Abstrak
Epilepsi merupakan penyakit saraf yang ditandai dengan episode kejang yang dapat disertai
hilangnya kesadaran penderita. Meskipun biasanya disertai hilangnya kesadaran, ada
beberapa jenis kejang tanpa hilangnya kesadaran. Penyakit ini disebabkan oleh
ketidakstabilan muatan listrik pada otak yang selanjutnya mengganggu koordinasi otot dan
bermanifestasi pada kekakuan otot atau pun hentakan repetitif pada otot. klasifikasi bangkitan
epileptik menurut ILAE 1981 antara lain bangkitan umum, bangkitan parsial / fokal, dan
tidak terklasifikasi
Abstract
1
Pendahuluan
Tubuh kita memiliki suatu sistem yang sangat penting yaitu system saraf dan tubuh
kita mempunyai organ yang sangat penting yaitu otak. Jika otak dan system saraf mengalami
gangguan, otomatis tubuh akan mengalami masalah yang dapat menggangu kehidupan
sehari-hari. Otak merupakan sistem pengatur seluruh tubuh kita dan pusat dari berbagai
mekanisme tubuh kita. Epilepsi merupakan manifestasi gangguan fungsi otak dengan
berbagai etiologi, dengan gejala tunggal yang khas, yaitu kejang berulang akibat lepasnya
muatan listrik neuron otak secara berlebihan dan paroksismal.
Epilepsi merupakan penyakit neurologi terbanyak yang mengenai hampir tiga juta
penduduk di Amerika.1 Seseorang dicurigai terkena epilepsi bila telah mengalami dua atau
lebih kejang yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Kemunculnya epilepsi terjadi karena
perbedaan riwayat dahulu dan memiliki penanganan yang berbeda. Kejang epilepsi berbeda
dengan sindrom epilepsi. Sindrom epilepsi adalah bentuk klasifikasi epilepsi berupa
sekumpulan tanda dan gejala yang muncul bersamaan dalam suatu serangan epilepsi.
Anamnesis
Langkah awal adalah menentukan untuk membedakan apakah ini serangan kejang
atau bukan. Pertanyaan yang perlu diajukan untuk menggambarkan kejadian sebelum, selama
dan sesudah serangan kejang itu berlangsung.2
Riwayat penyakit sekarang
Kapan pasien mengalami serangan kejang pertama kali? Usia serangan dapat memberi
gambaran klasifikasi dan penyebab kejang.
Apakah pasien mengalami semacam peringatan atau perasaan tidak enak pada waktu
serangan atau sebelum serangan kejang terjadi? Gejala peringatan yang dirasakan
pasien menjelang serangan kejang muncul disebut dengan aura. Sebagian aura dapat
membantu dimana letak lokasi serangan kejang di otak. Pasien dengan epilepsi lobus
temporalis dilaporkan adanya “déjà vu” atau mengalami sensasi yang tidak enak di
lambung, parestesi merupakan epilepsi lobus parietalis. Gangguan penglihatan
sementara dialami oleh pasien dengan epilepsi lobus oksipitalis. Pada serangan kejang
umum bisa tidak didahului dengan “aura” hal ini disebabkan terdapat gangguan pada
kedua hemisfer.
Apa yang terjadi selama serangan kejang berlangsung? Pasien bukan dengan serangan
kejang sederhana (sehingga kesadaran tidak baik) tidak dapat menjawab pertanyaan
2
ini, oleh karena itu wawancara dilakukan dengan saksi mata yang mengetahui
serangan kejang berlangsung. Apakah ada deviasi mata dan kepala kesatu sisi?
Apakah pada awal serangan kejang terdapat gejala aktivitas motorik yang dimulai dari
satu sisi tubuh? Apakah pasien dapat berbicara selama serangan kejang berlangsung?
Apakah mata berkedip berlebihan pada serangan kejang terjadi? Apakah ada gerakan
“automatism” pada satu sisi? Apakah ada sikap tertentu pada anggota gerak tubuh?
Apakah lidah tergigit? Apakah pasien mengompol? Serangan kejang yang berasal dari
lobus frontalis mungkin dapat menyebabkan kepala dan mata deviasi kearah
kontralateral lesi. Serangan kejang yang berasal dari lobus temporalis sering tampak
gerakan mengecapkan bibir dan atau gerakan mengunyah. Pada serangan kejang dari
lobus oksipitalis dapat menimbulkan gerakan mata berkedip yang berlebihan dan
gangguan penglihatan. Lidah tergigit dan inkontinens urin kebanyakan dijumpai
dengan serangan kejang umum meskipun dapat dijumpai pada serangan kejang parsial
kompleks.
Apakah yang terjadi segera sesudah serangan kejang berlangsung? Periode sesudah
serangan kejang berlangsung adalah dikenal dengan istilah “post ictal period”.
Sesudah mengalami serangan kejang umum tonik klonik pasien lalu tertidur. Periode
disorientasi dan kesadaran yang menurun terhadap sekelilingnya biasanya sesudah
mengalami serangan kejang parsial kompleks. Hemiparese atau hemiplegi sesudah
serangan kejang disebut “Todd’s Paralysis“ yang menggambarkan adanya fokus
patologis di otak. Afasia dengan tidak disertai gangguan kesadaran menggambarkan
gangguan berbahasa di hemisfer dominan. Pada absans khas tidak ada gangguan
disorientasi setelah serangan kejang.
Kapan kejang berlangsung? Serangan kejang tonik klonik dan mioklonik banyak
dijumpai biasanya pada waktu terjaga dan pagi hari. Serangan kejang lobus temporalis
dapat terjadi setiap waktu, sedangkan serangan kejang lobus frontalis biasanya
muncul pada waktu malam hari.
Apakah ada faktor pencetus? Serangan kejang dapat dicetuskan oleh karena kurang
tidur, cahaya yang berkedip, konsumsi alkohol, ketidakpatuhan minum obat, stress
emosional, demam tinggi, kelelahan fisik dan mental. Dengan mengetahui faktor
pencetus ini dalam konseling dengan pasien maupun keluarganya dapat membantu
dalam mencegah serangan kejang.
3
Bagaimana frekuensi serangan kejang ? Informasi ini dapat membantu untuk
mengetahui bagaimana respon pengobatan bila sudah mendapat obat-obat anti kejang
Apakah ada periode bebas kejang sejak awal serangan kejang? Pertanyaan ini
mencoba untuk mencari apakah sebelumnya pasien sudah mendapat obat anti kejang
atau belum dan dapat menentukan apakah obat tersebut yang sedang digunakan
bermanfaat.
Apakah ada jenis serangan kejang lebih dari satu macam? Dengan menanyakan
tentang berbagai jenis serangan kejang dan menggambarkan setiap jenis serangan
kejang secara lengkap.
Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien lahir normal dengan kehamilan cukup bulan?
Apakah ada riwayat kejang demam? Risiko terjadinya epilepsi sesudah serangan
kejang demam sederhana sekitar 2% dan serangan kejang demam kompleks 13%.
Apakah ada riwayat infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis? atau
penyakit infeksi lainnya seperti sepsis, pneumonia yang disertai serangan kejang.
Dibeberapa negara ada yang diketahui didapat adanya cysticercosis.
Apakah ada riwayat trauma kepala seperti fraktur depresi kepala, perdarahan intra
serebral, kesadaran menurun dan amnesia yang lama?
Apakah ada riwayat tumor otak? Apakah ada riwayat stroke?
Riwayat sosial
Apa latar belakang pendidikan pasien? Tingkat pendidikan pasien epilepsi mungkin
dapat menggambarkan bagaimana sebaiknya pasien tersebut dikelola dengan baik.
Apakah pasien bekerja? Pasien epilepsi yang serangan kejangnya terkendali dengan
baik dapat hidup secara normal dan produktif. Diperlukan penyuluhan yang jelas
untuk memodifikasikan pekerjaan agar tidak membahayakan pasien.
Apakah pasien mengemudikan kendaraan? Pasien dengan epilepsi yang serangan
kejangnya tidak terkontrol serta ada gangguan kesadaran sebaiknya tidak
mengemudikan kendaraan bermotor.
Apakah pasien menggunakan kontrasepsi oral? Apakah pasien merencanakan
kehamilan pada waktu yang akan datang? Pasien epilepsi wanita sebaiknya diberi
penyuluhan terlebih dahulu tentang efek teratogenik obat-obat anti epilepsi, demikian
juga beberapa obat anti epilepsi dapat menurun efeknya bila pasien juga
menggunakan kontrasepsi oral seperti fenitoin, karbamasepin dan fenobarbital. Dan
4
bagi pasien yang sedang hamil diperlukan obat tambahan seperti asam folat untuk
mengurangi risiko terjadinya “neural tube defects“ pada bayinya.
Apakah pasien peminum alkohol? Alkohol merupakan faktor risiko terjadinya
serangan kejang umum, sebaiknya tidak dianjurkan minum-minuman alkohol. Selain
berinteraksi dengan obat-obat anti epilepsi tetapi dapat juga menimbulkan
ekstraserbasi serangan kejang khususnya sesudah minum alkohol.
Riwayat keluarga
Mengetahui riwayat keluarga adalah penting untuk menentukan apakah ada sindrom
epilepsi yang spesifik atau kelainan neurologi yang ada kaitannya dengan faktor
genetik dimana manifestasinya adalah serangan kejang. Sebagai contoh Juvenile
myoclonic epilepsy (JME), familial neonatal convulsion, benign rolandic epilepsy,
dan sindrom serangan kejang umum tonik klonik disertai kejang demam plus.
Riwayat alergi
Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan seperti antiepilepsi, perlu
dibedakan apakah ini suatu efek samping dari gastrointestinal atau efek reaksi
hipersensitif.
Riwayat pengobatan
Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan antiepilepsi, perlu ditanyakan
bagaimana kemanjuran obat tersebut, berapa kali diminum sehari dan berapa lama
sudah diminum selama ini, berapa dosisnya, ada atau tidak efek sampingnya
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan tingkat kesadaran. Pada epilepsi tipe
umum akan terjadi penurunan kesadaran yang mendadak dengan nilai GCS yang sulit dikaji
karena terjadi peningkatan motorik. Pemeriksaan mata, saat timbul serangan mata penderita
ada yang terbelalak dan bola mata berputar ke atas (jenis absans), sedangkan pada jenis
parsial pandangan mata pasien tampak sayu. Pemeriksaan mulut, pada tipe absans, mulut
pasien tampak mengucapkan kata-kata. Pemeriksaan ekstremitas yang menunjukkan kaku
saat serangan.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Electro-Encephalography (EEG)
Rekaman EEG tidak sepenuhnya mendukung ataupun menyingkirkan diagnosa epilepsi.
Banyak kasus epilepsi yang memiliki gambaran rekaman EEG yang normal. Hal tersebut
disebabkan karena pemeriksaan EEG rutin hanya dilakukan 20-30 menit saja dan waktu
5
tersebut tidak cukup lama untuk medeteksi bangkitan episodik serangan kejang, selain itu,
kadang fokus epilepsi berada jauh di dalam otak sehingga tidak terekam pada EEG yang
hanya ditempelkan pada kulit kepala. Rekaman EEG dikatakan abnormal bila asimetris
irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak, irama
gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding seharusnya, dan
adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya gelombang
tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul
secara paroksimal.1,2
6
Sel Saraf Sensorik (saraf Aferen)
tulang belakang.
Merupakan penghubung sel saraf yang satu dengan sel saraf yang lain.
Sistem saraf
2. Sistem Saraf Perifer/ tepi : 12 pasang saraf serabut otak (saraf cranial)& 31 pasang saraf
3. Sistem Saraf Autonom/ saraf tak sadar: Susunan saraf simpatik & Susunan saraf
parasimpatik.
7
Berfungsi untuk untuk pengaturan semua aktivitas mental yaitu berkaitan dengan
kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan. Otak besar terletak
Bagian tengah (parietal) →pusat pengatur kulit dan otot terhadap panas, dingin, sentuhan,
tekanan.
Antara bagian tengah dan belakang →pusat perkembangan kecerdasan, ingatan, kemauan,
dan sikap.2,4
menyeimbangkan tubuh.
Terletak di depan otak kecil dan jembatan varol (menghubungkan otak kecil bagian kiri dan
Hipotalamus (Pusat pengatur suhu, Mengatur selera makan, Keseimbangan cairan tubuh).
Working Diagnosis
8
Epilepsi umum tonik- Klonik
Epilepsi berasal dari bahasa Yunani “epilepsia” yang artinya adalah gangguan
neurologis umum kronis yang ditandai dengan kejang berulang tanpa alasan, kejang
sementara dan/atau gejala dari aktivitas neuronal yang abnormal, berlebihan atau sinkron di
otak. Epilepsi oleh Hipocrates diidentifikasi sebagai sebuah masalah yang ada kaitannya
dengan otak. Epilepsi terkait dengan kinerja sistem saraf pusat di otak kita. Saraf di otak
berfungsi sebagai koordinator dari semua pergerakan seperti, penglihatan, peraba, bergerak,
dan berpikir. Pada penderita epilepsi, sistem saraf pusat di otak mengalami gangguan,
sehingga koordinasi dari sistem saraf di otak tidak dapat mengirimkan sinyal ke sistem panca
indera.
disebabkan oleh beberapa hal seperti pernah mengalami trauma kepala berupa benturan atau
cedera dibagian kepala, atau menderita tumor otak. Penyakit epilepsi dapat muncul karena
penderita mengalami kerusakan otak pada saat dilahirkan. Namun selain penyebab yang telah
disebutkan di atas, penyebab epilepsi masih belum dapat dipastikan. Epilepsi yang
berkembang di tengah masyarakat adalah semacam penyakit yang ditandai dengan kejang-
kejang tiba-tiba serta mengeluarkan air liur berwarna putih. Pada umumnya epilepsi dapat
muncul karena penderita mengalami kelelahan atau mengalami benturan dibagian kepala,
yang disusul dengan tidak sadarkan diri, terjatuh, tubuh tegang, lalu disusul dengan
paling lama lima menit. Sesudahnya penderita bisa mengalami sakit kepala, linglung
sementara dan merasa sangat lelah. Biasanya penderita tidak dapat mengingat apa yang
terjadi setelah kejang. Tulisan ini akan mengkaji mengenai epilepsi dalam berbagai ragam
budaya.
9
Jenis kejang yang paling dikenal. Diawali dengan hilangnya kesadaran dan sering penderita
akan menangis. Jika berdiri, orang akan terjatuh, tubuh menegang (tonik) dan diikuti
sentakan otot (klonik). Bernafas dangkal dan sewaktu-waktu terputus menyebabkan bibir dan
kulit terlihat keabuan/ biru. Air liur dapat terakumulasi dalam mulut, terkadang bercampur
darah jika lidah tergigit. Dapat terjadi kehilangan kontrol kandung kemih. Kejang biasanya
berlangsung sekitar dua menit atau kurang. Hal ini sering diikuti dengan periode
kebingungan, agitasi dan tidur. Sakit kepala dan nyeri juga biasa terjadi setelahnya.6
Diagnosis banding
1. Epilepsi Parsial Kompleks
Serangan ini dapat sangat bervariasi, bergantung pada area dimulai dan
penyebaran di otak. Banyak kejang parsial kompleks dimulai dengan tatapan
kosong, kehilangan ekspresi atau samar-samar, penampilan bingung. Kesadaran
terganggu dan orang mungkin tidak merespon. Kadang-kadang orang memiliki
perilaku yang tidak biasa. Perilaku umum termasuk mengunyah, gelisah, berjalan di
sekitar atau bergumam. Kejang parsial dapat berlangsung dari 30 detik sampai tiga
menit. Setelah kejang, penderita sering bingung dan mungkin tidak ingat apa-apa
tentang kejang.4 Berdasarkan consensus ILAE 2014, epilepsi dapat ditegakkan pada
tiga kondisi, yaitu:6 1. Terdapat dua kejadian kejang tanpa provokasi yang terpisah
lebih dari 24 jam6 2. Terdapat satu kejadian kejang tanpa provokasi, namun resiko
kejang selanjutnya sama dengan resiko rekurensi umum setelah dua kejang tanpa
provokasi dalam 10 tahun mendatang, serta, 3. Sindrom epilepsi (berdasarkan
pemeriksaan EEG).
2. Kejang Psikogenik
Merupakan reaksi emosi bawah sadar, dapat terlihat seperti kejang tetapi tidak ada
perubahan aktivitas pada otak.
pencetus sering kali karna faktor emosi
Fenomena gerak bervariasi kadan tonik ataupun klonik
Kesadarannya bervariasi, kadang dapat berkomunikasi tetapi matanya
tertutup
10
3. Epilepsi umum tonik biasanya terjadi mendadak. Kekakuan singkat pada otot seluruh
tubuh, menyebabkan orang menjadi kaku dan terjatuh jika dalam posisi berdiri.
Pemulihannya cepat namun cedera yang terjadi dapat bertahan. Kejang tonik dapat
Kejang fokal (parsial) yang terdiri dari kejang parsial sederhana (kesadaran masih ada
selama serangan), kejang parsial kompleks (kesadaran terganggu pada setiap tahap),
dan kejang parsial yang dapat berkembang menjadi generalisata (kejang generalisata
sekunder)
Kejang umum (generalisata) yang terdiri dari absans (petit mal), mioklonik, klonik,
Kejang lain (yang tidak terkelompokkan) yaitu kejang neonatal dan spasme infantil
Kejang parsial mengenai daerah tertentu pada korteks serebral, pada awalnya hanya
daerah tertentu dari tubuh yang terkena, dengan kata lain kejang generalisata mengenai
daerah otak secara difus. Kejang parsial sederhana menyebabkan gejala motorik, sensorik,
autonom, dan fisik tanpa adanya gangguan kesadaran yang jelas. Kejang sederhana ini juga
pendengaran, dan keseimbangan. Kejang parsial kompleks ditandai dengan adanya gangguan
kesadaran terhadap lingkungan pasien. Kejang parsial dapat menyebar ke kedua hemisfer
generalisata sekunder biasanya diikuti dengan kejang parsial sederhana terutama pada yang
Kejang generalisata berasal dari kedua hemisfer sereberal secara simultan. Kejang
absans (petit mal) terjadi secara mendadak, hilangnya kesadaran tanpa disertai kehilangan
kontrol tubuh dan terjadi hanya dalam hitungan detik. Kejang mioklonik terjadi kontraksi otot
11
tiba-tiba dan secara singkat pada satu bagian tubuh atau seluruh tubuh. Kejang klonik mirip
dengan kejang mioklonik tetapi berlangsung lebih lama. Kejang tonik terjadi kaku dan tegang
pada otot. Kejang tonik-klonik (grand mal) merupakan kejang terbanyak yaitu pada 20%
pasien epilepsi, kesadaran menghilang disertai dengan kontraksi yang menetap yang diawali
dengan fase tonik dan diikuti dengan fase klonik. Kejang atonik ditandai dengan hilangnya
kekuatan pada otot selama satu sampai dua detik dan hilangnya kesadaran secara singkat.
Kejang tidak terkelompokkan yaitu yang bukan kejang kelompok parsial dan
generalisata. Terjadi pada neonatal dan infant yang disebabkan karena gangguan fungsi neuro
Etiologi
Epilepsi idiopatik
12
Merupakan yang paling sering terjadi, kejadiannya sekitar 40% diseluruh dunia. Penyebab
pada bayi, anak, remaja, dan dewasa muda dengan MRI otak yang normal dan tidak ada
riwayat kelainan medis yang bermakna sebelumnya. Terdapat predisposisi genetik, beberapa
Epilepsi simptomatik
adanya penyakit atau kondisi yang mendasari. Yang termasuk kategori ini adalah kelainan
perkembangan dan kongenital baik akibat genetik maupun didapat, dan juga kondisi yang
didapat. Sebagai contoh: cedera kepala, infeksi SSP, lesi desak ruang, gangguan peredaran
Epidemiologi
Penelitian insidensi dan prevalensi telah dilaporkan oleh berbagai negara, tetapi di
Indonesia belum diketahui secara pasti. Para peneliti umumnya mendapatkan insidens 20 -
70 per 100.000 per tahun dan prevalensi sekitar 0,5 - 2 per 100.000 pada populasi umum.
Sedangkan pada populasi anak diperkirakan 0,3 - 0,4 % di antaranya menderita epilepsi.
Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Epilepsi
merupakan masalah pediatrik yang besar dan lebih sering terjadi pada usia dini dibandingkan
usia selanjutnya.9
pengobatan yang diperlukan. Sekitar 9 dari 10 pasien epilepsi di Afrika tidak mendapatkan
pengobatan. Di beberapa negara dengan pendapatan rendah dan menengah, ketersediaan obat
13
antiepilepsi (OAE) sangat rendah dan harga OAE relatif mahal. Ketersediaan OAE generik
Patofisiologi
Otak berkomuniksai dengan organ ubuh lain melalui sel saraf (neuron). Pada kondisi
normal, impuls saraf dari otak secara elektrik dibawa neuro transmitter sepeti GABA
(Gamma Aminonutric Acid Glutamat) melalui sel saraf ke organ tubuh lain. Faktor penyebab
epilepsi mengganggu sistem ini sehingga menyebabkan ketidakseimbangan aliran listrik pada
sel saraf dan dapat menimbulkan kejang. Bangkitan epilepsi berasal dari sekelompok sel
neuron yang abnormal di otak yang melepas muatan secara berlebihan dan hipersinkron.
Sekelompok sel ini disebut fokus epileptik. Lepasnya muatan ini kemudian menyebar melalui
jalur fisiologis anatomis dan melibatkan daerah sekitarnya. Serangan epilepsi terjadi apabila
proses eksitasi di dalam otak lebih dominan daripada proses inhibisi (hambatan).
Aktivitas neuron di atur oleh konsenrasi ion di dalam ruang ekstraseluler dan di dalam
intraseluler dan oleh gerakan masuk ion-ion menerobos membrane neuron. Pada kejadian
epilepsi, ion tersebut terkoordinasi baik sehingga dapat timbul loncatan muatan. Akibat
loncatan neuron yang tidak terkoordinasi dengan baik sekelompok neuron akan mengalami
depolarisasi abnormal yang berkepanjangan dengan cetusan potensial aksi cepat dan
sehingga menimbulkan serangkaian gerakan yang melibatkan otot dan menimbulkan kejang.
Kelainan dari neuron di otak yang diakibatkan gangguan listrik juga dapat mengakibatkan
[PDS]) oleh karena pengaktifan kanal Ca2+. Ca2+ yang masuk akan membuka kanal kation
14
yang tidak spesifik sehingga menyebabkan depolarisasi yang berlebihan, yang akan terhenti
oleh pembukaan kanal K+ dan Cl- yang diaktivasi oleh Ca2+. Kejang epilepsi terjadi jika
jumlah neuron yang terangsang terdapat dalam jumlah yang cukup. Perangsangan neuron
yaitu dendrit sel piramidal mengandung kanal Ca2+ bergerbang voltase yang akan membuka
pada saat depolarisasi sehingga meningkatkan depolarisasi. Pada lesi neuron, lebih banyak
kanal Ca2+ yang diekspresikan. Kanal Ca2+ akan dihambat oleh Mg2+ sedangkan hipomagnesia
akan meningkatkan aktivitas kanal ini. Peningkatan konsentrasi K+ ekstrasel akan mengurangi
efluks K+ melalui kanal K+. Hal ini berarti K+ memiliki efek depolarisasi, dan karena itu pada
didepolarisasi oleh glutamat dari sinaps eksitatorik. Glutamat bekerja pada kanan kation yang
tidak permeabel terhadap Ca2+ (kanal AMPA) dan pada kanal yang permeable terhadap Ca 2+
(kanal NMDA). Kanal NMDA normalnya dihambat oleh Mg2+. Akan tetapi, depolarisasi yang
dipicu oleh pengaktifan kanal AMPA menghilangkan penghambatan Mg2+ (kerjasama dari
kedua kanal). Maka, defisiensi Mg2+ dan depolarisasi memudahkan pengaktifan kanal
NMDA.9
dekarboksilase (GD), yaitu enzim yang membutuhkan piridokin (vitamin B 6) sebagai ko-
faktor. Defisiensi vitamin B6 atau berkurangnya afinitas enzim terhadap vitamin B 6 (kelainan
absans.9
Tatalaksana
15
Pada pertolongan pertama saat kejang dapat menjauhkan penderita dari benda
berbahaya (gunting, pulpen, api, dan lainnya), tidak meninggalkan penderita, memberi alas
lembut di bawah kepala agar hentakan saat kejang tidak menimbulkan cedera kepala dan
kendorkan pakaian ketat agar pernapasan penderita lancar (jika ada), miringkan tubuh
penderita ke salah satu sisi supaya cairan dari mulut dapat mengalir keluar dengan lancar dan
menjaga aliran udara atau pernapasan, jangan menahan gerakan penderita yang sedang
kejang, tidak memasukkan benda apapun ke dalam mulut penderita, seperti memberi minum,
penahan lidah.1
Tujuan tatalaksana adalah status bebas kejang tanpa efek samping. Obat-obat lini
1. Karbamazepine, untuk kejang tonik-klonik dan kejang fokal. Tidak efektif untuk
kejang absens. Dapat memperburuk kejang myoklonik. Dosis total 600-1200 mg dibagi
2. Lamotrigine, efektif untuk kejang fokal dan kejang tonik-klonik. Dosis 100-200 mg
sebagai monoterapi atau dengan asam valproat. Dosis 200-400 mg bila digunakan bersama
3. Asam valproat, efektif untuk kejang fokal, kejang tonik-klonik, dan kejang absens.
b. Fenitoin (300-600 mg/hari per oral dibagi menjadi satu atau dua dosis)
c. Karbamazepine (800-1200 mg/ hari per oral dibagi menjadi tiga hingga empat
dosis). Obat ini merupakan obat pilihan untuk pasien epilepsi pada kehamilan.
16
Terapi lain berupa terapi non-farmakologi dan terapi bedah (lobektomi dan
mempunyai potensi untuk meninggalkan kecacatan psikologis dan sosial untuk jangka waktu
yang lama. Terapi operatif dibagi menjadi dua kelompok yaitu reseksi fokal dan
otak dan diindikasikan untuk kejang parsial. Kebanyakan kejang parsial memiliki focus di
area temporal, maka reseksi fokal yang sering dilakukan adalah lobektomi temporal anterior
pemotongan semua komisura garis tengah. Kalosotomi (hanya korpus kalosum yang dibelah)
ditujukan untuk kasus epilepsi yang tidak memiliki lokasi fokus kortikal yang jelas, 10%
Obat yang dipakai untuk serangan kejang epilepsi disebut antikonvulsi atau
antiepilepsi. Obat tersebut menekan impuls listrik abnormal dari pusat serangan kejang ke
daerah korteks lainnya, sehingga mencegah serangan kejang tetapi tidak menghilangkan
karbamazepin, dan valproate (asam valproat). Antikonvulsi tidak dipakai untuk semua jenis
serangan kejang, contohnya hidantoin, fenitoin, efektif untuk mengobati serangan kejang
grand-mal (tonik-klonik) dan serangan kejang psikomotor tetapi tidak efektif untuk mengobai
Obat untuk meningkatkan inaktivasi kanal Na+ yang dapat menurunkan kemampuan
17
agonis reseptor GABA, meningkatkan transmisi inhibitori dengan mengaktifkn kerja reseptor
memperpanjang aksi GABA contoh tiagabin, meningkatkan konsentrasi GABA pada LCS
gabapentin.
Dosis terapeutik fenitoin adalah 10-20 mikrogram/mL atau 100 mg tiga kali dalam
satu hari. Mefenitoin merupakan hidantoin kuat dan lebih toksik dibandingkan fenitoin.
Fenobarbital digunakan untuk mengobati serangan kejang grand-mal dan episode akut dari
serangan kejang akibat status epilepticus (serangan kejang epilepsy yang berturut-turut
dengan cepat) dengan dosis 100 mg per hari. Efek teratogenik dari fenobarbital lebih ringan
daripada fenitoin. Suksinimid dipakai untuk mengobati serangan kejang absans atau petit-mal
dengan dosis 500 mg dua kali satu hari. Oksazolidon, trimetadion, dan parametadion juga
mengendalikan serangan kejang petit-mal (absans). Asam valporat dengan dosis 10-15
mg/kg/hari.11
Pencegahan
Epilepsi dapat muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan antikonvulsi yang
digunakan sepanjang kehamilan, ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi harus dipantau ketat
selama hamil, kejang dapat terjadi pada janin selama kehamilan dan persalinan. Infeksi pada
masa kanak-kanak harus dikontrol dengan vaksinasi yang benar, orang tua dengan anak yang
pernah mengalami kejang demam harus diinstruksikan pada metode untuk mengkontrol
demam (kompres dingin, obat antipiretik). Melakukan pencegahan terhadap cedera kepala.12
Komplikasi
Komplikasi pada masa kehamilan. Bangkitan epilepsi selama masa kehamilan dapat
membahayakan ibu dan anak. Beberapa jenis obat epilepsi juga meningkatan resiko cacat
pada janin, bisa terjadi kejang hebat dan terjatuh dapat melukai kepala hingga mematahkan
tulang, penderita epilepsy memiliki risiko mengalami kejang saat di air, pada status
18
epilepticus akan memiliki risiko kerusakan otak permanen, kematian mendadak pada
epilepsi. 2,7,13
Prognosis
Faktor yang mempengaruhi prognosis pada pasien epilepsi adalah usia, tipe kejang,
etiologi, temuan EEG, kekambuhan, dan riwayat keluarga. Prognosis yang buruk terlihat
pada epilepsi yang timbul pada usia muda, kejang parsial dibandingkan kejang generalisata,
kejang tonik-klonik yang sering dan tanpa mendapatkan pengobatan.12
Kesimpulan
Epilepsi adalah gangguan aktivitas listrik pada otak yang menyebabkan terjadinya
kejang berulang menyebabkan perubahan gerakan tubuh, kesadaran, emosi dan sensasi. Tidak
semua kejang disebabkan epilepsi. Kejang dapat disebabkan oleh meningitis, ensefalitis atau
trauma kepala. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan gejala yang timbul laki-
laki tersebut mengalami kejang tipe tonik.
Daftar Pustaka
1. Goldenberg MM. Overview drugs used for epilepsy and seizures. Diunduh pada 28
Desember 2019 dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2912003/
2. Ahmed SN, Spencer SS. An approach to the evaluation of a patient for seizures and
epilepsy. Diunduh pada 29 Desember 2019 dari
https://www.wisconsinmedicalsociety.org/_WMS/publications/wmj/pdf/103/1/49.pdf
3. Diunduh pada 30 Desember 2019 dari
https://www.epilepsy.com/learn/diagnosis/neurological-exam
4. Zhang SX. An atlas of histology. USA: Springer-Verlag; 1999. h. 69
5. Hendelman WJ. Atlas of functional neuroanatomy. New York: Taylor & Francis
group; 2016. H. 10
6. Kee JL, Hayes ER. Farmakologi. Jakarta: EGC; 1996. H. 231
7. Ginsberg L. Lecture notes neurologi. 8th ed. Jakarta: Erlangga; 2008. H. 80
8. Conway JM, Tallian KB. Epilepsy. Diunduh pada 31 Desember 2019 dari
https://www.accp.com/docs/bookstore/psap/p2018b3_sample.pdf
19
9. Silbernagl S, Lang F. Color atlas of pathophysiology. New York: Thieme; 2000. H.
336
10. Satyanegara. Ilmu bedah saraf. 4th ed. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2010. H.
473
11. Buku saku neurologi. Jakarta: EGC; 1995. H. 92
12. Macdonald B. The prognosis of epilepsy. Diunduh pada 3 januari 2020 dari
http://www.idealibrary.com
13. Nowacki TA, Jirsch JD. Evaluation of the first seizure patient: key points in the
history and physical examination. Diunduh pada 3 januari 2020 dari
https://www.seizure-journal.com/article/S1059-1311(16)30303-X/pdf
20