BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
disebabkan oleh muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak yang bersifat
Yunani, Epi berarti atas, dan lepsia berasal dari kata lambenin yang berarti
menyerang. Maka epilepsi berarti suatu serangan dari atas (otak). Epilepsi
epilepsi.3,4
termasuk dalam usia produktif, dan dari wanita yang menderita epilepsi
ini, melahirkan kurang lebih 20.000 bayi setiap tahun. Prevalensi epilepsi
di Indonesia sendiri berkisar antara 0,5 – 4% dengan rata – rata 8,2 kasus
antara 1,1 – 4,4 juta penderita epilepsi, sedangkan pada wanita hamil
ketat untuk mengontrol epilepsi selama masa kehamilan dan juga selama
masa nifas. Namun, terapi epilepsi dapat memberikan dampak buruk bagi
janin dan bayi, seperti kematian janin dan kematian perinatal, malformasi
Setiap tahun, sekitar 40.000 bayi di seluruh dunia terpapar dengan obat
dari bayi tersebut mengalami cacat lahir akibat dampak dari OAE.7
pada masalah yang unik, dikarenakan penghentian OAE secara total tidak
dapat membahayakan janin dan balita, sehingga ibu hamil dengan riwayat
itu, dibutuhkan penanganan secara terpadu antara ahli kebidanan dan ahli
saraf, agar penderita dapat bebas dari serangan epileptik selama masa
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epilepsi
2.1.1 Definisi
epilepsi berulang berselang lebih dari 24 jam yang timbul tanpa provokasi.
Epilepsi adalah suatu penyakit otak yang ditandai dengan gejala minimal terdapat
2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan refleks (jarak antar bangkitan >24
2.1.2 Etiologi
stabilitas saraf, dapat memicu hipereksibilitas dan kejang. Ada ribuan kondisi
medis yang dapat menyebabkan epilepsi, dari adanya mutasi genetik hingga luka
trauma pada otak. Etiologi kejang perlu diketahui untuk menentukan jenis terapi
saraf pada area jaringan otak yang abnormal. Dalam jenis ini, tidak ada
kejang, maka sindrom ini disebut epilepsi idiopatik atau primer. Kejang
bahwa serangan terjadi karena cetusan listrik abnormal yang terjadi akibat
2. Epilepsi Sekunder
Disebut epilepsi sekunder berarti gejala yang timbul ialah akibat dari
misalnya karena tumor, trauma, luka kepala, infeksi atau radang selaput
otak.9,10
2.1.3 Klasifikasi
(ILAE) 1981 :
Lesi yang terdapat pada kejang parsial berasal dari sebagian kecil
dari otak atau satu hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada satu sisi atau
otomatisme.2,5,7
Lesi yang terdapat pada kejang umum berasal dari sebagian besar dari
otak atau kedua hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada seluruh bagian
a. Kejang Absans
b. Kejang Atonik
c. Kejang Mioklonik
d. Kejang Tonik-Klonik
cepat dan total disertai kontraksi menetap dan masif di seluruh otot.
dan diikuti oleh fase klonik yang berlangsung sekitar 30 detik. Selama
fase tonik, tampak jelas fenomena otonom yang terjadi seperti dilatasi
e. Kejang Klonik
f. Kejang Tonik
2.1.4 Diagnosis
a. Anamnesis
yang diderita, usia pada saat terjadinya bangkitan pertama, riwayat pada
dalam keluarga.
b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan elektro-ensefalografi
• Pemeriksaan laboratorium
Pada wanita hamil dengan bangkitan dan telah mendapat obat anti
2. EEG
stadium kehamilan.
2.1.5 Patofisiologi
dominan daripada proses inhibisi, dalam arti lain terjadi gangguan fungsi neuron.
neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan perambatan aktivitas
amino butyric acid (GABA) dan glisin.Dalam keadaan istirahat, membran neuron
Potensial aksi akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel
dan intraseluler, serta gerakan keluar masuk ion-ion menembus membran neuron.
intraseluler dan kurang untuk ion Ca, Na dan Cl. Perbedaan konsentrasi yang
kandungan kanal ion pada membran saraf.Perubahan ini dapat merubah atau
mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilalui oleh ion
Ca dan Na dari ruang ekstrasel ke intrasel. Influks dari Ca ini akan menimbulkan
letupan depolarisasi membran dan melepas muatan listrik yang berlebihan, tidak
teratur dan terkendali. Cetusan listrik abnormal ini yang kemudian menstimulasi
neuron-neuron sekitarnya yang terkait di dalam sel. Sifat khas dari epilepsi ialah
terjadinya penghentian serangan akibat proses inhibisi. Diduga sistem inhibisi ini
9
pada 2521 wanita dengan epilepsi, ditemukan bahwa 66,6% tidak mengalami
a. Perubahan hormonal
ketiga. Serangan kejang pada epilepsi berkaitan erat dengan rasio estrogen
b. Metabolik
Pada wanita hamil yang mengkonsumsi obat anti epilepsi, akan terjadi
Bayi dari ibu yang menderita epilepsi memiliki risiko yang lebih tinggi
kanak.13,14
terpapar dengan bangkitan maternal pada waktu yang lain. Bangkitan umum
tonik-klonik meningkatkan risiko hipoksia dan asidosis dan juga cedera karena
a. Kematian Janin
minggu tampaknya menjadi hal yang umum terjadi dan kemungkinan merupakan
tinggi pada bayi dari ibu dengan epilepsi (1,3 - 1,4%) dibandingkan dengan bayi
kurang dari 20 minggu, tampaknya terjadi lebih sering pada bayi dari ibu dengan
Pada penelitian ditemukan sekitar 12% anak lahir cacat dari ibu epilepsi
yang mengkonsumsi OAE dan mengalami serangan pada trimester pertama. Ibu
yang tidak mengalami serangan pada trimester pertama kehamilan namun juga
mengkonsumsi OAE, cacat lahir yang terjadi hanya sekitar 4 %. Serangan selama
12
kehamilan juga dihubungkan dengan lebih tingginya angka fetal dan maternal
b. Perdarahan Neonatus
bayi dengan epilepsi. Berbeda dengan gangguan perdarahan lain pada bayi dimana
tinggi, lebih dari 30%, karena perdarahan terjadi dalam kavitas interna dan tidak
tergantung vitamin K yaitu faktor II, VII, IX dan X. Antikonvulsan bekerja seperti
Berat badan lahir rendah (kurang dari 2500g) dan prematuritas telah
ditunjukkan pada bayi dari ibu penderita epilepsi. Rata-rata tingkatan berkisar dari
7-10% untuk berat badan lahir rendah dan 4-11% untuk prematuritas. Penelitian
ini tidak menganalisis efek dari tipe bangkitan tertentu, frekuensi atau OAE
cacat lahir pada bayi yang dilahirkan olehibu penderita epilepsi yang mendapat
terapi OAE lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak mendapat terapi.
Meskipun dihadapkan pada risiko cacat lahir, penghentian OAE pada perempuan
hamil bukan suatu tindakan yang realistik. Hal itu disebabkan karena kondisi
Risiko paling tinggi dihadapi oleh mereka yang sudah memiliki bangkitan lebih
dari satu kali sebelum hamil. Risiko paling rendah terjadi pada mereka yang pada
masa sebelum kehamilan hanya mengalami bangkitan kurang dari satu kali dalam
sembilan bulan.
Sejumlah OAE baru telah dipasarkan di Amerika Serikat sejak tahun 1993:
topiramate, dan zonisamide. Jumlah laporan kehamilan yang terpapar obat ini
sangat rendah, dan tidak cukup besar untuk dapat menentukan apakah ada
penurunan selama kehamilan dan telah menduga bahwa hal ini juga benar untuk
mempunyai efek teratogenik yang potensial pada masa usia kehamilan yang
sensitif harus dipertimbangkan dengan cermat, hal ini termasuk penggunaan OAE.
Gangguan pada masa rawan ini menimbulkan cacat terutama pada sistem saraf
pusat, karena sistem saraf pusat sedang terbentuk dan berkembang. Neural Tube
Defect (NTD) adalah cacat yang terjadi pada susunan saraf pusat termasuk otak
dan medula spinalis. Spina bifida merupakan istilah dari bahasa Latin yang berarti
medula spinalis yang terbuka, mengacu pada cacat lahir yang ditandai dengan
pada saat yang sama juga penggunaan obat anti epilepsi dapat menyebabkan
gangguan perkembangan janin. Namun, ibu dengan epilepsi tetap dapat hamil
disebabkan oleh obat anti epilepsi. Oleh karena itu, tatalaksana epilepsi pada
kehamilan perlu dilakukan sejak sebelum terjadinya konsepsi hingga selama masa
berikut
a. Prekonsepsi
juga sebaliknya.
mempunyai risiko lebih tinggi untuk melahirkan bayi yang cacat, yang
hamil
Pada wanita dengan epilepsi yang telah bebas serangan selama 2 – 5 tahun,
monoterapi, dengan melakukan tappering off dari obat anti epilepsi yang sedang
16
Pada wanita dengan epilepsi yang sudah terjadi konsepsi dan sedang
hamil, diperlukan pemeriksaan antenatal care (ANC) secara ketat dan dilakukan
oleh dokter spesialis kebidanan bersama dengan dokter spesialis saraf untuk
dievaluasi selama kehamilan. beberapa hal yang perlu dievaluasi pada ibu hamil
neural tube defect(NTD) yang sering disebabkan oleh obat anti epilepsi
akan meningkat pada kasus NTD terbuka juga dapat dilakukan untuk
spontan dan risiko terjadinya NTD pada ibu dengan risiko tinggi. Dosis
yang diberikan pada wanita yang tidak memiliki defisiensi asam folat
asam asam folat dan pada ibu hamil dengan epilepsi diberikan 4
per oral sejak usia kehamilan 36 minggu, hingga persalinan dan bayi
pada saat kelahiran, terutama pada ibu hamil dengan epilepsi yang
primidon, dan fenobarbiton. Hal ini karena obat – obat anti epilepsi
dari faktor pembekuan darah yang tergantung vitamin K yaitu faktor II,
VII, IX, dan X sehingga ibu dan bayi rentan terhadap perdarahan post
partum.
untuk ibu maupun janin.Serangan epilepsi dapat terjadi selama masa persalinan
dan membahayakan janin karena terjadi anoksia. Oleh karena itu, persalinan ibu
hamil dengan epilepsi harus dilakukan di rumah sakit sehingga dapat dilakukan
tatalaksana yang tepat dan cepat apabila terjadi bangkitan selama proses
sebagai berikut.15
Obat anti epilepsi harus tetap diberikan dan harus dijaga agar kadar
obat dalam plasma tetap dalam dosis yang adekuat untuk mencegah
jarak 12 jam. Hal ini karena obat anti epilepsi yang bekerja dengan
dari steroid.
pada usia kehamilan akhir atau selama persalinan, dan bila ditemukan
Setelah lahir, ibu beserta dengan bayi harus diawasi secara ketat.Bayi yang
mengalami epilepsi sebanyak 3% dalam semua bentuk epilepsi. Selain itu juga,
hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana ibu yang menderita epilepsi
merawat bayi dan proses menyusuinya. Karena itu, beberapa hal yang dapat
melalui ASI dan dapat terpapar pada bayi, namun belum ditemukan
bukti memberikan efek samping yang bermakna pada bayi, hal ini
dalam ASI. Selain itu, obat seperti fenitoin dan asam valproate
memiliki tingkat keterikatan yang tinggi, selain itu juga fenitoin sulit
fenobarbital memiliki kadar yang tinggi dalam ASI sehingga pada ibu
darah bayi yang menerima ASI dari ibu yang sedang mengkonsumsi
yang menggunakan obat anti epilepsi yang bekerja dngan cara induksi
persalinan, OAE harus tetap diberikan apabila perlu maka dapat diberi
vitamin K pada saat lahir, akhir minggu pertama, dan akhir minggu ke-
anaknya secara baik. Kadar OAE ditentukan oleh kadar obat dalam plasma
dan tingkat terikatnya obat oleh protein. Makin tinggi tingkat keterikatan
oleh protein maka kadar obat dalam ASI semakin rendah. Fenitoin dan
cukup rendah. Lebih dari itu, fenitoin cukup sulit diabsorbsi oleh traktus
maka bayinya harus selalu diawasi apakah tidak dapat menghisap ASI atau
Tatalaksana umum
Tatalaksana khusus
JANGAN masukkan fenitoin dalam cairan lain (selain NaCl 0,9%) karena
- Bilas dengan NaCl 0,9% sebelum dan sesudah infus fenitoin dan
Jika ibu epilepsi sudah diketahui sebelumnya, lanjutkan terapi yang sudah
Suplemen asam folat oral dosis 600 µg/hari diberikan bersama dengan
BAB 3
LAPORAN KASUS
Umur : 24 Tahun
Status : Menikah
Alamat : Namosain
Nomor MR : 50 63 56
3.2 Anamnesis
yang menjalar ke pinggang yang dirasakan 1 hari SMRS. Selain itu pasien
juga mengaku keluar darah sedikit dari jalan lahir. untuk lendir dan air-air
belum keluar dari jalan lahir. Gerak janin masih dirasakan dengan baik.
kejang-kejang secara tiba-tiba sejak tahun 2008 & konsumsi obat dari
November 2018. Pasien mangaku lupa total kejang berapa kali namun
pasien yakin kejang >1 kali selama ini dan jarak antara kejang tidak dekat
bisa lebih dari 1 hari. Kejang terjadi secara tiba-tiba disertai penurunan
hentak kedua kaki dan tangan yang berlangsung sekitar 2-3 menit., Pasien
pasien tidak minum obat karena obat habis. Pasien mengaku kejang
Riwayat Reproduksi:
- Menarke : 14 tahun
Riwayat persalinan :
1. 9 bulan/spontan/rumah/dukun/BB?/Laki-laki/5 tahun
3. Hamil ini:
- HPHT : 03-06-2018
- TP : 10-03-2019
- UK : 38 – 39 minggu
RR:20 x/menit
o Abdomen :
o Palpasi: supel
o Ekstremitas :
o Akral hangat
o Pemeriksaan neurologis:
o Leopold :
Hasil UL (01/03/2019)
Sedimen urin
P:
kepala
P:
-evaluasi CHPB/1 jam
P:
-Pimpin persalinan
22.55
Outcome:
Lahir bayi laki-laki, BB: 3600 PB: 52 cm, A/S: 7/9, Ballard score: 36: 38-39
minggu
23.00
S : pasien kontrol pasca rawat inap dan dirawat oleh obgyn. Keluhan kejang-
kejang kurang lebih 5 tahun hilang muncul, saat ini pasien sedang hamil 7 bulan,
dan terkadang pandangan kabur.
O. Kesadaran :E4 V5 M6
Status neurologis: dalam batas normal
A: Epilepsi + Gravid
P:
-Kutoin 3x100 mg
BAB 4
PEMBAHASAN
epilepsi berulang berselang lebih dari 24 jam yang timbul tanpa provokasi.
Epilepsi adalah suatu penyakit otak yang ditandai dengan gejala minimal terdapat
2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan refleks (jarak antar bangkitan >24
kedepan), dan sudah ditegakkan diagnosis sindrom epilepsi. Pada kasus ini pasien
serangan kejang yang terjadi karena cetusan listrik abnormal yang disebabkan
karena adanya kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dalam neuron-
neuron pada area jaringan otak yang abnormal. Dalam jenis ini, tidak ada kelainan
sindrom ini disebut epilepsi idiopatik atau primer. sebanyak 65% dari seluruh
kasus epilepsi tidak diketahui faktor penyebabnya. Umumnya faktor genetik lebih
Sekunder dimana gejala yang timbul ialah akibat dari adanya kelainan pada
jaringan otak. Gangguan ini bersifat reversibel, misalnya karena tumor, trauma,
34
luka kepala, infeksi atau radang selaput otak. Pada pasien tidak di dapatkan secara
jelas penyebab dari kejangnya. Pada kasus ini, pasien tidak menyampaikan
tentang riawayat sakit yang pernah di deritanya dan juga pasien menyangkal jika
yang diderita, usia pada saat terjadinya bangkitan pertama, riwayat pada saat
dalam kandungan, kelahiran, dan perkembangan bayi atau anak, riwayat terapi
Fisik jika di curigai trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan
congenital, gangguan neurologik fokal atau difus, kecanduan alkohol atau obat
laboratorium. Pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan pasien memiliki riwayat
epilepsi/kejang sebelumnya dari tahun 2008 saat pasien berumur 14 tahun. Kejang
terjadi secara tiba-tiba disertai penurunan kesadaran dan gerakan yang muncul
saat kejang adalah tonik klonik yang berlangsung sekitar 2-3 menit. Pada pasien
pemeriksaan fisik tidak ditemukan penemuan yang bermakna. Jika dari riwayat
Society menyebutkan bahwa wanita dengan epilepsi relatif aman untuk hamil,
tetapi harus waspada dan hati-hati, termasuk menghindari obat epilepsi tertentu
dengan epilepsi, penghentian OAE tidak beralasan atau bukan pilihan aman
karena kejang/kejadian yang terkait dengan serangan dapat menyebabkan ibu dan
janin terpajan perlukaan fisik. Jika memungkinkan, obat anti epilepsi pada wanita
usia subur diganti dengan yang kurang teratogenik. Asam valproat, meskipun
risiko malformasi pada pajanan in utero. Mengganti asam valproat dengan obat
digunakan sendiri maupun bersama obat lain. Karena itu, jika masih dapat diganti
Alternatif untuk pasien dengan epilepsi umum lebih terbatas karena valproat lebih
seharusnya dipertimbangkan.
folat, AFP, vitamin K, dan pemeriksaan ultrasonografi untuk mengetahui ada atau
tidak adanya neural-tube defects, bibir sumbing, dan kelainan jantung bawaan.
Dosis optimal asam folat belum diketahui secara pasti. Untuk perempuan yang
tidak mengalami defisiensi asam folat cukup diberi 1mg/hari. Apabila terbukti ada
defisiensi asam folat maka perlu diberi asam folat dengan dosis yang lebih tinggi,
BAB 5
PENUTUP
Telah dilaporkan kasus Ny. ASS usia 24 tahun dengan diagnosa G3P1A1
AH 1 38-39 minggu T/H + observasi Inpartu + Riwayat epilepsi + TBJ 3255
gram. Penanganan dilakukan terminasi kehamilan secara spontan pervaginam
belakang kepala. setelah dilakukan terminasi kehamilan pasien dirawat di ruangan
flamboyan dan dilakukan perawatan selama 2 hari dan dipulangkan dengan tanpa
bangkitan kejang. Pasien dikontrolkan ke poli kandungan dan poli saraf pasca
rawat inap.
38
DAFTAR PUSTAKA