Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN Kelainan kongenital sistem saraf pusat yang paling sering dan penting ialah defek tabung

neural, yang terjadi pada 3-4 per 100.000 kelahiran hidup. Kegagalan tabung neural untuk menutup pada hari ke 28 gestasi, atau kerusakan pada strukturnya setelah penutupan dapat dideteksi in utero dengan pemeriksaan ultrasonografi. Pada 90 % kasus, kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu dan caira amnion ditemukan meningkat ; penemuan ini sering digunakan sebagai prosedur skrining. Keterlibatan kranial maupun spinal dapat terjadi. Terminologi spina bifida sering digunakan pada keterlibatan spinal, apa bila malformasi sistem saraf pusat disertai rachischisis maka terjadi kegagalan lamina vertebrata.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA HIDROSEFALUS Definisi Peningkatan volume cairan serebrospinal, biasanya disebabkan gangguan absorpsi, atau yang lebih jarang produksi yang berlebihan (Lindsay, Bone, Callander. 1997) Klasifikasi Bila obstruksi aliran cairan serebrospinal terjadi di dalam ventrikel, disebut hidrosefalus non-komunikan. Bila reabsorpsi cairan serebrospinal oleh vili arachnoid terganggu dan tidak ada obstruksi ventrikel, itu disebut hidrosefalus komunikan (Rubin, 2008) Etiologi Non-komunikan Didapat 1. Acquired aqueduct stenosis 2. masa supratentorial yang menyebabkan herniasi 3. hematoma intraventrikular 4. tumor : ventrikular, kista koloid, daerah pineal, fossa posterior 5. abses/granuloma 6. kista araknoid kongenital 1. aqueduct stenosis 2. sindrom Dandi-Walker 3. malformasi Chiari 4. zneurisma vena Galen (Lindsay, Bone, Callander. 1997) Patofisiologi Bada bayi, sebelum sutura menutup, bisa terjadi ekspansi kepala dan dilatasi ventrikular yang masif. Tapi pada banyak kasus, hidrosefaus berhenti walaupun ventrikel tetap berdilatasi, tekanan intrakranial kembali normal dan absorpsi CSF muncul untuk menyeimbangkan produksi. Saat itu, pertumbuhan normal akan kembali berjalan, walaupun gangguan mental atau psisikis yang sudah terjadi tetap menjadi permanen. Manifestasi Klinis Pada bayi dan anak-anak, onset akutnya dapat berupa iritabilitas, gangguan kesadaran, dan muntah. Pada onset yang perlahan, retardasi mental dan gagal tumbuh. cracked pot sound pada perkusi kepala. Peningkatan lingkaran kepala dibandingakn demgan curva pertumbuhan normal. Retraksi kelopak mata, kulit kepala yang tipis dengan dilatasi vena. Komunikan Penebalan leptomeninges atau keterlibatan granulastiones arachnoid : 1. infeksi (piogenik, TB, jamur) 2. perdarahan subaraknoid 3. meningitis karsinomatosa peningkatan kekentalan CSF produksi berlebihan pleksus koroideus

Pada penderita dewasa, onset mendadaknya berupa peningkatan tekanan intrakranial : sakit kepala, mintah, papiledema, perubahan tingkat kesadaran. Pada onset perlahan, terjadi demensia, ataxia gait, dan inkontinen (Lindsay, Bone, Callander. 1997) Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan hasil pemeriksaan penunjang dengan : 1. skull X-ray : a. terlihat dari ukuran tengkorak dan pelebaran sutura b. bukti adanya peningkatan tekanan yang kronik : erosi clinoid posterior c. defek yang berkaitan : platybasia, invaginasi basilar 2. CT-Scan : pola perbesaran ventrikel dapat membantu menentukan penyebab a. Dilatasi ventrikel lateral dan ventrikel ke tiga : dengan ventrikel ke empat normal dugaan ke arah stenosis aqueduktus ; dengan deviasi atau hilangnya ventrikel ke empat dugaan ke arah massa di fosa posterior b. Dilatasi generalisata dugaan ke arah hidrosefalus komunikan 3. Ultrasonography a. Melalui fontanel anterior, berguna dalam mendeteksi perbesaran ventrikel pada bayi tetapi hanya memberikan informasi yang kurang berharga dibandingkan CT-scan. 4. MRI Menunjukkan ekspansi ventrikular yang sama, tapi lebih jelas dalam menunjukkan lusensi ventrikel atau penyebab neoplastik dari obstruksi Tatalaksana 1. kemunduran atau perburukan akut : a. drainase ventrikular, atau b. ventriculo-peritonela shunt atau ventriculoatrial shunt bila ada adhesi peritoneal c. pungsi lumbal : jika hidrosefalus komunikan 2. kemunduran atau perburukan perlahan : a. VP shunt : lumboperitoneal shunt biasanya digunakan untuk hidrosefalus komuikan 3. arrested hydrosephalus a. dilatasi ventrikular tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan, tetapi pertumbuhan reguler atau penilaian psikometrik dilakukan untuk memastikan tidak adanya efek penyakit pada perkembangan dari keadaan tidak stabil yang potensial ini. Komplikasi Drainase Shunt 1. infeksi : menghasilkan meningitis, peritonitis, atau infeksi sepanjang saluran subkutaneus. Pada pasien dengan VP shunt, bakteremia bisa menyebabkan nefrpitis shunt. Staphylococcus epidermidis atau aureus biasanya sering terlibat. Antibiotik profilaktik bisa meminimalisasi faktor risiko, tetapi bila terjadi eradikasi biasanya memerlukan tindakan pengangkatan shunt

2. hematom subdural : ventrikel yang kolap menarik permukaan kortek dari dura dan merobek vena yang menyebabkan perdarahan subdura. Risiko ini bisa dikurangi dengan pengatur tekanan atau katup yang bisa diprogram 3. obstruksi shunt : blok pada sistem shunt dengan pleksus koroid, debris, omentum, atau darah beku menghasilkan kekambuhan gejala remiten atau intermiten dan mengindikasikan untuk revisi shunt. 4. keadaan tekanan rendah : mengikuti shunt, sebagian pasien mengalami sakit kepala, muntah saati duduk atau berdiri. Keadaan tekanan yang rendah ini biasanya berkurang dengan intak cairan yang tinggi dan mobilisasi yang perlahan. Prognosis Tatalaksana yang dilakukan akan mengurangi kerusakan otak irreversibe, dengan hasil baik, kebanyakan anak menunjukkan IQ yang normal. Komplikasi berulang, bagaimana pun, khususnya yang terjadi pada bayi dan anak-anak membawa morbiditas yang bermakna (Lindsay, Bone, Callander. 1997)

MENINGOCELE Definisi Spina bifida adalah kelainan berupa defek pada penutupan tuba neuralis distal yang menghasilkan anomali vertebra lumbal dan sakral (Schnider, DS. 2007). Meningocele adalah ekstrusi mening yang melewati defek pada koluma vertebralis (Kumar, 2008) Klasifikasi Spina bifida dapat diklasifikasikan dalam empat kriteria ; 1. spina bifida occulta : defek terbatas pada arkus vertebra, biasaya asimtomatik. 2. meningocele : kondisi yang dicirikan dengan defek tulang dan jaringan lunak yang lebih ekstensif dan memungkinkan protrusi mening sebagai kantung yang terisis cairan. Aspek lateral kantung ditutpi oleh kulit di mana apek biasanya ada ulserasi 3. myelomeningocele : mengacu pada defek yang lebih ekstensif dan mengekspos kanalis spinalis dan menyebabkan akar saraf khususnya kauda ekuina menjadi terjebak di dalam jaringan ikat subkutan 4. rachischisis : defek ekstrim dengan kolumna spinalis ditutupi oleh saluran bercelah besar, sering dengan tanpa korda spinalis

Etiologi 1. faktor genetik 2. infeksi ibu : rubella dan sitomegalovirus 3. radiasi dalam kandungan 4. defisiensi asam folat (Underwood, 2000) Diagnosis Myelomeningocele : lesi ini harus diperiksa secara hati-hati untuk adanya elemen neural. Transilluminasi sakus dapat membantu. Observasi pergerakan kaki dan kelompok otot spesifik, terjadi secara spontan dan dalam berespon terhadap nyeridialkukan diatas dan di bawah tingkat lesi, membantu menetukan derajat dan tingkat kerusakan neurologik. Perhatikan juga adanya dilatasi buli-buli. Cari setiap kelainan kongenital yang berkaitan seperti hidrosefalus, skoliosis, deformitas kaki. Meningocele : pasien dengan kelainan ini jarang memiliki defisit neurologis Pemeriksaan penunjang Ultrasonography, MRI dan Ct-scan dapat membantu mengenali kelainan spesifik. Tatalaksana Myelomeningocele : tatalaksana segera dengan menutup dan menempatkan kembali jaringan saraf ke dalam kanalis spinalis untuk mencegah infeksi. Jika perlu, langkah awal ini menyediakan banyak waktu utnuk menentukan manajemen aktif yang akan datang. Meningocele : pada keadaan di mana kebocoran cairan serebrospinal terjadi, eksisi urgen dilakukan, Spina bifida occulta : tatalaksana tidak diperlukan, meskipun pasien dengan abnormalitas kulit atau dengan tanda neurologis, sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang lanjut untuk memastikan kembali tidak adanya anomali intraspinal (Lindsay, Bone, Callander. 1997)

BAB III PENYAJIAN KASUS Data Dasar An. AA, laki-laki, 9 bulan, bertempat tinggal di Alur Bandung, Teluk Batang ; Kayong Utara, masuk sejak 1 Desember 2008 dengan keluhan utama, adanya benjolan di punggung bawah yang didapat sejak lahir. Anamnesis dilakukan pada tanggal: 10 Desember 2008, pukul : 09.15 WIB (Alloanamnesis) 9 bulan yang lalu pasien dilahirkan dengan benjolan kecil di punggung bawah sebesar kelereng yang mengeluarkan darah. Bila sedang menarik napas, benjolan itu menggembung, saat menghembuskan napas benjolan mengempis. Ketika berusia 15 hari, pasien dibawa orang tuanya ke RSUD Agus Jam Ketapang untuk memeriksakan keadaannya, di sana pasien hanya mendapat perawatan luka pada benjolannya lalu disuruh pulang. Ketika berusia 1 bulan, ukuran benjolan mulai menetap, dan tidak dipengaruhi gerakan napas. Ukuran benjolan sebesar bola ping pong. Benjolan terus membesar dalam hitungan minggu. Saat ini pasien belum bisa duduk dan merangkak. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada masalah. Tidak ada riwayat sering pucat, lemah dan lesu. Usia kehamilan ibu 9 bulan. Selama hamil sering mengalami nyeri ulu hati, sering minum obat sakit kepala yang dibeli di warung bila sakit kepala. Ibu pasien memeriksakan kehamilannya pada saat usia kehamilan 3 dan 5 bulan. Selama hamil, ikut suami membuka hutan untuk ladang. Mereka bekerja dalam satu kelompok saat memasuki hutan yang jauh dari pusat kesehatan kota, ibu pasien bersama istri-istri pekerja lainnya bekerja sebagai juru masak bagi suami-suami mereka yang membuka hutan. Makan seadanya, dan baru kembali ke kampung masing-masing setelah satu atau beberapa bulan. Ibu melahirkan ditolong dukun beranak, pasien lahir langsung menangis, berat badan dan tinggi badan tidak diukur. Pasien adalah anak ke dua dari dua bersaudara. Kakak pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa begitu juga dengan keluarga yang lain. Orang tua pasien bekerja sebagai petani, biaya berobat ditanggung JAMKESMAS. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sehat, kesadaran kompos mentis, GCS 15, keadaan gizi baik, frekuensi nadi 86 x/ menit, frekuensi napas 40 x/ menit, warna kulit coklat muda, lingkar kepala 52 cm, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, hidung tidak ada deformitas maupun discharge, telinga tidak ada tanda peradangan maupun discharge, mukosa bibir tidak sianosis, tidak anemis, kondisi gigi geligi baik. Pasien dapat tertawa, mengoceh, berusaha melihat ke arah sumber suara yang diberikan, mata dapat bergerak mengikuti cahaya penligh ke tengah, ke atas, ke bawah, ke samping kiri dan kanan, ke samping atas, kiri dan kanan, ke samping bawah kiri dan kanan, pasien sesekali mengangkat ke dua alisnya, leher tidak ada perbesaran kelenjar getah bening, tidak ada perbesaran kelenjar tiroid, bentuk dada simetris, jantung dan paru tidak ada kelainan, bentuk abdomen bulat, tidak ada perbesaran hati dan limpa, tidak ada venektasi vena superfisial, punggung bawah regio lumbo-sakral ditemukan benjolan berukuran 15x9x6 cm, warna kulit permukaan kemerahan, tampak venektasi vena halus, pada puncak benjolan tampak skuama hiperpigmentasi, teraba lembut, tidak nyeri tekan. Pada pemeriksaan transilluminasi, isi benjolan tampak kemerahan tanpa adanya bayangan struktur padat. Ostium uretrae eksternum penis pada ujung diatal, belum sirkumsisi, skrotum tampak, ke dua testis ada. Kedua ekstremitas atas kanan dan kiri tidak tampak lesi kulit, deformitas, atrofi otot, maupun tanda peradangan, aktivitas motorik baik. Kedua

ekstremitas bawah kanan dan kiri tidak ada deformitas, tidak ada atrofi otot, aktivitas motorik baik. Ringkasan Seorang anak laki-laki 9 bulan datang dengan keluhan benjolan di punggung bawah yang didapat sejak lahir. Benjolan terus membesar dalam hitungan minggu. Saat hamil, ibu pasien bekerja di dalam hutan mengikuti rombongan untuk merambah hutan membuka ladang pertanian. Tidak ada riwayat sering pucat, lemah dan lesu. Pemeriksaan fisik : keadaan gizi baik, Perkembangan motorik dan sensorik pasien baik, lingkar kepala 52 cm. Tidak ada perbesaran hati dan limpa. Punggung bawah regio lumbo-sakral ditemukan benjolan berukuran 15x9x6 cm, warna kulit permukaan kemerahan, tampak venektasi vena halus, pada puncak benjolan tampak skuama hiperpigmentasi, teraba lembut, tidak nyeri tekan. Pada pemeriksaan transilluminasi, isi benjolan tampak kemerahan tanpa adanya bayangan struktur padat. Masalah 1. makrosefali 2. spina bifida Diagnosis banding 1. makrosefali 2. spina bifida : hidrosefalus, makrokrania, megalensefali : myelomeningocele, meningocele

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan CT-Scan lumbo-sakral (4 Desember 2008) ; tampak masa isodens pada posterior vertebra yang keluar melalui defek arkus vertebrae ossa vertebrae lumbal ke arah posterior, medula spinalis dalam foramen vertebrae. Pemeriksaan CT-Scan kepala (9 Desember 2008) ; tampak dilatasi generalisata ventrikel otak. Diagnosis Kerja 1. hidrosefalus 2. meningocele Analisis Masalah Pasien anak dengan makrosefali mungkin suatu hidrosefalus, makrokrania, atau megalensefali. Makrokrania biasanya pada thalasemia beta mayor disingkirkan karena pada anamnesis tidak didapatkan riwayat sering pucat, lemah dan lesu, pada pemeriksaan fisik konjungtiva tidak anemis, tidak ada perbesaran hati dan limpa, serta tidak ada fasies thalasemia yaitu tulang frontal dan parietal menonjol, maksila membesar. Pemeriksaan penunjang foto rongent kepala tidak diusulkan karena dari anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak mengarah ke thalasemia beta mayor. Jika kecurigaan ke arah itu, maka hasil dari foto rongent kepala yang diharapkan adalah gambaran radio opak seperti rambut beridiri pada tengkorak. Megalensefali disingkirkan karena pada pemeriksaan CT-scan kepala didapatkan kelainan struktur intrakranium berupa dilatasi ventrikel generalisata. Diagnosis hidrosefalus ditegakkan karena berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan ; lingkar kepala lebih dari ukuran normal. Lingkaran kepala pasien adalah

52 cm, sedangkan untuk anak seusianya lingkar kepala normal berkisar antara 43 - 48 cm, dengan rata-rata 45 cm. Pada pemeriksaan CT-Scan kepala didapatkan dilatasi generalisata ventrikel otak. Pasien anak dengan benjolan punggung bawah kemungkinan besar adalah spina bifida dan bukan neoplasma, karena didapat sudah sejak lahir, berada di garis tengah tubuh, disertai kelainan yang berkaitan seperti hidrosefalus yang juga diderita. Spina bifida seukuran itu bisa saja suatu myelomeningocele atau meningocele. Myelomeningocele disingkirkan karena pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelemahan motorik ekstremitas bawah, atrofi otot, dan pemeriksaan transilluminasi yang tidak menunjukkan adanya struktur padat di dalam benjolan. Pada pemeriksaan CT-scan lumbo-sakral tidak tampak gambaran medula spinalis atau kauda equina di dalam kantung berisi massa isodens pada posterior vertebra yang keluar melalui defek arkus vertebrae ossa vertebrae lumbal ke arah posterior, medula spinalis dalam foramen vertebrae. Diagnosis meningocele ditegakkan karena pada pemeriksaan fisik punggung bawah regio lumbo-sakral ditemukan benjolan berukuran 15x9x6 cm, warna kulit permukaan kemerahan, tampak venektasi vena halus, pada puncak benjolan tampak skuama hiperpigmentasi, teraba lembut, tidak nyeri tekan. Pada pemeriksaan transilluminasi, isi benjolan tampak kemerahan tanpa adanya bayangan struktur padat. Pada pemeriksaan CT-Scan lumbo-sakral tampak masa isodens pada posterior vertebra yang keluar melalui defek arkus ossa vertebrae lumbal ke arah posterior, medula spinalis dalam foramen vertebrae. Diagnosis Klinis Topis Etiologis : makrosefali dan spina bifida : hidrosefalus komunikan dan meningocele : suspek produksi cairan serebrospinal yang berlebihan atau gangguan absorpsi untuk hodrosefalus dan defek penutupan tuba neuralis untuk meningocele

Rencana 1. Hidrocefalus A. Rencana Diagnostik 1. Pemeriksaan CT-Scan kepala ; untuk melihat adakah dilatasi ventrikel otak (sudah dilakukan) B. Rencana Terapi 1. Pemasangan ventriculoperitoneal shunt C. Rencana Edukasi 1. Mengenai kelainan hidrosefalus yang dialami pasien kepada keluarganya 2. Mengenai perlunya dilakukan drainase dengan PVShunt. Adanya hidrosefalus yang berlangsung terusmenerus akan menyebabkan kenaikan tekanan intrakranial, gangguan kesadaran, retardasi mental dan gagal tumbuh. PV-Shunt bertujuan agar drainase volume cairan serebrospinal yang berlebihan berjalan dengan baik.

2. Meningocele A. Rencana Diagnosis 1. CT-Scan Lumbo-Sakral ; untuk memastikan jenis spina bifida yang dialami (sudah dilakukan) B. Rencana Terapi 1. Eksisi Meningocele C. Rencana Edukasi 1. Mengenai kelainan meningocele yang dialami pasien kepada keluarganya 2. Mengenai perlunya menjaga jangan sampai benjolan terkena benturan yang dapat menyebabkan ruptur atau luka yang bisa mengakibatkan infeksi 3. Mengenai perlunya dilakukan eksisi meningocele di punggung pasien. Adanya massa meningocele yang semakin bertambah besar setiap waktu membuat kemampuan motorik pasien seperti tengkurap, duduk, dan berdiri terhambat. Agar dapat tumbuh dan kembang dengan baik maka, massa meningocele harus diangkat. Kesimpulan Anak AA, 9 bulan dengan diagnosis hidrosefalus dan meningocele Prognosis Ad Vitam : dubia da malam Karena letak medula spinalis masih dalam foramen Vertebrae, keadaan umum baik, kecuali bila kejadian iatrogenik saat operasi. Komplikasi berulang, bagaimana pun, khususnya yang terjadi pada bayi dan anak-anak membawa morbiditas yang bermakna dubia ad malam Pada pemeriksaan CT-scan kepala tampak dilatasi ventrikel yang menekan kortek serebri, hal itu bisa berakibat gangguan fungsi luhur otak maupun gangguan lainnya, namun kemampuan itu belum bisa diukur saat ini. dubia ad malam Hidrosefalus bisa berulang khususnya apabila ada masalah dengan shunt seperti sumbatan atau dari infeksi yang mungkin terjadi di waktu yang akan datang

Ad Fungsionam

Ad sanactionam

BAB IV PEMBAHASAN Pasien yang datang dengan keluhan adanya benjolan di punggung bawah yang sudah ada sejak lahir ini memiliki lingkaran kepala 52 cm. Batas normal lingkaran kepala untuk anak berusia 9 bulan adalah 43-48 cm saja, maka pasien digolongkan sebagai makrosefali. Bila mendapatkan kasus makrosefali, ada tiga keadaan yang perlu dipikirkan : makrokrania (peningkatan ketebalan tulang tengkorak), megalesefali (perbesaran otak), dan hidrosefalus (perbesaran ventrikel karena peningkatan volume cairan serebrospinal). Penyakit metabolisme tulang atau hipertrofi sumsum tulang yang disebabkan anemia hemolitik menyebabkan makrokrania, contohnya pada thalasemia Beta mayor. Bentuk kepala tampak besar dengan tengkorak tampak menonjol dengan tulang frontal dan parietal yang menonjol serta maksila membesar. Pada foto Rongent kepalanya tampak gambaran radio opak seperti rambut berdiri akibat ekspansi sumsum tulang ke dalam tulang kortikal. Megalensefali merupakan hasil dari gangguan embriologik yang menyebabkan proliferasi abnormal jaringan otak (neurofibromatosis, tuberous sclerosis, Sotos syndrome, Riley-Smith syndrome, dan hemimegalencephaly) atau karena akumulasi substansi metabolik (Alexander disease, Canavan disease, Tay-Sachs disease, dan mucopolysaccharidoses). Diagnosis ditegakkan dengan menemukan perbesaran kepala tetapi dengan gambaran radiografi yang memperlihatkan isi atau struktur intrakranial yang normal. Hidrosefalus adalah akumulasi volume cairan serebrospinal yang berlebihan dan perbesaran ventrikel. Pada anak-anak karena fontanel belum menutup sempurna maka terjadi ekspansi yang tampak sebagai kepala yang besar. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Pada pasien ini yang menunjang diagnosis hidrosefalus adalah makrosefali dan gambaran CT-scan berupa dilatasi ventrikel generalisata. Gejala akut hidrosefalus diakibatkan kenaikan tekanan intrakranial, sedangkan gejala pada onset yang perlahan berupa demensia, gait ataxia dan inkontinensia. Gejala akut tidak muncul pada pasien, karena kompensasi ekpsansi kranium membuat tekanan intrakranial relatif normal. Tanda sakit kepala yang bisa saja dimunculkan pasien dengan cara menangis tanpa sebab tidak pernah terlihat, begitu juga dengan muntah. Sedangkan gejala kronik pada pasien juga tidak terlihat, fungsi luhur belum bisa dinilai karena pasien belum mampu berkomunikasi verbal. Pasien adalah bayi dengan keadaan umum baik, keadaan gizi baik, tidak rewel, kemampuan motorik baik kecuali kemampuan duduk, merangkak, atau berdiri yang belum dimilikinya karena benjolan di punggung membatasi gerakan itu. Gejala klinis hidrosefalus pada bayi tidak semuanya dimiliki pasien, seperti tegangan fontanel anterior, cracked pot sound tidak terdapat dalam perkusi kepalanya, tanda retraksi bulu mata dan gaze mata ke atas yang sulit juga tidak terdapat pada pasien. Tatalaksana hidrosefalus dilakukan dengan drainase kelebihan cairan serebrospinal. , rencana terapi adalah pemasangan VP-shunt. VP-shunt adalah kateter yang ditempatkan di dalam ventrikel lateral dan dihubungkan dengan pengatur tekanan satu arah subkutan. Terdapat katup di kateter yang dipasang secara subkutan menurun ke arah abdomen lalu dimasukkan ke cavum peritoneal. Drainase alternatif adalah atrium, cavum pleura, dan ureter tetapi sekarang sudah ditinggalkan kecuali keadaan tertentu. Katup modern memiliki pengatur tekanan drainase perkutan dan shunt bisa dilakukan sehingga menurunkan tekanan intrakranial melalui monitor

10

perkutan ini. Operasi dilakukan di bawah anestesi umum dan shunt biasanya dimasukkan pada sisi kanan, untuk menghindari gangguan pada hemisfer dominan. Kepala diputar ke arah kiri. Kepala, leher, dada, dan abdomen disiapkan dengan larutan antiseptik. Sangat esensial untuk mempertahankan sterilitas agar menghindari komplikasi serius yaitu infeksi shunt. Suatu insisi kecil dibuat pada area parietooksipital dan sebuah klep kulit di elevasikan. Cavum peritoneal dibuka, lewat rectus transversus splitting incision di hipokondrium kanan atau melalui insisi garis tengah. Buat lubang burr, ventrikel lateral dikanulisasi dan kateter ventrikel dimasukkan ke dalam ventrikel lateral sehingga terletak di kornu anterior ventrikel lateral dan di depan pleksus koroideus. Pemasukan kateter dengan cara ini meminimalisir komplikasi utama shunt, obstruksi shunt. Karena penyebab utama obstruksi kateter ventrikel adalah blokade pleksus koroideus, sebaiknya penempatan sisi berlubang kateter di kornu anterior. Kateter peritoneal bisa di tempatkan secara subkutan di antara luka kranial dan abdominal. Masing-masing kateter digabungkan dengan katup lalu di jahit di tempat. Setelah memeriksa bahwa sistem bekerja dengan benar, kateter peritoneal ditempatkan dalam cavum peritoneal. Manajemen posoperatif sama dengan setiap prosedur intrakranial. Awalnya pasien diposisikan agar terlentang agar menghindari dekompresi sistem ventrikular. Perubahan status neurologik atau kegagalan memperbaiki keadaan memerlukan konfirmasi CT-scan apakah kateter sudah ditempatkan dengan akurat ke dalam sistem ventrikular dan untuk menyingkirkan kemungkinan komplikasi intrakranial seperti hematoma intraserebral (Kaye, AH. 2005) Meningocele adalah kelainan kongenital yang termasuk ke dalam spina bifida dan merupakan gangguan penutupan tuba neuralis. Berbagai penyebab seperti infeksi pada ibu, radiasi, dan yang juga penting adalah defisiensi asam folat. Kejadian meningocele pada pasien dapat dimaklumi mengingat ibu pasien sering bekerja membantu suaminya membuka lahan di hutan selama beberapa minggu sampai bulan, dengan perbekalan seadanya. Hal ini membuatnya rentan terhadap infeksi berbagai kuman, juga kekurangan nutrisi yang sebenarnya dibutuhkan untuk tumbuh kembang janin selama masa kehamilan. Adanya meningocele pada pasien dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangannya. Saat ini pasien belum mampu duduk, tengkurap, berbalik, maupun berdiri. Massa meningocele yang semakin membesar setiap hari juga rentan terhadap trauma mekanik yang berisiko untuk terjadinya infeksi, maka eksisi harus segera dilakukan.

11

BAB V SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Pasien anak yang datang dengan makrosefali, ada tiga keadaan yang perlu dipikirkan : makrokrania, megalensefali, dan hidrosefalus. Diagnosis hidrosefalus pada pasien ditegakkan karena berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan ; lingkar kepala lebih dari ukuran normal. Lingkaran kepala pasien adalah 52 cm, sedangkan untuk anak seusianya lingkar kepala normal berkisar antara 43 - 48 cm, dengan rata-rata 45 cm. Pada pemeriksaan CT-Scan kepala didapatkan dilatasi generalisata ventrikel otak. Pasien anak dengan benjolan di punggung bawah, sejajar garis tengah dan sudah ada sejak lahir bukan suatu neoplasma melainkan spina bifida akibat kegagalan penutupan tuba neuralis. Spina bifida yang besar kemungkinan myelomeningocele atau meningocele. Myelomeningocele biasanya diikuti gangguan motorik misalnya kelumpuhan ekstremitas bawah, atrofi otot, atau gangguan buang air besar dan buang air kecil karena keterlibatan unsur neural. Meningocele biasanya asimtomatik. Diagnosis meningocele pada pasien ditegakkan karena pada pemeriksaan fisik punggung bawah regio lumbo-sakral ditemukan benjolan berukuran 15x9x6 cm, warna kulit permukaan kemerahan, tampak venektasi vena halus, pada puncak benjolan tampak skuama hiperpigmentasi, teraba lembut, tidak nyeri tekan. Pada pemeriksaan transilluminasi, isi benjolan tampak kemerahan tanpa adanya bayangan struktur padat. Pada pemeriksaan CT-Scan lumbo-sakral tampak masa isodens pada posterior vertebra yang keluar melalui defek arkus ossa vertebrae lumbal ke arah posterior, medula spinalis dalam foramen vertebrae. SARAN Pasien sudah berada di RSUD dr. Soedarso sejak 1 desember dengan asimtomatik, tetapi belum juga mendapat terapi definitif yaitu pemasangan PV-shunt dan eksisi meningocele karena masalah administrasi dan finansial. Ditakutkan pasien akan mendapat infeksi nosokomial.

12

BAB VI DAFTAR PUSTAKA Kaye, AH. 2005. Essential Neurosurgery. Third Edition (medical e-books) Published by Blackwell Publishing Ltd. United State of America Kumar, Abbas, Fausto. 2008. Robbin & Cotrans. Pathologic Basis of Disease. Sevent Edition (medical e-books) Elsevier. W.B Sounders Lindsay, Bone, Callander. 1997. Neurology and Neurosurgery Illustrated. 3 rd Edition. Churchill Livingstone Rubin,E, Strayer,D. 2008. Rubin's Pathology : Clinicopathologic Foundations of Medicine (medical e-books) Lippincott Williams & Wilkins Schnider, DS. 2007. Section XIX The Cardiovascular System, in Nelson Essential of Pediatrics 5 E (medical e-books) Elsevier. W.B Sounders Underwood, JCE. 2000. Patologi Umum dan Sistemik volume 2, edisi ke 2. Editor Edidi Bahasa Indonesia : Pror. Dr. Dr. Sarjadi, SpPA. Penerbit Buku Kedokteran : EGC. Jakarta

13

Anda mungkin juga menyukai