Clobazam tab 10 mg No. XV

S 1 dd 1

1 Dokter
1.4 nama- dokter R/ asam folat tab 5 mg No. XXX
1.5 nama sip
S 1 dd 1
Al
1.6 alamat dokter
am
Pro : ani sumarni
at
RS
C
M
2Tanggal

penulisan
resep
3Tanda
tangan/

Ca
p

Usia : 36 tahun

27

paraf penulisan resep


Pasien

RSCM

4.1 nama
4.2 alamat

4.3 umur
4.4 berat badan
4.5 jenis kelamin

Obat

5.1 nama obat


5.2 potensi

5.3 dosis
5.4 jumlah yang diminta

Cara poemakaian jelas

Informasi lainnya

b. Pertimbangan farmasetik
Pertimbangan farmasetik
1 Bentuk sediaan
.
2
3
4
5
6

Alergi
Potensi
Stabilitas
Inkompabilitas
Cara dan lama

Cek list

Catatan

pemberian
c. Pertimbangan klinis
Pertimbangan klinis

Cek list

Catatan

28

1
2
3
4

Adanya alergi
Efek samping
Interaksi
Kesesuaian
4.1 dosis
4.2 durasi
4.3 jumlah obat

d. Analisa resep
Nama obat Carbamazepine
Komposisi Setiap tablet

Indikasi

Clobazam
Clobazam Tab

mengandung

10 mg

karbamazepin 200 mg
Epilepsy, epilesi umuim

Gangguan

primer atau skunder

cemas (ansietas)

dari kejang dengan

akut dan kronik.

asam folat
Asam folat

megaloblastik
anemia, makrositik
anemia karena

komponen tonik-tonik,

defisiensi asam folat.

neuralgia trigeminal,

Suplement :

neuralgia glosofaringeal

mencegah neural
Dosis

Dosis dewasa, awal 2

Ansietas awal

tube defect.
anemia (oral, im, iv,

kali 1 tablet sehari,

20-30 mg/hari

sc): infant

kemudian ditingkatkan

0.1mg/hari, anak < 4

secara bertahap

tahun sampai dengan

maksimum 6 tablet

0.3mg/hari, anak >

sehari dalam dosis

4tahun dan dewasa

terbagi sehabis makan

0.4mg/hari. Wanita
hamil dan menyusui
0.8mg/hari.
Pencegahanneural
tube defect: dari ibu
dgn potensial saat
lahir: 400mcg/hari;

29

dari ibu dgn berisiko


tinggi/karena riwayat
keluarga neural tube
Efek

Demam, perasaan lelah,

Sedasi

defect: 4mg/hari
Reaksi alergi,

samping

letih, kebingungan,

menimbulkan

bronkospasme,

warna kulit pucat,

rasa lelah dan

wajah memerah,

kepala terasa ringan,

mengantuk.

gatal, erupsi

Interaksi

sulit bernafas.
Amifampridine,

Menimbulkan

sementara.
Pada keadaan

obat

artemether,arazanavir

potensiasi

defisiensi folat,

mutual dengan

terapi dengan asam

obat yang

folat mungkin

menekan SSp

meningkatkan

atau alkohol

metabolisme
fenitoin,
menyebabkan
penurunan
konsentrasi serum

Konseling

fenitoin.
Asam folat selalu digunakan untuk menangani dan

mencegah defisiensi asam folat.


Karbamazepin sebaiknya dikonsumsi dengan makanan

obat

untuk mengurangi resiko mual dan muntah. Konsumsi


karbamazepin bias membuat kulit pasien lebih sensitive

terhadap sinar matahari.


Harap berhati-hati bagi lansia dan yang menderita
gangguan ginjal, gangguan hati, gangguan pernapasan,

pernyakit paru-paru,
Penggunaa clobazam sebaiknya tidak mengemudikan
kendaraan atau mengoprasikan alat berat karena obat ini
bias menyebabkan rasa kantuk, terutama pada konsumsi

30

pertama.
Untuk pasien yang mengidap epilepsi atau yang sementara
mengkonsusmsi obat ini sebaiknya tidak mengemudikan
kendaraan setelah minum obat ini karena dapat
menyebabkan kantuk terutama efek dari clobazam, selain
itu obat ini harus rutin diminum dan tidak boleh
diberhentikan atau lupa minum, karena obat ini adalah obat
yang harus di konsumsi selama dalam waktu yang lama
dan tidak boleh putus pengunaaanya. Jika terjadi diare
atau pusing bahkan darah berkurang itu adalah efek dari
samping yang biasanya timbul dari penggunaan obat ini.
Dalam mengkonsumsi obat ini diharapkan untuk istrahat
cukup. Jika penggunaan obat ini tida rutin maka
penyembuhanya juga akan lama, tetapi jika ingin
memproleh kesembuhan maka harus melakukan terapi ini
dengan sebaik-baiknya, dan tidak boleh lalai karena dapat
mempengaruhi proses penyembuhan.

3.1.3

Resep 3

31

KRONIS
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL
DR. CIPTO MANGUNKUSUMO
Tgl Pembuatan R/: 15-8-16
RUANGAN KLINIK : POLIKLINIK NEUROLOGI
R/ Depakene No III
S 2dd5ml
R/ Carbamazepin 250
Mf pulv dtd No LX
S 2dd1
R/ Piracetam syr No I
S 2dd5ml
R/ Ventolin respue No X
S 3dd1
R/ Spuit 5cc No I
S 1kali
R/ Spuit 10 cc No I
S 1 kali

Pasien
: Petra Samuel
Usia
: 4/5/25 Laki-laki
Tgl Lahir
: 25 Mar 2012
BB
: 14,8 Kg
Nama dokter : dr. Elvira, Spd

Gambar 3.3 Contoh copy resep pertama terkait penyakit epilepsy


a. Kelengkapan Resep
1. Persyaratan Administratif
Persyaratan administratif yang dipersyaratkan pada Permenkes nomor
35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dan
hasil skrining resep di atas dapat dilihat pada tabel.
No.
1

Persyaratan Administrasi
Apotek
Nama Apotek
Alamat Apotek

Cek list

Keterangan

32

3
4
5
6
7

Pasien
Nama Pasien
Umur Pasien
BB Pasien
Dokter
Nama Dokter Penulis Resep
Tanggal Penulisan Resep
Tanggal dan No. Urut Pembuatan
Tanda R/
Obat
7.1 Nama obat
7.2 Potensi
7.3 Dosis
7.4 Jumlah yang diminta

R/ Depakene No III
S 2dd5ml
R/ Carbamazepin 250
Mf pulv dtd No LX
S 2dd1
R/ Piracetam syr No I
S 2dd5ml
R/ Ventolin respue No X
S 3dd1
R/ Spuit 5cc No I
S 1kali
R/ Spuit 10 cc No I
S 1 kali

Berdasarkan kajian administratif sesuai Permenkes nomor 35 tahun 2014,


resep ini sudah memenuhi kajian administratif meliputi nama pasien, jenis
kelamin pasien, nama dokter, dan tanggal resep. Namun informasi mengenai
nomor surat izin praktek, alamat dokter, nomor telepon dokter tidak dicantumkan.

33

Sedangkan untuk surat izin praktek dokter, alamat dokter, nomor telepon
dokter juga dapat dipastikan dengan menanyakan pada pihak yang menebus resep
tentang dimana pasien datang berobat dan menghubungi klinik yang
bersangkutan.
2. Pertimbangan Farmasetika
Pertimbangan farmasetik yang dipersyaratkan pada Permenkes nomor
35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dan
hasil skrining resep di atas dapat dilihat pada tabel
Nama Obat
Depakene

Kekuatan
250 mg/ 5ml

Bentuk Sediaan
Sirup

Stabilitas
Stabil

(120 ml)

Kompatibilitas
Tidak disebutkan
karena sediaan
obat jadi (Bukan

Carbamazepin

250 mg

Tablet

Stabil

racikan)
Tidak disebutkan
karena sediaan
obat jadi (Bukan

Piracetam

500mg/5ml

Sirup

Stabil

racikan)
Tidak disebutkan
karena sediaan
obat jadi (Bukan

Ventolin

2,5mg/2,5ml

Respule/nebules

Stabil

racikan)
Tidak disebutkan
karena sediaan
obat jadi (Bukan

Spuit 5 cc
Spuit 10 cc

Alat suntik
Alat suntik

racikan)
-

Resep ini sudah sesuai secara kajian farmasetis yang ditunjukan dalam
bentuk sediaan sudah dicantumkan yaitu berupa tablet dan sirup lengkap dengan
kekuatan masing-masing obat. Stabilitas sediaan terjamin selama masih belum
melewati batas kadaluwarsa dan disimpan dalam wadah yang baik sesuai kondisi

34

yang dipersyaratkan.Kompatibilitas sediaan dianggap kompatibel karena sediaan


tidak diberikan dalam bentuk racikan namun langsung dalam obat jadi.
3. Pertimbangan Klinis
a. Indikasi
Depakene :
Terapi tambahan pada kejang petit mal sederhana dan kompleks
juga kejang multipel.
Carbamazepin :
Untuk kejang sebagian

dengan

gejala

yang

kompleks

(psychomotor, temporal lobe), kejang tonik-klonik (grand mal),


pola kejang campuran, neuralgia trigeminal. Unlabelled use:
mengobati

schizophrenia

resisten,

penghentian

alcohol,

gangguan atau stress traumatis.


Piracetam :
Gejala-gejala involusi yang berhubungan dengan usia lanjut Kemunduran daya pikir - Astenia - Gangguan adaptasi - Reaksi

psikomotorik yang terganggu.


Alkoholisme kronik dan adiksi - Pre-delirium - Delerium
trements Gangguan fungsi dan kemunduran intelegensia yang
diakibatkan oleh alkoholisme kronik (gangguan ingatan,
konsentrasi pikiran, perhatian dan intelegensia) - Pengobatan
detoksikasi (untuk gangguan karena penghentian obat secara

mendadak, gangguan selesar makan dan defisiensi).


Gejala pasca trauma Disfungsi serebral sehubungan dengan
akibat pasca trauma (sakit kepala, vertigo, agitasi, gangguan
ingatan dan astenia)

Ventolin

Ventolin (salbutamol) umumnya digunakan untuk mengobati


bronkospasme (misalnya penyakit asma karena alergi tertentu,
asma bronkial, bronkitis asmatis, emfisema pulmonum), dan
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

35

Obat ini bisa digunakan untuk mengobati hiperkalemia akut


karena kemampuannya merangsang aliran kalium ke dalam sel
sehingga konsentrasi kalium dalam darah berkurang.
Untuk pengobatan kejang bronkus pada pasien yang memiliki

penyakit

jantung

atau

tekanan

darah

tinggi,

ventolin

(salbutamol) lebih dipilih karena bekerja lebih lama dan lebih


aman, dibanding beta-2 adrenergic lainnya.
b. Dosis
Carbamazepin :

Anak < 6 tahun, awal: 10-20 mg/kg/hari terbagi dalam 3 kali


pemberian (tablet), dan 4 kali pemberian (sirup) dosis
ditingkatkan setiap minggu sampai respon optimal dan
tingkat terapi didapatkan. Maintenance: terbagi dalam 3-4
kali

pemberian

dengan

dosis

mksimum

yang

direkomendasikan 35 mg/kg/hari.

Anak 6-12 tahun, awal: 100 mg dua kali sehari (tablet atau
tablet lepas kontrol) atau 200 mg sirup dalam 4 kali
pemberian Maintenance: 400-800 mg/hari, dosis maksimum
yang direkomendasikan 1000 mg/hari. Anak < 12 tahun yang
menerima 400 mg/hari dapat menggunakan sediaan lepas
control.

Anak > 12 tahun dan dewasa, dosis awal: 200 mg dua kali
sehari (tablet) atau 400 mg sehari terbagi menjadi 4 kali
pemberian. Dosis maksimum yang direkomendasikan, anak
(12-15 tahun) 1000 mg/hari, anak (> 15 tahun): 1200
mg/hari, dewasa 1600 mg/hari dan beberapa pasien
membutuhkan 1.6-2,4 g/hari.

36

Depakene :

Dosis awal 15 mg/kgBB/ hari. Ditingkatkan dengan interval


1 minggu: 5-10 mg/kgBB/hari. Maks 60 mg/kgBB/ hari

Piracetam :

Gejala psiko-organik sehubungan usia lanjut : dosis awal: 2,4


g sehari selama 6 minggu dilanjutkan dengan 1,2 g sehari
(dosis pemeliharaan).

Gejala pasca trauma dosis rata-rata sebagai berikut : dosis


awal

800 mg, 3 x sehari bila sudah didapat efek yang

diinginkan, kurangi dosis secara bertahap sampai 400 mg, 3 x


sehari.
Ventolin :

Dosis yang umum diberikan : dewasa 3 4 kali sehari, 2


tablet. Pada beberapa pasien, dosis 3 4 kali sehari 1 tablet

sudah cukup mendapatkan efek terapi.


Anak-anak di atas 12 tahun : 3 4 kali sehari, 1 2 tablet

atau 5 10 ml.
Anak-anak 6 12 tahun : 3 4 kali sehari, 1 tablet atau 5 ml.
Anak-anak 2 6 tahun : 3 4 kali sehari, 1 tablet, atau
2,5 5 ml
c. Aturan, cara, dan lama penggunaan obat
Depakene:
2 kali 5 ml sehari peroral diberikan bersama makanan sebanyak
3 vial.
Carbamazepin:
2 kali sehari serbuk peroral sebanyak 60 bungkus

37

Piracetam syrup:
2 kali 5 ml sehari peroral diberikan peroral sebanyak 1 botol
Ventolin Respule:
4
kali 1 sehari
d. Duplikasi dan/atau polifarmasi
Tidak ditemukan obat yang memiliki mekanisme aksi yang sama
e. Reaksi obat yang tidak diinginkan
Depakene :
Perdarahan, memar, hiperammonemia, mual, muntah, peningkat
an nafsu makan, trombositopenia, anemia, penekanan sumsum
tulang, pankreatitis, iritasi GI.
Carbamazepin :
Mengantuk, Pusing, Gangguan Sakit kepala, Mual, Muntah,
Lambung, Pembengkakan pada pergelangan kaki.
Piracetam :
Rasa gugup, agitasi, iritabilitas, rasa lelah dan gangguan
tidur.Gangguan saluran cerna misalnya nausea, muntah, diare,
dan gastralgia.Yang jarang terjadi adalah pusing-pusing, sakit
kepala, tremor, peningkatan libido. Kegelisahan yang ringan dan
akan hilang bila pemberian dihentikan.
Ventolin :
Efek samping yang umum adalah palpitasi, nyeri dada, denyut
jantung cepat, tremor terutama pada tangan, kram otot, sakit
kepala dan gugup.Efek samping lain yang sering terjadi
diantaranya : vasodilatasi perifer, takikardi, aritmia, ganguan
tidur dan gangguan tingkah laku.Efek samping yang lebih berat
tetapi

kejadiannya

jarang

misalnya

bronkospasme

paradoksikal, urtikaria, angiodema, dan hipotensi.Seperti agonis


adrenoseptor beta-2 lainnya, ventolin (salbutamol) juga bisa
menyebabkan hipokalemia terutama jika diberikan pada dosis
tinggi.Penggunaan

dosis

tinggi

telah

memperburuk diabetes mellitus dan ketoasidosis.

dilaporkan

38

f. Kontra Indikasi
Depakene:
Gangguan fungsi hati, penyakit hati.
Carbamazepine :

Hipersensitif terhadap Karbamazepin, blok AV.


Riwayat depresi sumsum tulang atau porfiria akut dan

berkala.
Penggunaan kombinasi dengan penghambat mono amin

oksidase (MAO).
Piracetam:
Hipersensitif terhadap

Piracetam.Gangguan

ginjal

berat

(bersihan kreatinin < 20 ml/menit).


Ventolin :
Jangan menggunakan obat ini untuk pasien yang memiliki
riwayat hipersensitif pada salbutamol atau obat agonis
adrenoreseptor beta-2 lainnya
g. Interaksi : Tidak adanya interaksi.
4. Drug Related Problem
- Indikasi
Obat yang diresepkan sudah tepat melihat Depakene dan
Carbamazepine yang berfungsi Terapi tambahan pada kejang
petit mal sederhana dan kompleks juga kejang multipel.
Ventolin (salbutamol) umumnya digunakan untuk mengobati
bronkospasme (misalnya penyakit asma karena alergi tertentu,
asma bronkial, bronkitis asmatis, emfisema pulmonum), dan
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Piracetam gejalagejala involusi yang berhubungan dengan usia lanjut Kemunduran daya pikir - Astenia - Gangguan adaptasi - Reaksi
psikomotorik yang terganggu.
a. Pemilihan obat tidak tepat
Pengobatan yang diberikan kepada pasien sudah tepat
b. Dosis terlalu rendah

39

Tidak ada
c. Dosis terlalu tinggi
Tidak ada
d. Efek samping obat
Depakene :
Perdarahan, memar, hiperammonemia, mual, muntah, pe
ningkatan

nafsu

makan, trombositopenia, anemia,

penekanan sumsum tulang, pankreatitis, iritasi GI.


Carbamazepine :
Sakit kepala, mengantuk; gangguan saluran cerna;
ataksia, kebingunan mental, hirsutisme, ketidakteraturan
menstruasi, impotensi, ruam kulit, ginekomastia.Jarang :
pembesaran payudara, hyponatremia, hyperkalemia
Piracetam :
Rasa gugup, agitasi, iritabilitas, rasa lelah dan gangguan
tidur.Gangguan saluran cerna misalnya nausea, muntah,
diare, dan gastralgia.Yang jarang terjadi adalah pusingpusing,

sakit

kepala, tremor, peningkatan libido. Kegelisahan

yang

ringan dan akan hilang bila pemberian dihentikan.


Ventolin :
Efek samping yang umum adalah palpitasi, nyeri dada,
denyut jantung cepat, tremor terutama pada tangan, kram
otot, sakit kepala dan gugup.
e. Interaksi Obat
Depakene + Carbamazepin : Tidak adanya interaksi obat.
Depakene + Ventolin : Tidak adanya interaksi obat.
Carbamazepine + Piracetam : Tidak adanya interaksi obat.
f. Ketidakpatuhan pasien
Tidak diketahui karena tidak dilakukan pemantauan pasien
lebih lanjut
g. Obat belum terbukti efektif
Tidak diketahui
h. Medication error
Tidak ditemukan medication error pada tahap prescribing,
dispensing, maupun administration.
Konseling :

40

Depakene diminum 2 x sehari 5 ml sesudah makan, Carbamazepin 2 x


sehari 1 bungkus sesudah makan. Piracetam sirup 2 x sehari 5 ml sesudah makan
dan Ventolin diminum 3 x sehari 1 tablet sesudah makan.
Untuk pasien yang mengidap epilepsi atau yang sementara mengkonsusmsi
obat ini sebaiknya tidak mengemudikan kendaraan setelah minum obat ini karena
dapat menyebabkan kantuk terutama efek dari carbamazepin, selain itu obat ini
harus rutin diminum dan tidak boleh diberhentikan atau lupa minum, karena obat
ini adalah obat yang harus di konsumsi selama dalam waktu yang lama dan tidak
boleh putus pengunaaanya. Jika terjadi diare atau pusing bahkan darah berkurang
itu adalah efek dari samping yang biasanya timbul dari penggunaan obat ini.
Dalam mengkonsumsi obat ini diharapkan untuk istrahat cukup. Jika penggunaan
obat ini tida rutin maka penyembuhanya juga akan lama, tetapi jika ingin
memproleh kesembuhan maka harus melakukan terapi ini dengan sebaik-baiknya,
dan tidak boleh lalai karena dapat mempengaruhi proses penyembuhan.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari ketiga analisa resep dapat disimpulkan bahwa Persyaratan
administratif, pertimbangan farmasetika dan pertimbangan klinis yang
dipersyaratkan pada Permenkes nomor 35 tahun 2014 tentang Standar

41

Pelayanan Kefarmasian di Apotek dan hasil skrining resep memenuhi syarat


atau sesuai dan tidak terjadinya Drug Related Problem (DRP) di dalamnya.
4.2 Saran
Sebaiknya pada kasus analisa resep ini ditambahkan resep yang berisi obat
untuk penyakit epilepsi dengan compelling indications seperti epilepsi kronis.

DAFTAR PUSTKA
Ahmed Z, Spencer S.S (2004) :An Approach to the Evaluation of a Patient
forSeizures and Epilepsy, Wisconsin Medical Journal, 103(1) : 49-55.
Andyana, I. K., Andrjati, R., Setiadi, A. P., Sigit, J. I., Sukandar, E. Y. 2008.
ISO Farmakoterapi. PT. ISFI Penerbit: Jakarta.
Christensen J, Vestergaard M, Mortensen PB, Sidenius P, Agerbo E.
Epilepsy and risk ofsuicide: a populationbased case control study. Lancet Neurol
2007;6:693-8
Hendra Utama dan Vincent. 2007. Antiepilepsi dan Antikonvulsi.
Farmakologi dan Terapi. Ed : ke 5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan
Terapeutik FKUI
L. Wong. Dona, 2003, Pedoman Medis Keperawatan Pediatrik, EGC, Jakarta
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth.
Volume 2 Edisi 8.Jakarta : EGC. 2001.

42

Soetomenggolo T, 1999, Kejang Demam. Dalam: Soetpmenggolo Taslim,


Ismael Sofyan, Penyunting. Neurologi Anak Jakarta: Badan Penerbit IDAI;hal
244-252

Anda mungkin juga menyukai