Anda di halaman 1dari 20

Serangan Kejang Epilepsi Umum Tonik

Angga Punggawa Koedoeboen 102015125


Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
E-mail: angga.2015fk125@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Epilepsi merupakan penyakit saraf yang ditandai dengan episode kejang yang dapat disertai
hilangnya kesadaran penderita. Meskipun biasanya disertai hilangnya kesadaran, ada
beberapa jenis kejang tanpa hilangnya kesadaran. Penyakit ini disebabkan oleh
ketidakstabilan muatan listrik pada otak yang selanjutnya mengganggu koordinasi otot dan
bermanifestasi pada kekakuan otot atau pun hentakan repetitif pada otot. klasifikasi bangkitan
epileptik menurut ILAE 1981 antara lain bangkitan umum, bangkitan parsial / fokal, dan
tidak terklasifikasi

Kata kunci: kejang, saraf, epilepsi

Abstract

Epilepsy is a neurological disease that is characterized by episodes of seizures that can be


accompanied by loss of consciousness of sufferers. Although usually accompanied by loss of
consciousness, there are several types of seizures without loss of consciousness. This disease
is caused by the instability of electrical charge in the brain which further interferes with
muscle coordination and manifests in muscle stiffness or repetitive pounding in the muscles.
classification of epileptic seizures according to ILAE 1981 include general seizures, partial /
focal seizures, and unclassified

Keywords: seizures, nerves, epilepsy

1
Pendahuluan

Tubuh kita memiliki suatu sistem yang sangat penting yaitu system saraf dan tubuh
kita mempunyai organ yang sangat penting yaitu otak. Jika otak dan system saraf mengalami
gangguan, otomatis tubuh akan mengalami masalah yang dapat menggangu kehidupan
sehari-hari. Otak merupakan sistem pengatur seluruh tubuh kita dan pusat dari berbagai
mekanisme tubuh kita.  Epilepsi merupakan manifestasi gangguan fungsi otak dengan
berbagai etiologi, dengan gejala tunggal yang khas, yaitu kejang berulang akibat lepasnya
muatan listrik neuron otak secara berlebihan dan paroksismal.

Epilepsi merupakan penyakit neurologi terbanyak yang mengenai hampir tiga juta
penduduk di Amerika.1 Seseorang dicurigai terkena epilepsi bila telah mengalami dua atau
lebih kejang yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Kemunculnya epilepsi terjadi karena
perbedaan riwayat dahulu dan memiliki penanganan yang berbeda. Kejang epilepsi berbeda
dengan sindrom epilepsi. Sindrom epilepsi adalah bentuk klasifikasi epilepsi berupa
sekumpulan tanda dan gejala yang muncul bersamaan dalam suatu serangan epilepsi.

Anamnesis
Langkah awal adalah menentukan untuk membedakan apakah ini serangan kejang
atau bukan. Pertanyaan yang perlu diajukan untuk menggambarkan kejadian sebelum, selama
dan sesudah serangan kejang itu berlangsung.2
Riwayat penyakit sekarang
 Kapan pasien mengalami serangan kejang pertama kali? Usia serangan dapat memberi
gambaran klasifikasi dan penyebab kejang.
 Apakah pasien mengalami  semacam peringatan atau perasaan tidak enak pada waktu
serangan atau sebelum serangan kejang terjadi? Gejala peringatan yang dirasakan
pasien menjelang serangan kejang muncul disebut dengan aura. Sebagian aura dapat
membantu dimana letak lokasi serangan kejang di otak. Pasien dengan epilepsi lobus
temporalis dilaporkan adanya “déjà vu” atau mengalami sensasi yang tidak enak di
lambung, parestesi merupakan epilepsi lobus parietalis. Gangguan penglihatan
sementara dialami oleh pasien dengan epilepsi lobus oksipitalis. Pada serangan kejang
umum bisa tidak didahului dengan “aura” hal ini disebabkan terdapat gangguan pada
kedua hemisfer.
 Apa yang terjadi selama serangan kejang berlangsung? Pasien bukan dengan serangan
kejang sederhana (sehingga kesadaran tidak baik) tidak dapat menjawab pertanyaan

2
ini, oleh karena itu wawancara dilakukan dengan saksi mata yang mengetahui
serangan kejang berlangsung. Apakah ada deviasi mata dan kepala kesatu sisi?
Apakah pada awal serangan kejang terdapat gejala aktivitas motorik yang dimulai dari
satu sisi tubuh? Apakah pasien dapat berbicara selama serangan kejang berlangsung?
Apakah mata berkedip berlebihan pada serangan kejang terjadi? Apakah ada gerakan
“automatism”   pada satu sisi? Apakah ada sikap tertentu pada anggota gerak tubuh?
Apakah lidah tergigit? Apakah pasien mengompol? Serangan kejang yang berasal dari
lobus frontalis mungkin dapat menyebabkan kepala dan mata deviasi kearah
kontralateral lesi. Serangan kejang yang berasal dari lobus temporalis sering tampak
gerakan mengecapkan bibir dan atau gerakan mengunyah. Pada serangan kejang dari
lobus oksipitalis dapat menimbulkan gerakan mata berkedip yang berlebihan dan
gangguan penglihatan. Lidah tergigit dan inkontinens urin kebanyakan dijumpai
dengan serangan kejang umum meskipun dapat dijumpai pada serangan kejang parsial
kompleks.
 Apakah yang terjadi segera sesudah serangan kejang berlangsung? Periode sesudah
serangan kejang berlangsung adalah dikenal dengan istilah  “post ictal period”.
Sesudah mengalami serangan kejang umum tonik klonik pasien lalu tertidur. Periode
disorientasi dan kesadaran yang menurun terhadap sekelilingnya biasanya sesudah
mengalami serangan kejang parsial kompleks. Hemiparese atau hemiplegi sesudah
serangan kejang disebut “Todd’s Paralysis“ yang menggambarkan adanya fokus
patologis di otak. Afasia dengan tidak disertai gangguan kesadaran menggambarkan
gangguan berbahasa di hemisfer dominan. Pada absans khas tidak ada gangguan
disorientasi setelah serangan kejang.
 Kapan kejang berlangsung? Serangan kejang tonik klonik dan mioklonik banyak
dijumpai biasanya pada waktu terjaga dan pagi hari. Serangan kejang lobus temporalis
dapat terjadi setiap waktu, sedangkan serangan kejang lobus frontalis biasanya
muncul pada waktu malam hari.
 Apakah ada faktor pencetus? Serangan kejang dapat dicetuskan oleh karena kurang
tidur, cahaya yang berkedip, konsumsi alkohol, ketidakpatuhan minum obat, stress
emosional, demam tinggi, kelelahan fisik dan mental. Dengan mengetahui faktor
pencetus ini dalam konseling dengan pasien maupun keluarganya dapat membantu
dalam mencegah serangan kejang.

3
 Bagaimana frekuensi serangan kejang ? Informasi ini  dapat membantu untuk
mengetahui bagaimana respon pengobatan bila sudah mendapat  obat-obat anti kejang
 Apakah ada periode bebas kejang sejak awal serangan kejang? Pertanyaan ini
mencoba untuk mencari apakah sebelumnya pasien sudah mendapat obat anti kejang
atau belum dan dapat menentukan apakah obat tersebut yang sedang digunakan
bermanfaat.
 Apakah ada jenis serangan kejang lebih dari satu macam? Dengan menanyakan
tentang berbagai jenis serangan kejang dan menggambarkan setiap jenis serangan
kejang secara lengkap.
Riwayat penyakit dahulu
 Apakah pasien lahir normal dengan kehamilan cukup bulan?
 Apakah ada riwayat kejang demam? Risiko terjadinya epilepsi sesudah serangan
kejang demam sederhana sekitar 2% dan serangan kejang demam kompleks 13%.
 Apakah ada riwayat infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis? atau
penyakit infeksi lainnya seperti sepsis, pneumonia yang disertai serangan kejang.
Dibeberapa negara ada yang diketahui didapat adanya cysticercosis.
 Apakah ada riwayat trauma kepala seperti fraktur depresi kepala, perdarahan intra
serebral, kesadaran menurun dan amnesia yang lama?
 Apakah ada riwayat tumor otak? Apakah ada riwayat stroke?
Riwayat sosial
 Apa latar belakang pendidikan pasien? Tingkat pendidikan pasien epilepsi mungkin
dapat menggambarkan bagaimana sebaiknya pasien tersebut dikelola dengan baik.
 Apakah pasien bekerja? Pasien epilepsi yang serangan kejangnya terkendali dengan
baik dapat hidup secara normal dan produktif. Diperlukan penyuluhan yang jelas
untuk memodifikasikan pekerjaan agar tidak membahayakan pasien.
 Apakah pasien mengemudikan kendaraan? Pasien dengan epilepsi yang serangan
kejangnya tidak terkontrol serta ada gangguan kesadaran  sebaiknya tidak
mengemudikan kendaraan bermotor.
 Apakah pasien menggunakan kontrasepsi oral? Apakah pasien merencanakan
kehamilan pada waktu yang akan datang? Pasien epilepsi wanita sebaiknya diberi
penyuluhan terlebih dahulu tentang efek teratogenik obat-obat anti epilepsi, demikian
juga beberapa obat anti epilepsi dapat menurun efeknya bila pasien juga
menggunakan kontrasepsi oral seperti fenitoin, karbamasepin dan fenobarbital. Dan

4
bagi pasien yang sedang hamil diperlukan obat tambahan seperti asam folat untuk
mengurangi risiko terjadinya “neural tube defects“ pada bayinya.
 Apakah pasien peminum alkohol? Alkohol merupakan faktor risiko terjadinya
serangan kejang umum, sebaiknya tidak dianjurkan minum-minuman alkohol. Selain
berinteraksi dengan obat-obat anti epilepsi tetapi dapat juga menimbulkan
ekstraserbasi serangan kejang khususnya sesudah minum alkohol.
Riwayat keluarga
 Mengetahui riwayat keluarga adalah penting untuk menentukan apakah ada sindrom
epilepsi yang spesifik atau kelainan neurologi yang ada kaitannya dengan faktor
genetik dimana manifestasinya adalah serangan kejang. Sebagai contoh Juvenile
myoclonic epilepsy (JME), familial neonatal convulsion, benign rolandic epilepsy,
dan sindrom serangan kejang umum tonik klonik disertai kejang demam plus.
Riwayat alergi
 Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan seperti antiepilepsi, perlu
dibedakan  apakah ini suatu efek samping dari gastrointestinal atau efek reaksi
hipersensitif.
Riwayat pengobatan
 Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan antiepilepsi, perlu ditanyakan
bagaimana  kemanjuran obat tersebut, berapa kali diminum sehari dan berapa lama
sudah diminum selama ini, berapa dosisnya, ada atau tidak efek sampingnya
Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan tingkat kesadaran. Pada epilepsi tipe
umum akan terjadi penurunan kesadaran yang mendadak dengan nilai GCS yang sulit dikaji
karena terjadi peningkatan motorik. Pemeriksaan mata, saat timbul serangan mata penderita
ada yang terbelalak dan bola mata berputar ke atas (jenis absans), sedangkan pada jenis
parsial pandangan mata pasien tampak sayu. Pemeriksaan mulut, pada tipe absans, mulut
pasien tampak mengucapkan kata-kata. Pemeriksaan ekstremitas yang menunjukkan kaku
saat serangan.

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Electro-Encephalography (EEG)
Rekaman EEG tidak sepenuhnya mendukung ataupun menyingkirkan diagnosa epilepsi.
Banyak kasus epilepsi yang memiliki gambaran rekaman EEG yang normal. Hal tersebut
disebabkan karena pemeriksaan EEG rutin hanya dilakukan 20-30 menit saja dan waktu
5
tersebut tidak cukup lama untuk medeteksi bangkitan episodik serangan kejang, selain itu,
kadang fokus epilepsi berada jauh di dalam otak sehingga tidak terekam pada EEG yang
hanya ditempelkan pada kulit kepala. Rekaman EEG dikatakan abnormal bila asimetris
irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak, irama
gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding seharusnya, dan
adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya gelombang
tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul
secara paroksimal.1,2

Gambar 1: Frekuensi gelombang pada EEG.3


2. Radiologis
Pemeriksaan CT Scan dan MRI untuk menentukan adanya kelainan struktural otak. Bila
dibandingkan dengan CT Scan maka MRI lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak
lebih rinci. MRI tidak dianjurkan pada sindrom epilepsi dengan kejang umum karena
jenis epilepsi ini biasanya bukan disebabkan oleh gangguan struktural.1,4

Anatomi saraf dan Otak4

6
Sel Saraf Sensorik (saraf Aferen)

 Berfungsi menghantarkan rangsangan dari reseptor (penerima rangsangan) ke sumsum

tulang belakang.

Sel Saraf Motorik (saraf Eferen)

 Berfungsi menghantarkan impuls motorik dari susunan saraf pusat ke efektor.

Sel Saraf Penghubung/ intermediet/ asosiasi

 Merupakan penghubung sel saraf yang satu dengan sel saraf yang lain.

Sistem saraf

Berdasarkan letak kerjanya Sistem Saraf terdiri atas 3 bagian yaitu :

1. Sistem Saraf Pusat : Otak & Sumsum Tulang Belakang

2. Sistem Saraf Perifer/ tepi : 12 pasang saraf serabut otak (saraf cranial)& 31 pasang saraf

sumsum tulang belakang (saraf spinal)

3. Sistem Saraf Autonom/ saraf tak sadar: Susunan saraf simpatik & Susunan saraf

parasimpatik.

Otak besar (Serebrum)

7
 Berfungsi untuk untuk pengaturan semua aktivitas mental yaitu berkaitan dengan

kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan. Otak besar terletak

di bagian depan otak. Terdiri atas :

 Bagian belakang (oksipital) →pusat penglihatan.

 Bagian samping (temporal) →pusat pendengaran.

 Bagian tengah (parietal) →pusat pengatur kulit dan otot terhadap panas, dingin, sentuhan,

tekanan.

 Antara bagian tengah dan belakang →pusat perkembangan kecerdasan, ingatan, kemauan,

dan sikap.2,4

Otak kecil (Cerebellum)

 Berfungsi untuk mengendalikan dan mengkoordinasikan gerakan-gerakan otot tubuh serta

menyeimbangkan tubuh.

 Letak otak kecil terdapat tepat di atas batang otak.

Otak Tengah (Mesensefalon)

 Terletak di depan otak kecil dan jembatan varol (menghubungkan otak kecil bagian kiri dan

kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang).

 Di depan otak tengah (diencephalon)

 Talamus (Pusat pengatur sensoris)

 Hipotalamus (Pusat pengatur suhu, Mengatur selera makan, Keseimbangan cairan tubuh).

Bagian atas ada lobus optikus (pusat refleks mata).4

Working Diagnosis

8
Epilepsi umum tonik- Klonik

Epilepsi berasal dari bahasa Yunani “epilepsia” yang artinya adalah gangguan

neurologis umum kronis yang ditandai dengan kejang berulang tanpa alasan, kejang

sementara dan/atau gejala dari aktivitas neuronal yang abnormal, berlebihan atau sinkron di

otak. Epilepsi oleh Hipocrates diidentifikasi sebagai sebuah masalah yang ada kaitannya

dengan otak. Epilepsi terkait dengan kinerja sistem saraf pusat di otak kita. Saraf di otak

berfungsi sebagai koordinator dari semua pergerakan seperti, penglihatan, peraba, bergerak,

dan berpikir. Pada penderita epilepsi, sistem saraf pusat di otak mengalami gangguan,

sehingga koordinasi dari sistem saraf di otak tidak dapat mengirimkan sinyal ke sistem panca

indera.

Terganggunya pengiriman sinyal ke sistem panca indera penderita epilepsi dapat

disebabkan oleh beberapa hal seperti pernah mengalami trauma kepala berupa benturan atau

cedera dibagian kepala, atau menderita tumor otak. Penyakit epilepsi dapat muncul karena

penderita mengalami kerusakan otak pada saat dilahirkan. Namun selain penyebab yang telah

disebutkan di atas, penyebab epilepsi masih belum dapat dipastikan. Epilepsi yang

berkembang di tengah masyarakat adalah semacam penyakit yang ditandai dengan kejang-

kejang tiba-tiba serta mengeluarkan air liur berwarna putih. Pada umumnya epilepsi dapat

muncul karena penderita mengalami kelelahan atau mengalami benturan dibagian kepala,

yang disusul dengan tidak sadarkan diri, terjatuh, tubuh tegang, lalu disusul dengan

gerakangerakan kejang tanpa terkendali di seluruh tubuh. Kejang biasanya berlangsung

paling lama lima menit. Sesudahnya penderita bisa mengalami sakit kepala, linglung

sementara dan merasa sangat lelah. Biasanya penderita tidak dapat mengingat apa yang

terjadi setelah kejang. Tulisan ini akan mengkaji mengenai epilepsi dalam berbagai ragam

budaya.

Epilepsy umum tonik-klonik

9
Jenis kejang yang paling dikenal. Diawali dengan hilangnya kesadaran dan sering penderita
akan menangis. Jika berdiri, orang akan terjatuh, tubuh menegang (tonik) dan diikuti
sentakan otot (klonik). Bernafas dangkal dan sewaktu-waktu terputus menyebabkan bibir dan
kulit terlihat keabuan/ biru. Air liur dapat terakumulasi dalam mulut, terkadang bercampur
darah jika lidah tergigit. Dapat terjadi kehilangan kontrol kandung kemih. Kejang biasanya
berlangsung sekitar dua menit atau kurang. Hal ini sering diikuti dengan periode
kebingungan, agitasi dan tidur. Sakit kepala dan nyeri juga biasa terjadi setelahnya.6

Diagnosis banding
1. Epilepsi Parsial Kompleks
Serangan ini dapat sangat bervariasi, bergantung pada area dimulai dan
penyebaran di otak. Banyak kejang parsial kompleks dimulai dengan tatapan
kosong, kehilangan ekspresi atau samar-samar, penampilan bingung. Kesadaran
terganggu dan orang mungkin tidak merespon. Kadang-kadang orang memiliki
perilaku yang tidak biasa. Perilaku umum termasuk mengunyah, gelisah, berjalan di
sekitar atau bergumam. Kejang parsial dapat berlangsung dari 30 detik sampai tiga
menit. Setelah kejang, penderita sering bingung dan mungkin tidak ingat apa-apa
tentang kejang.4 Berdasarkan consensus ILAE 2014, epilepsi dapat ditegakkan pada
tiga kondisi, yaitu:6 1. Terdapat dua kejadian kejang tanpa provokasi yang terpisah
lebih dari 24 jam6 2. Terdapat satu kejadian kejang tanpa provokasi, namun resiko
kejang selanjutnya sama dengan resiko rekurensi umum setelah dua kejang tanpa
provokasi dalam 10 tahun mendatang, serta, 3. Sindrom epilepsi (berdasarkan
pemeriksaan EEG).
2. Kejang Psikogenik
Merupakan reaksi emosi bawah sadar, dapat terlihat seperti kejang tetapi tidak ada
perubahan aktivitas pada otak.
 pencetus sering kali karna faktor emosi
 Fenomena gerak bervariasi kadan tonik ataupun klonik
 Kesadarannya bervariasi, kadang dapat berkomunikasi tetapi matanya
tertutup

10
3. Epilepsi umum tonik biasanya terjadi mendadak. Kekakuan singkat pada otot seluruh

tubuh, menyebabkan orang menjadi kaku dan terjatuh jika dalam posisi berdiri.

Pemulihannya cepat namun cedera yang terjadi dapat bertahan. Kejang tonik dapat

terjadi pula saat tertidur.

Kejang epileptik diklasifikasikan berdasarkan onsetnya yaitu:

 Kejang fokal (parsial) yang terdiri dari kejang parsial sederhana (kesadaran masih ada

selama serangan), kejang parsial kompleks (kesadaran terganggu pada setiap tahap),

dan kejang parsial yang dapat berkembang menjadi generalisata (kejang generalisata

sekunder)

 Kejang umum (generalisata) yang terdiri dari absans (petit mal), mioklonik, klonik,

tonik, tonik-klonik (grand mal), dan atonik.

 Kejang lain (yang tidak terkelompokkan) yaitu kejang neonatal dan spasme infantil

Kejang parsial mengenai daerah tertentu pada korteks serebral, pada awalnya hanya

daerah tertentu dari tubuh yang terkena, dengan kata lain kejang generalisata mengenai

daerah otak secara difus. Kejang parsial sederhana menyebabkan gejala motorik, sensorik,

autonom, dan fisik tanpa adanya gangguan kesadaran yang jelas. Kejang sederhana ini juga

bisa bermanifestasi pada perubahan sensasi somatik (seperti parestesia), penglihatan,

pendengaran, dan keseimbangan. Kejang parsial kompleks ditandai dengan adanya gangguan

kesadaran terhadap lingkungan pasien. Kejang parsial dapat menyebar ke kedua hemisfer

serebral dan menyebabkan kejang generalisata, biasanya tipe tonik-klonik. Kejang

generalisata sekunder biasanya diikuti dengan kejang parsial sederhana terutama pada yang

berfokus pasa lobus frontal.1

Kejang generalisata berasal dari kedua hemisfer sereberal secara simultan. Kejang

absans (petit mal) terjadi secara mendadak, hilangnya kesadaran tanpa disertai kehilangan

kontrol tubuh dan terjadi hanya dalam hitungan detik. Kejang mioklonik terjadi kontraksi otot

11
tiba-tiba dan secara singkat pada satu bagian tubuh atau seluruh tubuh. Kejang klonik mirip

dengan kejang mioklonik tetapi berlangsung lebih lama. Kejang tonik terjadi kaku dan tegang

pada otot. Kejang tonik-klonik (grand mal) merupakan kejang terbanyak yaitu pada 20%

pasien epilepsi, kesadaran menghilang disertai dengan kontraksi yang menetap yang diawali

dengan fase tonik dan diikuti dengan fase klonik. Kejang atonik ditandai dengan hilangnya

kekuatan pada otot selama satu sampai dua detik dan hilangnya kesadaran secara singkat.

Kejang tidak terkelompokkan yaitu yang bukan kejang kelompok parsial dan

generalisata. Terjadi pada neonatal dan infant yang disebabkan karena gangguan fungsi neuro

dan perkembangan otak yang masih imatur. 1

Etiologi

Penyebab epilepsi yaitu idiopatik dan simptomatik. Kemungkinan yang dapat

menyebabkan kejang pada pasien adalah:7

Epilepsi idiopatik

12
Merupakan yang paling sering terjadi, kejadiannya sekitar 40% diseluruh dunia. Penyebab

abnormalitas neuroanatomi maupun neuropatologi tidak diketahui. Epilepsi idiopatik terjadi

pada bayi, anak, remaja, dan dewasa muda dengan MRI otak yang normal dan tidak ada

riwayat kelainan medis yang bermakna sebelumnya. Terdapat predisposisi genetik, beberapa

sindrom epilepsi idiopatik memiliki distribusi autosomal dominan yang mengakibatkan

adanya gangguan pada kanal ion.8,10

Epilepsi simptomatik

Epilepsi simptomatik berhubungan dengan abnormalitas struktur otak yang mengindikasikan

adanya penyakit atau kondisi yang mendasari. Yang termasuk kategori ini adalah kelainan

perkembangan dan kongenital baik akibat genetik maupun didapat, dan juga kondisi yang

didapat. Sebagai contoh: cedera kepala, infeksi SSP, lesi desak ruang, gangguan peredaran

daeah otak, toksik, metabolik, dan kelainan neurodegeneratif.8,10

Epidemiologi

Penelitian insidensi dan prevalensi telah dilaporkan oleh berbagai negara, tetapi di

Indonesia belum diketahui secara pasti. Para peneliti umumnya mendapatkan insidens 20 -

70 per 100.000 per tahun dan prevalensi sekitar 0,5 - 2 per 100.000 pada populasi umum.

Sedangkan pada populasi anak diperkirakan 0,3 - 0,4 % di antaranya menderita epilepsi.

Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Epilepsi

merupakan masalah pediatrik yang besar dan lebih sering terjadi pada usia dini dibandingkan

usia selanjutnya.9

Di negara berkembang diperkirakan tiga perempat pasien epilepsi tidak mendapatkan

pengobatan yang diperlukan. Sekitar 9 dari 10 pasien epilepsi di Afrika tidak mendapatkan

pengobatan. Di beberapa negara dengan pendapatan rendah dan menengah, ketersediaan obat

13
antiepilepsi (OAE) sangat rendah dan harga OAE relatif mahal. Ketersediaan OAE generik

sekitar kurang dari 50%.7

Patofisiologi

Otak berkomuniksai dengan organ ubuh lain melalui sel saraf (neuron). Pada kondisi

normal, impuls saraf dari otak secara elektrik dibawa neuro transmitter sepeti GABA

(Gamma Aminonutric Acid Glutamat) melalui sel saraf ke organ tubuh lain. Faktor penyebab

epilepsi mengganggu sistem ini sehingga menyebabkan ketidakseimbangan aliran listrik pada

sel saraf dan dapat menimbulkan kejang. Bangkitan epilepsi berasal dari sekelompok sel

neuron yang abnormal di otak yang melepas muatan secara berlebihan dan hipersinkron.

Sekelompok sel ini disebut fokus epileptik. Lepasnya muatan ini kemudian menyebar melalui

jalur fisiologis anatomis dan melibatkan daerah sekitarnya. Serangan epilepsi terjadi apabila

proses eksitasi di dalam otak lebih dominan daripada proses inhibisi (hambatan).

Aktivitas neuron di atur oleh konsenrasi ion di dalam ruang ekstraseluler dan di dalam

intraseluler dan oleh gerakan masuk ion-ion menerobos membrane neuron. Pada kejadian

epilepsi, ion tersebut terkoordinasi baik sehingga dapat timbul loncatan muatan. Akibat

loncatan neuron yang tidak terkoordinasi dengan baik sekelompok neuron akan mengalami

depolarisasi abnormal yang berkepanjangan dengan cetusan potensial aksi cepat dan

berulang-ulang. Cetusan listrik abnormal ini kemudian mempengaruhi neuron sekitarnya

sehingga menimbulkan serangkaian gerakan yang melibatkan otot dan menimbulkan kejang.

Kelainan dari neuron di otak yang diakibatkan gangguan listrik juga dapat mengakibatkan

penurunan kesadaran tiba-tiba.

Depolarisasi paroksismal pada neuron tunggal (pergeseran depolarisasi paroksismal

[PDS]) oleh karena pengaktifan kanal Ca2+. Ca2+ yang masuk akan membuka kanal kation

14
yang tidak spesifik sehingga menyebabkan depolarisasi yang berlebihan, yang akan terhenti

oleh pembukaan kanal K+ dan Cl- yang diaktivasi oleh Ca2+. Kejang epilepsi terjadi jika

jumlah neuron yang terangsang terdapat dalam jumlah yang cukup. Perangsangan neuron

atau penyebaran rangsangan ke neuron di sekitarnya ditingkatkan oleh mekanisme seluler

yaitu dendrit sel piramidal mengandung kanal Ca2+ bergerbang voltase yang akan membuka

pada saat depolarisasi sehingga meningkatkan depolarisasi. Pada lesi neuron, lebih banyak

kanal Ca2+ yang diekspresikan. Kanal Ca2+ akan dihambat oleh Mg2+ sedangkan hipomagnesia

akan meningkatkan aktivitas kanal ini. Peningkatan konsentrasi K+ ekstrasel akan mengurangi

efluks K+ melalui kanal K+. Hal ini berarti K+ memiliki efek depolarisasi, dan karena itu pada

waktu bersamaan meningkatkan pengaktifan kanal Ca 2+


. Lalu dendrit sel piramidal juga

didepolarisasi oleh glutamat dari sinaps eksitatorik. Glutamat bekerja pada kanan kation yang

tidak permeabel terhadap Ca2+ (kanal AMPA) dan pada kanal yang permeable terhadap Ca 2+

(kanal NMDA). Kanal NMDA normalnya dihambat oleh Mg2+. Akan tetapi, depolarisasi yang

dipicu oleh pengaktifan kanal AMPA menghilangkan penghambatan Mg2+ (kerjasama dari

kedua kanal). Maka, defisiensi Mg2+ dan depolarisasi memudahkan pengaktifan kanal

NMDA.9

Depolarisasi normalnya akan berkurang karena neuro inhibitorik yang mengaktifkan

kanal K + dan/atau Cl - di antaranya melalui GABA. BAGA dihasilkan oleh glutamate

dekarboksilase (GD), yaitu enzim yang membutuhkan piridokin (vitamin B 6) sebagai ko-

faktor. Defisiensi vitamin B6 atau berkurangnya afinitas enzim terhadap vitamin B 6 (kelainan

genetik) memudahkan terjadinya epilepsi. Hiperpolarisasi neuron thalamus dapat

meningkatkan kesiapan kanal Ca 2+ tipe-T untuk diaktifkan sehingga memudahkan serangan

absans.9

Tatalaksana

15
Pada pertolongan pertama saat kejang dapat menjauhkan penderita dari benda

berbahaya (gunting, pulpen, api, dan lainnya), tidak meninggalkan penderita, memberi alas

lembut di bawah kepala agar hentakan saat kejang tidak menimbulkan cedera kepala dan

kendorkan pakaian ketat agar pernapasan penderita lancar (jika ada), miringkan tubuh

penderita ke salah satu sisi supaya cairan dari mulut dapat mengalir keluar dengan lancar dan

menjaga aliran udara atau pernapasan, jangan menahan gerakan penderita yang sedang

kejang, tidak memasukkan benda apapun ke dalam mulut penderita, seperti memberi minum,

penahan lidah.1

Tujuan tatalaksana adalah status bebas kejang tanpa efek samping. Obat-obat lini

pertama untuk epilepsi antara lain:8

1. Karbamazepine, untuk kejang tonik-klonik dan kejang fokal. Tidak efektif untuk

kejang absens. Dapat memperburuk kejang myoklonik. Dosis total 600-1200 mg dibagi

menjadi 3-4 dosis per hari.

2. Lamotrigine, efektif untuk kejang fokal dan kejang tonik-klonik. Dosis 100-200 mg

sebagai monoterapi atau dengan asam valproat. Dosis 200-400 mg bila digunakan bersama

dengan fenitoin, fenobarbital, atau karbamazepine.

3. Asam valproat, efektif untuk kejang fokal, kejang tonik-klonik, dan kejang absens.

Dosis 400-2000 mg dibagi 1-2 dosis per hari.

4. Obat-obat yang tersedia di puskesmas

a. Fenobarbital, dapat dimulai dengan dosis 60mg/hari per oral dinaikkan 30 mg

setiap 2-4 minggu hingga tercapai target 90-120 mg/hari.

b. Fenitoin (300-600 mg/hari per oral dibagi menjadi satu atau dua dosis)

c. Karbamazepine (800-1200 mg/ hari per oral dibagi menjadi tiga hingga empat

dosis). Obat ini merupakan obat pilihan untuk pasien epilepsi pada kehamilan.

16
Terapi lain berupa terapi non-farmakologi dan terapi bedah (lobektomi dan

lesionektomi).Terapi operatif dipertimbangkan apabila terapi konservatif gagal, tindakan ini

mempunyai potensi untuk meninggalkan kecacatan psikologis dan sosial untuk jangka waktu

yang lama. Terapi operatif dibagi menjadi dua kelompok yaitu reseksi fokal dan

komsutotomi. Reseksi fokal merupakan tindakan pengangkatan focus epileptogenic di dalam

otak dan diindikasikan untuk kejang parsial. Kebanyakan kejang parsial memiliki focus di

area temporal, maka reseksi fokal yang sering dilakukan adalah lobektomi temporal anterior

(amigdala-hipokampektomi). Keberhasilan 70-90%. Komisurotomi adalah tindakan

pemotongan semua komisura garis tengah. Kalosotomi (hanya korpus kalosum yang dibelah)

ditujukan untuk kasus epilepsi yang tidak memiliki lokasi fokus kortikal yang jelas, 10%

memberikan hasil yang baik.

Obat yang dipakai untuk serangan kejang epilepsi disebut antikonvulsi atau

antiepilepsi. Obat tersebut menekan impuls listrik abnormal dari pusat serangan kejang ke

daerah korteks lainnya, sehingga mencegah serangan kejang tetapi tidak menghilangkan

penyebab serangan kejang. Antikonvulsi diklasifikiasikan sebagai penekan SSP.6

Antikonvulsi yang digunakan adalah hidantoin (fenitoin [dilantin], mefenitoin,

etotoin), barbiturate dengan masa kerja panjang (fenobarbital, mefobarbital, primidon),

suksinimid (etosiksimid), oksazolidon (trimetadion), benzodiasepin (diazepam, klonazepam),

karbamazepin, dan valproate (asam valproat). Antikonvulsi tidak dipakai untuk semua jenis

serangan kejang, contohnya hidantoin, fenitoin, efektif untuk mengobati serangan kejang

grand-mal (tonik-klonik) dan serangan kejang psikomotor tetapi tidak efektif untuk mengobai

srangan kejang petit-mal (absence).

Obat untuk meningkatkan inaktivasi kanal Na+ yang dapat menurunkan kemampuan

saraf untuk meghantarkan muatan listrik, contohnya fenitoin, karbamazepin, lamotrigine

okskarbazepin, dan valproate. Obat yang meningkatkan transmisi inhibitori GABAergik :

17
agonis reseptor GABA, meningkatkan transmisi inhibitori dengan mengaktifkn kerja reseptor

GABA, contohnya benzodiasepin dan barbiturate. Menghambat GABA transaminase,

konsentrasi GABA meningkat, contohnya vigabatrin. Menghambat GABA transporte,

memperpanjang aksi GABA contoh tiagabin, meningkatkan konsentrasi GABA pada LCS

mungkin dengan menstimulasi pelepasan GABA dari nonvesikularpool contohnya

gabapentin.

Dosis terapeutik fenitoin adalah 10-20 mikrogram/mL atau 100 mg tiga kali dalam

satu hari. Mefenitoin merupakan hidantoin kuat dan lebih toksik dibandingkan fenitoin.

Fenobarbital digunakan untuk mengobati serangan kejang grand-mal dan episode akut dari

serangan kejang akibat status epilepticus (serangan kejang epilepsy yang berturut-turut

dengan cepat) dengan dosis 100 mg per hari. Efek teratogenik dari fenobarbital lebih ringan

daripada fenitoin. Suksinimid dipakai untuk mengobati serangan kejang absans atau petit-mal

dengan dosis 500 mg dua kali satu hari. Oksazolidon, trimetadion, dan parametadion juga

diresepkan untuk mengobati serangan kejang petit-mal. Klonazepam efektif untuk

mengendalikan serangan kejang petit-mal (absans). Asam valporat dengan dosis 10-15

mg/kg/hari.11

Pencegahan
Epilepsi dapat muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan antikonvulsi yang
digunakan sepanjang kehamilan, ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi harus dipantau ketat
selama hamil, kejang dapat terjadi pada janin selama kehamilan dan persalinan. Infeksi pada
masa kanak-kanak harus dikontrol dengan vaksinasi yang benar, orang tua dengan anak yang
pernah mengalami kejang demam harus diinstruksikan pada metode untuk mengkontrol
demam (kompres dingin, obat antipiretik). Melakukan pencegahan terhadap cedera kepala.12
Komplikasi
Komplikasi pada masa kehamilan. Bangkitan epilepsi selama masa kehamilan dapat
membahayakan ibu dan anak. Beberapa jenis obat epilepsi juga meningkatan resiko cacat
pada janin, bisa terjadi kejang hebat dan terjatuh dapat melukai kepala hingga mematahkan
tulang, penderita epilepsy memiliki risiko mengalami kejang saat di air, pada status

18
epilepticus akan memiliki risiko kerusakan otak permanen, kematian mendadak pada
epilepsi. 2,7,13
Prognosis
Faktor yang mempengaruhi prognosis pada pasien epilepsi adalah usia, tipe kejang,
etiologi, temuan EEG, kekambuhan, dan riwayat keluarga. Prognosis yang buruk terlihat
pada epilepsi yang timbul pada usia muda, kejang parsial dibandingkan kejang generalisata,
kejang tonik-klonik yang sering dan tanpa mendapatkan pengobatan.12

Kesimpulan
Epilepsi adalah gangguan aktivitas listrik pada otak yang menyebabkan terjadinya
kejang berulang menyebabkan perubahan gerakan tubuh, kesadaran, emosi dan sensasi. Tidak
semua kejang disebabkan epilepsi. Kejang dapat disebabkan oleh meningitis, ensefalitis atau
trauma kepala. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan gejala yang timbul laki-
laki tersebut mengalami kejang tipe tonik.

Daftar Pustaka
1. Goldenberg MM. Overview drugs used for epilepsy and seizures. Diunduh pada 28
Desember 2019 dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2912003/
2. Ahmed SN, Spencer SS. An approach to the evaluation of a patient for seizures and
epilepsy. Diunduh pada 29 Desember 2019 dari
https://www.wisconsinmedicalsociety.org/_WMS/publications/wmj/pdf/103/1/49.pdf
3. Diunduh pada 30 Desember 2019 dari
https://www.epilepsy.com/learn/diagnosis/neurological-exam
4. Zhang SX. An atlas of histology. USA: Springer-Verlag; 1999. h. 69
5. Hendelman WJ. Atlas of functional neuroanatomy. New York: Taylor & Francis
group; 2016. H. 10
6. Kee JL, Hayes ER. Farmakologi. Jakarta: EGC; 1996. H. 231
7. Ginsberg L. Lecture notes neurologi. 8th ed. Jakarta: Erlangga; 2008. H. 80
8. Conway JM, Tallian KB. Epilepsy. Diunduh pada 31 Desember 2019 dari
https://www.accp.com/docs/bookstore/psap/p2018b3_sample.pdf

19
9. Silbernagl S, Lang F. Color atlas of pathophysiology. New York: Thieme; 2000. H.
336
10. Satyanegara. Ilmu bedah saraf. 4th ed. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2010. H.
473
11. Buku saku neurologi. Jakarta: EGC; 1995. H. 92
12. Macdonald B. The prognosis of epilepsy. Diunduh pada 3 januari 2020 dari
http://www.idealibrary.com
13. Nowacki TA, Jirsch JD. Evaluation of the first seizure patient: key points in the
history and physical examination. Diunduh pada 3 januari 2020 dari
https://www.seizure-journal.com/article/S1059-1311(16)30303-X/pdf

20

Anda mungkin juga menyukai